Analisis Persepsi Penyakit dan Nilai Syariat Islami terhadap Minat Memanfaatkan Pelayanan Voluntary Counseling And Testing (VCT) di Kota Langsa

(1)

1

ANALISIS PERSEPSI PENYAKIT DAN NILAI SYARIAT ISLAMI TERHADAP MINAT MEMANFAATKAN PELAYANAN

VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) DI KOTA LANGSA

TESIS

Oleh

T. CHIK MOHAMED IQBAL FAURIZA 127032135/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS PERSEPSI PENYAKIT DAN NILAI SYARIAT ISLAMI TERHADAP MINAT MEMANFAATKAN PELAYANAN

VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) DI KOTA LANGSA

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

T.CHIK MOHAMED IQBAL FAURIZA 127032135/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PERSEPSI PENYAKIT DAN NILAI SYARIAT ISLAMI TERHADAP MINAT

MEMANFAATKAN PELAYANAN

VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING DI KOTA LANGSA

Nama Mahasiswa : T.Chik Mohamed Iqbal Fauriza Nomor Induk Mahasiswa : 127032135

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. Muslich Lutfi, M.B.A, I.D.S) (dr. Heldy BZ, M.P.H

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 29 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Drs. Muslich Lutfi, M.B.A, I.D.S Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H

2. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D 3. Dra. Syarifah, M.S


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS PERSEPSI PENYAKIT DAN NILAI SYARIAT ISLAMI TERHADAP MINAT MEMANFAATKAN PELAYANAN

VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) DI KOTA LANGSA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain. Kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

T.Chik Mohamed Iqbal Fauriza 127032135/IKM


(6)

ABSTRAK

Penyakit HIV/AIDS merupakan permasalahan kesehatan yang bersifat pandemi. Berbagai upaya dilakukan salah satunya adalah dengan memberikan konsultasi terhadap masyarakat mengenai aktivitas-aktivitas yang dapat menjaring pendrita HIV/AIDS atau yang lebih dikenal dengan nama klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT). Adanya trend pemanfaatan pelayanan VCT mendeskripsikan adanya fenomena epidemiologi HIV/AIDS di kota Langsa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi penyakit dan nilai syariat Islami terhadap minat memanfaatkan pelayanan VCT di Kota Langsa.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, dimana pendekatan kuantitatif dan kualitatif dilakukan secara bersamaan (Concurrent Triangulation Strategy) kemudian membandingkan data yang diperoleh untuk kemudian menemukan mana data yang dapat digabung dan dibedakan. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan dengan menjadikan masyarakat pengguna klinik dan petugas kesehatan di klinik serta tokoh agama sebagai informannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat informan memanfaatkan pelayanan VCT dipengaruhi oleh persepsi terhadap ancaman penyakit bagi kehidupan, persepsi tentang keparahan. Faktor lain yang juga mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan VCT adalah, himbauan petugas kesehatan untuk memanfaatkan pelayanan VCT, pemanfaatan media berupa radio, pengetahuan. Sedangkan faktor persepsi keparahan dan persepsi tentang nilai syariat Islam tidak mempengaruhi informan dalam memanfaatkan pelayanan VCT di kota Langsa.

Perlu ditingkatkan penyampaian informasi tentang HIV/AIDS dalam media yang lainnya agar terjadi peningkatan pemanfaatan pelayanan VCT. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan perlu dilakukan kepada petugas rumah sakit, agar setiap petugas mampu mengarahkan secara objektif kepada pasien untuk memanfaatkan pelayanan VCT

Kata Kunci : Klinik Voluntary Counseling and Testing VCT, Persepsi Penyakit, Nilai Syariat Islam, Langsa


(7)

ABSTRACT

HIV/AIDS is a pandemic health problem. One of the various attempts which have been done is by providing consultation for people about any activities which can attract HIV/AIDS patients which is known as VCT Clinic. The trend of using VCT service indicates the existence of the phenomena of HIV/AIDS epidemiology at Langsa. The objective of the research was to analyze the perception of the disease and the value of Islamic canon law on the interest in using Voluntary Counseling and Testing (VCT) service at Langsa.

The research used quantitative and qualitative approach which was done simultaneously (Concurrent Triangulation Strategy) and compared with the obtained data to find out which data could be combined and which ones could be compared. The research was conducted in six months by using the users of the clinic, the health care providers in the clinic, and religious figures as informants.

The result of the research showed that the informants' interest in using VCT service was influenced by the perception on the threat of the disease to life and the perception on the seriousness. Other factors which also influenced people to use VCT clinic were the appeal of health care providers to use VCT service, the use of media like radio, and knowledge. Meanwhile, the factor of the perception on seriousness and the perception on the value of the Islamic canon law did not have any influence on the informants in using VCT service at Langsa.

It is recommended that giving information about HIV/AIDS in other media should be improved so that the use of VCT service will increase. Knowledge and skill of hospital personnel should be improved so that they will be able to persuade patients objectively to use VCT service.

Keywords: VCT Clinic, Perception on Disease, Value of the Islamic Canon Law, Langsa


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunianya-Nya sehingga dapat menyelesaikan Tesis dengan judul : “Analisis Persepsi Penyakit dan Nilai Syariat Islami terhadap Minat Memanfaatkan Pelayanan Voluntary Counseling And Testing (VCT) di Kota Langsa”. Tesis ini ditulis sebagai persyaratan melakukan penelitian di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian Tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada,

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Drs. Muslich Lutfi, M.B.A, I.D.S Selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan baik moril maupun pengetahuan sekaligus mendorong penulis untuk menyelesaikan Tesis ini dengan tepat waktu.


(9)

5. dr. Heldy BZ, M.P.H selaku Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berkomunikasi sekaligus memberikan saran, masukan dan arahan serta motivasi selama penulisan tesis ini.

6. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D selaku Penguji I yang memberikan saran-saran positif yang membangun dalam meningkatkan kualitas Tesis.

7. Dra. Syarifah, M.S selaku Penguji II yang sangat berperan dalam memberikan penguatan pada Tesis ini dengan semua saran yang konstruktif.

8. dr. Syarbaini, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Langsa yang memberi motivasi dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

9. dr. Herman I. selaku Direktur RSUD Kota Langsa yang telah memberi izin untuk penulis dalam menelusuri setiap tempat dan informan dalam upaya meningkatkan kualitas Tesis ini.

10. Penangung Jawab klinik VCT RSUD Kota Langsa yang memberikan informasi dan kesempatan dengan masyarakat pengguna klinik.

11. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta Kakak dan adik-adiku tersayang yang selalu memberi motivasi dan semangat hidup untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

12. Teman-teman yang ada di Dinas Kesehatan kota Langsa dan Puskesmas Langsa Kota yang sangat besar pengaruhnya dalam menemani penulis dalam menuntaskan penelitian ini serta memberikan dukungan dan do’a selama


(10)

mengikuti pendidikan di Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

13. Rekan-rekan angkatan Tahun 2012 di Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang turut memberi semangat dalam belajar, semoga perjuangan ini selalu membekas dalam napak tilas kehidupan kita, sehingga menjadi bekal dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di tempat masing-masing.

14. Seluruh pihak yang turut berperan dalam proses penyelesaian tesis ini yang namanya tak bisa disebutkan satu-persatu.

Semoga seluruh kebaikan, bimbingan dan dukungan yang diberikan semua pihak mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Peneliti juga menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan tesis ini, oleh sebab itu penulis sangat berharap saran yang dapat melengkapi kesempurnaan tesis ini dari setiap pihak yang membaca Tesis ini.

Medan, Oktober 2014

T.Chik Mohamed Iqbal Fauriza 127032135/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

T. Chik Mohamed Iqbal Fauriza lahir di daerah Punteuet tepat pada tanggal 12 April 1982. Penulis lahir dari orang tua yang bernama Muchtar Hasan (Ayah), dan Cut Andar Asma, T.B, SE (Ibu). Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikannya dari SD Negeri Punteut tahun 1994, MTs Ulumul Qur’an Langsa tahun 1997, MAN I Lhokseumawe tahun 2000. Kemudian pada tahun 2000 penulis menempuh pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Unsyiah Provinsi Aceh ditamatkan tahun 2009. Sekarang sedang menempuh pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Setelah menamatkan pendidikan dokter penulis langsung bekerja di Dinas Kesehatan kota Langsa sebagai staf puskesmas. Kemudian pada tahun 2013 penulis di angkat sebagai kepala puskesmas di dinas kesehatan kota Langsa sampai sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 10

2.1.1. Perilaku Masyarakat dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 10

2.1.2. Tipe Umum dan Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 10

2.2. Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 17

2.2.1. Karakteristik Predisposing ... 17

2.2.2. Karakteristik Enabling ... 17

2.2.3. Karakteristik Need ... 18

2.3. Voluntary Counseling and Testing (VCT) ... 18

2.4. Persepsi ... 24

2.5. Nilai Syariat Islam di Aceh ... 28

2.6. Landasan Teori ... 33

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis Penelitian ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2. Waktu Penelitian ... 36


(13)

3.4. Defenisi Operasional ... 37

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.6. Metode Analisis Data ... 40

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1. Gambaran Geografis di Kota Langsa ... 42

4.1.2. Gambaran Kependudukan di Kota Langsa ... 42

4.2. Ganbaran Umum Rumah Sakit Daerah (RSUD) Kota Langsa . 44 4.2.1. Sejarah Perkembangan RSUD Kota Langsa ... 44

4.2.2. Visi, Misi dan Motto RSUD Kota Langsa ... 45

4.2.3. Jenis Pelayanan pada RSUD Kota Langsa ... 45

4.2.4. Pelayanan VCT di RSUD Kota Langsa ... 46

4.3. Karakteristik Responden dan Informan ... 47

4.4. Persepsi Informan tentang Penyakit ... 48

4.4.1. Persepsi Informan tentang Keran Penyakit ... 48

4.4.2. Persepsi Informan tentang Keparahan Penyakit ... 52

4.4.3. Persepsi Informan tentang Ancaman Penyakit ... 55

4.5. Persepsi Informan terhadap Nilai Syariat Islam ... 58

4.6. Minat Memanfaat Pelayanan VCT ... 64

BAB 5. PPEMBAHASAN ... 68

5.1. Analisis Persepsi Penyakit terhadap Minat Memanfaatkan VCT ... 68

5.1.1. Pengaruh Persepsi Kerentanan Penyakit terhadap Minat Memanfaatkan VCT ... 68

5.1.2. Pengaruh Persepsi Keparahan Penyakit terhadap Minat Memanfaatkan VCT ... 70

5.1.3. Pengaruh Persepsi Ancaman Penyakit terhadap Minat Memanfaatkan VCT ... 71

5.2. Analisis Persepsi Nilai Syariat Islam terhadap Minat Memanfaatkan VCT ... 73

5.3. Faktor Lain yang Memengaruhi Minat Memanfaatkan Pelayanan VCT ... 76

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Informan Penelitian ... 37

3.2. Skala Ukur Variabel Penelitian ... 38

4.1. Distribusi Jumlah penduduk Kota Langsa Berdasarkan Kecamatan Tahun 2013 ... 43

4.2. Jumlah Kunjungan Klinik VCT Januari-Juni 2014 di Klinik VCT RSUD Kota Langsa ... 46

4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden ... 47

4.4. Informan Penelitian ... 48

4.5. Distribusi Frekuensi Persepsi Kerentanan Penyakit Berdasarkan Pertanyaan ... 49

4.6. Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Kerentanan Penyakit ... 50

4.7. Matriks Tentang Persepsi Informan tentang HIV/AIDS ... 50

4.8. Matriks Persepsi Informan tentang Kerentanan Penyakit ... 51

4.9. Distribusi Frekuensi Persepsi Keparahan Penyakit Berdasarkan Pertanyaan ... 52

4.10. Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Keparahan Penyakit ... 53

4.11. Matriks Persepsi Informan tentang Keparahan Penyakit ... 54

4.12. Distribusi Frekuensi Persepsi Ancaman Penyakit Berdasarkan Pertanyaan ... 55


(15)

4.13. Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Ancaman Penyakit ... 56 4.14. Matriks Persepsi Informan Tentang Ancaman Penyakit ... 56 4.15. Distribusi Frekuensi Deskripsi Persepsi Responden terhadap Nilai

Syariat Islam dan HIV/AIDS ... 58 4.16. Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi terhadap Nilai Syariat Islam ... 59 4.17. Matriks Persepsi Informan tentang Nilai Syariat Islam ... 60 4.18. Matriks Persepsi Informan tentang Nilai Syariat Islam dalam

Pencegahan HIV/AIDS ... 61 4.19. Matriks Persepsi Informan tentang Nilai Syariat Islam dalam

Pencegahan HIV/AIDS ... 63 4.20. Matriks Persepsi Informan tentang Minat Memanfaatkan VCT ... 65 4.21. Matriks Persepsi Informan tentang Minat Pasien Memanfaatkan VCT ... 66


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Proses Pembentukan Persepsi ... 26

2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi ... 27

2.3. Kerangka Teori Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan (Modifikasi) ... 34


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Persetujuan Menjadi Responden ... 83

2. Kuesioner Penelitian ... 84

3. Panduan Wawancara ... 87

4. Surat Izin Penelitian ... 89


(18)

ABSTRAK

Penyakit HIV/AIDS merupakan permasalahan kesehatan yang bersifat pandemi. Berbagai upaya dilakukan salah satunya adalah dengan memberikan konsultasi terhadap masyarakat mengenai aktivitas-aktivitas yang dapat menjaring pendrita HIV/AIDS atau yang lebih dikenal dengan nama klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT). Adanya trend pemanfaatan pelayanan VCT mendeskripsikan adanya fenomena epidemiologi HIV/AIDS di kota Langsa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi penyakit dan nilai syariat Islami terhadap minat memanfaatkan pelayanan VCT di Kota Langsa.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, dimana pendekatan kuantitatif dan kualitatif dilakukan secara bersamaan (Concurrent Triangulation Strategy) kemudian membandingkan data yang diperoleh untuk kemudian menemukan mana data yang dapat digabung dan dibedakan. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan dengan menjadikan masyarakat pengguna klinik dan petugas kesehatan di klinik serta tokoh agama sebagai informannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat informan memanfaatkan pelayanan VCT dipengaruhi oleh persepsi terhadap ancaman penyakit bagi kehidupan, persepsi tentang keparahan. Faktor lain yang juga mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan VCT adalah, himbauan petugas kesehatan untuk memanfaatkan pelayanan VCT, pemanfaatan media berupa radio, pengetahuan. Sedangkan faktor persepsi keparahan dan persepsi tentang nilai syariat Islam tidak mempengaruhi informan dalam memanfaatkan pelayanan VCT di kota Langsa.

Perlu ditingkatkan penyampaian informasi tentang HIV/AIDS dalam media yang lainnya agar terjadi peningkatan pemanfaatan pelayanan VCT. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan perlu dilakukan kepada petugas rumah sakit, agar setiap petugas mampu mengarahkan secara objektif kepada pasien untuk memanfaatkan pelayanan VCT

Kata Kunci : Klinik Voluntary Counseling and Testing VCT, Persepsi Penyakit, Nilai Syariat Islam, Langsa


(19)

ABSTRACT

HIV/AIDS is a pandemic health problem. One of the various attempts which have been done is by providing consultation for people about any activities which can attract HIV/AIDS patients which is known as VCT Clinic. The trend of using VCT service indicates the existence of the phenomena of HIV/AIDS epidemiology at Langsa. The objective of the research was to analyze the perception of the disease and the value of Islamic canon law on the interest in using Voluntary Counseling and Testing (VCT) service at Langsa.

The research used quantitative and qualitative approach which was done simultaneously (Concurrent Triangulation Strategy) and compared with the obtained data to find out which data could be combined and which ones could be compared. The research was conducted in six months by using the users of the clinic, the health care providers in the clinic, and religious figures as informants.

The result of the research showed that the informants' interest in using VCT service was influenced by the perception on the threat of the disease to life and the perception on the seriousness. Other factors which also influenced people to use VCT clinic were the appeal of health care providers to use VCT service, the use of media like radio, and knowledge. Meanwhile, the factor of the perception on seriousness and the perception on the value of the Islamic canon law did not have any influence on the informants in using VCT service at Langsa.

It is recommended that giving information about HIV/AIDS in other media should be improved so that the use of VCT service will increase. Knowledge and skill of hospital personnel should be improved so that they will be able to persuade patients objectively to use VCT service.

Keywords: VCT Clinic, Perception on Disease, Value of the Islamic Canon Law, Langsa


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) ditemukan dalam tubuh terutama darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu Ibu (WHO,2007). Penanggulangan HIV/AIDS merupakan agenda prioritas dalam Millenium development Goals (MDGs), dan sesuai dengan hasil pertemuan KTT ASEAN ke-19 di bulan November 2011 dimanfaatkan untuk memobilisasi para Kepala Negara/Pemerintahan negara-negara ASEAN untuk menyatakan komitmennya terhadap tujuan ”an ASEAN with Zero new HIV Infection, Zero Discrimination and Zero HIV Related Deaths” yang diterjemaahkan menjadi “Tidak ada infeksi baru, tidak ada diskriminasi, tidak ada kematian akibat AIDS”pada tahun 2015 (Kementerian Kesehatan RI, 2009).

Status epidemi HIV dan AIDS di Indonesia sudah dinyatakan pada tingkat concentrated epidemic level oleh karena angka prevalensi kasus HIV dan AIDS di kalangan sub populasi tertentu di atas 5%. Berdasarkan Laporan Depkes RI (2012) bahwa sejak pertama kali kasus HIV ditemukan yaitu pada tahun 1987 sampai dengan Maret 2012, terdapat 30.430 kasus AIDS dan 82.870 terinfeksi HIV di 33 propinsi di Indonesia.


(21)

Data Kementerian Kesehatan Kesehatan RI (2013) mendeskripsikan bahaw jumlah kasus HIV tertinggi adalah di DKI Jakarta sebanyak 20.126 kasus. Persentase kumulatif AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (46,0%,), dan rasio kasus AIDS antara laki-laki dengan perempuan adalah 2:1 (laki-laki sebsar 71% dan perempuan sebesar 28%). Selama periode Januari hingga Maret 2012, persentase kasus tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (77%), penggunaan jarum suntik steril pada penasun (8,5%), dari ibu (positif HIV) ke anak (5,1%) dan LSL (Lelaki Suka Lelaki) (2,7%). Jumlah kasus HIV pada usia dibawah 4 tahun tercatat 547 kasus, sedangkan usia 5 – 14 tahun berjumlah 242 kasus. Bahkan di Provinsi Papua dan Papua Barat status epidemi sudah memasuki tingkatan generalized epidemic level oleh karena prevalensi HIV pada masyarakat umum khususnya populasi 15-49 tahun sudah mencapai 2,4%. Epidemi HIV dan AIDS di Indonesia terkonsentrasi pada populasi kunci, yang berasal dari dua cara penularan utama yaitu transmisi seksual dan penggunaan napza suntik.

Beberapa determinan diperkirakan meningkatkan angka kejadian HIV/AIDS antara lain: Lingkungan Sosial ekonomi khususnya kemiskinan, latar belakang kebudayaan/etnis, Keadaan demografi (banyaknya pelabuhan yang disinggahi orang asing). Kelompok masyarakat yang berpotensi punya risiko tinggi HIV adalah status donor darah (penerima transfusi darah, pendonor darah jika alat tidak steril), bayi dari ibu yang dinyatakan menderita AIDS (proses kehamilan, kelahiran dan pemberian ASI), pecandu narkotik (khususnya IDU, tindik dengan alat yang terpapar HIV/AIDS). Individu yang mempunyai banyak pasangan seks pramuria (baik di


(22)

diskotik atau bar, WPS, waria, panti pijat, homo dan heteroseks), Pola hubungan seks, status awal berhubungan seks, orang yang terpenjara, keluarga dengan penderita HIV/AIDS positif (pasangan penderita misal suami/istri) yang tidak menggunakan pelindung, pemakai alat suntik (pecinta tatto, tindik dengan alat terpapar HIV/AIDS) sangat mungkin tertular HIV/AIDS. Penelitian penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa risiko paling tinggi untuk terinfeksi HIV/AIDS yaitu perempuan pekerja seks (Nyoman.K, 2006).

Program penanggulangan HIV dan AIDS telah berjalan di Indonesia kurang lebih selama 20 tahun sejak ditemukannya kasus AIDS yang pertama pada 1987. Hingga kini program penanggulangan telah berkembang pesat meliputi pencegahan hingga pengobatan, perawatan dan dukungan. Perkembangan program ini menunjukkan pula pemahaman yang lebih baik para penyelenggara dan pelaksana program terhadap persoalan HIV dan AIDS serta berkembangnya ragam, besaran dan percepatan respon untuk mengatasinya (KPA,2008).

Berbagai program pemerintah telah dicanangkan dan dilaksanakan dalam mereduksi angka kesakitan HIV/AIDS, dan salah satu program tersebut adalah penyelenggaraan pelayanan VCT atau konseling dalam HIV/AIDS dikenal dengan konseling VCT (Voluntary Counselling and Test). Konseling VCT merupakan kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Kementerian Kesehatan RI, 2010). VCT


(23)

merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HIV/AIDS, dimana dalam konseling VCT pasien akan mendapatkan banyak informasi penting tentang penyakitnya serta dukungan psikologik yang dapat mengurangi efek psikologis dari penyakitnya seperti depresi (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Alfitri, (2008) tentang pengaruh konseling spiritual terhadap koping kepatuhan minum obat ARV pasien HIV/AIDS di Poliklinik RSUP DR. M. Djamil Padang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata nilai kepatuhan kelompok yang mendapatkan intervensi konseling kepatuhan dan konseling spiritual dengan kelompok yang mendapatkan intervensi konseling kepatuhan dengan nilai p=0,016. Sedangkan peneliti belum menemukan penelitian tentang efektifitas konseling VCT terhadap penurunan depresi pada pasien HIV/AIDS.

Voluntary Counseling and Testing (VCT) HIV merupakan entry point untuk memberikan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi orang dengan HIV AIDS (ODHA). VCT dalam bahasa Indonesia disebut konseling dan tes sukarela. VCT yang berkualitas tinggi tidak saja membuat orang mempunyai akses terhadap berbagai layanan, tetapi juga efektif bagi pencegahan terhadap HIV. Layanan VCT dapat digunakan untuk mengubah perilaku berisiko dan memberikan informasi tentang pencegahan HIV (Kemenkes RI, 2010).

Penelitian Haruddin (2007) menemukan bahwa pelaksanaan VCT HIV di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sudah baik dan mengikuti prosedur yang ada, pembiayaan untuk pelayanan VCT digratiskan karena didanai oleh GF ATM,


(24)

kebijakan belum efektif, sarana dan prasarana belum memenuhi standar minimum untuk pelayanan VCT.

Penelitian Purwaningsih (2011) mengemukakan bahwa pelayanan yang diberikan sesuai dengan pedoman nasional pelayanan ODHA, obat antiretroviral cukup tersedia, pencatatan dan pelaporan kasus belum optimal, kapasitas sumber daya manusia sudah memadai, sarana dan prasarana belum memenuhi standar minimum untuk pelayanan VCT HIV, dan ada kecenderungan pemanfaatan pelayanan VCT oleh masyarakat.

Menurut Andersen, et al dalam Natoatmodjo (2009), membagi faktor yang menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan menjadi tiga yaitu pertama,faktor predisposing yaitu kecenderungan individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan seperti keadaan demografi, keadaan sosial, sikap dan terhadap pelayanan kesehatan. Kedua, faktor pendukung yaitu faktor yang menunjukkan kemampuan individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan, yang ditunjukkan oleh variabel sumber pendapatan keluarga, aksesibilitas sarana kesehatan; ketiga, faktor kebutuhan yaitu faktor yang menunjukkan kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ditunjukkan dengan adanya kebutuhan karena alasan yang kuat seperti pendekatan terhadap penyakit yang dirasakan serta adanya jawaban atas penyakit tersebut dengan cara mencari pelayanan kesehatan.

Menurut Fuchs (1998), Dunlop dan Zubkoff (1981) dalam Laksono (2005) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap pelayanan kesehatan yaitu : kebutuhan berbasis fisiologis, penilaian pribadi akan


(25)

status kesehatan, variabel-variabel ekonomi seperti tarif, penghasilan masyarakat, adanya asuransi kesehatan dan dan jaminan kesehatan, variabel-variabel demografis dan umur, dan jenis kelamin.

Minat seseorang terhadap jasa pelayanan berkaitan dengan kemampuan jasa pelayanan tersebut dalam memberikan kepuasan. Kepuasan konsumen dapat didefinisikan sebagai big quality atau broad quality (kepuasan secara luas). Kepuasan secara luas tersebut terkait dengan mutu secara menyeluruh yang menyangkut mutu pelayanan, pembiayaan, saluran distribusi, jaminan keamanan penggunaan dan aspek moralitas/kinerja pegawai dari suatu organisasi jasa pelayanan kesehatan (Trimuthy, 2008).

Permasalahan HIV/AIDS menjadi permasalahan kesehatan dan keberlangsungan hidup pengidapnya hampir di seluruh provinsi di Indonesia, termasuk di Provinsi Aceh. Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi dengan predikat serambi mekkah, yang pada zamannya menjadi icon pelaksanaan syariat Islam di Indonesia, dan secara history merupakan provinsi dengan khazanah keislaman yang sangat tinggi. Namun secara perlahan persoalan penyakit yang justru sangat erat kaitannya dengan larangan dalam agama Islam, kini terjadi di Provinsi Aceh.

Berdasarkan Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Aceh (2012), bahwa ada kencenderungan peningkatan kasus HIV AIDS di propinsi Aceh setiap tahun dengan jumlah kasus HIV sebanyak 70 kasus, dan AIDS sebanyak 102 kasus. Selama tahun 2012 ditemukan 2 kasus HIV AIDS, 1 orang diantaranya meninggal dunia. Kondisi


(26)

aktual ini mencerminkan bahwa perkembangan kasus HIV/AIDS justru semakin tinggi, apalagi tidak diimbangi dengan upaya pencegahan sedini mungkin di Provinsi Aceh.

Kondisi epidemiologi penyakit HIV/AIDS juga terjadi di Kota Langsa. Secara geografis letak kota Langsa sangat dekat dengan Kota Medan, sehingga komposisi masyarakatnya sudah beragam, dan ada kencederungan perubahan perilaku pergaulan dikalangan masyarakat. Berdasarkan Laporan Klinik VCT RSUD Kota Langsa (2012), diketahui terdapat 1 orang kasus HIV/AIDS, dan 12 penderita HIV yang datang berobat ke Klinik VCT RSUD Kota Langsa, selain itu berdasarkan catatan Klinik VCT rata-rata dalam sebulan terdapat 42 orang yang datang berkunjung ke klinik VCT RSUD Kota Langsa meskipun hanya sekedar Test darah.

Adanya trend pemanfaatan pelayanan VCT mendeskripsikan adanya fenomena epidemiologi HIV/AIDS di Kota Langsa. Data klinik VCT menunjukkan sejumlah tersangka HIV/AIDS umumnya disebabkan karena berhubungan dengan wanita seks komersil secara bergantian dan penggunaan narkoba. Fenomena ini mendekripsikan bahwa ada keinginan masyarakat yang merasa terinfeksi HIV maupun jenis infeksi menular seksual lainnya untuk datang ke Klinik VCT RSUD Kota Langsa untuk mendapatkan konseling ataupun pelayanan kesehatan lainnya. Kondisi ini didasari dari kekhawatiran dari perilaku yang menyimpang dari masyarakat tersebut. Kondisi aktualnya adalah umumnya masyarakat yang mempunyai kecenderungan perilaku seks bebas atau perilaku berisiko lain terhadap penularan HIV AIDS tidak menyadari jika telah terinfeksi HIV AIDS.


(27)

Dengan keadaan sosial budaya di Kota Langsa yang temasuk daerah dengan penerapan syariat Islam, tentunya berimplikasi terhadap larangan seks bebas atau perilaku berisiko terhadap penularan HIV AIDS, sehingga masyarakat dinilai tidak bebas dan takut akan sanksi sesuai qanun syariat islam maupun persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap dirinya. Atas dasar “ketidakbebasan” tersebut ada kecenderungan melakukan perilaku berisiko penularan HIV/ AIDS ke luar kota Langsa seperti kota Medan. Nilai-nilai budaya Islami secara umum sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Langsa secara turun temurun, sehingga dengan perubahan informasi seperti sekarang diduga ada kencenderungan penurunan aplikasi nilai-nilai Islami dalam kehidupan bermasyarakat di Kota Langsa.

Adanya klinik VCT di Kota Langsa yaitu klinik VCT Bungong Tulip RSUD Kota Langsa memberikan pelayanan konseling dan pengobatan terhadap tersangka penderita HIV AIDS maupun penderita positif HIV AIDS. Data menunjukkan kencenderungan kunjungan pasien ke klinik VCT umumnya adalah masyarakat yang sudah merasa terinfeksi HIV AIDS akibat adanya penurunan kesehatannya dan atau penderita HIV AIDS yang sudah positif. Bagi pengguna klinik VCT HIV AIDS di kota Langsa diduga masih tabu dan malu, meskipun sudah dilakukan sosialisasi ke masyarakat, hal ini disebabkan oleh persepsi sanksi secara sosial oleh masyarakat lain.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang analisis faktor persepsi penyakit dan nilai syariat Islami terhadap


(28)

minat memanfaatkan pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Kota Langsa tahun 2014.

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana analisis persepsi penyakit dan nilai syariat Islami terhadap minat memanfaatkan pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Kota Langsa.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi penyakit dan nilai syariat Islami terhadap minat memanfaatkan pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Kota Langsa.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah

1. Menjadi masukan bagi Klinik VCT RSUD Kota Langsa dalam meningkatkan sosialisasi dan pengembangan program pelayanan VCT ke masyarakat, agar dapat meningkatkan cakupan pelayanan VCT dan menurunkan kasus-kasus HIV/AIDS di Kota Langsa.

2. Menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Langsa dalam meningkatkan upaya promosi kesehatan khususnya dalam promosi pencegahan HIV/AIDS di Kota Langsa.

3. Menjadi masukan bagi pengembangan pengetahuan dan rujukan untuk penelitian selanjutnya.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Hakekat dasar penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan terhadap kesehatan sedemikian rupa sehingga kesehatan para pemakai jasa pelayanan kesehatan tersebut tetap terpelihara. Pelayanan kesehatan dapat dikategorikan sempurna bila memenuhi kebutuhan dan tuntutan setiap konsumen (pasien) yang terkait dengan timbulnya rasa puas terhadap pelayanan kesehatan (Azwar, 2008).

2.1.1. Perilaku Masyarakat dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Sebelum mulai membahas model utama dan kecenderungan dalam menggunakan pelayanan kesehatan, kita akan memperhatikan konsep kerangka kerja utama dari pelayanan kesehatan tersebut. Pada prinsipnya ada dua kategori pelayanan kesehatan yaitu pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada publik (masyarakat) dan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada perorangan (pribadi) (Muninjaya, 2010).

2.1.2. Tipe Umum dan Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Berbagai pendekatan dipakai dalam penelitian pemanfaatan pelayanan kesehatan yang menurut jenisnya dibedakan ke dalam delapan kategori yang didasarkan pada tipe-tipe variabel yang digunakan sebagai determinan-determinan penggunaan pelayanan kesehatan.


(30)

Tujuan tipe-tipe kategori dari model-model penggunaan pelayanan kesehatan tersebut adalah kependudukan, struktur sosial, psikologi sosial, sumber keluarga, sumber daya masyarakat, organisasi, model-model sistem kesehatan, dan model kepercayaan kesehatan.

1) Model Demografi (Kependudukan)

Dalam model ini tipe variabel-variabel yang dipakai adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah anggota keluarga. Variabke-variabel ini digunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator fisiologis yang berbeda (umur, jenis kelamin) dan siklus hidup (status perkawinan, jumlah anggota keluarga) dengan asumsi bahwa perbedaan derajat kesehatan, derajat kesakitan, dan penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel demografi tersebut.

Karakteristik demografi juga mencerminkan atau berhubungan dengan karakteristik sosial (perbedaan sosial dari jenis kelamin mempengaruhi berbagai tipe dan ciri-ciri sosial).

2) Model Struktur Sosial (Sosial Structur Models)

Model ini menjelaskan bahwa pemanfaatan pelayanan didominasi oleh faktor pendidikan, pekerjaan dan kebangsaan. Variabel-variael ini mencerminkan keadaan sosial dan individu atau keluarga di dalam masyarakat. Mereka mengingatkan akan berbagai gaya kehidupan yang diperlihatkan oleh individu-individu dan keluarga dari kedudukan sosial tertentu (Natoatmodjo, 2009).


(31)

Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini, yang ditentukan oleh lingkungan sosial, fisik dan psikologis. Kita ketahui nahwa individu-individu yang berbeda suku bangsa, pekerjaan atau tingkat pendidikan mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan bereaksi terhadap kesehatan mereka. Dengan kata lain, pendekatan struktur sosial didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dengan latar belakang struktur sosial yang bertentangan akan menggunakan pelayanan kesehatan dengan cara yang tertentu pula.

3) Model Sosial Psikologis (Psychological Models)

Dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah ukuran dari sikap dan keyakinan individu. Variabel-variabel sosiopsikologis pada umumnya terdiri dari empat kategori, yaitu:

(1) Pengertian kerentanan terhadap peyakit (2) Pengertian keseluruhan dari penyakit

(3) Keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan, dalam menghadapi penyakit

(4) Kesiapan tindakan individu.

4) Model Sumber Keluarga (Family Resouce Models)

Pada model ini variabel bebas yang dipakai aaadalah pendapatan keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Karakteristik ini untuk mengukur kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan mereka.


(32)

5) Model Sumber Daya Masyarakat

Dalam model ini tipe model yang digunakan adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber di dalam masyarakat. Model sumber daya masyarakat selanjutnya adalah suplai ekonomis yang terfokus pada ketersediasan sumber-sumber kesehatan pada masyarakat setempat. Dengan demikian model ini memindahkan pelayanan kesehatan dari tingkat individu atau keluarga ke tingkat masyarakat (Sarwono, 2006).

6) Model Organisasi

Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pencerminan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan. Biasanya variabel yang digunakan adalah:

(1) Gaya (style) praktik pengobatan (sendiri, rekanan atau grup)

(2) Sifat (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung atau tidak) (3) Letak dari pelayanan (tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik)

(4) Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter, perawat, asisten dokter).

7) Model Sistem Kesehatan

Model sistem kesehatan mengintegrasikan keenam model terdahulu ke dalam model yang lebih sempurna. Untuk itu maka variabel demografi, ciri-ciri struktur sosial, sikap, dan keyakinan individu atau keluarga, sumber-sumber di dalam masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan yang ada, digunakan bersama dengan


(33)

faktor-faktor yang berhubungan seperti kebijaksanaan dan struktur ekonomi pada masyarakat yang lebih luas (negara) (Sarwono, 2006)

Dengan demikian apabila dilakukan analisis terhadap penyediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka harus diperhitungkan juga faktor-faktor yang terlibat di dalamnya. Dalam melakukan penelitian perilaku sehubungan dengan penggunaan fasilitas-fasilitas kesehatan, semua variabel dari berbagai model tersebut dihubungkan dengan perilaku mereka terhadap fasilitas, dan juga dilihat variabel mana yang paling dominan pengaruhnya.

8) Model Kepercayaan kesehatan (The Health Belief Models)

Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosio-psikologis. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menrima usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health behavior) oleh Becker tahun 1974 yang dikembangkan dari teori Lewin tahun 1954 menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model) (Sarwono, 2006).

Ada empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan seseorang apabila bertindak melawan atau mengobati penyakitnya, yaitu :

(1) Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility)

Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan (suceptible) terhadap penyakit tersebut.


(34)

(2) Keseriusan yang dirasakan (Perceived seriousness)

Tindakan seseorang untuk mencari pengobatann dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh persepsi keseriusan penyakit tersebut.

(3) Manfaat dan rintangan yang dirasakan (perceived benefits and baririers)

Apabila seseorang merasa dirinya rentan terhadap penyakit-penyakit yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan tersebut tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam tindakan tersebut.

(4) Isyarat atau tanda-tanda (Cues)

Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut misalnya, pesan-pesan media massa, nasihat atau anjuran kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya.

9) Model Sistem Kesehatan (Health System Model)

Model sistem kesehatan (Health System Model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Dalam model Andersen ini terdapat tiga kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yaitu:


(35)

(1) Karakteristik predisposisi (Predisposing characterictics)

Masing-masing individu memiliki kecenderungan yang berbeda dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat diramalkan dengan karakteristik pasien yag telah ada sebelum timbulnya episode sakit. Karakteristik ini meliputi: ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan tentang kesehatan. (2) Karakteristik pendukung (Enabling characterisrics)

Karakteristik pendukung ini antara lain, pendapatan, asuransi kesehatan dan ketercapaian sumber pelayanan kesehatan yang ada. Bila faktor ini terpenuhi maka individu cenderung menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada pada saat sakit.

(3) Karakteristik Kebutuhan (Need characteristics)

Faktor ini lebih menitikberatkan pada masalah apakah individu beserta keluarganya merasakan adanya penyakit, atau kemungkinan untuk terjadinya sakit. Kebutuhan diukur dengan ”perceived need” dan ”evaluated need” melalui jumlah hari individu tidak bisa bekerja, gejala yang dialaminya, penilaian individu tentang status kesehatannya.

Salah satu faktor dalam karakteristik predisposisi yang menentukan perilaku dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah kepercayaan tentang kesehatan (health beliefs model). Kepercayaan tentang kesehatan terkait dengan aspek persepsi, sikap dan pengetahuan tentang penyakit dan pelayanan kesehatan.


(36)

2.2. Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Anderson menggambarkan model sistem kesehatan (Health System Model) berupa model kepercayaan kesehatan. Dalam model Anderson terdapat tiga kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yakni karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung dan karakteristik kebutuhan.

2.2.1. Karakteristik Predisposing

Karaktristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan ke dalam kelompok. Karakteristik predisposisi ini terdiri dari :

1) Demografi : umur, jenis kelamin, status pernikahan.

2) Struktur sosial : tingkat pendidikan, pekerjaan, suku atau ras.

3) Kepercayaan kesehatan: sikap dan kemampuan petugas kesehatan, fasilitas kesehatan, pengetahuan tentang penyakit, nilai terhadap penyakit.

2.2.2. Karakteristik Enabling

Karakteristik enabling terdiri dari :

1) Sumber keluarga : pendapatan, asuransi kesehatan, jenis dan aset sumber daya keluarga.

2) Sumber masyarakat : rasio antara jumlah pasien dengan fasilitas kesehatan yang tersedia, harga dari setiap pelayanan kesehatan, karakter penduduk. pengetahuan tentang penyakit, nilai terhadap penyakit.


(37)

2.2.3. Karakteristik Need

Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk menggunakan pelayanan kesehatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposing dan enabling itu ada. Kebutuhan (need) di sini dibagi menjadi 2 kategori yaitu dirasa atau perceived (subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis).

2.3. Voluntary Counseling and Testing (VCT)

Konseling dan tes HIV sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counseling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan AIDS berkelanjutan. Program VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk pencegahan primer melalui konseling dan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) seperti pemahaman HIV, pencegahan penularan dari ibu ke anak (Prevention of Mother To Child Transmission-PMTCT) dan akses terapi infeksi oportunistik, seperti infeksi menular seksual.

VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya, mengerti tanggung jawab untuk menurunkan


(38)

perilaku berisiko dan mencegah penularan infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat (KPA, 2008).

Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS.

Adapun peranan VCT adalah (1) layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, dan terapi infeksi oportunistik, (2) VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih,menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. (3) Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi, dan risiko (Kementerian Kesehatan RI, 2005).

VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratoruim. Test HIV


(39)

dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. Adapun manfaat dari VCT adalah:

1. Merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV dan AIDS

2. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan atas kebutuhan klien seperti perubahan perilaku, dukungan mental, dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV dan AIDS

3. Mengurangi stigma masyarakat

4. Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan mental

5. Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik kesehatan maupun psikososial.

Ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi dalam pelayanan VCT, yakni VCT harus dilakukan dengan (a) sukarela, tanpa paksaan, (b) kerahasiaan terjamin: proses dan hasil tes rahasia dalam arti hanya diketahui dokter/konselor dan klien, (c) harus dengan konseling, (d) VCT tidak boleh dilakukan tanpa adanya konseling atau dilakukan secara diam-diam, dan (e) harus ada persetujuan dari pasien dalam bentuk penandatanganan ‘Lembar Persetujuan’ (informed consent).

Tujuan umum VCT adalah untuk mempromosikan perubahan perilaku yang mengurangi risiko mendapat infeksi dan penyebaran HIV. Sedangkan Tujuan Khusus VCT Bagi ODHA antara lain:


(40)

1. Meningkatkan jumlah ODHA yang mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV. Saat ini sangat sedikit orang di Indonesia yang diketahui terinfeksi HIV. Kurang dari 2,5% orang diperkirakan telah terinfeksi HIV mengetahui bahwa dirinya terinfeksi.

2. Mempercepat diagnosa HIV. Sebagian besar ODHA di Indonesia baru mengetahui bahwa dirinya terinfeksi setelah mencapai tahap simtomatik (bergejala) dan masuk ke stadium AIDS, bahkan dalam keadaan hampir meninggal. Dengan diagnosa lebih dini, ODHA mendapat kesempatan untuk melindungi diri dan pasangannya, serta melibatkan dirinya dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, sesuai dengan asas keterlibatan lebih besar oleh ODHA (GIPA-Greater Involvement of People with AIDS ) yang dideklarasikan pada KTT AIDS Paris 1994, yang ditanda tangani 42 negara termasuk Indonesia.

3. Meningkatkan penggunaan layanan kesehatan dan pencegahan terjadinya infeksi lain pada ODHA. ODHA yang belum mengetahui dirinya terinfeksi HIV tidak dapat mengambil manfaat profilaksis tehadap infeksi oportunistik, yang sebetulnya sangatlah mudah dan efektif. Selain itu, mereka juga tidak dapat memperoleh terapi antiretroviral secara lebih awal, sebelum sistem kekebalan tubuhnya rusak total dan tidak dapat dipulihkan kembali.

4. Meningkatkan kepatuhan terhadap terapi antiretroviral. Agar virus tidak menjadi resisten dan efektifitas obat dapat dipertahankan diperlukan kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan. Kepatuhan tersebut didorong oleh pemberian informasi


(41)

yang lengkap, dan pemahaman terhadap informasi tersebut, serta dukungan oleh pendamping.

5. Meningkatkan jumlah ODHA yang berperilaku hidup sehat dan melanjutkan perilaku yang kurang berisiko terhadap penularan HIV dan IMS. Jika sebagian ODHA tahu status HIV dirinya, dan berperilaku sehat agar tidak menulari orang lain maka mata rantai epidemi HIV akan terputus.

VCT adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam upaya menanggulangi HIV/AIDS. VCT ini diperlukan karena orang yang positif HIV dengan orang yang sehat itu tidak bisa dibedakan hanya dari penampilan luarnya saja. Oleh karena itu untuk mengetahui seseorang negatif atau positif tertular HIV hanya bisa dilakukan lewat tes HIV. Memeriksakan diri untuk tes HIV merupakan langkah yang penting dalam kehidupan seseorang terutama mereka yang pernah melakukan perilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS. Namun demikian pemeriksaan tersebut harus selalu disertai dengan konseling baik sebelum dan sesudah tes HIV. Oleh karena itu sangat dianjurkan bagi individu yang pernah melakukan perilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS agar mau melakukan VCT sehingga mereka dapat lebih yakin mengetahui apakah terinfeksi virus HIV atau tidak karena semakin dini individu mendapatkan pengobatan maka semakin besar kemungkinan bahwa pengobatannya akan efektif. Stigma dan diskriminasi yang ditujukan kepada penderita HIV/AIDS membuat mereka tidak mau melakukan pemeriksaan VCT (Purwaningsih, 2011).


(42)

Setiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan untuk mengatasi gangguan kesehatan yang dirasakan. Semua itu tergantung pada belief masing-masing individu apakah dia mau mengakses layanan kesehatan yang ada atau tidak. Belief yang dimaksud berkaitan dengan kognitif seperti pengetahuan tentang masalah kesehatan dan persepsi individu mengenai simptom penyakit yang dirasakan (Sarwono, 2006).

Persepsi individu terhadap suatu penyakit dibahas dalam health belief model yang melibatkan dua penilaian yaitu perceived threat dan perceived benefit dan barriers. Perceived threat yaitu ancaman yang dirasakan individu terhadap simptom penyakit yang dialami. Semakin individu merasa terancam dengan simptom penyakit yang ia alami maka semakin cepat individu mencari pertolongan medis. Perceived benefits yaitu penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat ketika mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan dan perceived barriers yaitu penilaian individu mengenai hambatan yang diperoleh ketika mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan.

Belief yang dimiliki oleh masing-masing individu terhadap masalah kesehatan yang dirasakan akan menentukan bagaimana individu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Jika dikaitkan dengan kasus HIV/AIDS, pengetahuan individu mengenai cara-cara penularan HIV, perilaku beresiko apa yang dapat menularkan HIV dan persepsi individu mengenai masalah HIV/AIDS akan mempengaruhi bagaimana pemanfaatan layanan VCT yang akan dilakukan. Jika individu merasa dengan melakukan VCT dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi


(43)

kerentanan tertular HIV, memperoleh manfaat/keuntungan yang lebih besar daripada hambatan/kerugian maka individu tersebut akan memanfatkan layanan VCT yang ada untuk mengatasi masalah yang dirasakan, mengurangi perilaku beresiko, merencanakan perubahaan perilaku sehat dan demikian pula dengan sebaliknya.

2.4. Persepsi

Salah satu faktor psikologis yang mempengaruhi pembeli adalah persepsi. Persepsi dinyatakan sebagai proses menafsir sensasi-sensasi dan memberikan arti kepada stimuli. Persepsi merupakan penafsiran realitas masing-masing orang memandang realitas dari sudut perspektif yang berbeda (Robbin, 2006). Persepsi dapat diartikan juga sebagai proses seorang individu memilih, mengorganisasi dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia.

Persepsi tergantung bukan hanya pada sifat-sifat rangsangan fisis, tetapi juga pada hubungan rangsangan dengan medan sekelilingnya dan kondisi dalam diri individu.Wiratno menyatakan persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi (Kotler, 2009).


(44)

Persepsi adalah suatu proses seorang individu memilih, mengorganisasi, dan menafsirkan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna. Persepsi seorang dapat berbeda satu sama lainnya, meskipun dihadapkan pada suatu situasi dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa kita semua menerima suatu objek rangsangan melalui penginderaan, penglihatan, pendengaran,pembauan, dan perasaan.

Proses pembentukan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor 1) karakteristik dari stimulus (rangsangan) dimana stimulus merupakan hal diluar individu yang dapat berbentuk fisik, visual atau komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi tanggapan, 2) hubungan stimuli dengan sekelilingnya. Kesamaan persepsi akan mendorong terbentuknya motivasiyang mendukung makna dari perubahan yang terjadi, dengan kata lainbahwa kesamaan persepsi akan mendorong terciptanya motivasi yang optimal bagi pelaksanaan pencapaian tujuan dan misi yang dihadapinya. Begitu juga dalam pembuatan keputusan dan kualitas dari keputusanakhirnya sangat ditentukan oleh persepsi mereka masing-masing.

Persepsi yang dibentuk oleh seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya, oleh karena itu persepsi memilki sifat subyektif. Hal tersebut berarti bahwa setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda terhadap satu obyek yang sama, dan 3) kondisi yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. Secara skematis proses pembentukan persepsi dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.


(45)

Gambar 2.1 Proses Pembentukan Persepsi Dikutip dari: Robbin, 2006

Robbin lebih lanjut menjelaskan faktor yang mempengaruhi persepsi Dengan melihat satu obyek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda, karena persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Robbin,2006):

1) Faktor perilaku persepsi, Bila seseorang memandang suatu obyek dan mencoba maka penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi dari orang yang dipersepsikan yang mencakup sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan penghargaan.

2) Faktor obyek, karakteristik–karakteristik dari target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan karena target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi. Namun obyek yang berdekatan akan cenderung dipersepsikan bersama – sama. Faktor target mencakup hal yang baru yaitu gerakan, bunyi, latar belakang dan kedekatan.

Stimuli

1. Penglihatan 2. Suara 3. Bau 4. Rasa 5. Tekstur

Sensasi Pemberian

Indera Perhatian Interpretasi

Tanggapan Persepsi


(46)

3) Faktor situasi, yaitu faktor mencakup waktu, keadaan/tempat kerja dan keadaan sosial.

Robbin mengemukakan terdapat tiga faktor utama mempengaruhi persepsi yaitu 1) faktor dalam situasi, 2) faktor perilaku persepsi, dan 3) faktor pada obyek. Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi Dikutip dari : Robbin, 2006

Kotler dan Keller mendefinisikan persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan mengintepretasikan masukan informasi untuk menciptakan gambaran umum keseluruhan yang berarti. Harapan menurut Tjiptono merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya. Harapan pelanggan merupalan tolok ukur dalam menentukan kualitas suatu produk.

Faktor Dalam Situasi

(1) Waktu

(2) Keadaan/Tempat

(3) Keadaan Sosial

Faktor pada Objek

(1) Hal Baru

(2) Gerakan

(3) Bunyi

(4) Ukuran

(5) Latar Belakang

(6) Kedekatan

Persepsi Faktor Perilaku Persepsi

(1) Motif

(2) Sikap

(3) Kepentingan

(4) Pengalaman


(47)

Dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan, telah tercapai konsesus bahwa harapan pelanggan memiliki peranan yang besar sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas maupun harapan. Menurut Olson dan Dover (dalam Zeithaml et al) harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Meskipun demikian, dalam beberapa hal belum tercapai kesepakatan, misalnya mengenai sifat standar harapan yang spesifik, jumlah standar yang digunakan, maupun sumber harapan (Laksono, 2005).

2.5. Nilai Syariat Islam di Aceh

Masyarakat Aceh dalam sejarahnya yang cukup panjang telah menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Masyarakat Aceh tunduk dan taat kepada Islam serta memperhatikan ketetapan atau fatwa ulama. Penghayatan terhadap ajaran Islam kemudian melahirkan budaya Aceh yang tercermin dalam kehidupan adat. Adat tersebut hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat, yang kemudian diakumulasikan lalu disimpulkan menjadi “Adat bak Poteumourehom, Hukom bak Syiah Kuala, Kanun bak Putro Phang, Reusam bak Laksamana” yang artinya, Hukum Adat di tangan pemerintah dan Hukum Syariat ditangan Islam. Ungkapan ini merupakan pencerminan dari perwujudan syariat islam dalam kehidupan sehari-hari (Perda No 5, 2000).

Menurut Ismail, (2002) Adat aceh sebagai aspek budaya, tidak identik dalam pemahaman “budaya” pada umumnya, karena bersumber dari agama atau syariat


(48)

yang menjiwai kreasi budayanya. “adat ngon agama lagei zat ngon sifeut” yang artinya adat dan agama bagaikan zat dan sifat. Roh islami ini telah menjiwai dan menghidupkan budaya Aceh, sehingga melahirkan nilai-nilai filosofis yang pada akhirnya menjadi patron landasan budaya Aceh yang ideal. Dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah berdasarkan Undangundang Nomor 22 Tahun 1999, UU Nomor 44 Tahun 1999, tentang penyelenggaraan keistimewaan Aceh dan UU Nomor 18 Tahun 2001, salah satu undang-undang yang telah diterapkan dalam masyarakat adalah pelaksanaan Syariat Islam yang diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2001. Bertujuan melaksanaan dan mengembangkan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam (Djalil, 2003).

Penerapan Syariat Islam di bumi Serambi Mekkah merupakan fenomena sangat menarik sekaligus menantang. Menantang di sini dimaksudkan terutama berkaitan dengan kesiapan pemerintah Aceh dan masyarakatnya secara keseluruhan dalam menerima dan melaksanakan Syariat Islam secara menyeluruh (kaffah) (Djalil, 2003).

Islam telah menetapkan tujuan kehadirannya, diantaranya adalah untuk memelihara agama itu sendiri, akal, rohani, jasmani, harta, dan keturunan bagi seluruh umat manusia. Anggota badan manusia pada hakekatnya adalah milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Di satu sisi Allah memerintahkan untuk menjaga kesehatan dan kebersihan fisik, di sisi yang lain Allah juga memerintahkan untuk menjaga kesehatan mental dan jiwa (rohani). Kesehatan manusia dapat diwujudkan dalam beberapa dimensi, yaitu jasmaniah


(49)

material melalui keseimbangan nutrisi, kesehatan fungsional organ dengan energi aktivitas jasmaniah, kesehatan pola sikap yang dikendalikan oleh pikiran, dan kesehatan emosi-rohaniah yang disembuhkan oleh aspek spiritual keagamaan.

Secara ilmiah, penyakit (disease) bisa diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis suatu organisme karena infeksi atau tekanan dari lingkungan. Dengan kata lain penyakit bersifat obyektif. Adapun sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit dan bersifat subyektif. Gejala subyektif ditandai dengan perasaan yang tidak enak. Konsep “Kesehatan untuk Semua” dapat diartikan sebagai kesehatan merupakan kebutuhan setiap individu, baik orang yang sakit maupun yang sehat atau kebutuhan setiap manusia apapun status dan kedudukannya. Orang sakit membutuhkan penyembuhan (kuratif) dan orang sehat membutuhkan upaya promotif (peningkatan), preventif (pencegahan), rehabilitatif (perbaikan), serta konservatif (pemeliharaan). Seluruh aktivitas manusia dari bangun pagi, aktivitas, tidur, hingga bangun kembali di waktu berikutnya terkait dan berpengaruh terhadap kesehatan.

Terkait dengan faktor perilaku, dalam Islam dikenal istilah akhlak yang mencakup akhlak baik (terpuji) dan akhlak buruk (tercela). Akhlak secara umum adalah perilaku. Secara bahasa akhlaq dapat berarti agama, tabiat, perangai, kelakuan, tingkah laku, matuah, adat kebiasaan, dan kepribadian. Akhlak pada hakekatnya adalah gambaran batin manusia, yakni jiwanya, sifat-sifatnya, dan makna-maknanya yang spesifik, yang dengannya terlihat kedudukan makhluk, lantaran gambarannya secara zahir, baik sifat-sifatnya dan makna-maknanya, dan keduanya memiliki sifat


(50)

yang baik atau buruk, mendapat pahala dan sanksi, yang kaitan keduanya dengan sifat-sifat yang tergambar secara batin adalah lebih banyak, dibanding apa-apa yang yang terkait dengan gambaran zahirnya. Filosof Islam Ibn Miskawaih, mentakrifkan akhlak sebagai keadaan jiwa yang mendorong ke arah melahirkan perbuatan tanpa pemikiran dan penelitian. Menurut Al-Ghazali akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan dengan senang tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Jika perbuatan yang muncul itu baik dan terpuji sesuai syara dan akal, maka perbuatan itu disebut dengan akhlak mulia. Sebaliknya bila muncul perbuatan buruk, dinamakan akhlak buruk.

Berdasarkan perspektif islam, HIV/AIDS adalah jenis penyakit kelamin akibat perzinaan dan merupakan siksa Allah karena ulah manusia sendiri. Sebelum diketemukan penyakit AIDS terlebih dahulu dikenal penyakit kelamin lainnya seperti gonorhe, vietnam rose dan sifilis.

Secara umum konteks kejadian penyakit HIV/AIDS merupakan akibat dari perilaku menyimpang melalui perantara seks bebas atau perzinaan. Bentuk perilaku menyimpang tersebut adalah perilaku yang dilakukan diluar kaedah agama dan nilai budaya yang dianut. Hampir seluruh nilai budaya yang ada di masyarakat dan jenis agama manapun melarang perbuatan perzinaan karena berdampak terhadap psikososial, tatanan sosial, tatanan kehidupan serta terjadinya beragam penyakit seperti AIDS.

Berdasarkan konteks agama Islam, dasar hukum dan pedoman kehidupan adalah Alqur’an dan Hadist serta petuah-petuah ulama. Berdasarkan firman-firman


(51)

Allah dalam Alqur’an kebanyakan dalam Alqur’an melarang aktivitas seksual di luar nikah, didalamnya juga dijelaskan aspek-aspek moral, etika yang menuntun dan memberi petunjuk agar manusia tidak rusak karenanya. Epidemik AIDS hampir mengikuti pola globalisasi dan telah melanda hampir diseluruh wilayah di dunia. Penyakit ini belum ditemukan penyembuhnya.

Adanya kecenderungan penyebaran AIDS di Indonesia dalam perspektif norma dan agama adalah disebabkan oleh adanya kelonggaran struktur sosial, struktur keluarga akibat transisi pola kehidupan masyarakat dari agraris ke industrialisasi dan globalisasi sehingga merubah pola perilaku individu dan masyarakat. Proses industrialisasi juga berakibat terjadinya perubahan yang mendasar terhadap sistem nilai dan norma-norman sosial yang lebih lanjut memengaruhi sendi-sendi hubungan dalam keluarga. Diantara sekian perubahan yang mendasar ini memiliki keterkaitan erat dengan perubahan keluarga dengan tumbuhnya gejala anonime, sekularisme dan hedonisme.

Menurut Emil Durkheim dalam Sarwono (2007) menyebutkan bahwa anonime merupakan keadaan dimana norma-norma yang lama memudar sedangkan yang baru belum terbentuk (state of normless). Norma-norma lama adalah norma tradisional yang lebih menekankan kepada kolektivitas, disebabkan oleh tuntunan perubahan dari masyarakat agraris-tradisional ke arah industrialisasi.

2.6. Landasan Teori

Minat pemanfaatan pelayanan klinik VCT di Kota Langsa merupakan salah satu indikasi dari aplikasi perilaku pasien/pengguna jasa. Teori yang relevan dengan


(52)

perilaku konsumen bidang kesehatan adalah mengacu pada konsep Andersen et al (1973), dan konsep perilaku kesehatan oleh L.W Green (1980), bahwa faktor yang menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan menjadi tiga yaitu: 1) faktor predisposing yaitu kecenderungan individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan yang ditentukan oleh serangkaian variabel seperti keadaan demografi, sikap/kepercayaan yang muncul terhadap pelayanan kesehatan, perilaku masyarakat terhadap sehat dan sakit): 2) faktor pendukung yaitu faktor yang menunjukkan kemampuan individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan, yang ditunjukkan oleh variabel sumber pendapatan keluarga, jenis pelayanan kesehatan yang tersedia serta keterjangkauan pelayanan kesehatan baik segi jarak maupun harga pelayanan), sumber daya yang ada di masyarakat yang tercermin dari ketersediaan kesehatan termasuk jenis dan rasio masing-masing pelayanan dan tenaga kesehatannya dengan jumlah penduduk, kemudian harga pelayanan kesehatan yang memadai dan sesuai dengan kemampuan mereka); dan 3) faktor kebutuhan yaitu faktor yang menunjukkan kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ditunjukkan dengan adanya kebutuhan karena alasan yang kuat seperti pendekatan terhadap penyakit yang dirasakan serta adanya jawaban atas penyakit tersebut dengan cara mencari pelayanan kesehatan.

Persepsi penyakit dan nilai budaya merupakan dua faktor yang termasuk dalam faktor predisposisi dan faktor kebutuhan. Persepsi individu terhadap suatu penyakit dapat dikaitkan dengan dalam model kepercayaan kesehatan yang melibatkan dua penilaian yaitu perceived threat dan perceived benefit dan barriers. Perceived threat yaitu ancaman yang dirasakan individu terhadap simptom penyakit


(53)

Enanbling Factor

1. Pendapatan Keluarga

2. Sosial Budaya

3. Akses Pelayanan Kesehatan

4. Ketersediaan SDM Kesehatan

5. Ketersediaan Sarana

Kesehatan Need Factor

1. Persepsi Penyakit

2. Persepsi keparahan penyakit

3. Gejala dan diagnosis penyakit

Health Belief Model

perceived threat perceived benefit perceived barriers

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Predisposisi Factor

1. Demografi

a. Umur

b. Pendidikan

c. Pekerjaan

2. Sikap

3. Kepercayaan

4. Persepsi

yang dialami. Semakin individu merasa terancam dengan simptom penyakit yang ia alami maka semakin cepat individu mencari pertolongan medis. Perceived benefits yaitu penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat ketika mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan dan perceived barriers yaitu penilaian individu mengenai hambatan yang diperoleh ketika mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan (Sarwono, 2007).

Adapun kerangka teori berkaitan dengan minat memanfaatkan pelayanan VCT didasarkan persepsi penyakit dan nilai syariat islami adalah:

Gambar 2.3. Kerangka Teori Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan (Modifikasi) Sumber : Andersen dan Newman (1973); Rosenstock (1974)


(54)

Aplikasi syariat Islami merupakan bagian integral dan kondisi sosial kemasyarakatan dan agama yang dianut dalam masyarakat. Nilai syariat Islami yang berkaitan dengan perilaku hidup sehat dan menjaga kesehatan diri dan keluarga adalah bagian dari upaya individu dan keluarga untuk menjalankan syariat islam di Aceh.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel faktor persepsi penyakit, dan nilai syariat Islami, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah minat memanfaatkan pelayanan VCT di Kota Langsa. Adapun indikator minat memanfaatkan pelayanan VCT adalah memanfaatkan kembali klinik VCT dan atau tidak memanfaatkan kembali klinik VCT, sedangkan indikator nilai syariat Islami adalah implementasi dari seluruh ketentuan, kaedah dan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan perilaku menghindari dari penyakit HIV/AIDS seperti setia kepada pasangan, tidak melakukan seks bebas, dan tidak menggunakan narkoba.

Persepsi Penyakit

2. Persepsi tentang Kerentanan 3. Persepsi tentang Keparahan 4. Persepsi tentang Ancaman

Nilai Syariat Islami

Minat Memanfaatkan Pelayanan VCT


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, dimana pendekatan kuantitatif dan kualitatif dilakukan secara bersamaan (Concurrent Triangulation Strategy) kemudian membandingkan data yang diperoleh untuk kemudian menemukan mana data yang dapat digabung dan dibedakan (Sugiyono 2012). Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk menggambarkan persepsi penyakit dan nilai syariat Islami tentang minat memanfaatkan pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) Di Kota Langsa. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk menganalisis secara mendalam pengaruh persepsi penyakit dan nilai syariat Islami terhadap minat memanfaatkan pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) Di Kota Langsa

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Klinik VCT Bungoeng Tulip RSUD Kota Langsa dengan pertimbangan merupakan unit khusus untuk konseling penderita HIV/AIDS di Kota Langsa, dan ada kecenderungan fluktuasi peningkatan kunjungan VCT.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini diawali dari perbaikan judul penelitian, konsultasi, seminar kolokium, penelitian lapangan dan sidang komprehensif membutuhkan waktu selama 7 (tujuh) bulan terhitung bulan Desember 2013 sampai Juni 2014.


(56)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang ke Klinik VCT Bungoeng Tulip untuk memanfaatkan pelayanan VCT yang berjumlah 29 orang. Seluruh anggota populasi dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Sedangkan untuk pendekatan kualitatif informan yang turut dalam memberikan informasi dalam penelitian ini antara lain :

Tabel 3.1. Informan Penelitian

Lokus Pelaku Informasi

Masyarakat Pasien Klinik

VCT

1. Persepsi tentang penyakit

2. Persepsi tentang nilai Syariat Islam Klinik VCT Petugas Klinik Pandangan petugas mengenai faktor

yang mendorong minat pasien untuk memanfaat klinik VCT

3.4. Definisi Operasional

(1) Minat memanfaatkan pelayanan VCT adalah keinginan pasien untuk datang memanfaatan pelayanan VCT di Klinik VCT Bungoeng Tulip pada RSUD Kota Langsa.

(2) Persepsi penyakit adalah penilaian dan respon terhadap seluruh aspek yang berkaitan dengan penyakit yang dialami oleh pasien baik berkaitan dengan gejala penyakit HIV atau penyakit menular seksual lainnya dengan indikator:

a) Persepsi tentang kerentanan adalah pandangan responden terhadap faktor risiko yang harus dihindari responden terhadap penularan penyakit HIV/AIDS.


(57)

b) Persepsi tentang keparahan adalah pandangan responden terhadap tingkat keparahan konsekuensi dari penyakit HIV/AIDS.

c) Persepsi tentang ancaman adalah pandangan responden terhadap faktor-faktor yang dapat mengancam diri informan akibat penularan penyakit HIV/AIDS.

(3) Nilai syariat Islami adalah keseluruhan khazanah perilaku keseharian responden sesuai dengan syariat islam yang berkaitan dengan upaya menghindari penularan dan perilaku berisiko terjadinya penyakit seksual sesuai khazanah dan budaya islami.

Adapun indicator kategori dari variable di atas dapat dilihat pada tabel berikut, ini :

Tabel 3.2. Skala Ukur Variabel Penelitian

No Variabel Jawaban Nilai Hasil Ukur Kategori 1 Persepsi tentang

kerentanan (4 pertanyaan)

• Sangat Setuju

• Setuju

• Kurang Setuju

• TidakSetuju

• Sangat Tidak Setuju 5 4 3 2 1

14 – 20 9 – 13 4 – 8

Baik Cukup Buruk

2 Persepsi tentang keparahan

(7 pertanyaan)

• Sangat Setuju

• Setuju

• Kurang Setuju

• TidakSetuju

• Sangat Tidak Setuju 5 4 3 2 1

25 - 35 16 – 24 7 – 15

Baik Cukup Buruk


(58)

Tabel 3.2. (Lanjutan)

No Variabel Jawaban Nilai Hasil Ukur Kategori 3 Persepsi tentang

ancaman (5 pertanyaan)

• Sangat Setuju

• Setuju

• Kurang Setuju

• TidakSetuju

• Sangat Tidak Setuju 5 4 3 2 1

15 – 20 10 – 14 5 – 9

Baik Cukup Buruk

4 Nilai syariat Islami (8 pertanyaan)

• Sangat Setuju

• Setuju

• Kurang Setuju

• TidakSetuju

• Sangat Tidak Setuju 5 4 3 2 1

30 – 40 19 – 29 8 – 18

Baik Cukup Buruk

Untuk memperdalam penelitian secara kualitatif penelitian ini difokuskan pada upaya memanfaatkan pelayanan VCT yang didasarkan pada persepsi penyakit yang diderita atau dialami oleh informan serta sejauh mana informan dapat mengaplikasikan seluruh kaedah syariat Islami dalam kehidupannya yang berkaitan dengan faktor risiko terjadinya HIV/AIDS.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

1) Data Primer

Data primer adalah keseluruhan data yang diperoleh untuk kepentingan penelitian yang bersumber dari responden langsung melalui wawancara yang berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan.


(59)

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan atau dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian seperti profil Klnik VCT Bungoeng Tulip RSUD Kota Langsa, catatan rekam medik tentang kunjungan pasien, data kepegawaian di Klinik VCT RSUD Kota Langsa.

3.6.Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitaif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif data yang diperoleh akan deskripsikan dalam tabel distribusi frekuensi, sedangkan data kualitatif dengan menggunakan teknik analisa isi (content analysis) terhadap seluruh informasi dan data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan informan yang berkaitan dengan persepsi penyakit dan aplikasi nilai syariat Islami yang berkaitan dengan pemanfaatan pelayanan VCT sebagai upaya untuk pencegahan penyakit HIV/AIDS.

Informasi yang telah dikumpulkan disatukan dan dengan hasil rekaman dan catatan peneliti. Setelah itu dilakukan koding dan meringkat data dengan membuat matriks jawaban informan dan kemudian dinterpretasi oleh peneliti. Peneliti terlebih dahulu melakukan pengecekan keabsahan terhadap data dan informasi yang diperoleh dari informan dengan teknik triagulasi data yang meliputi (1) triagulasi sumber yaitu menguji keabsahan dengan membandingkan hasil yang telah diperoleh dari informan yang berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan dalam masalah dan tujuan penelitian, (2) triagulasi metode, yaitu membandingkan hasil wawancara mendalam


(60)

dengan data yang tercatat di dokumen klinik VCT seperti kondisi objektif keadaan kesehatan diri informan, dan kebiasaan-kebiasaan informan dalam berperilaku berisiko terhadap penularan HIV/AIDS sesuai dengan form konseling di klinik VCT.


(61)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Gambaran Geografis di Kota Langsa

Kota Langsa merupakan bagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. terletak pada 04°24’35,68” - 04°33’47,03” Lintang Utara dan 97°53’14,59” - 98°04’42,16” Bujur Timur. Luas Wilayah keseluruhan 262,41 Km2, panjang garis pantai 16 km dengan Batasan wilayah Kota Langsa sbb :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Manyak Payed Kab. Aceh Tamiang,

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Birem Bayeun Kab. Aceh Timur - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Birem Bayeun Kab. Aceh Timur.

Daerah Kota Langsa merupakan wilayah beriklim tropis yang selalu dipengaruhi oleh angin musim, sehingga setiap tahunnya terdapat dua musim yang berbeda yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan berlangsung antara september sampai februari dan musim kemarau berkisar antara bulan maret sampai agustus. Walaupun sering mengalami perubahan cuaca, hujan rata- rata setiap tahunnya berkisar antara 1500 mm dan 3000 mm,sedangkan suhu udara rata-rata berkisar antara 28°C – 32° C dan kelembapan nisbi rata-rata 75 %. Ketinggian 0 – 25 Meter DPL ( Diatas Permukaan Laut ).


(62)

4.1.2. Gambaran Kependudukan di Kota Langsa

Mayoritas penduduk Kota Langsa adalah suku Aceh, ras Tionghoa, suku Melayu, suku Batak, dan suku Jawa dan Minang. Bahasa Aceh digunakan oleh mayoritas masyarakat Kota Langsa, bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa ibu, sebagai bahasa bisnis, sekolah, pemerintah, universitas, dan kantor. Bahasa Melayu digunakan dalam percakapan sehari-hari, tidak berbeda dengan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, hanya beberapa kata dan makna aksen yang sedikit berbeda.

Kegiatan perekonomian yang utama di kota ini adalah dari sektor perdagangan senilai 28,87%. Kemudian terbesar kedua adalah dari sektor industri pengolahan, senilai 23,45%. Industri pengolahan yang terdapat pada Kota Langsa ini adalah industri pengolahan kayu, dimana bahan baku industri perkayuan didatangkan dari lokasi penebangan hutan seperti Kabupaten Aceh Timur, Aceh Singkil, Aceh Utara, Aceh tengah, Aceh Tenggara dan Pidie (Profil kota Langsa, 2012). Sedangkan jumlah penduduk kota Langsa dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1. Distribusi Jumlah penduduk Kota Langsa Berdasarkan Kecamatan Tahun 2013

Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

Langsa Timur 7.165 7.256 14.421

Langsa Lama 13.808 14.316 28.124

Langsa Barat 16.248 16.120 32.368

Langsa Baro 21.953 22.142 44.095

Langsa Kota 18.792 19.211 38.003

Jumlah 77.966 79.045 157.011


(1)

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Informan (Inform Concent)

ANALISIS PERSEPSI PENYAKIT DAN NILAI SYARIAT ISLAMI TERHADAP MINAT MEMANFAATKAN PELAYANAN

VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) DI KOTA LANGSA

Dengan hormat,

Saya adalah mahasiswa Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor persepsi dan nilai syariat Islami terhadap pemanfaatan pelayanan VCT di Kota Langsa. Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan saudara/i untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi informan atau menolak tanpa ada sanksi apapun.

Dan mohon menandatangani form ini jika saudara/i bersedia menjadi informan dalam penelitian ini.

Nama Informan :

Usia :

Saya menyatakan bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian yang dilaksanakan oleh saudara : T. Chik Mohamed Iqbal Fauriza, nim:127032125.

Kerahasiaan informasi dan identitas saudara dijamin oleh peneliti dan tidak akan disebarluaskan baik melalui media massa atau pun elektronik.

Langsa, Mei 2014 Informan


(2)

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

ANALISIS PERSEPSI PENYAKIT DAN NILAI SYARIAT ISLAMI TERHADAP MINAT MEMANFAATKAN PELAYANAN

VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) DI KOTA LANGSA

No Responden

Umur : ____ tahun

Pendidikan : (1) tamat SD

(2) tamat SLTP/sederajat (3) tamat SMU/sederajat (4) tamat Diploma (5) tamat Sarjana

Status Perkawinan

: (1) kawin

(2) belum kawin

Pekerjaan : (1) Buruh/Petani

(2) Pegawai Swasta/Wiraswasta (3) PNS

(4) tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga

Asal Daerah : (1) Asli Penduduk Kota Langsa (2) Bukan Penduduk Kota Langsa

:__________________________________________________ Alamat : _____________________________________________________


(3)

Persepsi Penyakit

A.Persepsi tentang kerentanan

No Pernyataan Jawaban

SS S KS TS STS

1 HIV/AIDS adalah jenis penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus yang mudah menyerang siapa saja

2 HIV adalah jenis virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia dan akan menimbulkan AIDS dan menyerang siapa saja 3 Ketika tubuh terserang HIV, maka tubuh akan

rentan terkena penyakit lainya seperti TB paru, jamur dimulut

4 Penyakit HIV/AIDS akan menyebabkan penderita kehilangan nafsu makan

B.Persepsi tentang Keparahan

No Pernyataan Jawaban

SS S KS TS STS

1 Faktor resiko terjadinya HIV/AIDS adalah karena perilaku seks bebas

2 Penderita HIV/AIDS dapat menyebabkan kematian

3 Penderita HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan 4 Penderita HIV/AIDS dapat mudah menularkan

penyakit kepada siapa saja termasuk istri

5 Menggunakan narkoba jenis jarum suntik secara bergantian berisiko terjadinya HIV/AIDS

6 Ibu hamil yang menderita HIV/AIDS dapat menularkan kepada bayi yang dikandungnya 7 Karena susah diprediksi maka setiap orang


(4)

C. Persepsi tentang Ancaman

No Pernyataan Jawaban

SS S KS TS STS

1 Penyakit HIV/AIDS akan membuat penderita dikucilkan oleh teman-teman

2 Penyakit HIV/AIDS akan membuat penderita akan dicemoohkan oleh masyarakat

3 Menggunakan klinik VCT akan merasa malu 4 Menggunakan klinik VCT takut akan

dipublikasikan

5 Tidak ada yang peduli dalam keluarga, sehingga enggan menggunakan klinik VCT

Kuesioner Persepsi Nilai Syariat Islam

No Pernyataan Jawaban

SS S KS TS STS

1 Penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang dilarang dalam agama islam

2 Penderita HIV/AIDS akan mendapatkan dosa besar karena melanggar syariat islam

3 Nilai Syariat Islam mengajarkan pemeluknya untuk selalu menjaga kesehatan dari penyakit berbahaya

4 Nilai Syariat Islam mengajarkan untuk mencegah baru mengobati

5 Penderita HIV/AIDS akan mendapatkan sanksi moral

6 Taat pada Syariat Islam merupakan cara untuk terhindar dari HIV/AIDS

7 Larangan Syariat islam untuk tidak berzina merupakan cara islam untuk menghindarkan dari HIV/AIDS

8 Larangan Syariat islam untuk tidak enggunakan narkoba termasuk jenis suntik merupakan cara islam untuk menghindarkan dari HIV/AIDS


(5)

Lampiran 3. Panduan Wawancara

A.Persepsi tentang Kerentanan

1. Bagaimana pandangan saudara/i tentang HIV/AIDS?

2. Menurut pandangan saudara/i bagaimana seseorang dapat terinfeksi penyakit HIV/AIDS?

3. Menurut pandangan saudara/i bagaimana konsekuensi yang terjadi jika seseorang menderita HIV/AIDS?

B.Persepsi tentang Keparahan

1. Menurut pandangan saudara/i bagaimana kondisi kesehatan jika seseorang sudah dianggap sebagai tersangka HIV/AIDS?

2. Menurut pandangan saudara/i apakah HIV/AIDS dapat disembuhkan? Jika ya..bagaiman? jika tidak, kenapa?

3. Menurut saudara/i bagaimana cara efektif mencegah terjadinya keparahan penyakit HIV/ADIS?

C.Persepsi tentang Ancaman

1. Bagaimana pandangan saudara/i dampak jika menderita HIV/AIDS dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat?

2. Bagaimana pandangan saudara/i terhadap penularan HIV/AIDS kepada istri/suami dan anak?


(6)

Nilai Syariat Islami

1. Menurut pandangan saudara/i pendekatan kaedah agama Islam bisa menurunkan kejadian HIV/AIDS? Jika ya mengapa, jika tidak mengapa?

2. Bagaimana keseharian saudara/i dalam menjalankan ibadah seperti sholat dan seluruh ajaran islam lainnya?

3. Bagaimana pandangan saudara/i tentang taat agama agar terhindar dari penyakit HIV/AIDS?

4. Bagaimana pandangan saudara/i tentang stigma masyarakat tentang penderita HIV/AIDS?

5. Bagaimana pandangan saudara/i tentang konsekuensi penerapan syariat Islam di Aceh terhadap pelaku seks bebas ?

6. Bagaimana pandangan saudara/i tentang konsekuensi penerapan syariat Islam di Aceh terhadap penderita HIV/AIDS?

7. Sepengetahuan saudara/i bagaimana penerapa syariat Islam di Aceh yang berkaitan dengan penanggulangan penyakit HIV/AIDS?

Minat Memanfaatkan VCT

1. Berapa kali saudara/i memanfaatkan klinik VCT di RSUD Langsa? 2. Mengapa sudara/i memanfaatkan klinik VCT di RSUD Langsa?

3. Apa yang saudara/i dapatkan dari klinik VCT berkaitan dengan penyakit yang saudara/i alami?

4. Bagaimana pandangan saudara/i tentang pelayanan di Klinik VCT RSUD Kota Langsa?

5. Bagaimana pandangan saudara/i tentang sikap petugas di klinik VCT RSUD Kota Langsa?

6. Bagaimana pandangan saudara/i tentang pendapat masyarakat jika seseorang diketahui datang ke klinik VCT RSUD Kota Langsa?


Dokumen yang terkait

Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Niat Ibu Hamil Untuk memanfaatkan Layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) Di wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014

5 30 193

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV/AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

7 56 148

Pengantar Konseling VCT (Voluntary Counseling and Testing).

0 0 22

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 0 18

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 0 2

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 0 13

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 2 46

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 2 4

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 1 18

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU VCT (VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING) HIVAIDS PADA IBU RUMAH TANGGA DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU VCT (VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING)

0 0 11