Permasalahan Tujuan Penelitian Voluntary Counseling and Testing VCT

minat memanfaatkan pelayanan Voluntary Counseling and Testing VCT di Kota Langsa tahun 2014.

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana analisis persepsi penyakit dan nilai syariat Islami terhadap minat memanfaatkan pelayanan Voluntary Counseling and Testing VCT di Kota Langsa.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi penyakit dan nilai syariat Islami terhadap minat memanfaatkan pelayanan Voluntary Counseling and Testing VCT di Kota Langsa.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah 1. Menjadi masukan bagi Klinik VCT RSUD Kota Langsa dalam meningkatkan sosialisasi dan pengembangan program pelayanan VCT ke masyarakat, agar dapat meningkatkan cakupan pelayanan VCT dan menurunkan kasus-kasus HIVAIDS di Kota Langsa. 2. Menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Langsa dalam meningkatkan upaya promosi kesehatan khususnya dalam promosi pencegahan HIVAIDS di Kota Langsa. 3. Menjadi masukan bagi pengembangan pengetahuan dan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Hakekat dasar penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan terhadap kesehatan sedemikian rupa sehingga kesehatan para pemakai jasa pelayanan kesehatan tersebut tetap terpelihara. Pelayanan kesehatan dapat dikategorikan sempurna bila memenuhi kebutuhan dan tuntutan setiap konsumen pasien yang terkait dengan timbulnya rasa puas terhadap pelayanan kesehatan Azwar, 2008.

2.1.1. Perilaku Masyarakat dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Sebelum mulai membahas model utama dan kecenderungan dalam menggunakan pelayanan kesehatan, kita akan memperhatikan konsep kerangka kerja utama dari pelayanan kesehatan tersebut. Pada prinsipnya ada dua kategori pelayanan kesehatan yaitu pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada publik masyarakat dan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada perorangan pribadi Muninjaya, 2010.

2.1.2. Tipe Umum dan Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Berbagai pendekatan dipakai dalam penelitian pemanfaatan pelayanan kesehatan yang menurut jenisnya dibedakan ke dalam delapan kategori yang didasarkan pada tipe-tipe variabel yang digunakan sebagai determinan-determinan penggunaan pelayanan kesehatan. Universitas Sumatera Utara Tujuan tipe-tipe kategori dari model-model penggunaan pelayanan kesehatan tersebut adalah kependudukan, struktur sosial, psikologi sosial, sumber keluarga, sumber daya masyarakat, organisasi, model-model sistem kesehatan, dan model kepercayaan kesehatan. 1 Model Demografi Kependudukan Dalam model ini tipe variabel-variabel yang dipakai adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah anggota keluarga. Variabke-variabel ini digunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator fisiologis yang berbeda umur, jenis kelamin dan siklus hidup status perkawinan, jumlah anggota keluarga dengan asumsi bahwa perbedaan derajat kesehatan, derajat kesakitan, dan penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel demografi tersebut. Karakteristik demografi juga mencerminkan atau berhubungan dengan karakteristik sosial perbedaan sosial dari jenis kelamin mempengaruhi berbagai tipe dan ciri-ciri sosial. 2 Model Struktur Sosial Sosial Structur Models Model ini menjelaskan bahwa pemanfaatan pelayanan didominasi oleh faktor pendidikan, pekerjaan dan kebangsaan. Variabel-variael ini mencerminkan keadaan sosial dan individu atau keluarga di dalam masyarakat. Mereka mengingatkan akan berbagai gaya kehidupan yang diperlihatkan oleh individu-individu dan keluarga dari kedudukan sosial tertentu Natoatmodjo, 2009. Universitas Sumatera Utara Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini, yang ditentukan oleh lingkungan sosial, fisik dan psikologis. Kita ketahui nahwa individu-individu yang berbeda suku bangsa, pekerjaan atau tingkat pendidikan mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan bereaksi terhadap kesehatan mereka. Dengan kata lain, pendekatan struktur sosial didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dengan latar belakang struktur sosial yang bertentangan akan menggunakan pelayanan kesehatan dengan cara yang tertentu pula. 3 Model Sosial Psikologis Psychological Models Dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah ukuran dari sikap dan keyakinan individu. Variabel-variabel sosiopsikologis pada umumnya terdiri dari empat kategori, yaitu: 1 Pengertian kerentanan terhadap peyakit 2 Pengertian keseluruhan dari penyakit 3 Keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan, dalam menghadapi penyakit 4 Kesiapan tindakan individu. 4 Model Sumber Keluarga Family Resouce Models Pada model ini variabel bebas yang dipakai aaadalah pendapatan keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Karakteristik ini untuk mengukur kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan mereka. Universitas Sumatera Utara 5 Model Sumber Daya Masyarakat Dalam model ini tipe model yang digunakan adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber di dalam masyarakat. Model sumber daya masyarakat selanjutnya adalah suplai ekonomis yang terfokus pada ketersediasan sumber-sumber kesehatan pada masyarakat setempat. Dengan demikian model ini memindahkan pelayanan kesehatan dari tingkat individu atau keluarga ke tingkat masyarakat Sarwono, 2006. 6 Model Organisasi Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pencerminan perbedaan bentuk- bentuk sistem pelayanan kesehatan. Biasanya variabel yang digunakan adalah: 1 Gaya style praktik pengobatan sendiri, rekanan atau grup 2 Sifat nature dari pelayanan tersebut membayar langsung atau tidak 3 Letak dari pelayanan tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik 4 Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien dokter, perawat, asisten dokter. 7 Model Sistem Kesehatan Model sistem kesehatan mengintegrasikan keenam model terdahulu ke dalam model yang lebih sempurna. Untuk itu maka variabel demografi, ciri-ciri struktur sosial, sikap, dan keyakinan individu atau keluarga, sumber-sumber di dalam masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan yang ada, digunakan bersama dengan Universitas Sumatera Utara faktor-faktor yang berhubungan seperti kebijaksanaan dan struktur ekonomi pada masyarakat yang lebih luas negara Sarwono, 2006 Dengan demikian apabila dilakukan analisis terhadap penyediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka harus diperhitungkan juga faktor-faktor yang terlibat di dalamnya. Dalam melakukan penelitian perilaku sehubungan dengan penggunaan fasilitas-fasilitas kesehatan, semua variabel dari berbagai model tersebut dihubungkan dengan perilaku mereka terhadap fasilitas, dan juga dilihat variabel mana yang paling dominan pengaruhnya. 8 Model Kepercayaan kesehatan The Health Belief Models Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosio- psikologis. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menrima usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit preventive health behavior oleh Becker tahun 1974 yang dikembangkan dari teori Lewin tahun 1954 menjadi model kepercayaan kesehatan health belief model Sarwono, 2006. Ada empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan seseorang apabila bertindak melawan atau mengobati penyakitnya, yaitu : 1 Kerentanan yang dirasakan Perceived susceptibility Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan suceptible terhadap penyakit tersebut. Universitas Sumatera Utara 2 Keseriusan yang dirasakan Perceived seriousness Tindakan seseorang untuk mencari pengobatann dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh persepsi keseriusan penyakit tersebut. 3 Manfaat dan rintangan yang dirasakan perceived benefits and baririers Apabila seseorang merasa dirinya rentan terhadap penyakit-penyakit yang dianggap gawat serius, ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan tersebut tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam tindakan tersebut. 4 Isyarat atau tanda-tanda Cues Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut misalnya, pesan-pesan media massa, nasihat atau anjuran kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya. 9 Model Sistem Kesehatan Health System Model Model sistem kesehatan Health System Model yang berupa model kepercayaan kesehatan. Dalam model Andersen ini terdapat tiga kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1 Karakteristik predisposisi Predisposing characterictics Masing-masing individu memiliki kecenderungan yang berbeda dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat diramalkan dengan karakteristik pasien yag telah ada sebelum timbulnya episode sakit. Karakteristik ini meliputi: ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan tentang kesehatan. 2 Karakteristik pendukung Enabling characterisrics Karakteristik pendukung ini antara lain, pendapatan, asuransi kesehatan dan ketercapaian sumber pelayanan kesehatan yang ada. Bila faktor ini terpenuhi maka individu cenderung menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada pada saat sakit. 3 Karakteristik Kebutuhan Need characteristics Faktor ini lebih menitikberatkan pada masalah apakah individu beserta keluarganya merasakan adanya penyakit, atau kemungkinan untuk terjadinya sakit. Kebutuhan diukur dengan ”perceived need” dan ”evaluated need” melalui jumlah hari individu tidak bisa bekerja, gejala yang dialaminya, penilaian individu tentang status kesehatannya. Salah satu faktor dalam karakteristik predisposisi yang menentukan perilaku dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah kepercayaan tentang kesehatan health beliefs model. Kepercayaan tentang kesehatan terkait dengan aspek persepsi, sikap dan pengetahuan tentang penyakit dan pelayanan kesehatan. Universitas Sumatera Utara

2.2. Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Anderson menggambarkan model sistem kesehatan Health System Model berupa model kepercayaan kesehatan. Dalam model Anderson terdapat tiga kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yakni karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung dan karakteristik kebutuhan.

2.2.1. Karakteristik Predisposing

Karaktristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda- beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan ke dalam kelompok. Karakteristik predisposisi ini terdiri dari : 1 Demografi : umur, jenis kelamin, status pernikahan. 2 Struktur sosial : tingkat pendidikan, pekerjaan, suku atau ras. 3 Kepercayaan kesehatan: sikap dan kemampuan petugas kesehatan, fasilitas kesehatan, pengetahuan tentang penyakit, nilai terhadap penyakit.

2.2.2. Karakteristik Enabling

Karakteristik enabling terdiri dari : 1 Sumber keluarga : pendapatan, asuransi kesehatan, jenis dan aset sumber daya keluarga. 2 Sumber masyarakat : rasio antara jumlah pasien dengan fasilitas kesehatan yang tersedia, harga dari setiap pelayanan kesehatan, karakter penduduk. pengetahuan tentang penyakit, nilai terhadap penyakit. Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Karakteristik Need

Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk menggunakan pelayanan kesehatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposing dan enabling itu ada. Kebutuhan need di sini dibagi menjadi 2 kategori yaitu dirasa atau perceived subject assessment dan evaluated clinical diagnosis.

2.3. Voluntary Counseling and Testing VCT

Konseling dan tes HIV sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counseling and Testing VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan AIDS berkelanjutan. Program VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk pencegahan primer melalui konseling dan KIE komunikasi, informasi dan edukasi seperti pemahaman HIV, pencegahan penularan dari ibu ke anak Prevention of Mother To Child Transmission-PMTCT dan akses terapi infeksi oportunistik, seperti infeksi menular seksual. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya, mengerti tanggung jawab untuk menurunkan Universitas Sumatera Utara perilaku berisiko dan mencegah penularan infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat KPA, 2008. Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS. Adapun peranan VCT adalah 1 layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, dan terapi infeksi oportunistik, 2 VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih,menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. 3 Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi, dan risiko Kementerian Kesehatan RI, 2005. VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratoruim. Test HIV Universitas Sumatera Utara dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. Adapun manfaat dari VCT adalah: 1. Merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV dan AIDS 2. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan atas kebutuhan klien seperti perubahan perilaku, dukungan mental, dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV dan AIDS 3. Mengurangi stigma masyarakat 4. Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan mental 5. Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik kesehatan maupun psikososial. Ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi dalam pelayanan VCT, yakni VCT harus dilakukan dengan a sukarela, tanpa paksaan, b kerahasiaan terjamin: proses dan hasil tes rahasia dalam arti hanya diketahui dokterkonselor dan klien, c harus dengan konseling, d VCT tidak boleh dilakukan tanpa adanya konseling atau dilakukan secara diam-diam, dan e harus ada persetujuan dari pasien dalam bentuk penandatanganan ‘Lembar Persetujuan’ informed consent. Tujuan umum VCT adalah untuk mempromosikan perubahan perilaku yang mengurangi risiko mendapat infeksi dan penyebaran HIV. Sedangkan Tujuan Khusus VCT Bagi ODHA antara lain: Universitas Sumatera Utara 1. Meningkatkan jumlah ODHA yang mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV. Saat ini sangat sedikit orang di Indonesia yang diketahui terinfeksi HIV. Kurang dari 2,5 orang diperkirakan telah terinfeksi HIV mengetahui bahwa dirinya terinfeksi. 2. Mempercepat diagnosa HIV. Sebagian besar ODHA di Indonesia baru mengetahui bahwa dirinya terinfeksi setelah mencapai tahap simtomatik bergejala dan masuk ke stadium AIDS, bahkan dalam keadaan hampir meninggal. Dengan diagnosa lebih dini, ODHA mendapat kesempatan untuk melindungi diri dan pasangannya, serta melibatkan dirinya dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, sesuai dengan asas keterlibatan lebih besar oleh ODHA GIPA-Greater Involvement of People with AIDS yang dideklarasikan pada KTT AIDS Paris 1994, yang ditanda tangani 42 negara termasuk Indonesia. 3. Meningkatkan penggunaan layanan kesehatan dan pencegahan terjadinya infeksi lain pada ODHA. ODHA yang belum mengetahui dirinya terinfeksi HIV tidak dapat mengambil manfaat profilaksis tehadap infeksi oportunistik, yang sebetulnya sangatlah mudah dan efektif. Selain itu, mereka juga tidak dapat memperoleh terapi antiretroviral secara lebih awal, sebelum sistem kekebalan tubuhnya rusak total dan tidak dapat dipulihkan kembali. 4. Meningkatkan kepatuhan terhadap terapi antiretroviral. Agar virus tidak menjadi resisten dan efektifitas obat dapat dipertahankan diperlukan kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan. Kepatuhan tersebut didorong oleh pemberian informasi Universitas Sumatera Utara yang lengkap, dan pemahaman terhadap informasi tersebut, serta dukungan oleh pendamping. 5. Meningkatkan jumlah ODHA yang berperilaku hidup sehat dan melanjutkan perilaku yang kurang berisiko terhadap penularan HIV dan IMS. Jika sebagian ODHA tahu status HIV dirinya, dan berperilaku sehat agar tidak menulari orang lain maka mata rantai epidemi HIV akan terputus. VCT adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam upaya menanggulangi HIVAIDS. VCT ini diperlukan karena orang yang positif HIV dengan orang yang sehat itu tidak bisa dibedakan hanya dari penampilan luarnya saja. Oleh karena itu untuk mengetahui seseorang negatif atau positif tertular HIV hanya bisa dilakukan lewat tes HIV. Memeriksakan diri untuk tes HIV merupakan langkah yang penting dalam kehidupan seseorang terutama mereka yang pernah melakukan perilaku beresiko tinggi tertular HIVAIDS. Namun demikian pemeriksaan tersebut harus selalu disertai dengan konseling baik sebelum dan sesudah tes HIV. Oleh karena itu sangat dianjurkan bagi individu yang pernah melakukan perilaku beresiko tinggi tertular HIVAIDS agar mau melakukan VCT sehingga mereka dapat lebih yakin mengetahui apakah terinfeksi virus HIV atau tidak karena semakin dini individu mendapatkan pengobatan maka semakin besar kemungkinan bahwa pengobatannya akan efektif. Stigma dan diskriminasi yang ditujukan kepada penderita HIVAIDS membuat mereka tidak mau melakukan pemeriksaan VCT Purwaningsih, 2011. Universitas Sumatera Utara Setiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan untuk mengatasi gangguan kesehatan yang dirasakan. Semua itu tergantung pada belief masing-masing individu apakah dia mau mengakses layanan kesehatan yang ada atau tidak. Belief yang dimaksud berkaitan dengan kognitif seperti pengetahuan tentang masalah kesehatan dan persepsi individu mengenai simptom penyakit yang dirasakan Sarwono, 2006. Persepsi individu terhadap suatu penyakit dibahas dalam health belief model yang melibatkan dua penilaian yaitu perceived threat dan perceived benefit dan barriers. Perceived threat yaitu ancaman yang dirasakan individu terhadap simptom penyakit yang dialami. Semakin individu merasa terancam dengan simptom penyakit yang ia alami maka semakin cepat individu mencari pertolongan medis. Perceived benefits yaitu penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat ketika mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan dan perceived barriers yaitu penilaian individu mengenai hambatan yang diperoleh ketika mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan. Belief yang dimiliki oleh masing-masing individu terhadap masalah kesehatan yang dirasakan akan menentukan bagaimana individu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Jika dikaitkan dengan kasus HIVAIDS, pengetahuan individu mengenai cara-cara penularan HIV, perilaku beresiko apa yang dapat menularkan HIV dan persepsi individu mengenai masalah HIVAIDS akan mempengaruhi bagaimana pemanfaatan layanan VCT yang akan dilakukan. Jika individu merasa dengan melakukan VCT dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi Universitas Sumatera Utara kerentanan tertular HIV, memperoleh manfaatkeuntungan yang lebih besar daripada hambatankerugian maka individu tersebut akan memanfatkan layanan VCT yang ada untuk mengatasi masalah yang dirasakan, mengurangi perilaku beresiko, merencanakan perubahaan perilaku sehat dan demikian pula dengan sebaliknya.

2.4. Persepsi

Dokumen yang terkait

Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Niat Ibu Hamil Untuk memanfaatkan Layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) Di wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014

5 30 193

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV/AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

7 56 148

Pengantar Konseling VCT (Voluntary Counseling and Testing).

0 0 22

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 0 18

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 0 2

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 0 13

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 2 46

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 2 4

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 1 18

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU VCT (VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING) HIVAIDS PADA IBU RUMAH TANGGA DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU VCT (VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING)

0 0 11