sakit dan mereka yang tidak memeriksakan dirinya selama kehamilan. Selain itu, tingkat kematian yang tinggi dapat dikaitkan dengan kurangnya sumber daya dan
fasilitas perawatan intensif yang dibutuhkan untuk mengelola komplikasi eklamsia.
14
Risiko terbesar kematian ditemukan di antara wanita dengan kehamilan pada atau sebelum 28 minggu usia kehamilan. Kehamilan yang diperberat oleh eklamsia
juga terkait dengan peningkatan angka morbiditas maternal, seperti solusio plasenta 7-10, DIC 7-11, edema paru 3-5, gagal ginjal akut 5-9, aspirasi
pneumonia 2-3, dan cardiopulmonary arrest 2-5. Sindrom gangguan pernapasan dewasa dan perdarahan intraserebral adalah komplikasi yang jarang
ditemui. Risiko DIC 8, hemolisis, peningkatan enzim hati, HELLP syndrome 10- 15, dan hematoma hati 1 adalah serupa pada pasien eklamsia dan
preeklamsia berat. Penting untuk dicatat bahwa komplikasi maternal secara signifikan lebih tinggi di antara perempuan yang mengalami eklamsia antepartum,
khususnya di antara mereka yang mengalami eklamsia jauh dari aterm.
12,14,19
2.2. Disseminated Intravascular Coagulation DIC
2.2.1. Definisi
Disseminated Intravascular Coagulation DIC adalah sindroma klinis yang ditandai dengan aktivasi sitemik dari kaskade koagulasi secara terus menerus yang
mengarah pada pembentukan trombus intravaskular berdampak pada suplai darah ke berbagai organ dan menurunnya trombosit dan faktor koagulasi menyebabkan
perdarahan.
20
Kitchens 2009 menyatakan bahwa DIC merupakan karakteristik yang terjadi akibat aktivasi sistemik pembekuan intravaskular. DIC merupakan hasil fisiologis dari
keadaan overstimulasi sistem pembekuan yang patologis.
21
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Insidensi
Pada kasus kasus obstetri, seperti abrupsi plasenta dan emboli air ketuban, DIC terjadi pada lebih dari 50 kasus. Pada keadaan preeklamsi berat DIC terjadi
pada 7 pasien.
20
2.2.3. Patogenesis DIC
Patogenesis DIC sangat kompleks dan terpusat pada pembentukan trombin secara in vivo. Komponen yang ikut berperan termasuk meningkatnya ekspresi dari
tissue factor, fungsi suboptimal sistem alami antikoagulan, disregulasi fibrinolisis dan peningkatan kemampuan anionic phospholipid.
22,23
Gambar 1. Proses terjadinya DIC.
8
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.1. Terjadinya keadaan Hipertrombinemia
Hal ini menunjukkan bahwa tissue factor TF pathway, lebih berperan dari pada contact factor pathway, dalam terciptanya suatu keadaan hipertrombinemia
pada DIC, hal ini terlihat dalam suatu model eksperimental human endotoxemia. Dalam keadaan endotoxin-induced DIC, peningkatan mediator tumor necrosis factor
TNF dan pelepasan interleukin IL-6 tidak menunjukkan perubahan apapun pada contact system. Secara kontras, blokade TFfactor VIIa pathway memakai antibodi
monoclonal TF yang secara langsung menghambat pembentukan trombin dan mencegah munculnya onset DIC. Aktivasi TF pathway bisa disebabkan oleh
kerusakan jaringan, yang terjadi akibat trauma berat, septikemia atau kanker.
22
Trauma yang berat, merangsang pelepasan fospolipid jaringan, hal ini akan mengaktivasi kaskade pembekuan. Sekali dikeluarkan, kompleks TF dan faktor VII,
akan diaktivasi oleh faktor Xa membentuk kompleks TFVIIa. Kompleks TFVIIa mengaktifkan faktor IX dan X, menyebabkan pembentukan trombin. Trombin
memiliki peranan penting untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Trombin lalu mengaktifkan faktor V menjadi Va dan faktor VIII menjadi VIIIa, yang secara cepat
memacu pembentukan trombin.
22
2.2.3.2. Aktivasi Antikoagulan Physiologic
Secara normal, kadar trombin diatur oleh anticoagulants antithrombin alami, protein C, dan TF pathway inhibitor TFPI. Antitrombin dan protein C cenderung
menurun dalam keadaan DIC. Kadar Antitrombin bisa menjadi lebih rendah akibat pemakaian untuk mengurangi trombin. Sebagai tambahan, interaksi pelepasan
elastase dengan pelepasan neutrofil dalam keadaan septikemia, dan anoksia hepar yang terjadi mengakibatkan penurunan kadar antitrombin. Kadar C, salah satu
Universitas Sumatera Utara
inhibitor penting lainnya, juga dapat menurun hal ini berhubungan dengan kebocoran kapiler, berkurangnya sintesis akibat rusaknya hepar, dan atau pengurangan jumlah
trombomodulin di permukaan pembuluh darah down-regulation. Hal ini terjadi karena pelepasan TNF-
α dan pro-inflammatory cytokines lainnya.
23
2.2.3.3. Pengaruh Fibrinolisis pada kejadian DIC
Suatu penelitian eksperimental terhadap DIC yang disebabkan sepsis menunjukkan peningkatan aktivitas fibrinolitik akibat pelepasan tissue plasminogen
activator TPA dari sel endotel. Hiperfibrinolisis yang terjadi diikuti oleh pelepasan plasminogen activator inhibitor-1 PAI-1 secara cepat, hal ini akan menekan
fibrinolisis, yang memiliki peran penting dalam patogenesis DIC. Mutasi dari fungsional gen PAI-1 4G5G polymorphism juga terjadi pada DIC. Mutasi ini
meningkatkan jumlah PAI-1 dalam plasma.
23
Gambar 2. Mekanisme terjadinya perdarahan pada DIC
8
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.4. Aktivasi dan Pelepasan Inflammatory Cytokines dalam patogenesis
DIC
Hal ini membuktikan bahwa aktivasi sistem pembekuan yang secara tidak langsung memicu kaskade inflamasi, karenanya hal ini secara bergantian memicu
sintesis pro-inflammatory cytokines sel endothelial. Cytokines dan mediator inflamasi lainnya akan mengawali proses koagulasi. Inflammatory cytokine thrombin dan
serine protease lainnya berikatan dengan protease-activated receptors pada permukaan sel, hal ini akan merangsang terjadinya inflamasi dan pembekuan.
Activated protein C APC telah diakui sebagai mediator respon anti inflamasi. Respon ini didapatkan dengan penghambatan produksi TNF, IL-
1β, IL-6, and IL-8 oleh endotoksin yang terbentuk. Karenanya, berkurangnya kadar protein C dapat
memicu bahkan menimbulkan suatu pro-inflammatory state, yang menimbulkan reaksi koagulasi.
23
Kebanyakan pasien DIC terdiagnosa lalu diterapi pada fase trombotik, dan telah terjadi perdarahan hipokoagulabilitas pada kasus DIC akut maupun kronis.
Perdarahan hebat pada pasien DIC selalu terjadi setelah prosedur pencabutan gigi, operasi panggul, aneurisma aorta, leukemia , dan penyakit lainnya. Perdarahan akut
yang hebat bisa terjadi pada pasien usia tua yang menderita DIC kronis.
23
DIC, bisa juga digambarkan sebagai dua fase fenomena trombohemoragik, keadaan trombosis terkadang memicu perdarahan. Kondisi klinis yang mendasari
keadaan DIC dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas akibat aktivasi kaskade koagulasi dengan penurunan antikoagulasi alami, pembentukan pro-inflammatory
cytokines, dan abnormalitas fibrinolytic pathway. Status hiperkoagulasi, jika berlanjut, dapat menurunkan faktor pembekuan dan jumlah trombosit karena
Universitas Sumatera Utara
penggunaan, dan terkadang memicu terjadinya gangguan perdarahan consumptive coagulopathy.
23
DIC akut hanya terjadi jika mekanisme kompensasi hemostasis yang normal terjadi berlebihan. Aktivasi trombosit secara langsung pada keadaan septikemi dan
viremia. Aktivasi trombosit terjadi karena kerusakan endotel pembuluh darah diikuti dengan pembentukan trombin melalui kaskade koagulasi. Kombinasi dari defisiensi
faktor koagulasi, trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit, dan terhambatnya aksi dari peningkatan FDPs Fibrin Degragation Products, menimbulkan
kecenderungan untuk terjadinya perdarahan yang luas dan terus menerus.
20
DIC kronik atau yang sudah berkompensasi merupakan hasil dari stimulasi yang lemah atau pun berkurang. Pada beberapa pasien, penghancuran dan
timbulnya faktor koagulasi dan jumlah trombosit masih seimbang.
20
2.2.4. DIC yang terkait dengan kejadian preklamsia, eklamsia, dan HELLP sindrom
6,20
Preklamsia, eklamsia, dan HELLP sindrom sepertinya merupakan keadaan progresif dari proses patofisiologi yang sama. Sayangnya, patofisiologinya sendiri
juga belum jelas. Hal ini semakin tidak jelas untuk proses kerusakan endotel yang dapat mengaktivasi protein prokoagulan dan trombosit atau mungkin saja kerusakan
ini diawali oleh gangguan prokoagulan dan trombosit yang pada akhirnya akan menghancurkan endotel; hal terakhir ini adalah keadaan yang lebih sering terjadi.
Jika seorang wanita mengalami eklamsia, kemungkinan wanita tersebut untuk mengalami trombositopenia secara khusus adalah 18, dan kemungkinan untuk
mengalami DIC sekitar 11, dan untuk mengalami HELLP sindrom adalah sekitar 15. Wanita dengan preeklamsia-eklamsia yang mengalami gangguan koagulasi
Universitas Sumatera Utara
trombositopenia, HELLP, atau DIC , memiliki angka kematian sekitar 16 sampai 50, angka kematian bayi mencapai 40 bahkan lebih.
6
Sekitar 16 preeklamsia dan eklamsia akan mengalami solusio plasenta, yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya DIC dan kematian ibu dan janin.
Pada kasus eklamsia DIC terjadi terbatas pada mikrosirkulasi ginjal dan plasenta, walaupun begitu setidaknya 10-15 wanita akan berkembang menjadi sistemik
dan luas.
6
2.2.5. DIC yang terkait dengan kejadian Emboli Air Ketuban