17
merasa kecewa atau menyesal dengan produk yang dibeli, merasa bersalah, dan tidak mendapatkan persetujuan mengenai produk yang sudah
dibeli oleh orang di sekitarnya Rook, 1987. Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan, maka pembelian
impulsif dapat disimpulkan sebagai suatu pembelian yang dilakukan secara spontan atau tiba-tiba tanpa adanya perencanaan atau pertimbangan
sebelumnya. Biasanya pembelian impulsif terjadi karena adanya stimulus tertentu sehingga pembeli dapat melakukan pembelian secara cepat dan
biasanya berujung pada penyesalan.
2. Aspek-aspek dalam Pembelian Impulsif
Pembelian impulsif memiliki dua aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Kedua aspek ini merupakan komponen yang dialami oleh
pembeli sehingga menciptakan suatu perilaku pembelian impulsif. Pembelian impulsif dapat terjadi berdasarkan dua aspek secara bersamaan,
tetapi dalam dinamikanya, terdapat salah satu aspek yang lebih dominan Herabadi, Verplanken, van Knippenberg, 2009; Verplanken, Herabadi,
Perry Silvera, 2004.
a. Aspek Kognitif
Pada aspek ini, individu yang melakukan pembelian impulsif, kurang mampu mempertimbangkan dan merencanakan sesuatu ketika
melakukan pembelian Verplanken Herabadi, 2001. Pembeli terfokus pada harga dari suatu produk dan keuntungan yang diperoleh
ketika membeli produk tersebut. Herabadi, Verplanken, van
18
Knippenberg, 2009. Contohnya, ada suatu produk
branded
yang memiliki harga yang tinggi tetapi mendapatkan diskon sebesar 70.
Proses kognitif pada individu yang impulsif akan bekerja ketika pembeli melihat produk tersebut, ada keinginan secara tiba-tiba untuk
memiliki produk tersebut tanpa adanya pemikiran yang matang sehingga secara cepat pembeli memutuskan untuk memilikinya Coley
Burgess, 2003 maka terjadilah pembelian. Pembelian terjadi tidak berdasarkan kebutuhan atau perencanaan sebelumnya sehingga dapat
dikatakan pembelian impulsif. Sedangkan pembeli yang tidak impulsif cenderung tidak mudah terpengaruh akan diskon atau harga yang
miring pada produk
branded
tersebut karena pembeli merasa tidak berencana dan tidak memiliki kebutuhan untuk membelinya.
b. Aspek Afektif
Mayoritas pembeli melakukan pembelian secara impulsif didominasi oleh aspek afektif. Aspek ini menjelaskan bahwa pembeli
melakukan pembelian impulsif karena memiliki perasaan senang dan gembira ketika menginginkan suatu barang untuk dibeli serta memiliki
kesulitan untuk meninggalkan keinginannya itu Coley Burgess, 2003. Tetapi, setelah melakukan pembelian, biasanya muncul rasa
penyesalan Rook, 1987; Verplanken Herabadi, 2001. Pada aspek ini, pembeli akan melakukan pembelian ketika pembeli melihat
produk dan memiliki perasaan senang terhadap produk, bersemangat
19
untuk memilikinya, serta merasa harus membeli produk itu untuk memuaskan diri Coley Burgess, 2003.
Hirschman Holbrook dan Lai dalam Herabadi, dkk, 2009; Lai, 2010 menjelaskan bahwa aspek afektif merupakan aspek paling
kuat yang melekat pada diri pembeli ketika melakukan pembelian impulsif. Beberapa peneliti juga menjelaskan bahwa kekuatan aspek
afektif ini dikarenakan pembeli memiliki
mood
yang positif.
Mood
positif dapat mendorong seseorang untuk melakukan pembelian impulsif.
Mood
positif meliputi perasaan suka atau tertarik, senang, loyal, bersemangat dan merasa berharga ketika melakukan pembelian
impulsif Rook, 1987; Rook Gardner dalam Herabadi dkk, 2009; Coley Burgess, 2003. Selain itu, pembeli dapat memanjakan diri
dan seperti mendapatkan hadiah ketika melakukan pembelian impulsif Rook, 1987.
Berdasarkan aspek-aspek
yang telah
disampaikan, dapat
disimpulkan bahwa pada aspek kognitif, individu melakukan pembelian impulsif berdasarkan kurangnya perencanaan sebelumnya dan hanya
menekankan pada harga dan keuntungan yang diperoleh. Sedangkan aspek afektif adalah aspek paling kuat pada individu dalam melakukan
pembelian impulsif. Individu melakukan pembelian impulsif berdasarkan emosi, perasaan tertarik, bersemangat dan memiliki hasrat harus memiliki
produk tersebut.
20
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif