Tahap Klimaks atau Climax

84 mengatakan kepada Smissaert untuk menyingkirkan Danurejo IV dan juga Wironegoro. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. 29 “Tuan harus pecat orang ini, “katanya. “Selain orang ini, juga orang itu, Wironegoro. Merekalah yang membuat negeri ini menjadi kacau. Sebenarnya kebencian rakyat kepada Belanda, adalah karena kelakuan mereka. Kalau tuan tidak memecat mereka, saya tidak tanggung akibatnya nanti. Hlm. 418 Mendengar ucapan Pangeran Diponegoro, Wironegoro langsung menyerang Pangeran Diponegoro. Namun kesigapan Pangeran Diponegoro membuat Wironegoro justru terpelanting karena tendangan Pangeran Diponegoro. Smissaert kemudian berteriak untuk menghentikan kekacauan yang terjadi. Hlm. 418

2.4 Tahap Klimaks atau Climax

Tahap klimaks merupakan tahapan di mana konflik yang terjadi mencapai titik puncak intensitas. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks Nurgiyantoro, 2007: 150. Berbagai rencana Danurejo IV untuk menyingkirkan Pangeran Diponegoro yang telah dipaparkan pada tahap peningkatan konflik, berakhir dengan peristiwa Penyerangan Belanda ke Puri Tegalrejo. Hal ini menandai titik puncak intensitas ketegangan konflik antara Pangeran Diponegoro dengan Danurejo IV dan Belanda. Peristiwa tersebut menjadi klimaks dalam novel Pangeran Diponegoro : Menuju Sosok Khalifah . 85 Klimaks terjadi pada subbab terakhir yaitu subbab nomor enam puluh dua. Sebelum peristiwa penyerangan dipaparkan, diceritakan terlebih dahulu peristiwa meninggalnya Ratu Ageng akibat sakit yang dideritanya. Pada saat itu, Raden Ayu Ratnaningsih sudah memiliki tiga anak. Suasana berkabung ini membuat terbentuknya suasana penyituasian klimaks. Hlm. 419-420 Dalam masa berkabung, Smissaert lewat hasutan Danurejo IV, memerintahkan pasukannya untuk memasang patokan-patokan tanah di Tegalrejo untuk pembuatan jalan yang menghubungi kuncen. Melihat kejadian tersebut, Diponegoro langsung meminta anak buahnya untuk melepas kembali patokan- patokan tanah tersebut. Perisitwa tersebut terjadi secara berulang-ulang.Hlm.421- 424 Peristiwa sebelumnya yaitu percobaan penangkapan Pangeran Diponegoro di Loji Besar membuat pangeran-pangeran yang hadir pada acara tersebut menjadi kagum kepada Pangeran Diponegoro. Kekaguman itu membuat mereka menyatakan siap membantu Pangeran Diponegoro untuk melawan Belanda. Jumlah para cantrik Pangeran Diponegoro pun sudah mencapai ratusan. Mereka berjaga siang dan malam secara bergiliran. Hlm. 425 Pangeran Diponegoro menyadari bahwa perang dengan Belanda tidak lama lagi akan terjadi. Ia juga sudah siap berperang. Hal ini karena usianya sudah menginjak empat puluh tahun pada saat itu. Artinya setting waktu berada pada tahun 1825. Hal ini terlihat pada peristiwa kematian Sultan Hamengku Buwono IV pada tahun 1822, usia Pangeran Diponegoro adalah tiga puluh tujuh tahun. 86 Di usia empat puluh tahun, Pangeran Diponegoro telah bersumpah pada Ratu Ageng untuk memimpin perang melawan Belanda. Bagi Pangeran Diponegoro, usia empat puluh tahun adalah usia yang membuatnya sudah sangat matang. Kematangan ini adalah syarat untuk menempuh jihad sesuai ajaran Islam yang ia yakini. Hlm.428. Pangeran Diponegoro juga terus mengobarkan semangat kepada para cantriknya untuk bersiap perang. Hal ini dapat terlihat dari kutipan berikut. 30 “Baik, Saudara-Saudara, “Kata Pangeran Diponegoro, menggumpal rasa percaya dirinya. “Saya sendiri pun siap memimpin Saudara-Saudara untuk mengangkat senjata, melawan Belanda. Kita akan pakai senjata mereka sendiri, untuk membasmi mereka. Kita akan rampas senjata itu selepas bulan ini.Hlm.427 31 “Di usia 40 tahun ini jangan harap Belanda bisa bermain-main api lagi dengan kita, sebab kita akan rebut api mereka, dan kita bakar mereka, mengirim mereka ke neraka. Dengan dukungan Saudara-Saudara saya siap maju, terus maju, pantang mundur, tidak mengenal kamus mundur, tidak ada sejengkal pun tanah air kita yang boleh diambil dan dikuasai Belanda. Mari kita perang di jalan Allah. Fi sabillilah” Hlm.428 Ternyata ada penyusup suruhan Danurejo IV dalam peristiwa tersebut. Penyusup tersebut segera melaporkan kejadian di Tegalrejo kepada Danurejo IV. Danurejo IV yang mendapat laporan tersebut, segera melapor kepada Smissaert. Menyadari bahaya serangan dari Tegalrejo, Smissaert segera berinisiatif untuk menyerang Pangeran Diponegoro terlebih dahulu. Hlm.429-431 Akhirnya Smissaert memerintahkan pasukannya untuk menyerang Puri Tegalrejo. hal ini terlihat dalam kutipan berikut. 32 Dan, hatta, terdengarlah dentum meriam di timur puri, tiga kali, pertanda penyerangan Belanda ke puri telah dimulai. Tentara-tentaranya yang dipimpin oleh Chavelier, tapi disertai juga dengan Wironegoro dan Danurejo IV, merengsek ke depan puri, mengepung di situ. Hlm. 433 33 Terjadilah baku tembak seru. Bantuan pasukan Belanda di depan sana makin banyak. Peluru meriam yang mereka tembakkan ke dalam puri mulai merusak atap bangunan. Sementara masjid yang dibangun dengan susah payah oleh Pangeran Diponegoro, sudah menyala. Getir Pangeran Diponegoro melihat itu. Hlm. 434 87 Dalam pertempuran tersebut, istri Pangeran Diponegoro beserta ketiga anaknya yang masih kecil berhasil meloloskan diri melalui perintah Pangeran Diponegoro menuju Selarong. Pangeran Diponegoro akhirnya ikut mundur atas nasihat Pangeran Mangkubumi. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. 34 Kekuatanmu tidak berimbang, Wir, “kata Pangeran Mangkubumi. “Lebih baik kamu membantu Ratnaningsih ke Selarong. Aku ikut bersamamu ke sana. Kita susun kekuatan di sana untuk melawan Belanda.”Hlm. 434 Tahapan Klimaks dalam novel ini berakhir dengan terbakarnya Puri Tegalrejo. Peristiwa penyerangan Belanda ke Puri Tegalrejo menjadi awal dari babakan perang Jawa. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. 35 Di Selarong nanti, mulai besok Pangeran Diponegoro berpikir untuk bertindak menegakkan harga diri itu atas nama rakyatnya dan bangsanya. Tindakan itu selanjutnya merupakan awal dari perang suci di bawah keyakinan jihad melawan angkara, penindasan, penjajahan. Ya, Perang Jawa dimulai besok. Hlm. 435 Kutipan diatas menjadi penutup cerita novel Pangeran Diponegoro : Menuju Sosok Khalifah karya Remy Sylado.

2.5 Tahap Denouement atau Tahap Penyelesaian