Tahap Generating CircumtancesTahap Pemunculan Konflik

32 Novel Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khalifah karya Remy Sylado merupakan sekuel kedua dari novel sebelumnya yang berjudul Pangeran Diponegoro: Menggagas Ratu Adil . Oleh sebab itu tahap penyituasian dalam novel ini tidak memuat gambaran pelukisan, pengenalan situasi latar, dan pengenalan tokoh secara terinci.

2.2 Tahap Generating CircumtancesTahap Pemunculan Konflik

Tahap ini merupakan tahap ketika konflik awal mulai dimunculkan. Masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Konflik akan berkembang menjadi konflik pada tahap yang berikutnya Nurgiyantoro, 2007: 149. Pemunculan konflik dalam novel Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khalifah mulai terlihat pada saat Pangeran Diponegoro mencoba melawan adat keraton dalam upacara pernikahan yang mulai direncanakannya. Masalah mengenai penentuan prosesi perkawinan Pangeran Diponegoro menggambarkan sikapnya yang membenci akhlak yang tidak baik akibat pengaruh dari penjajahan kolonial Inggris dan Belanda sebelumnya. Hlm. 16 Setelah masalah-masalah mengenai penentuan prosesi perkawinan Pangeran Diponegoro dan Raden Ayu Ratnaningsih berakhir pada subbab tiga puluh tiga, muncul peristiwa lainnya yang memunculkan konflik-konflik baru. Pada subbab nomor tiga puluh empat, muncul tokoh baru yang bernama Danurejo IV. Danurejo IV adalah tokoh antagonis yang berperan sebagai patih setelah 33 diangkat oleh Gubernur Jenderal Inggris, Raffles. Danurejo IV digambarkan sebagai sosok yang tidak karuan, perangainya angkuh, dan congkak. Hlm. 61 Kemunculan Danurejo IV menyebabkan terciptanya konflik-konflik baru pada peristiwa-peristiwa berikutnya. Pemunculan konflik dimulai dengan intrik yang dilakukan Danurejo IV. Danurejo IV memanfaatkan pesta pernikahan Pangeran Diponegoro. Danurejo IV mendapat undangan dari Tegalrejo dalam rangka pernikahan Pangeran Diponegoro. Pada awalnya, ia tidak begitu peduli dan hanya mengingat bahwa yang akan menikah itu adalah putra sulung Sultan Raja atau Sultan Hamengku Buwono III dari anaknya yang mencapai tiga puluh dua orang. Namun saat ia pergi ke Vredeburg, Danurejo IV bertemu dengan tokoh yang bernama Van Rijnst. Van Rijnst adalah tokoh orang Belanda yang sekarang bekerja untuk Inggris setelah Nusantara dikuasai oleh Inggris. Danurejo IV memberitahu kepada Van Rijnst tentang pernikahan salah satu anak Sultan Hamengku Buwono III, Pangeran Diponegoro. Hlm. 61-62 Danurejo IV menghasut Van Rijnst dengan memanfaatkan pernikahan Pangeran Diponegoro. Danurejo IV memanfaatkan ketidaktahuan Van Rijnst tentang pernikahan tersebut untuk menghasut pihak Inggris. Danurejo IV mengatakan bahwa Sultan Hamengku Buwono III keterlaluan karena pejabat tertinggi Inggris di Yogyakarta, yaitu tokoh yang bernama Residen Crawfurd belum tahu bahwa Sultan Hamengku Buwono III mau mantu. Ia juga menghasut Van Rijnst bahwa peran Inggris lewat Raffles yang sudah mengangkat Sultan 34 Hamengku Buwono III setelah menurunkan Sultan Sepuh sebagai Sultan Hamengku Buwono II, dilecehkan karena ketidaktahuan pihak Inggris tentang pernikahan anak Sultan Hamengku Buwono III tersebut. Selain itu, Danurejo IV juga menitikberatkan pembicaraan tentang pernikahan tersebut pada tempat perhelatannya yang dilaksanakan di luar keraton yaitu di Puri Tegalrejo. Hlm. 62 Dialog antara Van Rijnst dengan Danurejo IV di Vredeburg itu membuat Van Rijnst berpikir untuk memanfaatkan situasi tersebut. Van Rijnst ingin menghasut Crawfurd untuk memperoleh keuntungan pribadinya sebagai orang Belanda. Dalam pikirannya ia berbicara sendiri. 4 “Ada hal ganjil di balik perhelatan putra Sultan Raja di Puri Tegalrejo dan bukan Keraton Yogyakarta.” Maunya, dengan membahas itu kepada Marlborough, tak usah Crawfurd, dia bisa pengaruhi kebijakan Inggris yang kepalang sudah menaikkan Sultan Raja di Takhtanya. Sementara dalam amatannya selama ini Sultan Sepuh sebagai Hamengku Buwono II yang sudah digeser oleh Raffles itu, lebih mudah dikendalikan oleh Belanda. Hlm. 64 Namun Crawfurd dalam pandangan Van Rijnst bukanlah orang yang mudah dihasut. Tokoh ini digambarkan sebagai residen yang berpenampilan serius khas orang Inggris. Usianya 29 tahun. Ia menjabat sebagai residen Yogyakarta pada periode 1811-1814 dan kemudian pada periode Januari 1816 sampai Agustus 1816. Keseriusannya tersebut membuatnya terkesan sebagai orang yang kaku. Selain itu, ia juga terkesan tak acuh kepada orang lain dan lebih sering duduk di meja kerjanya untuk menulis naskah History of the East Indian Archipelago . Hlm. 71 Van Rijnst kemudian mencoba untuk menghasut Marlborough. Marlborough adalah pejabat Inggris yang dinilai oleh Ratu Ageng sebagai satu- 35 satunya orang asing yang menunjukkan perhatiannya pada pribumi. Namun Marlborough saat itu sedang mengidap penyakit salesma. Timbul niat Van Rijnst untuk datang ke ruang kerja Marlborough menawarkan pengobatan tradisional Jawa yaitu mengerik-kerikkan uang sen ke kulit badan. Hal ini dilakukannya agar bisa mendekati Marlborough. Akhirnya Marlborough menyuruh Van Rijnst untuk meminta Danurejo IV mencarikan tukang kerik. Hlm. 65 Latar bergerak ke Tegalrejo. Di lain pihak, tiga hari sebelum perhelatan di Tegalrejo, Ratu Ageng memutuskan untuk mengundang pihak Inggris untuk datang ke acara pernikahan Pangeran Diponegoro. Orang yang diundang adalah Marlborough. Hlm. 67 Karena peristiwa sebelumnya yaitu Van Rijnst menyuruh Danurejo IV untuk mencarikan tukang kerik, maka timbul niat-niat licik Danurejo IV. Peristiwa tersebut adalah ketika Danurejo IV datang ke Vredeburg dengan membawa seorang tukang kerik. Kedatangan Danurejo IV kebetulan bersamaan dengan seorang utusan dai Puri Tegalrejo yang membawa undangan pernikahan Pangeran Diponegoro untuk Marlborough. Dengan Licik, Danurejo IV meminta undangan tersebut dan kemudian mengatakan kepada utusan Tegalrejo dan penjaga pos di depan Vredeburg bahwa ia akan menyerahkan undangannya kepada Marlborough. Namun, undangan tersebut sengaja ditunda diberikannya selama tiga hari. Ia berharap bahwa orang Inggris yang terkenal disiplin seperti Marlborough tidak akan datang karena undangan yang mendadak. Dengan demikian, Danurejo IV berharap bisa membuat keruh hubungan Inggris dan 36 Keraton Yogyakarta. Tujuan utama Danurejo IV sebenarnya terlihat dalam kutipan berikut 5 Di luar itu, tujuannya yang utama adalah kepercayaan pihak Inggris akan semakin besar, dan jangkauan laba yang diraihnya dalam mengatur bisnis orang Cina akan semakin luas juga. Yang dia dambakan, jika Inggris menaruh rasa percaya kepadanya, dan namanya menjadi harum di mata penguasa tertinggi di Batavia yang beberapa waktu lalu menganugerahkannya sebagai patih, maka peta bisnis Cina yang bisa dipegangnya adalah seluruh bekas wilayah Mataram sebelum Perjanjian Giyanti: mulai dari Indramayu di barat sampai Blambangan di timur, termasuk Madura. Hlm. 70 Pada Subbab nomor tiga puluh lima, latar bergerak ke Puri Tegalrejo. Tiga hari sudah berlalu setelah Danurejo IV mengambil undangan pernikahan Pangeran Diponegoro milik Marlborough. Hari ini adalah hari pernikahan Pangeran Diponegoro dan Raden Ayu Ratnaningsih. Keterangan Ki Pujosubroto tentang seluk beluk adat dilaksanakan dengan semestinya. Hlm. 75 Di sisi lain, pada subbab nomor tiga puluh enam, Danurejo IV melaksanakan intrik yang ia telah rencanakan sebelumnya. Sebelum berangkat ke pernikahan Pangeran Diponegoro di Puri Tegalrejo, Danurejo IV singgah dulu ke Vredeburg. Seperti yang sudah ia rencanakan tiga hari sebelumnya, Danurejo IV baru memberikan undangan pernikahan Pangeran Diponegoro pada hari ini kepada Marlborough. Danurejo IV berhasil membuat Marlborough tidak datang ke pesta pernikahan Pangeran Diponegoro karena alasan undangan yang mendadak. Hlm. 89-90 Pada saat yang bersamaan ketika Danurejo IV keluar dari ruang Marlborough, Van Rijnst juga datang ke Vredeburg untuk menemui Marlborogh. Mereka berdua berpas-pasan. Van Rijnst melihat wajah Danurejo IV yang gembira. Kedatangan Van Rijnst dalam rangka undangan dari Marlborough yang 37 ingin berterimakasih terhadap Van Rijnst karena sarannya menggunakan pengobatan kerik berhasil. Dalam pertemuan tersebut, Van Rijnst menanyakan kepada Marlborough perihal kedatangan Danurejo IV sebelumnya yang terlihat gembira. Pertanyaan itu yang menyebabkan Danurejo IV ketahuan berbohong kalau undangan pernikahan Pangeran Diponegoro diberikan baru hari ini. Marlborough menjelaskan bahwa Danurejo IV datang ke kantornya untuk memberikan undangan pernikahan tersebut. Ternyata Van Rijnst mengetahui bahwa undangan tersebut telah diberikan kepada pos penjaga Vredeburg tiga hari sebelumnya. Hlm. 93-94 Latar kembali ke Tegalrejo. Danurejo IV yang baru saja singgah ke Vredeburg, telah sampai ke Tegalrejo untuk menghadiri acara pernikahan Pangeran Diponegoro. Di tengah-tengah pesta pernikahan, Danurejo IV juga menghasut Pangeran Mangkubumi. Danurejo IV mengaku bahwa sebelum ke acara ini, ia sempat singgah ke Vredeburg untuk menjemput Marlborough, tetapi yang bersangkutan tidak mau. Hlm. 95 Setelah peristiwa pernikahan Pangeran Diponegoro, latar bergerak kembali ke Vredeburg. Marlborough memanggil Danurejo IV yang kecewa dengan perbuatan Danurejo IV yang membohonginya. Dalam peristiwa tersebut, Danurejo IV berhasil lolos dari kemarahan Marlborough karena kemampuan berkelitnya yang hebat. Kendati demikian, peristiwa itu membuat Marlborough tidak lagi percaya terhadap Danurejo IV.Hlm. 99 38 Pada subbab nomor tiga puluh tujuh, alur bergerak ke Batavia. Setting waktunya adalah bulan Desember 1812. Marlborough datang ke Batavia untuk merayakan pesta pergantian tahun bersama Raffles dan pejabat Inggris lainnya di Batavia. Sebelum berangkat ke Batavia, Marlborough ternyata menyimpan rasa penasaran terhadap peristiwa pernikahan Pangeran Diponegoro yang dilangsungkan bukan di kompleks keraton. Marlborough menyimpulkan bahwa seakan-akan Sultan Hamengku Buwono III mengalah untuk meninggalkan keraton guna mendatangi pesta pernikahan tersebut demi Pangeran Diponegoro. Hlm. 101-102 Pesta pergantian tahun tersebut sempat dinodai oleh peristiwa tenggelamnya kapal Inggris Phoenix yang membuat kapten kapal tersebut, James Bowen Esq meninggal sepekan sebelum tahun baru. Kapal tersebut karam setelah kalah dalam pertempuran dengan Pangeran Anom di Sambas, utara Pontianak. Seluruh pejabat Inggris di Batavia mengenakan pakaian hitam untuk menghadiri peletakan nisan James Bowen Esq. Peristiwa tersebut membuat Raffles tertekan karena memerintahkan James Bowen Esq untuk menyerang Pangeran Anom di Sambas tanpa konsultasi dengan komando militer. Hlm. 103 Marlborough yang sedang berada di Batavia hadir di acara berkabung tersebut. Di sela-sela acara, Raffles mengundang Marlborough untuk berbincang- bincang mengenai keadaan di Yogyakarta pada malam harinya. Meskipun mendapat tekanan, Raffles masih tetap bersemangat untuk melanjutkan penulisan 39 bukunya History of Java walaupun dalam posisi yang tertekan seperti sekarang. Hlm. 103 Peristiwa selanjutnya adalah perbincangan antara Raffles dan Marlborough tentang Yogyakarta pada malam hari. Raffles meminta Marlborough untuk menceritakan hal-hal menarik yang terjadi di Yogyakarta, kecuali hal-hal yang bersangkutan dengan Crawfurd. Raffles memang tidak begitu menyukai Crawfurd. Marlborough yang sebelum datang ke Batavia masih penasaran dengan peristiwa pernikahan Pangeran Diponegoro, menceritakan kejadian tersebut kepada Raffles. Marlborough menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut merupakan isyarat kekuatan kharisma Pangeran Diponegoro sampai-sampai membuat ayahnya yang raja itu datang ke tempat yang ia pilih untuk pestanya. Raffles tertarik dengan cerita Marlborough tersebut. Raffles meminta Marlborough untuk mencatat apa saja yang dianggap perlu untuk penyusunan bukunya. Dalam perbincangan tersebut, Raffles juga memberitahu kepada Marlborough tentang rencana-rencananya mengelola Nusantara. 6 Hal istimewa yang menjadi perhatian saya, dan itu akan saya wujudkan dalam tindakan, adalah pada tahun depan ini saya akan mengeluarkan peraturan tentang pelarangan melakukan praktik jual-beli budak. Hlm.106 Selain itu, Raffles juga menyampaikan pandangannya tentang Belanda. Menurutnya, Belanda sudah melakukan kejahatan buruk yaitu perbudakan. Raffles digambarkan sebagai tokoh yang sangat membenci Belanda. Hlm.106- 107 Pada siang harinya, Marlborough yang ternyata sangat dipercayai oleh Raffles diundang kembali ke kantor Raffles untuk melakukan pembicaraan yang 40 disebutnya rahasia. Bersama dengan Trowt, tokoh yang juga dipercayai olehnya, Raffles melakukan pembicaraan serius dengan Marlborough. Raffles berpesan kepada Marlborough untuk selalu berhati-hati terhadap orang Belanda yang ada di Vredeburg. Marlborough mengatakan hanya ada satu orang Belanda yang ada di Vredeburg, yaitu Van Rijnst yang ia sebut sebagai ilmuwan. Hlm.108 Penjelasan mengenai tokoh Van Rijnst terlihat dalam perbincangan tersebut. Raffles menyanggah pernyataan Marlborough bahwa Van Rijnst adalah seorang ilmuwan. Menurut catatan-catatan dari orang-orang Belanda yang ada di Batavia, Van Rijnst adalah seorang oportunis yang memiliki banyak kasus eksploitasi manusia. Lebih lanjut, dalam konteks politik, Raffles berpesan kepada Marlborough untuk berhati-hati terhadap semua orang Belanda. Raffles juga menunjukkan sebuah salinan surat awal abad ke tujuh belas tentang kejahatan Belanda terhadap orang-orang Inggris. Melalui perbincangan tersebut, timbul kebencian Marlborough terhadap Van Rijnst. Hlm.111 Peristiwa kepergian Marlborough ke Batavia di atas menjelaskan adanya ketidaksesuaian kepentingan Inggris dengan orang-orang Belanda. Pemunculan konflik ini terus berkembang ke ke peristiwa-peristiwa berikutnya. Rencana untuk membunuh Sultan Hamengku Buwono III adalah pemunculan konflik berikutnya. Pada subbab tiga puluh delapan, Di Yogyakarta, Van Rijnst pergi ke rumah tokoh bekas residen Belanda pada zaman Daendels yang masih berada di Yogyakarta yaitu Engelhard. Terjadi percakapan di antara keduanya di serambi rumah Engelhard seperti pada kutipan berikut ini. 7 “Saya dengar Sultan Sepuh merindukan takhtanya kembali.” 41 “Dengar? Dengar dari siapa?”Hlm. 119 Ternyata orang yang dimaksudkan Van Rijnst dalam dialog di atas ada di dalam rumah. Engelhard mempersilahkan tokoh bernama Muntinghe keluar dari dalam rumahnya. Dialog selanjutnya adalah seperti pada kutipan berikut. 8 “Ya, saya tahu, karena saya bertemu langsung dengan Sultan Sepuh di tempat pembuangannya, bahwa dia bermaksud merebut kembali takhtanya yang sekarang diduduki oleh Sultan Raja,” Kata Muntinghe. “Hambatannya, jangan lupa, Sultan Raja dinaikkan oleh Inggris, “kata Engelhard. “Ini memang rencana jangka panjang, “kata Muntinghe. “Tujuannya apa?” tanya Van Rijnst. “Rencana jangka panjang saya, saya ingin membuka tanah di sebelah Tegalrejo, “Kata Muntinghe. “Tanah itu bagus untuk investasi. Sementara Sultan Raja menghalang-halangi.” Hlm. 119-120 Muntinghe juga memiliki ide untuk membunuh Sultan Hamengku Buwono III untuk melancarkan roda bisnisnya. Ia juga memanfaatkan hubungan yang tidak harmonis antara Sultan Hamengku Buwono III dengan Residen Crawfurd untuk melancarkan rencananya. Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut 9 “Makanya,” Kata Muntinghe, “Kalau Sultan Raja yang menghalang-halangi itu bisa mati sekarang, pandangan umum yang timbul adalah penguasa Inggris yang menghendaki kematiannya itu.” Hlm. 120 10 “Bikin Sultan Raja sakit, supaya matinya alami. Cari resepnya dari obat Cina. Pasti orang Cina punya obatnya. Lalu, kalau Sultan Raja mati, bisa direka dulu untuk sementara hadirnya putra mahkota sebagai Sultan Hamengku Buwono IV, sampai Sultan Sepuh bebas dari pembuangannya.Hlm. 121 Sultan Sepuh sebagai Sultan Hamengku Buwono II yang sempat bertemu dengan Muntinghe sebelumnya, menjanjikan kepadanya berupa pengalihkan tanah di Tegalrejo agar bisa dibeli. Sementara itu, soal penempatan putra mahkota, Van Rijnst berpendapat bisa memanfaatkan Danurejo IV. Danurejo IV mereka anggap sebagai sosok yang sempurna untuk dijadian anteknya. Muntinghe meminta Van Rijnst untuk mempertemukannya dengan Danurejo IV. Hlm. 122 42 Muntinghe adalah tuan tanah yang memiliki kekayaan yang sangat besar. Ia lahir di Amsterdam, dan lulus sekolah tinggi hukum di Groningen. Pada awalnya kedatangannya ke Batavia di masa pemerintahan Gubernur Jendral Albertus H. Weise, ia adalah sekretaris kedua pemerintahan pusat. Sekarang di masa pemerintahan Inggris, Muntinghe adalah anggota Right Honorable the Governor General in Council . Kekayaannya diperoleh dari bisnis spekulasi pertanahan, membeli Pamanukan, Indramayu, Kandanghaur dengan harga 30.000 lalu disewakan kepada orang Cina 10.000 per tahun. Hlm. 114 Sementara itu Engelhard adalah bekas residen Belanda yang dipecat oleh Gubernur Jenderal Daendels pada tahun 1808. Karena pemecatan tersebut, kekayaannya berupa tanah sekitar mancanegara Yogyakarta, daerah burung walet di Karangbolong, dan penghasilan F 100 per tahun disita dan jatuh ke tangan Daendels. Setelah Daendels ditarik pulang ke Belanda, Engelhard belum sempat mengambil kembali kekayaan-kekayaannya tersebut karena Nusantara sudah direbut oleh Inggris. Hlm. 128 Alur terus bergerak ke hari berikutnya. Danurejo IV yang sebelumnya diminta Van Rijnst untuk menemui Muntinghe di rumah Engelhard, mendatangi rumah Engelhard pada malam hari. Pertemuan tersebut tidak berjalan dengan baik bagi Danurejo IV dan Muntinghe. Hal ini dikarenakan prediksi Danurejo IV yang beranggapan pertemuan tersebut tidak jauh dari masalah bisnis sebelumnya ternyata salah. Muntinghe hanya bertanya-tanya seputar perasaan kedudukan Danurejo IV sebagai patih. Hal ini membuat Danurejo IV tidak begitu tertarik dan 43 menjadi terkesan sombong di mata Muntinghe. Peristiwa tersebut sempat membuat Muntinghe kecewa dan enggan memanfaatkan Danurejo IV. Hlm. 123- 124 Pada subbab nomor tiga puluh sembilan, tahap pemunculan konflik berkembang ke peristiwa-peristiwa yang dialami Pangeran Diponegoro, Danurejo IV, Residen Crawfurd, dan Engelhard secara bersamaan. Danurejo IV ternyata menyesal telah menyia-nyiakan kesempatan untuk mendekati Muntinghe. Peristiwa berikutnya adalah Danurejo IV kembali mendatangi rumah Engelhard bertemu dengan Muntinghe untuk menyampaikan penyesalannya. Namun Muntinghe sudah pergi ke Surakarta. Engelhard mengatakan kepada Danurejo IV kalau lusa kemungkinan Muntinghe kembali lagi ke rumahnya. Danurejo IV memohon Engelhard untuk mempertemukannya lagi dengan Muntinghe. Danurejo IV berharap mendapat keuntungan dari pertemuan tersebut. Engelhard memberitahu bahwa sebenarnya Danurejo IV akan diberi tugas yang sangat rahasia oleh Muntinghe. Engelhard kemudian menyuruh Danurejo IV menemui Van Rijnst di Vredeburg untuk mencari tahu tugas rahasia tersebut. Hlm. 126 Latar berpindah ke Vredeburg. Danurejo IV menemui Van Rijnst untuk menanyakan tugas rahasia yang dipaparkan Engelhard pada peristiwa sebelumnya. Ternyata tugas rahasia tersebut adalah mencarikan obat yang bisa digunakan untuk racun. Ketika Danurejo IV menanyakan racun untuk siapa, Van Rijnst menjelaskan bahwa hal tersebut sangat rahasia. Taruhannya jika gagal adalah kepala Danurejo IV. Imbalannya adalah uang dalam jumlah yang besar. Van 44 Rijnst memberitahukan bahwa tugas tersebut bisa Danurejo IV laksanakan beberapa bulan lagi bertepatan dengan kepergiannya pulang ke Belanda. Hlm. 127 Di lain pihak, Marlborough yang pada akhir tahun 1812 berada di Batavia sudah kembali lagi ke Yogyakarta. Residen Crawfurd menanyakan perihal kepergiannya ke Batavia. Marlborouhg hanya memberitahukan bahwa di Batavia ia hanya diminta menceritakan situasi dan kejadian-kejadian yang menarik di Yogyakarta untuk bahan buku yang akan ditulis Raffles. Crawfurd sempat menanyakan perihal kabar bahwa dirinya akan segera ditarik oleh Raffles dari Yogyakarta. Namun Marlborough menjelaskan bahwa Raffles tidak menyinggung Crawfurd sama sekali. Hlm. 132 Alur berpindah ke kehidupan Pangeran Diponegoro. Setelah menikah, Saat ini Raden Ayu Ratnaningsih sudah hamil tujuh bulan. Sesuai adat Jawa, acara mitoni pun digelar. Ayah Pangeran Diponegoro yang hadir pada acara tersebut melakukan tradisi membanting kendi. Dalam kepercayaan Jawa, apabila kendi yang dibanting pecah, maka anak yang lahir adalah putri. Namun jika kendi yang dibanting tidak pecah, maka anak yang lahir adalah putra. Ternyata kendi tersebut tidak pecah. Segera setelah prosesi tersebut, Sultan Hamengku Buwono III mengajak Pangeran Diponegoro untuk berkuda ke Kaliurang besok harinya.Hlm. 135-136 Pada Subbab nomor empat puluh, dipaparkan alur selanjutnya yaitu peristiwa Pangeran Diponegoro berkuda dengan Ayahnya ke Kaliurang beserta 45 para pengawal keraton. Sesampainya di Kaliurang, Sultan Hamengku Buwono III memberitahukan maksudnya mengajak Pangeran Diponegoro berkuda ke Kaliuarang. Ia gembira karena kendi yang dibanting pada prosesi mitoni hari sebelumnya, tidak pecah. Artinya anak Pangeran Diponegoro adalah laki-laki dan bisa menjadi penerus tahkta kesultanan Yogyakarta di masa mendatang. Dengan kata lain, Sultan Hamengku Buwono III menginginkan Pangeran Diponegoro menjadi Pangeran Adipati Anom, calon Hamengku Buwono IV. Namun Pangeran Diponegoro menolak terlibat dalam tatanan pemerintahan keraton. Ia masih tetap pada pendiriannya untuk menjadi rakyat biasa di Puri Tegalrejo. Hlm.138 Dalam peristiwa tersebut, Sultan Hamengku Buwono III juga menyampaikan beberapa firasat buruknya kepada Pangeran Diponegoro. Sultan Hamengku merasa ada orang-orang yang yang membahayakan kedudukannya. Hal ini dapat terlihat dalam kutipan berikut 11 “Aku punya firasat buruk, Belanda sedang main di belakangku, entah dengan Paku Alam I entah pula dengan Danurejo IV.”Hlm.139 Sultan Hamengku Buwono III juga memberitahukan kepada Pangeran Diponegoro bahwa dirinya tidak menyukai Crawfurd. Namun Crawfurd dianggap Sultan Hamengku Buwono III tidak bermain di belakangnya. Ketidaksukaannya hanyalah karena masalah ketidakcocokan dalam menangani tatanegara di Yogyakarta. Hlm.139 Karena Firasat buruknya, Sultan Hamengku Buwono III memberitahukan pada Pangeran Diponegoro bahwa ia pernah berencana ingin membunuh Paku Alam I. Dalam melakukan rencananya tersebut, Sultan Hamengku Buwono III 46 sudah mengatur cara-caranya. Sultan Hamengku Buwono III mengatur dan menyewa kecu perampok bayaran untuk merampok dan membunuh Notokusumo dengan berpura-pura tidak tahu yang mereka bunuh adalah Notokusumo. Rencana tersebut tidak terlaksanakan karena para kecu takut terhadap kutukan yang bisa saja terjadi pada diri mereka meskipun Sultan Hamengku Buwono III menjamin akan menanggung akibatnya. Hlm.141 Ternyata percakapan Pangeran Diponegoro dengan Sultan Hamengku Buwono III didengar oleh mata-mata Belanda yang bekerja sebagai pengawal keraton. Pada malam harinya, mata-mata tersebut mendatangi rumah Engelhard dan memberitahukan isi percakapan antara Pangeran Diponegoro dengan Sultan Hamengku Buwono III. Pada saat itu, Muntinghe telah kembali ke rumah Engelhard setelah peristiwa sebelumnya pergi ke Surakarta. Mendengar keterangan dari mata-mata tersebut, Engelhard dan Muntinghe segera berpikir untuk melakukan politik adu domba antara Sultan Hamengku Buwono III dengan Paku Alam I. Mereka berencana menggunakan jasa Danurejo IV untuk menjalankan rencana-rencana itu. Rencana Engelhard dan Muntinghe menggerakkan alur menuju pemunculan konflik yang lebih kompleks. Hlm.143- 145 Pada keesokan harinya, Danurejo IV dijemput oleh Van Rijnst untuk menemui Engelhard dan Muntinghe di rumah Engelhard. Pada awalnya, Muntinghe yang sempat kecewa dengan sikap Danurejo IV yang sombong, tidak mau menggunakan jasa Danurejo IV lagi. Namun Engelhard berusaha 47 meyakinkan bahwa Danurejo IV adalah sosok yang sempurna untuk menjalankan rencana-rencanya. Dalam pandangan Engelhard, Danurejo IV adalah sosok yang bisa menghamba pada siapapun yang memberikannya keuntungan besar. Walaupun Danurejo IV diangkat oleh Inggris, Ia tetap bisa dimanfaatkan untuk menjalankan apapun asalkan mendapat upah yang besar. Hlm. 146 Pada subbab nomor empat puluh satu, latar bergerak kembali ke Tegalrejo. Marlborough datang Mengunjungi Ratu Ageng dan Pangeran Diponegoro. Marlborough digambarkan datang dengan niat yang tulus dan dengan sopan santun yang menghargai tradisi Jawa. Peristiwa Kedatangan Marlborough ini terjadi dua hari setelah acara mitoni yang dilangsungkan di Tegalrejo. Kedatangan Marlborough ini dalam rangka silaturahmi sekaligus menyampaikan penyesalannya tidak hadir dalam acara pernikahan Pangeran Diponegoro delapan bulan sebelumnya. Peristiwa silaturahmi tersebut membuat Ratu Ageng dan Pangeran Diponegoro mengetahui bahwa tidak hadirnya Marlborough dalam pesta pernikahan Pangeran Diponegoro delapan bulan silam ternyata adalah rekayasa Danurejo IV.Hlm. 150 Di lain pihak, Danurejo IV yang sebelumnya diperintahkan Van Rijnst untuk mencarikan obat untuk dijadikan racun, pergi ke pecinan. Danurejo IV membawa banyak uang logam yang disimpan dalam karung goni. Maksud kedatangannya adalah untuk menemui Secodiningrat atau Tan Jin Sing. Tan Jin Sing adalah tokoh pemimpin Cina di Yogyakarta. Selain pimpinan Cina di Yogyakarta, Tanj Jin Sing juga dikenal sebagai ahli meracik obat.Hlm. 152. 48 Danurejo IV menyatakan maksudnya datang ke rumah Tan Jin Sing di daerah Pecinan. Danurejo IV meminta bantuan Tan Jin Sing untuk meracik obat untuk dijadikan racun. Danurejo IV tidak memberikan keterangan apa-apa terhadap Tan Jin Sing perihal maksud menyuruhnya membuatkan racun. Danurejo IV hanya memberikan keterangan bahwa racun tersebut dikehendaki oleh Belanda untuk menimba keuntungan buat mereka. Awalnya Tan Jin Sing menolak niat tersebut. Tetapi akhirnya Tan Jin Sing tergoda setelah Danurejo IV memberikan uang dengan jumlah yang sangat banyak untuk imbalannya. Padahal uang-uang tersebut sudah dikorupsi oleh Danurejo IV sebelumnya setelah mendapatkannya dari Van Rijnst. Ketika Danurejo IV keluar dari rumah Tan Jin Sing, ia berpas- pasan dengan Ong Kian Tiong di daerah Pecinan. Ong Kian Tiong adalah pedagang keliling yang cukup dekat dengan orang-orang di Puri Tegalrejo. Hlm 156-159 Pada subbab nomor empat puluh dua, alur bergerak meloncat pada peristiwa kelahiran putra Pangeran Diponegoro. Pada malam harinya, digelar acara selamatan. Sultan Hamengku Buwono III ikut hadir disana. Hlm. 165 Di lain pihak, Muntinghe dan Engelhard, dan Danurejo IV sedang membahas rencana mereka mengadu domba Paku Alam I dengan Hamengku Buwono III, sekaligus melibatkan Inggris di dalamnya. Pada saat itu, Van Rijnst sedang pulang ke Belanda seperti rencananya sebelumnya. Muntinghe ingin memanfaatkan surat perjanjian yang dibuat Raffles untuk mengatur hak-hak kekuasaan Paku Alam I dengan Hamengku Buwono III. Salinan surat tersebut ada 49 di tangan Muntinghe. Rencana adu domba tersebut dapat terlihat dari kutipan berikut 12 “Bunyi artikel 21 dalam perjanjian ini bisa jadi senjata untuk memperkeruh keadaan. “ Kata Engelhard kepada Danurejo IV. “Melihat bahwa Sultan Raja tidak melaksanakan perjanjian tentang keharusan memberi kelonggaran dan kesempatan kepada Notokusumo selaku Paku Alam untuk masuk dalam dinas gubernermen Inggris, maka sepatutnya Crawfurd menegur Sultan Raja. Menegur berarti menyalahkan kerja Sultan Raja, “kata Engelhard.Hlm. 168 Perjanjian tersebut memaksa Crawfurd untuk menegur Sultan Hamengku Buwono III. Dengan kata lain, hubungan Crawfurd dengan Sultan Hamengku Buwono III akan terkesan semakin mengeruh. Setelah itu, rencana untuk membunuh Sultan Hamengku Buwono III dengan racun dari Tan Jin Sing baru dilaksanakan. Dengan begitu, orang-orang akan menganggap bahwa Crawfurd lah yang paling dituduh. Hlm.169 Sultan Hamengku Buwono III akhirnya meninggal karena racun buatan Tan Jin Sing. Kematian Sultan Hamengku Buwono III membuat Pangeran Diponegoro terkejut. Pangeran Diponegoro kemudian datang ke keraton untuk melayat kematian ayahnya tersebut. Hlm.170 Pada subbab empat puluh tiga, Setting bergerak ke Tegalrejo pada bulan November 1814. Peristiwa kematian Sultan Hamengku Buwono III membuat Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Bei segera bertindak berpikir mencari penggantinya. Pangeran Diponegoro dibujuk untuk menggantikan Sultan Hamengku Buwono III oleh Pangeran Bei, Pangeran Mangkubumi, dan Ratu Ageng. Namun, Pangeran Diponegoro tetap teguh pada pendiriannya dan tidak mau menjadi raja Yogyakarta. Pangeran Diponegoro memberi saran kepada 50 Pangeran Bei, Pangeran Mangkubumi dan Ratu Ageng untuk mengangkat adiknya, Ibnu Jarot menjadi Sultan Hamengku Buwono IV. Karena adiknya masih anak-anak, Pangeran Diponegoro juga menyarankan untuk menempatkan orang- orang dewasa yang arif untuk membimbingnya. Hlm. 176 Masalah yang timbul adalah orang-orang yang akan duduk mendampingi Ibnu Jarot akan ditentukan oleh pihak Inggris. Setelah Kematian Sultan Hamengku Buwono III, Crawfurd ditarik oleh Raffles dan digantikan oleh residen Garnham. Garnham lah yang akan menentukan orang yang akan mendampingi Ibnu Jarot. Kemungkinan terbesarnya adalah Danurejo IV.Hlm. 177 Di lain pihak, Residen Garnham menyuruh Danurejo IV untuk mengumpulkan beberapa bupati untuk membahas calon pengganti Sultan Hamengku Buwono III. Para bupati yang diundang berdasarkan usul dari Danurejo IV tersebut adalah Raden Tumenggung Pringgodiningrat, Raden Tumenggung Ronodiningrat, dan Raden Tumenggung Mertodiningrat. Danurejo IV bersiasat mengarahkan rapat tersebut. Danurejo IV mempengaruhi Residen Granham untuk segera menobatkan putra mahkota, Ibnu Jarot sebagai Sultan Hamengku Buwono IV. Residen Granham sendiri menuruti perkataan Danurejo IV. Namun salah satu dari bupati yaitu Raden Tumenggung Pringgodiningrat merasakan keganjilan dalam rapat tersebut. Ia menanyakan kepada Danurejo IV kenapa tidak meminta pertimbangan kakak-kakak Ibnu Jarot. Namun hal tersebut dibantah Danurejo IV dengan mengatakan bahwa pihak Inggris sudah memberikan wewenang kepada kita untuk menentukannya.Hlm. 178-179 51 Pangeran Mangkubumi mendapat laporan dari Raden Tumenggung Pringgodiningrat mengenai rapat tentang penentuan pengganti Sultan Hamengku Buwono III yang berlangsung sebelumnya. Pangeran Mangkubumi marah karena pihak keraton tidak dilibatkan dalam rapat tersebut. Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Bei segera mengumpulkan kakak-kakak Ibnu Jarot dan memanggil Danurejo IV. Hlm. 180 Dalam pertemuan tersebut beberapa kakak Ibnu Jarot tidak datang. Salah satunya adalah Pangeran Diponegoro yang menyatakan keengganannya. Sebelumnya, Danurejo IV menjelaskan alasannya tidak melibatkan kakak-kakak Ibnu Jarot. Menurutnya orang-orang yang dia undang untuk menggelar rapat sebelumnya bersama Residen Granham adalah orang –orang yang dianggapnya bisa dipercaya. Mendengar pernyataan Danurejo IV tersebut, Pangeran Bei terpancing emosinya. Pangeran Bei emosi karena menafsirkan pernyataan Danurejo IV bahwa dengan kata lain orang keraton dan kakak-kakak Ibnu Jarot adalah orang yang tidak bisa dipercaya. Pangeran Bei hampir memukul Danurejo IV, namun dicegah oleh Pangeran Mangkubumi. Hlm. 181-182 Alur bergerak terus ke rapat-rapat selanjutnya. Setelah rapat memutuskan Ibnu Jarot diangkat menjadi Sultan Hamengku Bunowo IV, rapat selanjutnya adalah membahas langkah-langkah penasihat-penasihat Ibnu Jarot. Dalam rapat tersebut, Danurejo IV memberikan pendapatnya seperti terlihat pada kutipan berikut. 13 “Yang perlu segera ditindaklanjuti oleh Sultan Hamengku Buwono IV dalam rangka mengisi kas negara, adalah memberikan hak penyewaan tanah tanpa syarat kepada orang-orang Cina.Hlm. 183 52 14 “Kita semua tahu orang Cina adalah bangsa pekerja yang paling tekun. Penyewaan tanah kepada orang Cina bisa menghasilkan keuntungan ganda: tanahnya tidak hanya ditanam padi, tebu, atau kopi, tapi dengan tanaman-tanaman itu jelas akan didirikan juga pabrik-pabriknya. Nah, sudah dapat dibayangkan lapangan kerja yang terbuka lebar bagi rakyat.”Hlm. 183 Semua orang yang mengikuti rapat tersebut diam karena ragu mendengar pendapat Danurejo IV. Di satu sisi pendapat Danurejo IV cerdas, tetapi di sisi lain sifatnya yang angkuh membuat mereka ragu kepada kesungguhannya. Hlm. 183 Keesokan harinya di Tegalrejo, Pangeran Mangkubumi menyatakan keraguannya kepada Ratu Ageng dan Pangeran Diponegoro. Pangeran Mangkubumi merasa Danurejo IV adalah orang yang tidak bisa dipercaya. Ratu Ageng menanggapi bahwa apapun yang terjadi kalau Inggris mempercayainya, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Pangeran Diponegoro hanya mendengar tanpa merespon pembicaraan tersebut. Hlm. 184 Beberapa waktu setelah peristiwa di atas, Pangeran Diponegoro pergi ke rumah Penghulu Mlangi. Penghulu Mlangi adalah guru Pangeran Diponegoro semasa kecil. Tokoh tersebut sangat dihormati oleh Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro datang ke rumah Penghulu Mlangi khusus untuk saling bertukar pikiran mengenai keadaan keraton. Pangeran Diponegoro bercerita bahwa keadaan keraton sudah semakin kacau dan jauh dari nilai-nilai Jawa-Islam. Penghulu Mlangi menyarankan Pangeran Diponegoro untuk menghimpun para pemuda dan melawan penjajah. Pangeran Diponegoro berjanji untuk melakukan apa yang disarankan Penghulu Mlangi pada saat yang tepat sekaligus meminta restu darinya.Hlm. 186 53 Pada subbab nomor empat puluh empat, alur bergerak pada peristiwa pergantian dewan perwalian Sultan Hamengku Buwono IV. Danurejo IV, Raden Tumenggung Pringgodiningrat, Raden Tumenggung Ronodiningrat, dan Raden Tumenggung Mertodiningrat yang sebelumnya berkedudukan sebagai dewan perwalian Sultan Hamengku Buwono IV digantikan oleh Paku Alam I atas keputusan Raffles. Hlm. 186-188 Danurejo IV sangat marah dengan keputusan Raffles. Dengan demikian, rasa kebanggaan Danurejo IV hilang. Selain itu, kebiasaan hura-hura seperti minum-minuman beralkohol dari Eropa pun hilang. Pengaruh kebiasaan Belanda yang dibawa oleh Danurejo IV ke keraton cukup kuat walaupun pada saat ini adalah zaman penjajahan Inggris. Danurejo IV sendiri pada peristiwa-peristiwa sebelumnya adalah kaki tangan Belanda. Hlm. 189 Peristiwa selanjutnya adalah kedatangan Penghulu Mlangi ke Tegalrejo. Kedatangan Penghulu Mlangi ke Tegalrejo untuk mengatakan bahwa rakyat di lingkungan Mlangi sudah sangat resah. Keresahan mereka dikarenakan kondisi keraton Yogyakarta yang semakin buruk setelah diangkatnya Danurejo IV menjadi dewan perwalian. Paku Alam I yang menggantikan Danurejo IV sebagai penasihat Sultan Hamengku Buwono IV pun ikut terbawa arus dan tidak berhasil menghentikan pengaruh buruk Belanda yang dibawa Danurejo IV sebelumnya. Penghulu Mlangi menginginkan Pangeran Diponegoro untuk duduk di dewan perwalian Sultan Hamengku Buwono IV. Menurutnya, hanya Pangeran Diponegoro yang sanggup menasehati Sultan Hamengku Buwono IV supaya bisa 54 kembali ke cita-cita kebangsaan beragama dari Sultan Agung dan Sultan Hamengku Buwono I Hlm. 191-193 Pangeran Mangkubumi datang ke Tegalrejo saat Pangeran Diponegoro dan Penghulu Mlangi berbincang-bincang. Sebelumnya, Pangeran Mangkubumi sudah dihasut oleh Danurejo IV. Pangeran Mangkubumi menceritakan bahwa Danurejo IV baru saja bertemu dengannya. Hasutan Danurejo IV itu adalah perihal kedudukan Paku Alam I sebagai wali dari Sultan Hamengku Buwono IV. Dengan kata lain, Paku Alam I berkedudukan untuk mengatur Sultan Hamengku Buwono IV yang masih sangat remaja. Hal tersebut melecehkan trah Hamengku Buwono. Hlm. 196 Pada subbab nomor empat puluh lima, diskusi antara Pangeran Diponegoro, Pangeran Mangkubumi, dan Penghulu Mlangi terus berlanjut. Danurejo IV dan Paku Alam I dalam pandangan Pangeran Diponegoro, Pangeran Mangkubumi, dan Penghulu Mlangi telah gagal membimbing Ibnu Jarot sebagai Sultan Hamengku Buwono IV. Kedudukan keduanya justru membuat Ibnu Jarot berubah menjadi pribadi yang kebarat-baratan. Pangeran Diponegoro yang menilai adiknya sebagai pribadi yang baik tiga tahun sebelumnya akhirnya mau untuk ke keraton untuk menasehati Sultan Hamengku Buwono IV. Hlm. 200- 2003 Alur bergerak dengan perpindahan latar ke pura Paku Alam I. Residen Garnham datang ke pura Paku Alam I. Dalam kunjungannya tersebut, Residen Garnham mengatakan kepada Paku Alam I bahwa ia akan segera meninggalkan 55 Yogyakarta. Kedudukannya sebagai residen akan digantikan kembali oleh Crawfurd. Residen Garnham juga mengatakan bahwa sedang terjadi perundingan antara Inggris dengan pihak Belanda. Perundingan tersebut untuk mengembalikan Nusantara kepada Belanda. Hlm. 206-207 Pada Subbab nomor empat puluh enam, latar bergerak ke Keraton Yogyakarta. Setting waktunya adalah awal Januari 1816. Pangeran Diponegoro datang ke Keraton setelah mendapat undangan perpisahan dari Sultan Hamengku Buwono IV dalam rangka acara perpisahan Residen Garnham. Rencananya, Pangeran Diponegoro ingin sekaligus menasihati Sultan Hamengku Buwono IV seperti yang telah ia janjikan sebelumnya dengan Pangeran Mangkubumi dan Penghulu Mlangi. Hlm. 213 Dalam peristiwa tersebut, Pangeran Diponegoro melihat secara langsung orang-orang seperti Sultan Hamengku Buwono IV, Paku Alam, Danurejo IV mabuk-mabukan dengan orang-orang Inggris dan Belanda. Pangeran Diponegoro juga sempat ditawari minuman keras oleh Paku Alam I dan adiknya Ibnu Jarot atau Sultan Hamengku Buwono IV. Hal tersebut yang membuat Pangeran Diponegoro merasa lebih yakin dengan pandangannya sebelumnya bahwa keraton sudah tidak mengindahkan nilai-nilai keislaman dan budaya Jawa. Kekecewaan Pangeran Diponegoro semakin memuncak ketika nasihatnya kepada Sultan Hamengku Buwono IV tidak dihiraukan oleh adiknya tersebut. Setelah peristiwa tersebut, Pangeran Diponegoro beranjak pulang dan tidak mau datang lagi ke keraton. Hlm. 214-218 56 Marlborough juga hadir dalam acara tersebut. Ia sempat bertemu dan berbincang-bincang dengan Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi cukup terkejut melihat Marlborough bertindak sopan dan tidak mabuk seperti orang-orang barat yang lainnya. Marlborough diceritakan sebagai orang Inggris yang taat dengan agama Katholik. Dalam perbincangan tersebut, Marlborough mengatakan bahwa pihak Belandalah yang menyebabkan orang-orang di keraton menjadi terbiasa minum-minuman keras. Hlm. 218-220 Pada tanggal 19 Agustus 1816 di Batavia, Belanda resmi menggantikan Inggris di Nusantara. Hal ini dikarenakan Napoleon Bonaparte yang menyebabkan Nusantara dijajah Prancis melalui Daendels kembali mengalahkan Inggris. Jabatan gubernur jenderal di Batavia dipegang oleh Van Der Capellen. Sementara itu, Jabatan residen di Yogyakarta dipegang oleh Nahuys. Hlm. 223-224 Pada subbab nomor empat puluh tujuh, latar berada di Tegalrejo. Pangeran Diponegoro sedang mencemaskan keadaan nenek buyutnya, Ratu Ageng yang sedang sakit. Selain itu Pangeran Diponegoro juga semakin cemas dengan keadaan keraton yang semakin hari semakin suram dalam pandangannya.Hlm. 224-227 Pada saat nenek buyutnya sakit, Pangeran Diponegoro mulai meningkatkan kemampuan silatnya. Di Puri Tegalrejo, Pangeran Diponegoro rajin berlatih silat dengan pedagang kelontong yang cukup dekat dengan Ratu Ageng, dan Pangeran Diponegoro yaitu Ong Kian Tiong. Ong Kian Tiong selain pedagang kelontong, juga sangat mahir bermain silat. Pangeran Diponegoro sadar 57 bahwa silat memang berasal dari Cina dan memanfaatkan persahabatannya dengan Ong Kian Tiong untuk menyerap sebanyak-banyaknya ilmu silat. Dalam bayangannya, Pangeran Diponegoro sudah bersiap-siap untuk menghimpun para pemuda dan melatih mereka bersilat.Hlm. 230-232 Alur meloncat ke tahun-tahun berikutnya. Keadaan rakyat di sekitar Puri Tegalrejo semakin sengsara. Kesengsaraan rakyat dikarenakan wabah penyakit cacar dan kebijakan-kebijakan Gubernur Van Der Capellen yang sangat merugikan rakyat. Pada tahun 1820, Van Der Capellen mengeluarkan peraturan tentang peranan pejabat-pejabat Belanda di Jawa yang berimbas terhadap penindasan secara langsung dengan rakyat pribumi. Di dalam peraturan tersebut juga disebutkan ada peran baru dalam birokrasi Belanda yaitu regent. Regent berperan sebagai dewan atas residen. Regent juga boleh memiliki patih sendiri yang membawahi wedana, demang, serta lurah. Perpanjangan tangan Belanda ini, yang seluruhnya pribumi pada prakteknya justru lebih kejam dari Belanda. Hlm. 232-233 Sebagian besar dari perpanjangan tangan Belanda bersekolah di sekolah militer Jatingaleh, Semarang. Orang-orang tersebut diwajibkan menguasai bahasa Belanda, Inggris, dan Prancis. Salah satu dari murid di sekolah tersebut adalah tokoh yang bernama Wironegoro. Hlm. 233 Wironegoro adalah teman Pangeran Diponegoro sewaktu kecil. Pada saat mereka masih kecil, Pangeran Diponegoro pernah berkelahi dan mengalahkan Wironegoro. Sekarang, setelah Wironegoro belajar kemiliteran di Semarang, Ia 58 diangkat Belanda menjadi pemungut pajak tanah yang disebut pajak pacumpleng. Hlm. 234 Danurejo IV yang pada akhir masa pemerintahan Inggris dipecat dari dewan penasihat Sultan Hamengku Buwono IV, pada saat ini juga diangkat oleh Belanda menjadi pemungut pajak tanah. Danurejo IV dan Wironegoro sama-sama memiliki banyak kaki tangan dalam menjalankan tugasnya memungut pajak tanah dari rakyat. Hlm. 234 Dalam kondisi demikian, Pangeran Diponegoro sempat dilapori oleh dua orang remaja yang bernama Banteng Wareng dan Roto tentang kekejaman anak buah Wironegoro dan Danurejo IV dalam menjalankan tugasnya memungut pajak terhadap rakyat. Banteng Wareng dan Roto menceritakan kepada Pangeran Diponegoro bahwa mereka melihat para pemungut pajak tersebut menyiksa rakyat yang terlambat membayar pajak pacumpleng di daerah Bedoyo di bawah lereng Merapi. Selain itu, Banteng Wareng dan Roto juga menceritakan bahwa Nahuys sudah membangun villa di Bedoyo di bagian atas lereng. Hlm. 235 Pada subbab nomor empat puluh delapan, ketegangan konflik meningkat. Pangeran Diponegoro berniat untuk melihat secara langsung kekejaman para pemungut pajak seperti yang diceritakan oleh Banteng Wareng dan Roto. Pagi- pagi, Pangeran Diponegoro berangkat sendiri dari Tegalrejo ke daerah Bedoyo. Hlm. 237 Di daerah tersebut, Pangeran Diponegoro melihat empat orang pemungut pajak sedang menyiksa seseorang sampai mati. Pangeran Diponegoro 59 menghampiri keempat orang tersebut. Terjadi perkelahian diantara mereka. Dua dari keempat pemungut pajak tersebut mati karena tidak sengaja saling membunuh satu sama lain akibat kepintaran Pangeran Diponegoro. Selain itu, satu orang lari setelah kalah, dan satu orang lainnya pingsan. Orang yang pingsan tersebut setelah sadar kemudian ditanyai oleh Pangeran Diponegoro tentang siapa yang menyuruh mereka melakukan kekejaman tersebut. Pemungut pajak tersebut mengatakan bahwa yang menyuruhnya adalah Wironegoro. Pangeran Diponegoro yang masih ingat nama Wironegoro kemudian menyuruh pemungut pajak tersebut pulang dan mengatakan kepada Wironegoro bahwa dia adalah Ontowiryo nama kecil Pangeran Diponegoro.Hlm. 238-241 Konflik semakin berkembang saat kedua pemungut pajak yang selamat pada peristiwa sebelumnya segera menemui Wironegoro. Wironegoro marah melihat kedua anak buahnya kalah hanya oleh satu pendekar. Ketika ditanya tentang pelakunya, orang yang sempat ditanyai oleh Pangeran Diponegoro menjawab Ontowiryo. Mendengar nama tersebut, Wironegoro terkejut. Ia masih ingat ketika masih kecil ia pernah kalah berkelahi dengan Pangeran Diponegoro. Hlm. 242-245 Latar bergerak ke sebuah warung kopi daerah pecinan. Cerita tentang kematian dua orang pemungut pajak sebelumnya, terdengar ke para pemungut pajak yang lainnya. Di warung kopi tersebut, mereka membicarakan peristiwa tersebut. Pada saat itu, beberapa anak buah Danurejo IV juga ada di sana. Selain itu, muncul tokoh baru keturunan Tionghoa bernama panggilan Eyang Condro. 60 Eyang Condro juga ikut mendengarkan cerita tentang perkelahian pendekar yang bernama Ontowiryo dengan keempat anak buah Wironegoro.Hlm. 245 Keesokan harinya, beberapa anak buah Danurejo IV menceritakan kejadian perkelahian tersebut kepada Danurejo IV. Setelah mendengar hal tersebut, Danurejo IV segera pergi menemui Wironegoro. Danurejo IV mendesak Wironegoro untuk melakukan tindakan tegas terhadap Pangeran Diponegoro. Namun, Wironegoro yang pernah latihan militer sebelumnya, merasa perlu perhitungan yang tepat untuk melakukan tindakan terhadap Pangeran Diponegoro yang dianggapnya bukan orang sembarangan.Hlm. 246-249 Pada subbab nomor empat puluh Sembilan, alur bergerak ke setting waktu 27 Januari 1820. Pada hari itu, Paku Alam I menyatakan mundur sebagai wali pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IV. Oleh karena keputusan Paku Alam I tersebut, Residen Nahuys pergi ke Pura Pakualaman untuk membujuk Paku Alam I kembali menjadi wali penasihat Sultan Hamengku Buwono IV. Residen Nahuys khawatir terjadinya guncangan politik di keraton Yogyakarta. Namun, Paku Alam I tidak bersedia kembali menjadi wali penasihat Sultan Hamengku Buwono IV. Paku Alam I mengundurkan diri dari perwalian Sultan Hamengku Buwono IV untuk menghindari prasangka buruk dari sesama saudaranya. Hlm. 253 Di pihak lain, Pangeran Diponegoro semakin giat berlatih silat. Latihan silat tersebut mulai melibatkan para cantrik. Latihan tersebut sudah berlangsung selama empat pekan. Pada mulanya jumlah mereka ada tiga puluh orang, termasuk Banteng Wareng dan Roto. Selain pria, ada juga wanita yang berlatih silat. Para 61 wanita tersebut dilatih oleh istri Pangeran Diponegoro, Ratnaningsih yang ternyata juga pandai bersilat.Hlm. 251-252 Saat Pangeran Diponegoro beristirahat dari latihan silat, Pangeran Mangkubumi datang ke Puri Tegalrejo. Pangeran Mangkubumi mengabarkan kepada Pangeran Diponegoro tentang mundurnya Paku Alam I sebagai penasihat Sultan Hamengku Buwono IV. Pangeran Mangkubumi, khawatir apabila dengan mundurnya Paku Alam I, Danurejo IV akan kembali menjadi penasihat Sultan Hamengku Buwono IV. Dengan begitu, keadaan keraton yang sudah parah sebelumnya akan semakin parah lagi dengan hadirnya kembali Danurejo IV sebagai penasihat Sultan Hamengku Buwono IV. Hlm. 258 Pangeran Mangkubumi menginginkan Pangeran Diponegoro menjadi penasihat Sultan Hamengku Buwono IV untuk mengantisipasi masuknya Danurejo IV ke keraton kembali. Ratu Ageng yang sudah sembuh dari sakitnya juga menginginkan hal serupa. Namun, Pangeran Diponegoro menolak. Pangeran Diponegoro saat ini lebih mengharapkan cantrik-cantriknya untuk merealisasikan harapan-harapannya. Secara lebih luas, harapannya tersebut adalah untuk melawan Belanda seperti terlihat dari kutipan saat Pangeran Diponegoro berbicara kepada para cantriknya berikut. 15 “ Siapa musuh negara kita?” “Setan Belanda” “Bagus.” Hlm. 252 Danurejo IV yang pernah mengalami masa keemasan ketika menjadi penasihat Sultan Hamengku Buwono IV, terus berusaha mendekati Residen Nahuys. Danurejo IV ingin mendekati Residen Nahuys agar dirinya diangkat 62 menjadi penasihat Sultan Hamengku Buwono IV kembali. Usaha tersebut ternyata sulit karena Nahuys terlalu membuat jarak dengan Danurejo IV. Pada saat yang demikian, Van Rijnst kembali ke Yogyakarta setelah pulang dari Belanda. Danurejo IV memanfaatkan Van Rijnst untuk mendekati Nahuys. Hlm. 257 Van Rijnst menemui Residen Nahuys. Van Rijsnt sebelumnya sudah dapat membaca ambisi politik Nahuys. Van Rijnst menyarankan kepada Nahuys untuk mengangkat Danurejo IV menjadi penasihat Sultan Hamengku Buwono IV. Van Rijnst berpendapat bahwa Danurejo IV bisa dimanfaatkan untuk melakukan apa saja. Selain itu, Van Rijnst juga memberitahu kepada Nahuys tentang kedekatan Danurejo IV dengan orang-orang Cina. Kedekatan itulah yang membuat rencana untuk membunuh Sultan Hamengku Buwono III berhasil dan rahasianya tetap terjaga sampai sekarang. Lebih lanjut strategi Van Rijnst dapat terlihat dari kutipan berikut. 16 “Dia dekat dengan orang Cina. Dalam Ilmunya orang Cina, Sun Tzu, dikatakan bahwa untuk memukul musuh haruslah musuh itu berada dalam jarak dekat.”Hlm. 260 17 “Kalau dia menjadi wali Sultan Hamengku Buwono IV, itu artinya dia dekat dengan sasaran untuk dilakukan apa pun yang bahkan tidak masuk akal tadi.”Hlm. 261 Pada subbab nomor lima puluh, pemunculan konflik berkembang ke rencana pembunuhan Sultan Hamengku Buwono IV. Setelah Danurejo IV diangkat menjadi penasihat Sultan Hamengku Buwono IV, timbul rencana Van Rijnst untuk membunuh Sultan Hamengku Buwono IV. Van Rijnst meminta bantuan Danurejo IV untuk melakukan rencananya ini. Mereka berencana untuk kembali menggunakan jasa Tan Jin Sing untuk membuatkan racun. Rencana 63 tersebut bukan hanya didasarkan oleh kepentingan Nahuys, tetapi juga ada nama Muntinghe dan Engelhard. Hlm. 262 Pada tanggal 6 Desember 1822, Sultan Hamengku Buwono IV meninggal. Latar berada di Tegalrejo. Pangeran Diponegoro dan Ratu Ageng mendengar kabar tersebut dari Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Bei. Pangeran Diponegoro menduga kematian adiknya tersebut karena diracun. Dugaan Pangeran Diponegoro tersebut atas dasar indera keenamnya. Ratu Ageng dan Pangeran Mangkubumi menanyakan pelakunya. Pangeran Diponegoro bersila dan memejamkan mata ketika ia mencoba menduga siapa pelakunya. Dugaan Pangeran Diponegoro dapat terlihat dalam kutipan berikut. 18 “Bukan. Agaknya mahacorah. Dia juga yang berada di balik kematian ayahanda Sultan Raja.” Hlm. 264 Pertanyaan Ratu Ageng mengerucut kepada peran pelaku. Ratu Ageng menanyakan tentang kemungkinan peran tumenggung dalam kematian Sultan Hamengku Buwono IV. Pangeran Diponegoro membenarkannya. Ada dua tumenggung yang mereka duga. Mereka adalah Tumenggung Secodiningrat atau Tan Jin Sing dan Tumenggung Sumodipuro atau Danurejo IV. Hlm. 265 Terjadi flash back dalam penjelasan peristiwa kematian Sultan Hamengku Buwono IV. Sebelum Sultan Hamengku Buwono IV meninggal, Nahuys akan mengakhiri masa jabatannya sebagai Residen Yogyakarta. Gubernur Jendral Van Der Capellen menganggap kepemimpinan Residen Nahuys di Yogyakarta buruk. Nahuys dianggap gagal karena terlalu lama berada di hutan sebagai anggota Badan Administrasi Kehutanan. Hlm. 266 64 Sebelum berhenti dari jabatannya, Nahuys pergi ke Batavia untuk ambisinya membuktikan kepada Van Der Capellen bahwa ia tidak seburuk yang Van Der Capellen kira. Cara pembuktian Nahuys terhadap Van Der Capellen dapat terlihat dari kutipan berikut. 19 “Saya akan menjadi malaikat maut bagi Sri Sultan.” Hlm. 266 Residen Nahuys berpendapat bahwa hanya Sultan Hamengku Buwono II yang bisa menjadi boneka paling sempurna bagi Belanda. Dengan membunuh Sultan Hamengku Buwono IV, Belanda menginginkan Sultan Hamengku Buwono II naik takhta kembali. Pendapat Nahuys tersebut juga disetujui oleh Van Der Capellen. Hlm. 267 Peristiwa flash back selanjutnya adalah pemanggilan Danurejo IV oleh Residen Nahuys ke vila Nahuys di Bedoyo pada malam hari. Danurejo IV mendapat tugas dari Nahuys untuk membunuh Sultan Hamengku Buwono IV. Nahuys ingin memanfaatkan posisi Danurejo IV sebagai penasihat Sultan Hamengku Buwono IV untuk menjalankan rencananya. Nahuys juga menginginkan Danurejo IV menggunakan jasa Raden Tumenggung Secodiningrat atau Tan Jin Sing untuk membunuh Sultan Hamengku Buwono IV. Rencana tersebut sifatnya sangat rahasia. Kepala Danurejo IV adalah jaminannya. Danurejo IV pun menyetujui rencana Nahuys. Hlm. 269 Pada malam itu juga, Danurejo IV pergi menemui Tan Jin Sing. Danurejo IV sampai ke rumah Tan Jin Sing pada pukul 02.30 malam. Tan Jin Sing memahami maksud Danurejo IV yang meminta dibuatkan racun untuk kepentingan Belanda. Hlm. 270-271 65 Keesokan harinya, Danurejo IV datang menemui Sultan Hamengku Buwono IV. Danurejo IV menawarkan tamasya ke pesisir selatan. Sultan Hamengku Buwono IV menyetujuinya. Sultan Hamengku Buwono IV meminta Danurejo IV untuk mempersiapkan tamasyanya dua hari kemudian. Dalam tamasya tersebut, Danurejo IV juga mengajak ketiga penasihat Sultan Hamengku Buwono IV yang lainnya yaitu Tumenggung Pringgodiningrat, Tumenggung Martonegoro, dan Tumenggung Ronodiningrat. Hlm. 272 Rombongan Sultan Hamengku Buwono IV berangkat bertamasya pada pagi hari. Ketika perjalanan berangkat, rombongan tersebut berhenti untuk beristirahat pada siang hari. Pada saat itu, Danurejo IV menyiapkan minuman kelapa muda yang telah ia campur dengan racun. Sultan Hamengku Buwono IV meminum air kelapa muda tersebut. Racun bereaksi setelah satu jam diminum. Rombongan baru sadar Sultan Hamengku Buwono IV meninggal ketika sudah sampai ke pesisir selatan. Hlm. 272-274 Latar bergerak ke warung kopi di pecinan. Pernyataan Pangeran Diponegoro tentang kematian Sultan Hamengku Buwono IV karena diracun kepada Pangeran Mangkubumi sebelumnya menyebar sampai ke pecinan. Tan Jin Sing yang berada di warung kopi tersebut mendengar orang-orang berbicara tentang kematian Sultan Hamengku Buwono IV yang diduga karena racun. Mendengar obrolan tersebut, Tan Jin Sing gugup dan ketakutan. Hlm. 274 Setelah kejadian tersebut, pada hari berikutnya, Tan Jin Sing menghubungi Danurejo IV untuk datang ke warung kopi di daerah pecinan. Di tempat itu, 66 Danurejo IV berbicara kepada orang-orang bahwa pernyataan Pangeran Diponegoro hanya hasutan saja. Danurejo IV juga berbicara bahwa orang yang paling patut diduga meracun Sultan Hamengku Buwono IV adalah Pangeran Diponegoro. Alasannya adalah Pangeran Diponegoro iri pada adiknya karena justru adiknya yang diangkat jadi Sultan Hamengku Buwono IV. Hlm. 275 Semua orang percaya. Mereka percaya karena sebagian besar dari mereka adalah orang Cina. Hal ini dikarenakan Danurejo IV sering membantu urusan bisnis orang Cina. Hanya ada satu orang yang tidak percaya pada Danurejo IV pada waktu itu yaitu Ong Kian Tiong. Ong Kian Tiong menyanggah omongan Danurejo IV. Mendengar sanggahan Ong Kian Tiong, Danurejo IV langsung pergi dari warung kopi tersebut. Hlm. 275-276 Pada subbab nomor lima puluh satu, latar bergerak ke Vila Nahuys di Bedoyo. Danurejo IV melaporkan keberhasilannya melaksanakan misi untuk membunuh Sultan Hamengku Buwono IV kepada Residen Nahuys. Misi selanjutnya setelah terbunuhnya Sultan Hamengku Buwono IV adalah membuat sebuah dewan penasihat. Nahuys meminta Danurejo IV mengurus misi membuat dewan nasihat dengan residen baru yang akan menggantikannya. Hlm. 277-279 Alur kembali bergerak lurus dengan latar di Tegalrejo. Pangeran Diponegoro merasa sedih mendengar kabar meninggalnya adiknya, Sultan Hamengku Buwono IV. Pangeran Diponegoro sedang membayangkan kenangannya bersama adiknya semasa hidup. Dalam bayangannya, Pangeran Diponegoro melupakan kelakuan yang menyimpang dari Sultan Hamengku 67 Buwono IV saat ia mengunjunginya ketika perayaan penyambutan Residen Nahuys di keraton. Hlm. 281 Setelah kematian Sultan Hamengku Buwono IV, Pangeran Mangkubumi memikirkan tentang pengganti Sultan Hamengku Buwono IV. Pangeran Mangkubumi mendiskusikannya dengan Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro menyarankan adiknya Menol sebagai pengganti Sultan Hamengku Buwono IV. Menol baru berusia tiga tahun. Diskusi keduanya berkembang ke arah peran Belanda dalam menentukan dewan perwalian untuk mendampingi Menol. Pikiran Pangeran Diponegoro langsung tertuju kepada Danurejo IV. Pangeran Diponegoro meramalkan tentang peran Danurejo IV sebagai perpanjangan tangan Belanda akan membuat keadaan keraton dan Yogyakarta secara umum menjadi semakin buruk. Prediksinya tentang Danurejo IV dapat terlihat dari kutipan berikut. 20 “Rasanya tidak ada seorang ‘dia’ di Yogyakarta-baik dalam Negara, Negara Agung, maupun Mancanegara-yang lebih bajingan daripada Danurejo IV. Hlm. 282 Dalam diskusi tersebut, Pangeran Mangkubumi kembali menyarankan Pangeran Diponegoro untuk duduk sebagai dewan perwalian di keraton. Pangeran Mangkubumi berpendapat bahwa keberadaan Pangeran Diponegoro bisa menjadi penyeimbang. Namun, Pangeran Diponegoro tetap tidak mau duduk sebagai pejabat di keraton. Hlm. 284 Pada Subbab nomor lima puluh dua, setting waktu meloncat ke bulan Oktober tahun 1823. Danurejo IV pergi ke Vredeburg untuk menemui Van Rijnst. Van Rijnst yang dicarinya ternyata sedang berada di Vila Bedoyo untuk melihat 68 renovasi vila untuk residen pengganti Nahuys. Danurejo IV memutuskan untuk pergi menemui Van Rijnst ke Vila Bedoyo. Di Vila Bedoyo, Danurejo IV bertemu dengan Van Rijnst. Danurejo IV ingin menyampaikan gagasannya tentang pengganti Sultan Hamengku Buwono IV. Danurejo IV berpendapat untuk memasang putra mahkota yang baru berusia tiga tahun. Dengan begitu, kekuasaan sultan akan sepenuhnya dapat dikontrol. Van Rijnst membenarkan gagasan Danurejo IV dan menganggap gagasan tersebut dapat disampaikan kepada residen yang baru. Residen yang dimaksudkan tersebut akan hadir pada perayaan 3 Oktober hari merdekanya Leiden dari pengepungan tentara Spanyol di Vredeburg. Danurejo IV meminta kepada Van Rijnst untuk diundang hadir dalam acara tersebut. Hlm. 290 Residen pengganti Nahuys adalah A.H. Smissaert. Smissaert adalah orang Belanda kelahiran Batavia. Latar belakangnya tersebut membuat Smissaert pandai berbahasa Melayu. Hlm. 291 Setting waktu bergerak pada tanggal 3 Oktober. Latar berada di Vredeburg. Para pejabat Belanda merayakan perayaan 3 Oktober yaitu hari bebasnya Belanda dari penjajahan Spanyol tahun 1574. Danurejo IV, Wironegoro, dan beberapa orang dari keluarga kesultanan dan Pakualaman hadir dalam upacara tersebut. Dalam upacara tersebut, Smissaert berpidato di depan mimbar. Dalam pidatonya, Smissaert mengagumi tokoh filsuf Descartes untuk membanggakan bangsa Belanda. Selain itu, terlihat bahwa Smissaert memiliki sikap yang merendahkan pribumi. Hal ini dapat terlihat dalam kutipan berikut. 69 21 “Descartes memang benar”, katanya. “Maka terpujilah Descartes yang mengingatkan kita, bangsa Belanda. Kalau kita, bangsa Belanda tidak mau berpikir pastilah kita tidak sampai di negeri timur ini, dan melihat paradoks yang nyata, bahwa kita pandai dan pribumi tolol.”Hlm. 293 Pada malam harinya, acara ramah-tamah diselenggarakan di vila Bedoyo. Smissaert berpesta bersama pejabat-pejabat Belanda lainnya. Dalam acara tersebut hadir pula beberapa pelacur yang didatangkan khusus untuk memuaskan hasrat Smissaert. hal 297 Residen Smissaert digambarkan sebagai residen yang suka berpesta pora, bermabuk-mabukan, dan sering menggunakan jasa pelacur. Kebiasaan Smissaert ini terdengar oleh Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro mendapat laporan dari salah seorang jongos yang bekerja di Vila Bedoyo yang dipecat oleh Smissaert. Jongos tersebut menceritakan kepada Pangeran Diponegoro bahwa ia dipecat karena membagikan sisa-sisa makanan di vila Bedoyo kepada orang-orang yang kelaparan di sekitar tempat tersebut. Smissaert marah dan memukuli jongos tersebut karena tindakannya memberi makan kepada orang-orang yang kelaparan di sekitaran vila Bedoyo. Peristiwa tersebut membuat kesan yang buruk Pangeran Diponegoro terhadap Smissaert.Hlm. 300 Pada subbab nomor lima puluh tiga, alur bergerak kembali ke Tegalrejo. Pangeran Diponegoro termenung ketika melihat para tukang bangunan yang sedang merenovasi surau di Tegalrejo yang akan dibangun menjadi masjid. Para tukang bangunan tersebut terlihat sangat kurus. Penjelasan mengenai keadaan rakyat Yogyakarta dapat terlihat dalam renungan Pangeran Diponegoro. Penyakit 70 cacar terus merebak dan menyebabkan banyak korban jiwa di Yogyakarta. Hlm. 301-303 Pangeran Diponegoro juga merenungkan tentang keberadaan Belanda yang semakin menyengsarakan rakyat Yogyakarta. Pangeran Diponegoro berjanji pada usia 40 tahun, ia akan melawan Belanda. Cita-citanya tidak hanya menyatukan rakyat di Yogyakarta dan Surakarta, tapi seluruh Nusantara seperti yang pernah Gajah Mada lakukan pada masa Kerajaan Majapahit. Hlm. 305 Pangeran Diponegoro terbangun dari renungannya ketika Pangeran Mangkubumi datang ke Tegalrejo. Pangeran Mangkubumi membujuk Pangeran Diponegoro untuk pergi ke keraton untuk rapat membahas pengangkatan putra mahkota Menol untuk menjadi Sultan Hamengku Buwono V. Pangeran Diponegoro akhirnya mau ke keraton setelah dibujuk oleh Pangeran Mangkubumi. Ia juga mau menjadi salah satu dewan penasihat Sultan Hamengku Buwono V yang baru berusia tiga tahun Hlm. 307 Danurejo IV hadir dalam rapat tersebut sebagai seorang tumenggung. Ia terlihat mengendalikan rapat tersebut. Danurejo IV menyampaikan semua hal yang mewakili kepentingan Belanda. Sebelumnya, Danurejo IV bertemu dengan Van Rijnst di Vredeburg terlebih dahulu untuk membahas kepentingan Belanda dalam hal kepengurusan Sultan Hamengku Buwono V. hal 308 Kepentingan Belanda yang disampaikan Van Rijnst terhadap Danurejo IV sebelum rapat kepengurusan pemerintahan Sultan Hamengku Buwono V terlihat dalam kutipan berikut. 71 22 “Tekankan pada dewan yang akan dibentuk untuk membantu Sultan Hamengku Buwono V adalah menyangkut sistem kepamongprajaan dalam menarik pungutan- pungutan di luar pajak resmi dari tanah-tanah yang diukur luasnya dan kepemilikannya. Camkan baik-baik itu. Itu untuk mereka yang memiliki tanah. Sedangkan mereka yang tidak memiliki tanah, diharuskan bekerja 66 hari dengan tidak menerima upah sesuap pun nasi. Kamu harus tekankan juga, bahwa penasihat Sultan Hamengku Buwono V harus menjalankan itu dengan patuh. Katakan, bahwa karena Sultan Hamengku Buwono IV tidak patuh pada tugas dan kewajibannya itu, maka dia menerima resiko yang paling fatal atas hidupnya. Katakan kepada dewan perwalian itu, harus hati-hati terhadap kebijakan hukum Gubernur Jenderal yang sekarang ini, Van der Capellen adalah seoarang pakar hukum yang tahu betul soal hukuman.“ Hlm. 308-309 Pesan Van Rijnst tersebut disampaikan Danurejo IV di dalam rapat pembahasan dewan perwalian Sultan Hamengku Buwono V. Pangeran Diponegoro yang hadir dalam rapat menyanggah semua pernyataan Danurejo IV. Pangeran Diponegoro mau menjadi dewan perwalian Sultan Hamengku Buwono V dengan tujuan untuk mengembalikan cita-cita dasar pendiri kerajaan, Sultan Hamengku Buwono I yaitu sebagai bangsa yang merdeka. Hlm. 311 Konflik antara Pangeran Diponegoro dan Danurejo IV menegang dan berakhir dengan perkelahian keduanya pada saat rapat berlangsung. Danurejo IV kalah dalam perkelahian yang membuat badannya penuh dengan luka. Peristiwa ini membuat konflik menjadi meningkat intensitasnya pada peristiwa-peristiwa berikutnya. Hlm. 313-314

2.3 Tahap Rising Action atau Tahap Peningkatan Konflik