Metode Dakwah Unsur-Unsur Dakwah

1. Al-Hikmah Al-hikmah merupakan kemampuan seorang da‟i dalam menyesuaikan kondisi mad‟u dan juga sesuai dengan kemampuan teoritis dan praktis dari seorang da‟i. Hal ini menjadi penting karena da‟i akan berhadapn dengan mad‟u yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Seorang da‟i yang sukses mampu memilih kata yang diperlukan saat berdakwah guna membuat para mad‟u mengerti akan pesan yang disampaikan. Dalam bahasa, kata hikmah memiliki arti yang banyak, diantaranya adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Quran, Sunnah dan sebagainya. Hikmah adalah tercapainya kebenaran dengan ilmu akal. Maka hikmah dari Allah maksudnya mengetahui sesuatu dan mewujudkannya dengan benar-benar kokoh. Hikmah adalah ungkapan tentang pengetahuan hal-hal paling utama melalui ilmu yang paling utama pula. 30 Keistimewaan berdakwah dengan cara Al-Hikmah adalah, memungkinkan dipelajari dan diperoleh karena hikmah adalah sikap perlakuan yang baik dan sifat yang terpuji yang mungkin pelaksanaannya seperti sifat-sifat dan akhlak lainnya. 31 2. Al-Mau‟idzatil Hasanah Mau‟izhah hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif, yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. 30 Muhammad Abu Al-Fatah, Ilmu Dakwah, Jakarta: Akademika Pressindo, 2010, h. 325. 31 Muhammad Abu Al-Fatah, Ilmu Dakwah, Jakarta: Akademika Pressindo, 2010, h. 327. Menurut Abd. Hamid al-Bilali, al- Mau‟izhah hasanah merupakan salah satu manhaj metode dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasihatatau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik. Pengaruh yang besar yang dihasilkan oleh metode dakwah mauidzah hasanah salah satunya adalah menahan dan memutus kemunkaran karena nasihat yang baik akan menanamkan rasa cinta dan kasih sayang di dalam hati para mad‟u. Dengan cara nasihat yang baik ini maka para mad‟u dengan senang hati menyambut nasihat tersebut dengan hati yang ikhlas. 3. Al-Mujadalah Bil al-latihiyaAhsan Dalam bahasa dikaitkan jadalahu artinya mendebat dan melawannya. Jadal adalah sangat melawan dengan kemampuannya. Jadal dalam adalah menghadapi argumentasi dengan argumentasi, sedang mujadalah artinya berdebat dan membantah. Namun terkadang mujadalah dilakukan dengan tujuan kebaikan atau keburukan. Mujadalah yang diarahkan untuk menolong kebenaran dengan cara yang terpuji dan menghasilkan kebaikan disebut dengan mujadalah hasanah baik, sedangkan mujadalah yang diarahkan untuk kejahatan dan menyebabkan pertikaian maka disebut mujadalah sayiah tercela. Al-Mujadalah Bil al-lati hiya Ahsan merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirka permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. 32 32 Muhammad Abu Al-Fatah, Ilmu Dakwah, Jakarta: Akademika Pressindo, 2010, h, 18. f. Media Dakwah Kata media berasal dari bahasa Latin, median, yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara etimologi yang berarti alat perantara. Wilbur Schramn mendefinisikan media sebagai teknologi informasi yang dapat digunakan dalam pengajaran. Secara lebih spesifik, yang dimaksud dengan media adalah alat-alat fisik yang menjelaskan isi pesan atau pengajaran, seperti buku, film, video kaset, slide, dan sebagainya. 33 Adapun yang dimaksud dengan media wasilah dakwah yaitu alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah ajaran Islam kepada mad‟u. 34 Dengan banyaknya media yang ada, maka da‟i harus memilih media yang paing efektif untuk mencapai tujuan dakwah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu memilih media adalah sebagai berikut: 1. Tidak ada satu media pun yang paling baik untuk keseluruhan masalah atau tujuan dakwah. Sebab setiap media memiliki karakteristik kelebihan, kekurangan, keserasian yang berbeda-beda. 2. Media yang dipilih sesuai dengan tujuan dakwah yang hendak dicapai. 3. Media yang dipilih sesuai dengan kemampuan sasaran dakwahnya. 4. Media yang dipilih sesuai dengan materi dakwahnya. 5. Pemilihan media hendaknya dilakukan dengan cara objektif, artinya pemilihan media bukan atas dasar kesukaan da‟i. 6. Kesempatan dan ketersediaan media perlu mendapat perhatian. 33 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009. h, 113. 34 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2004. h, 120. 7. Efektifitas dan efesiensi harus diperhatikan. Komunikasi dakwah dapat menggunakan berbagai media yang dapat merangsang indra-indra manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk penerima dakwah.

D. Buku sebagai Media Dakwah

Dakwah dengan metode tulisan menjadi cara yang digunakan di zaman modern saat ini, penggerak dakwah harus mampu membuat inovasi dalam menyampaikan isi pesan dakwah agar pesan yang disampaikan dapat sampai kepada khalayak luas dalam jangkauan yang jauh. Kekuatan sebuah pesan dalam buku dapat menyebarkan informasi merupakan tanda bahwa aktivitas dakwah dalam masyarakat penting adanya. Pesan yang harus sesuai dengan mad‟u menjadikan da‟i yang menulis mengetahui pengorganisasian pesan dakwah yang akan disampaikan melalui tulisan. Menulis merupakan tradisi intelektual muslim. Tradisi ini merupakan dorongan Islam dari penguasaan ilmu yang terdapat dalam diri seseorang sehingga dari penguasaan ilmu tersebut dapat disampaikan melalui media tulisan dan dapat dijadikan sebuah buku yang didalamnya terdapat pesan- pesan yang terkandung dan dapat dijadikan contoh dalam kehidupan. 35 Manfaat buku bagi masyarakat tidak hanya sebatas media pendidikan dan pengajaran, melainkan buku dapat dimaknai sebagai media dakwah. 36 Pemanfaatan buku sebagai media dakwah dapat dilakukan sebagai bentuk sarana yang dapat memberikan perubahan bagi pembacanya ke arah yang 35 Ais Muflihah, Analisis Isi Pesan Dakwah dalam Buku Laa Tahzan For Hijabers Karya Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa, Dkk, Jakarta: Uin syarif Hidayatullah, 2014, h. 33 36 Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif,: Membangun Kerangka dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997 Cet. 1, h. 42. lebih baik. Semua buku dapat dijadikan media dakwah. Dakwah melalui buku berarti buku tersebut harus berdimensi pengetahuan keagamaan yang mengantarkan kepada pembacanya pada nilai- nilai yang ma‟ruf dan hasanah. 37 Para da‟i atau ulama penulis cukup banyak yang telah mengabadikan namanya dengan menulis dan mengarang bukukitab sebagai kegiatan dakwahnya. Bahkan sampai sekarang kitab karya ulama terdahulu masih tetap dikaji, seperti Imam Al- Ghazali penulis Ihya‟ Ulumuddin, Imam Nawawi menulis Riyadh Ash-Shalihin. 38 Oleh karena itu, cara berdakwah yang baik bisa melalui buku-buku keislaman yang ditulis oleh para da‟i dan dapat dijadikan sebagai media dakwah. 37 Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif,: Membangun Kerangka dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997 Cet. 1, h. 42. 38 Samsul Amir Munir, Ilmu dakwah, Jakarta: Amzah, 2009, h. 123. 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metedologi Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode analisis isi content analysys. Krippendorf mengemukakan kajian isi adalah teknik penelitian yang dimanfaatkan kesimpulan yang dapat ditiru dan sahih data atas dasar konteksnya, sedangkan R. Hostly memberikan definisi bahwa kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dansistematis. Menurut Bereslon Kerlinger, dalam buku Teknik Praktis Riset Komunikasi karangan Rachmat Kriyanto analisis isi merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistemtik, objektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak. 1 Metode analisis isi digunakan dengan membaca untuk menelaah isi pesan tentang enam kecerdasan manusia dalam komunikasi intrapersonal dakwah dzatiyah yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan nafs yang terkandung dalam buku Shalawat untuk Jiwa. 1 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis, Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana, 2006, h. 228.