Tahap Rising Action atau Tahap Peningkatan Konflik

71 22 “Tekankan pada dewan yang akan dibentuk untuk membantu Sultan Hamengku Buwono V adalah menyangkut sistem kepamongprajaan dalam menarik pungutan- pungutan di luar pajak resmi dari tanah-tanah yang diukur luasnya dan kepemilikannya. Camkan baik-baik itu. Itu untuk mereka yang memiliki tanah. Sedangkan mereka yang tidak memiliki tanah, diharuskan bekerja 66 hari dengan tidak menerima upah sesuap pun nasi. Kamu harus tekankan juga, bahwa penasihat Sultan Hamengku Buwono V harus menjalankan itu dengan patuh. Katakan, bahwa karena Sultan Hamengku Buwono IV tidak patuh pada tugas dan kewajibannya itu, maka dia menerima resiko yang paling fatal atas hidupnya. Katakan kepada dewan perwalian itu, harus hati-hati terhadap kebijakan hukum Gubernur Jenderal yang sekarang ini, Van der Capellen adalah seoarang pakar hukum yang tahu betul soal hukuman.“ Hlm. 308-309 Pesan Van Rijnst tersebut disampaikan Danurejo IV di dalam rapat pembahasan dewan perwalian Sultan Hamengku Buwono V. Pangeran Diponegoro yang hadir dalam rapat menyanggah semua pernyataan Danurejo IV. Pangeran Diponegoro mau menjadi dewan perwalian Sultan Hamengku Buwono V dengan tujuan untuk mengembalikan cita-cita dasar pendiri kerajaan, Sultan Hamengku Buwono I yaitu sebagai bangsa yang merdeka. Hlm. 311 Konflik antara Pangeran Diponegoro dan Danurejo IV menegang dan berakhir dengan perkelahian keduanya pada saat rapat berlangsung. Danurejo IV kalah dalam perkelahian yang membuat badannya penuh dengan luka. Peristiwa ini membuat konflik menjadi meningkat intensitasnya pada peristiwa-peristiwa berikutnya. Hlm. 313-314

2.3 Tahap Rising Action atau Tahap Peningkatan Konflik

Tahap rising action atau peningkatan konflik merupakan tahapan di mana konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan 72 dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencengkam dan menegangkan Nurgiyantoro, 2007: 149. Berbagai konflik antara Danurejo IV dengan Pangeran Diponegoro dengan orang-orang terdekatnya meningkat. Hal ini dikarenakan Pangeran Diponegoro dan Danurejo IV sama-sama menjadi dewan perwalian Sultan Hamengku Buwono V. Situasi ini menimbulkan konfrontasi langsung antara Pangeran Diponegoro dengan Danurejo IV. Tahapan peningkatan konflik ini ditandai dengan upaya- upaya Danurejo IV menyingkirkan Pangeran Diponegoro. Pada subbab nomor lima puluh empat, alur bergerak pada upaya-upaya Danurejo IV membunuh Pangeran Diponegoro. Upaya yang pertama adalah menggunakan kekuatan orang Cina untuk melampiaskan emosinya terhadap Pangeran Diponegoro. Danurejo IV segera pergi ke kantor himpunan orang-orang Cina di belakang klenteng pecinan. Danurejo IV meminta para dewan pengurus Cina berkumpul di kantor tersebut. Hlm. 320 Danurejo IV menghasut para anggota dewan Cina dengan memanfaatkan sejarah kelam etnis Tionghoa di Nusantara untuk menyingkirkan Pangeran Diponegoro. Hal ini dapat terlihat dari kutipan berikut. 23 “Anak selir Sultan Raja dari Tegalrejo ini bisa berbahaya bagi hak hidup kalian di sini. Dia keras dan fanatik. Bisa-bisa dia memakai cara Kertanegara atau Wikrawardhana atau Valckeneir untuk menghembuskan anti Cina kepada rakyat. Itu artinya kehidupan kalian semua terancam. Oleh karena itu, saya kira cara yang paling tepat adalah menghalau dia.” Hlm. 320 Dalam peristiwa tersebut, muncul tokoh bernama Ket Wan. Ket Wan adalah keturunan bangsa Mancu yang menjadi salah satu anggota dewan Cina 73 yang ikut mendengarkan hasutan Danurejo IV. Sifat Ket Wan adalah pemarah dan mudah terpancing emosi apabila terhasut. Hlm. 322 Sifat Ket Wan yang pemarah memudahkan Danurejo IV menjalankan rencananya untuk menyingkirkan Pangeran Diponegoro. Danurejo IV merencanakan untuk membuat pertandingan adu lembing di atas kuda. Danurejo IV merancang pertandingan adu lembing secara bebas, sampai mati. Hlm. 323 Rencana Danurejo IV disetujui oleh Ket Wan. Ket Wan menganggap mudah mengalahkan Pangeran Diponegoro dalam pertandingan adu lembing. Ia berencana menggunakan dua lembing masing-masing untuk melumpuhkan kuda tunggangan Pangeran Diponegoro dan Pangeran Diponegoro sendiri. Hlm. 324 Ong Kian Tiang ikut hadir dalam pertemuan tersebut. Ong kian Tiang tidak setuju dengan pendapat Danurejo IV yang menganggap Pangeran Diponegoro akan membahayakan kehidupan orang Cina di Yogyakarta. Segera setelah peristiwa itu, Ong Kian Tiang pergi ke Tegalrejo menemui Pangeran Diponegoro. Hlm. 324 Ong kian Tiang menceritakan secara lengkap hasutan Danurejo IV terhadap para dewan Cina kepada Pangeran Diponegoro. Ong kian Tiong menyarankan Pangeran Diponegoro untuk berhati-hati. Ia juga menyarankan Pangeran Diponegoro untuk mengganti kuda tunggangannya dalam menghadapi pertandingan adu lembing tersebut. Ong Kian Tiong mereferensikan kuda tangguh yang dijual di daerah Kedu kepada Pangeran Diponegoro. Hlm. 325-326 74 Sementara itu, beberapa orang Cina datang ke rumah Ong Kian Tiong. Salah satunya adalah rohaniawan Konghucu Can Hong Bok yang bernama Jawa Eyang Condro. Mereka mengetahui bahwa Ong Kian Tiong cukup dekat dengan Pangeran Diponegoro. Ong Kian Tiong bertemu dengan mereka setelah pulang dari Tegalrejo. Kedatangan mereka untuk menanyakan kebenaran sikap Pangeran Diponegoro yang disampaikan Danurejo IV. Ong Kian Tiong menjelaskan bahwa pernyataan yang disampaikan Danurejo IV tidak benar.Hlm. 326-327 Setelah mendengar keterangan dari Ong Kian Tiong, Eyang Condro menemui ketua dewan Cina, Tan Jin Sing untuk membahas pernyataan Danurejo IV. Tan Jin Sing dekat dengan Danurejo IV dan sering mendapat keuntungan dari Danurejo IV. Oleh sebab itu, Tan Jin Sing tidak menanggapi kekhawatiran eyang Condro. Hlm. 328 Pada Subbab nomor lima puluh lima, Pangeran Diponegoro pergi ke Kedu untuk melihat kuda yang direferensikan Ong Kian Tiong. Sesampainya Di Kedu, Pangeran Diponegoro merasa cocok dengan kuda itu. Ia bersepakat dengan penjualnya untuk membeli kuda itu. Hlm. 334 Pangeran Diponegoro bergegas pulang ke Tegalrejo. Hal ini dikarenakan sebelum berangkat, Ratu Ageng sakit. Dalam perjalanan pulangnya, Pangeran Diponegoro kagum dengan kegagahan kuda tunggangannya. Ia memberi nama kudanya sebagai Kiai Gentayu. Hlm. 336 Pada Subbab nomor lima puluh enam, Danurejo IV melanjutkan rencana untuk menggelar pertandingan adu lembing di atas kuda. Danurejo IV 75 mengundang seluruh penasihat Sultan Hamengku Buwono V. Undangan ini adalah rekayasa Danurejo IV dengan alasan membahas kegiatan untuk memberi perhatian kepada orang-orang Cina. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberi penghargaan kepada orang-orang Cina yang berperan penting membangun tataniaga di Yogyakarta. Hlm. 341 Para penasihat Sultan Hamengku Buwono V hadir. Pangeran Diponegoro, Pangeran Mangkubumi, dan Pangeran Bei ikut hadir dalam pertemuan tersebut. Danurejo IV mengutarakan maksudnya menyelenggarakan pertandingan adu lembing di atas kuda di depan para penasihat Sultan Hamengku Buwono V. Dalam pertemuan tersebut, Danurejo IV terkejut setelah mengetahui Pangeran Diponegoro sudah mengetahui rencananya. Peristiwa tersebut membuat Danurejo IV marah kepada Ong Kian Tiang. Ia berpikir Ong Kian Tiong telah membocorkan rahasia rekayasanya. Hlm. 341-344 Setelah pertemuan itu, Danurejo IV langsung pergi ke rumah Ong Kian Tiong. Di rumah Ong Kian Tiong, ketegangan kembali muncul setelah Ong Kian Tiang mengaku menceritakan rencana Danurejo IV kepada Pangeran Diponegoro. Danurejo IV beberapa kali mencoba memukul Ong Kian Tiang. Karena Ong Kian Tiong adalah orang Cina yang pandai silat, serangan Danurejo IV tidak berhasil. Danurejo IV tidak berkutik. Peristiwa tersebut membuat ketegangan terus meningkat intensitasnya. Hlm. 345-348 Alur terus bergerak sepekan kemudian. Pertandingan adu lembing di atas kuda antara Ket Wan dengan Pangeran Diponegoro digelar di alun-alun 76 Yogyakarta. Rakyat Yogyakarta antusias melihat pertandingan tersebut dilihat dari jumlah penontonnya yang banyak. Orang-orang penting dari keraton kesultanan dan Pakualaman, dan beberapa pejabat Belanda menyaksikan pertandingan tersebut. Hanya Residen Smissaert yang tidak hadir. Hlm. 349 Dalam pertandingan tersebut, Pangeran Diponegoro berhasil mengalahkan Ket Wan. Kuda tunggangannya, Kiai Gentayu memperlihatkan kekuatannya. Ket Wan mati setelah terkena lembing di tenggorokannya. Sesaat setelah memenangkan pertandingan, Pangeran Diponegoro mendekati Danurejo IV dan meneriakinya. Perkataan Pangeran Diponegoro dapat dilihat dalam kutipan berikut. 24 “Harusnya bukan dia yang mati. Dia bukan musuh saya. Saya tidak bermusuhan dengan orang Cina. Orang Cina adalah saudara tua bangsa Nusantara. Saya heran kenapa saya dibikin jadi musuh Cina. Harusnya musuh saya adalah Belanda.” Hlm. 353 Kemarahan Danurejo IV terus meningkat setelah mendengar ucapan Pangeran Diponegoro. Selain itu, para pejabat Belanda yang menyaksikan pertandingan tersebut juga mendengar ucapan Pangeran Diponegoro kepada Danurejo IV. Salah satunya adalah Van Rijnst. Hlm. 353 Kegagalan Danurejo IV membunuh Pangeran Diponegoro membuat konflik terus berkembang. Pada Subbab nomor lima puluh tujuh, Danurejo IV mencoba cara lain untuk membunuh Pangeran Diponegoro. Karena Pangeran Diponegoro sulit dikalahkan dengan kekuatan fisik, Danurejo IV berencana untuk meminta bantuan paranormal untuk membunuh Pangeran Diponegoro. Danurejo IV berdiskusi dengan Van Rijnst untuk rencananya meminta bantuan paranormal. 77 Van Rijnst mereferensikan paranormal di Semarang yang bernama Cohen. Menurut orang-orang Belanda, reputasi Cohen sebagai paranormal tidak bisa diragukan lagi. Hlm. 356-358 Danurejo IV dan Van Rijnst berangkat ke Semarang untuk menemui Cohen. Namun rencana mereka kembali gagal. Cohen menolak untuk mencelakai orang. Keahliannya adalah membaca kartu tarot, bukan mencelakai orang. Dalam peristiwa tersebut, Cohen sempat meramalkan kejadian buruk yang akan dialami Van Rijnst dalam waktu dekat melalui kartu tarotnya. Hal ini membuat Danurejo IV dan Van Rijnst semakin kecewa datang ke Semarang untuk menemui Cohen. Selain tujuan keduanya tidak berhasil, Van Rijnst justru mendapat ramalan buruk dari Cohen. Hlm. 355-366 Di lain pihak, Eyang Condro dengan beberapa anggota dewan Cina lainnya yang sepaham dengannya pergi menemui Ong Kian Tiong. Hal ini dikarenakan kekhawatiran mereka terhadap isu rasial. Mereka sempat mendengar rakyat yang menonton pertandingan adu lembing pada peristiwa sebelumnya meneriakkan kata-kata rasial. Kata-kata rasial yang dimaksudkan adalah teriakan ganyang Cina, bunuh saja Cina itu. Hlm. 367 Pada subbab nomor lima puluh delapan, latar bergerak ke Tegalrejo, pada malam hari. Eyang Condro mengajak Ong Kian Tiong untuk pergi menemui Pangeran Diponegoro. Eyang Condro dan Ong Kian Tiong merasa diperalat oleh Danurejo IV dan Tan Jin Sing. Eyang Condro melihat bahwa pemimpin dewan Cina Tan Jin Sing hanya menjadi alat kepentingan Danurejo IV. Eyang Condro 78 dan Ong Kian Tiong menegaskan kepada Pangeran Diponegoro bahwa mereka bukan menjadi bagian dari kepentingan Danurejo IV. Hlm. 375-378 Konflik antara Danurejo IV dengan Pangeran Diponegoro terus berkembang. Danurejo IV mulai berpikir untuk menggunakan kekuasaan Smissaert untuk menyingkirkan Pangeran Diponegoro. Danurejo IV menginginkan Pangeran Diponegoro disingkirkan dari dewan perwalian Sultan Hamengku Buwono V. Pada subbab nomor lima puluh Sembilan, Danurejo IV pergi ke vila Bedoyo untuk menemui Smissaert. Danurejo IV menghasut Smissaert supaya Smissaert melakukan tindakan tegas terhadap Pangeran Diponegoro. Hal ini dapat terlihat dari kutipan dialog Danurejo IV terhadap Smissaert berikut. 25 “Saya sedang bicara mengenai anak selir yang duduk sebagai wali Sultan Hamengku Buwono V. Orang ini sangat merugikan pejabat Belanda. Dia menghalang-halangi penagih pacumpleng. Padahal direncanakan, melalui kebejabatan Tuan, 20 dari tagihan pacumpleng yang menjadi hak penyelenggara tagihan, akan diberikan kepada Tuan Residen” Hlm. 385 Selain hasutan, Danurejo IV juga menjanjikan memberikan 40 dari hak pendapatannya kepada Smissaert. Hlm. 386 Smissaert menugaskan Danurejo IV dan Wironegoro untuk memberikan surat pemanggilan kepada Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Danurejo IV dan Wironegoro berangkat ke Tegalrejo pada sore harinya. Pada saat itu, Pangeran Diponegoro sedang melatih bela diri kepada para cantriknya. Hlm. 387 Pangeran Diponegoro berangkat ke Vila Bedoyo keesokan harinya sesuai dengan surat yang diberikan oleh Danurejo IV dan Wironegoro sehari sebelumnya. Di Vila Bedoyo Pangeran Diponegoro bertemu dengan Smissaert, 79 Danurejo IV, dan Van Rijnst. Sebelumnya, Danurejo IV melaporkan adanya kegiatan militer di Puri Tegalrejo yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Pertemuan Pangeran Diponegoro dengan Residen Smissaert dan Danurejo IV membuat tingkat ketegangan semakin meningkat. Hlm. 391-392 Pangeran Diponegoro tidak senang terhadap Smissaert yang memperlakukannya tidak sopan. Ia juga menampar Danurejo IV di depan Smissaert. Konflik ini terjadi karena Residen Smissaert memberitahukan bahwa Danurejo IV lah yang memberikan laporan hasutan mengenai pajak pacumpleng dan kegiatan militer di Puri Tegalrejo. hal ini terlihat dari kutipan berikut. 26 Pangeran Diponegoro bangkit dari kursinya, langsung menampar muka Danurejo IV. Yang disebut ini pun terjengkal. Sementara Smissaert berteriak-teriak.Hlm. 393 27 “Ya, sudah, Tuan sudah mendapat laporan dari antek Tuan ini. Kata Pangeran Diponegoro. “Saya tidak menyangkal. Karenanya saya pun merasa pembicaraan kita sudah selesai. Selamat siang.” Hlm. 393 Pada subbab nomor enam puluh, alur bergeser ke masalah utang Keraton Yogyakarta. Gubernur Jenderal Van Der Capellen menugaskan Residen Smissaert untuk menagih utang dan tunggakan sewa menyewa tanah terhadap orang-orang Cina yang harus dibayar pihak keraton kepada pemerintah Belanda. Hlm. 395 Seluruh pejabat keraton hadir ke kantor Residen Smissaert. Selain itu, mantan pejabat yang pernah menjadi dewan perwalian Sultan Hamengku Buwono IV juga dipanggil dan hadir. Yang tidak hadir hanya Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro menolak untuk hadir. Setelah peristiwa pemanggilannya di Vila Bedoyo, Pangeran Diponegoro mengundurkan diri dari Dewan Perwalian Sultan Hamengku Buwono V. Hlm. 395 80 Pihak keraton tercatat memiliki utang sebesar 40.000 real Spanyol. Saat itu, pihak keraton hanya memiliki uang 800 real Spanyol. Danurejo IV meminta waktu terhadap pihak Belanda untuk mengumpulkan uang sebesar 40.000 real Spanyol. Pihak Belanda akhirnya memberi waktu selama satu minggu kepada keraton untuk mengumpulkan uang 40.000 real Spanyol. hal 396-397 Sesaat setelah pertemuan tersebut, Danurejo IV menemui Smissaert. Danurejo IV mengatakan kepada Smissaert bahwa kemampuan tertinggi pihak keraton dalam mengumpulkan uang hanya berada pada kisaran 26.000 real Spanyol. Sisanya yaitu 14.000 real Spanyol sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab Danurejo IV. Hlm. 397 Danurejo IV memiliki rencana untuk memperoleh keuntungan pribadi dalam masalah utang keraton kepada Belanda ini. Kepada Smissaert, Danurejo IV memanfaatkan ketidakhadiran Pangeran Diponegoro pada saat pertemuan membahas utang keraton. Danurejo IV merekayasa cerita bahwa ketidakhadiran Pangeran Diponegoro karena tidak ingin keuangan Tegalrejo berkurang untuk kewajiban membayar utang. Hlm. 398 Kepada pihak Cina, Danurejo IV merekayasa cerita untuk memeras Tan Jin Sing. Danurejo IV memanfaatkan isu rahasia kematian Sultan Hamengku Buwono III dan Sultan Hamengku Buwono IV karena racun. Danurejo IV memberitahukan bahwa Pangeran Diponegoro saat ini membutuhkan dana sebesar 40.000 real Spanyol untuk membiayai kegiatan militernya di Tegalrejo. Apabila Pangeran Diponegoro disuap dengan uang sebesar 40.000 real Spanyol, 81 maka Pangeran Diponegoro akan melupakan firasatnya tentang kematian ayah dan adiknya karena racun. Danurejo IV juga menggarisbawahi gejala anti Cina yang kapan saja bisa terjadi jika isu kematian yang merujuk pada racun buatan Tan Jin Sing meluas. Tan Jin Sing akhirnya bersedia memberikan dana sebesar 40.000 real Spanyol kepada Danurejo IV. Tan Jin Sing mendapatkan uang tersebut dari iuran yang dikumpulkan oleh para dewan Cina. Hlm. 399 Sementara itu, beberapa orang Cina yang merasa diperas Danurejo IV lewat Tan Jin Sing mengeluhkan hal tersebut kepada Eyang Condro. Bersama Ong Kian Tiong, Eyang Condro pergi ke Tegalrejo menemui Pangeran Diponegoro. Ia menceritakan bahwa Danurejo IV memeras orang-orang Cina demi kepentingannya. Hlm. 402 Kepada pihak keraton, Danurejo IV meminta tiap pejabat keraton iuran sebesar 1000 real Spanyol. Dari iuaran tersebut terkumpul dana sebesar 26.000 real Spanyol. Danurejo IV yang sebelumnya sudah memperoleh dana sebesar 40.000 real dari Tan Jin Sing, mengatakan bahwa sisa utang sebesar 14.000 real Spanyol akan ia tanggung. Mendengar hal itu, para pejabat keraton menjadi kagum dengan Danurejo IV. Mereka tidak mengetahui jika sudah diperalat Danurejo IV. Hlm. 403 Danurejo IV yang sebelumnya menjanjikan 40 dari penghasilan pemungutan pajaknya terhadap Smissaert, memberikan 2.600 real Spanyol kepada Smissaert. Smissaert senang mendapatkan uang dengan mudah dari Danurejo IV. Karena hal itu, Danurejo IV mengalihkan masalah kedudukan Pangeran 82 Diponegoro sebagai dewan perwalian Sultan Hamengku Buwono V menjadi masalah kegiatan militer di Puri Tegalrejo. Danurejo IV mengatakan kepada Smissaert bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk menyerang pihak Belanda. Dengan alasan ini, akhirnya Smissaert memutuskan untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Rencananya adalah mengundang Pangeran Diponegoro dan seluruh pejabat keraton untuk berpesta, kemudian menjebak Pangeran Diponegoro dengan jalan dibuat mabuk. Hlm. 406 Pada subbab nomor enam puluh satu, alur bergerak ke peristiwa pesta yang diselenggaran Smissaert. Pesta tersebut diselenggarakan di Loji Besar dalam rangka penghormatan terhadap pihak keraton yang berhasil membayar kewajiban utang terhadap pemerintahan Belanda. Para pangeran dan pejabat dari Yogyakarta dan Surakarta termasuk Pangeran Diponegoro hadir dalam acara tersebut.Hlm 407 Sebelum berangkat memenuhi undangan Smissaert, Pangeran Diponegoro membawa 80 pengawal pilihannya. Kesemuanya adalah para cantrik yang sudah ia latih di Puri Tegalrejo. Hal ini dikarenakan permintaan Raden Ayu Ratnaningsih dan Ratu Ageng yang cemas dengan keselamatan Pangeran Diponegoro. Hlm. 407-408 Para pengawal Pangeran Diponegoro sudah diminta untuk bersiap-siap dengan segala kemungkinan yang ada sebelum berangkat. Setelah sampai di tempat pesta, mereka berpencar menjadi empat kelompok yang masing-masing terdiri dari 20 orang. Mereka berjaga di luar karena tidak diperkenankan masuk 83 oleh Smissaert. Sedangkan jumlah pasukan Belanda di Loji Besar hanya 30 orang.Hlm. 409 Dalam peristiwa tersebut, para pengawal Pangeran Diponegoro bertemu dengan Van Rijnst di gerbang pintu masuk. Karena penghinaan Van Rijnst saat mereka berpas-pasan, Banteng wareng menghunuskan kerisnya ke leher Van Rijnst. Van Rijnst tewas dalam kejadian tersebut.Hlm. 409-410 Di dalam Loji Besar, Pangeran Diponegoro berpura-pura mabuk setelah diberi minuman oleh Smissaert. Melihat Pangeran Diponegoro dalam kondisi mabuk, Smissaert memerintahkan Wironegoro untuk menangkapnya. Pangeran Diponegoro yang mengawasi pergerakan Smissaert, Danurejo IV, dan Wironegoro ketika ia berpura-pura mabuk, telah mempersiapkan diri jika terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan. Peristiwa selanjutnya dapat dilihat dari kutipan berikut 28 Melihat bahwa Wironegoro sedang menuju ke arahnya, cepat-cepat Pangeran Diponegoro bangkit dari kursi lantas berjalan ke pintu luar. Dengan satu jentikan jari, Pengawal yang berada di dekat pintu, segera datang. Setelah itu, semuanya, yang 80 orang, serempak hadir di situ. Hlm. 414 Banteng Wareng menyeret mayat Van Rijnst atas perintah Pangeran Diponegoro. Melihat mayat Van Rijnst, Danurejo IV kaget dan ketakutan. Segera terbayang ramalan Cohen tentang Van Rijnst yang akan mengalami kejadian buruk. Hlm. 415 Di depan para pejabat Belanda dan keraton, Pangeran Diponegoro juga memberitahukan bahwa uang Danurejo IV untuk membayar utang kepada pihak Belanda diperoleh dengan cara memeras orang-orang Cina. Pangeran Diponegoro 84 mengatakan kepada Smissaert untuk menyingkirkan Danurejo IV dan juga Wironegoro. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. 29 “Tuan harus pecat orang ini, “katanya. “Selain orang ini, juga orang itu, Wironegoro. Merekalah yang membuat negeri ini menjadi kacau. Sebenarnya kebencian rakyat kepada Belanda, adalah karena kelakuan mereka. Kalau tuan tidak memecat mereka, saya tidak tanggung akibatnya nanti. Hlm. 418 Mendengar ucapan Pangeran Diponegoro, Wironegoro langsung menyerang Pangeran Diponegoro. Namun kesigapan Pangeran Diponegoro membuat Wironegoro justru terpelanting karena tendangan Pangeran Diponegoro. Smissaert kemudian berteriak untuk menghentikan kekacauan yang terjadi. Hlm. 418

2.4 Tahap Klimaks atau Climax