Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

67 c. Konatif Tabel 22 Hasil Uji t pada Komponen Konatif Jenis sekolah N Mean Empiris Std. Deviation Std. Error Mean t p SMA yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas 66 37,61 9,904 1,219 -0,093 0,926 SMA yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas 65 37,43 11,618 1,441 Berdasarkan tabel di atas, hasil yang diperoleh nilai t sebesar -0,093 dengan p sebesar 0,926 p0,05 maka Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan sikap pada komponen konatif terhadap perilaku seksual antara remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas.

D. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan sikap terhadap perilaku seksual antara remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak 68 memiliki kurikulum pendidikan seksualitas. Hipotesis penelitian ini adalah ada perbedaan sikap terhadap perilaku seksual antara remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku seksual antara remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas maka hipotesis tidak terbukti. Berdasarkan perbandingan mean empiris ME dengan mean teoritis MT, sikap remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas termasuk dalam kategori negatif dan rendah yang artinya sikap pada kedua kelompok subyek cenderung kearah yang negatif atau kurang mendukung perilaku seksual. Berdasarkan hasil uji t pada tiap komponen sikap, ditemukan perbedaan sikap pada komponen kognitif yang menunjukkan bahwa nilai rata- rata remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas lebih tinggi dibanding dengan nilai rata-rata remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas. Hasil penelitian tersebut dapat dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai seksualitas dan pesan moral yang disampaikan di kedua sekolah cenderung berbeda. Lembaga pendidikan meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri seseorang yang sangat menentukan sistem kepercayaannya Azwar, 2010. 69 Sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas, materi seksualitas dan pesan moral yang diberikan bersifat komprehensif. Sekolah ini menganut nilai liberal dimana lebih menekankan pada hak dan pilihan mereka Jackson Weatherall, 2010. Remaja perempuan diberi hak untuk memilih apakah menjadi aktif ataupun pasif secara seksual. Sekolah memberikan materi seksualitas dan pesan moral yang bertujuan untuk membentuk perilaku seksual yang sehat dan aman bagi remaja perempuan yang aktif secara seksual. Sekolah juga memberikan pesan moral yang mengarah ke abstinence bagi siswi yang belum pernah melakukan perilaku seksual dengan pasangannya. Hal itu mempengaruhi sikap pada komponen kognitif yang menilai bahwa perilaku seksual yang sehat dan aman lebih baik untuk dilakukan dibanding dengan perilaku seksual yang tidak sehat dan tidak aman. Sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas, materi seksualitas dan pesan moral yang disampaikan cenderung mendukung abstinence dimana menganut nilai konsevatif. Menurut Brickell 2007, nilai konservatif dapat mempengaruhi disiplin diri, moralitas dan keyakinan yang dianut oleh remaja. Remaja perempuan yang memiliki keyakinan pada abstinence cenderung memiliki disiplin diri dalam memegang komitmen untuk tidak melakukan perilaku seksual sehingga remaja akan menilai bahwa perilaku seksual tidak pantas untuk dilakukan. Selain itu, ajaran agama yang diperoleh dari sekolah dapat mempengaruhi remaja dalam bersikap. Remaja yang taat pada ajaran agama cenderung memiliki keyakinan bahwa perilaku seksual sebelum menikah tidak pantas untuk dilakukan Pilgrim Blum, 70 2012. Agama menilai bahwa perilaku seksual tidak pantas untuk dilakukan oleh seseorang yang belum menikah sehingga agama melarang melakukan perilaku seksual sebelum menikah Lefkowitz, Gillen, Shearer, Boone, 2004. Pada komponen afektif tidak terdapat perbedaan antara remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas. Kedua kelompok subyek berada pada kategori rendah dan mengarah ke negatif. Hal ini menunjukkan bahwa remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas cenderung tidak mau menikmati perilaku seksual. Hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai dampak dari perilaku seksual dengan pasangan yang diperoleh dari pelajaran Biologi, Agama, dan Bimbingan Konseling pada kedua sekolah cenderung menyebabkan adanya perasaan takut untuk mencoba melakukan perilaku seksual dengan pasangan dan adanya perasaan bersalah ketika akan melakukan perilaku seksual dengan pasangannya Macleod, 2009. Adanya perasaan takut dan bersalah ini diduga dapat menyebabkan remaja perempuan tidak mau menikmati perilaku seksual. Begitu pula dengan sikap pada komponen konatif tidak ditemukan perbedaan antara remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas. Kedua kelompok subyek berada pada 71 kategori rendah dan mengarah ke negatif. Hal ini menunjukkan bahwa rata- rata siswi tidak mau melakukan perilaku seksual dengan pasangannya. Menurut Azwar 2010, komponen konatif didasarkan pada keyakinan dan perasaan terhadap suatu obyek tertentu. Keyakinan bahwa perilaku seksual tidak pantas untuk dilakukan dan adanya perasaan takut serta bersalah diduga dapat menyebabkan remaja perempuan tidak mau melakukan perilaku seksual dengan pasangannya. Secara umum, sikap terhadap perilaku seksual antara remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas cenderung negatif atau tidak mendukung perilaku seksual. Sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas mampu memberikan pengetahuan yang baik dan jelas mengenai seksualitas sehingga dapat mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seksual. Hal ini dapat dilihat dari pemberian materi yang urut sesuai dengan kurikulum disertai dengan metode pengajaran berupa presentasi dan diskusi bersama dokter, psikolog, dan romo, dan guru Bimbingan Konseling. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Horng Lou dan Hwang Chen 2009 membuktikan bahwa remaja yang memiliki pengetahuan yang baik dan jelas mengenai seksualitas cenderung memiliki sikap yang kurang mendukung perilaku seksual. Sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas memberikan pengetahuan mengenai dampak dari perilaku seksual pada pelajaran Biologi dan Agama sehingga menimbulkan ketakutan dan perasaan 72 bersalah ketika akan melakukan perilaku seksual. Selain itu, sekolah memberikan pengetahuan mengenai seksualitas dan pesan moral yang mengarah ke abstinence yang mengajarkan bahwa perilaku seksual tidak pantas untuk dilakukan oleh remaja. Hal tersebut dapat menyebabkan remaja perempuan memiliki sikap yang tidak mendukung perilaku seksual. Remaja berada pada tahap memisahkan diri dari orangtua dan menuju kearah teman sebaya Santrock, 2007. Dibanding kelompok remaja laki-laki, kelompok remaja perempuan cenderung memiliki hubungan yang erat satu sama lain Grave dkk, 2011. Hal ini mempengaruhi remaja dalam hal bersikap dan bertingkah laku. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Laflin, Wang, dan Barry 2008, remaja perempuan yang memiliki teman sebaya yang cenderung mendukung abstinence dan belum pernah melakukan hubungan seksual cenderung memiliki sikap yang sama dengan teman sebayanya. Azwar 2010 mengemukakan bahwa kebudayaan di tempat tinggal individu memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikapnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kuota dan Tolma 2008, remaja yang berasal dari keluarga yang tinggal di budaya kolektivistik cenderung menganut aliran konservatif dimana keluarga menganggap perilaku seksual sebelum menikah adalah hal yang tabu. Keluarga lebih memperhatikan nama baik dan perilaku seksual dianggap sebagai hal yang memalukan. Sridawruang, Crozier, dan Pfeil 2010 menemukan adanya standar ganda pada keluarga yang tinggal di budaya kolektivistik. Keluarga membedakan perlakuan antara remaja 73 perempuan dan remaja laki-laki. Standar ganda ini terjadi karena adanya penilaian dari masyarakat terhadap anak perempuan ketika ia telah melakukan perilaku seksual dan terjadi kehamilan. Remaja perempuan akan diasingkan ke tempat yang tidak diketahui oleh orang lain demi menjaga nama baik keluarga. Remaja laki-laki yang telah melakukan perilaku seksual dan terjadi kehamilan pada pasangannya, keluarga dapat menutupi masalah tersebut sehingga orang lain tidak mengetahuinya dan tetap menjaga nama baik keluarga. Adanya perbedaan perlakukan antara remaja perempuan dan remaja laki-laki cenderung mempengaruhi remaja dalam hal bersikap dan bertingkah laku. Remaja perempuan cenderung memiliki sikap yang kurang mendukung perilaku seksual. Sebaliknya, remaja laki-laki cenderung memiliki sikap yang permisif terhadap perilaku seksual. Penelitian ini mampu melengkapi penelitian yang dilakukan oleh Kirby dkk 2007 yang menemukan bahwa pendidikan seksualitas yang dilihat dari adanya kurikulum pendidikan seksualitas di sekolah dapat mengubah sikap remaja terhadap perilaku seksual. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa pendidikan seksualitas di sekolah dapat mempengaruhi sikap remaja perempuan terhadap perilaku seksual menjadi negatif atau memiliki sikap yang kurang mendukung perilaku seksual. Hal ini diduga dapat dipengaruhi juga oleh budaya timur dimana masyarakat masih memegang prinsip abstinence. 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Secara umum, tidak terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku seksual antara remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum penddikan seksualitas. 2. Tidak terdapat perbedaan pada komponen afeksi dan konatif antara remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas. 3. Terdapat perbedaan pada komponen kognitif antara remaja perempuan di sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan seksualitas dan remaja perempuan di sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas.

B. Saran

1. Bagi Sekolah

a. Bagi sekolah yang tidak memiliki kurikulum pendidikan seksualitas, sebaiknya guru Bimbingan Konseling lebih berperan dalam memberikan materi pendidikan seksualitas karena materi yang