Faktor-Faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI BIDAN DALAM PENANGANAN PERLENGKETAN PLASENTA PADA IBU
BERSALIN DI KECAMATAN PADANG BOLAK KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
TAHUN 2012
TESIS
Oleh
SITI AROFAH SIREGAR 117032203/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI BIDAN DALAM PENANGANAN PERLENGKETAN PLASENTA PADA IBU
BERSALIN DI KECAMATAN PADANG BOLAK KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
TAHUN 2012
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SITI AROFAH SIREGAR 117032203/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI BIDAN DALAM PENANGANAN
PERLENGKETAN PLASENTA PADA IBU
BERSALIN DI KECAMATAN PADANG BOLAK KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Siti Arofah Siregar Nomor Induk Mahasiswa : 117032203
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua
(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) Tanggal Lulus: 4 Juli 2013
(4)
Telah diuji
Pada Tanggal : 4 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si
2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 3. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG (K)
(5)
PERNYATAAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI BIDAN DALAM PENANGANAN PERLENGKETAN PLASENTA PADA IBU
BERSALIN DI KECAMATAN PADANG BOLAK KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
TAHUN 2012
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2013
Siti Arofah Siregar 117032203/IKM
(6)
ABSTRAK
Menurut defenisi WHO, perlengketan plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Perlengketan plasenta yang tidak dapat diatasi dapat menyebabkan perdarahan pada kala III persalinan yang dapat menyebabkan kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi bidan dalam penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012. Jenis penelitian menggunakan metode survei yang bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi adalah seluruh bidan yang pernah menjumpai kasus perlengketan plasenta yang bertempat tinggal di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara yaitu sebanyak 48 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bidan yang penanganan perlengketan plasenta dengan tindakan tepat 47,9% dan tindakan tidak tepat 52,1%. Ada pengaruh masa kerja (p = 0,025), keterampilan (p = 0,002) dan ketersediaan alat (p = 0,028) terhadap penanganan perlengketan plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara. Variabel yang paling berpengaruh terhadap penanganan perlengketan plasenta adalah keterampilan dengan nilai koefisien B = 2,994.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara untuk membuat kebijakan operasional seperti pelatihan penanganan perlengketan plasenta terutama pada bidan yang mempunyai masa kerja <5 tahun dan monitoring yang berkesinambungan terhadap kinerja bidan dalam melakukan penanganan perlengketan. Pada bidan agar meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan cara ikut serta dalam mengikuti seminar dan pelatihan tentang penanganan perlengketan plasenta, serta mengaplikasikan dalam asuhan persalinan khususnya penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin sesuai standar asuhan persalinan normal.
Kata Kunci : Masa Kerja, Keterampilan, Ketersediaan Alat, Penanganan Perlengketan Plasenta
(7)
ABSTRACT
The World Health Organization (WHO) manual for childbirth defines retained placenta as lack of expulsions in this 30 minutes of delivery of the baby. Retained placenta which cannot be handled will cause bleeding in the third stage of labour which can cause death.
The aim of the research was to know the factors influenced midwifes in handling retained placenta on mothers who delivered babies at Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District, in 2012. The research used a survey method with descriptive analytic and cross sectional approach. The population was all 48 midwifes who lived at Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District and who handled retained placentas, and all of them were used as the samples.
The result of the research showed that midwifes who had handled retained placentas with correct action were 47.9% and with incorrect action were 52.1%. There were the influences of the length of work (p = 0.025), skills (p = 0.002), and the availability of equipment (p = 0.028) on the handling of retained placentas at Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District. The variable which had the most significant influence on the handling of retained placentas was skill with
coefficient value of β = 2.994.
It is recommended that the Padang Lawas Utara District Health Office should make an operational policy such as providing training for handling retained placentas for midwifes who had the length of work of <5 years and monitoring continuously the midwifes’ performance in handling retained placenta. Midwifes should increase their knowledge and skills by participating in seminars or training about handling retained placentas and implementing them in delivering babies, especially in handling retained placentas in mothers’ childbirth according to the normal childbirth care standard.
Keywords : Length of Work, Skills, Availability of Equipment, Handling Retained Placenta
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 IlmuKesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A, (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
(9)
Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.
5. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes dan dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari pengajuan judul hingga penulisan proposal ini selesai.
6. Drs. Abdul Jalil AA, M.Kes dan Dr. Muhammmad Rusda, Sp.OG (K), selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. dr. Irwan, selaku Kepala Dinas Kesehatan dan dr. Herlina Sonera Batubara selaku Kepala Puskesmas Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak, beserta seluruh staf pegawai yang telah membantu melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
8. Para Dosen dan Staf di Lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
9. Secara khusus terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan atas perhatian, dukungan baik moral maupun materil dan doa kepada Ibunda tercinta Hj. Delisma Harahap yang selalu memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
(10)
10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Minat Studi Kesehatan Reproduksi angkatan 2011 Universitas Sumatera Utara atas dukungan, semangat dan kebersamaan yang diberikan selama ini. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.
Akhir kata, semoga Tuhan melimpahkan berkat dan kasihNya bagi kita semua dan penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, Juli 2013 Penulis
Siti Arofah Siregar
(11)
RIWAYAT HIDUP
Siti Arofah Siregar dilahirkan di Gunung Tua pada tanggal 16 September 1987. Beragama Islam. Anak kedelapan dari sepuluh bersaudara dari pasangan ayahanda Alm H. Marasad Siregar dan Ibunda Hj. Delisma Harahap. Saat ini bertempat tinggal di Jalan Sei Mencirim Perumahan Mencirim Asri Blok D-32 Medan.
Menamatkan pendidikan formal dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri Gunung Tua tahun 1994-2000, Sekolah Menengah Pertama di MTS’s Darul Ulum Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2000-2003, Sekolah Man 2 Model Medan (Madrasah Aliyah Negeri 2 Model Medan) tahun 2003-2006, Akademi Kebidanan Diploma III Mitra Husada Medan tahun 2006-2009, Program D-IV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Helvetia Medan tahun 2009-2010. Tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan ke Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis pernah mendapatkan Juara Terbaik I pada MTQ cabang Fahmil Qur’an (Pemahaman Al-Qur’an) perwakilan dari siswa/siswi sekolah MAN 2 Model Medan tingkat Kota Medan tahun 2003, dan mendapatkan Juara Terbaik I pada tingkat Kota Medan tahun 2006 dengan Cabang Fahmil Qur’an, yang selanjutnya penulis dibawa tampil untuk perlombaan MTQ Nasional Ke 30 Tingkat Provinsi Sumatera Utara yang dilaksanakan mulai tanggal 24-31 Maret 2006 di Kota Padang
(12)
Sidempuan, dan mendapatkan Juara Terbaik I tingkat Provinsi Sumatera Utara perwakilan dari kota medan pada MTQ Nasional Ke 30 yang dilaksanakan di Kota Padang Sidempuan Cabang Fahmil Qur’an tahun 2006, Pernah bekerja di Klinik Bersalin Hj. Farida Hanum Medan dari tahun 2009-2010. Pernah bekerja di Akbid Mitra Husada Medan sebagai Staf Dosen pada tahun 2010-2011.
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Hipotesis ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Perlengketan Plasenta ... 10
2.2 Etiologi Perlengketan Plasenta ... 10
2.3 Mekanisme Pelepasan Plasenta ... 12
2.4 Patologi ... 13
2.5 Pencegahan Perlengketan Plasenta ... 14
2.6 Prosedur Penanganan Perlengketan Plasenta... 16
2.7 Faktor-faktor yang Memengaruhi terjadinya Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin ... 17
2.8 Penanganan Perlengketan Plasenta ... 20
2.9 Kinerja ... 24
2.10 Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Penanganan Perlengketan Plasenta ... 25
2.11 Landasan Teori ... 30
2.12 Kerangka Konsep ... 34
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35
3.1 Desain Penelitian ... 35
3.2 Lokasi dan WaktuPenelitian ... 35
3.3 Populasi dan Sampel ... 35
3.4 Metode Pengumpulan Data... 35
3.4.1 Data Primer ... 35
(14)
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 37
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 38
3.5.1 Variabel ... 38
3.5.2 Defenisi Operasional ... 38
3.6 Metode Pengukuran ... 40
3.6.1 Pengukuran Variabel Dependen ... 40
3.6.2 Pengukuran Variabel Independen . ... 40
3.7 Metode Analisis Data ... 43
3.7.1 Analisis Univariat ... 43
3.7.2 Analisis Bivariat ... 43
3.7.3 Analisis Multivariat ... 43
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 44
4.1 Deskripsi Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 44
4.1.1 Letak Geografis ... 44
4.1.2 Wilayah Administrasi ... 45
4.1.3 Sarana Kesehatan ... 45
4.2 Analisis Univariat ... 46
4.2.1 Penanganan Perlengketan Plasenta ... 46
4.2.2 Variabel Individu ... 49
4.2.3 Ketersediaan Alat ... 57
4.2.4 Dukungan Dinas Kesehatan... 60
4.3 Hubungan Variabel Individu (Pengetahuan, Umur, Masa Kerja, Pendidikan, Keterampilan) dengan Variabel Dependen (Penanganan Perlengketan Plasenta) ... 61
4.3.1 Hubungan Pengetahuan Bidan dengan Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin... 61
4.3.2 Hubungan Umur Bidan dengan Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin... 62
4.3.4 Hubungan Masa Kerja Bidan dengan Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin... 62
4.3.5 Hubungan Pendidikan Bidan dengan Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin... 63
4.3.6 Hubungan Keterampilan Bidan dengan Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin... 64
4.4 Hubungan Variabel Organisasi (Ketersediaan Alat) dengan Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin ... 65
4.5 Hubungan Variabel Psikologis (Dukungan Dinas Kesehatan) dengan Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin ... 65
(15)
4.6 Pengaruh Variabel Independen yaitu Individu (Pengetahuan, Umur, Masa Kerja, Pendidikan, Keterampilan), Variabel Organisasi (Ketersediaan Alat) dan Variabel Psikologis (Dukungan Dinas Kesehatan) terhadap Variabel Dependen
(Penanganan Perlengketan Plasenta) ... 66
BAB 5. PEMBAHASAN ... 70
5.1 Penanganan Perlengketan Plasenta ... 70
5.2 Pengaruh Variabel Individu (Pengetahuan, Umur, Masa Kerja, Pendidikan, Keterampilan) terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta ... 71
5.2.1 Pengaruh Pengetahuan Bidan terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 71
5.2.2 Pengaruh Umur Bidan terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 74
5.2.3 Pengaruh Masa Kerja Bidan terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 76
5.2.4 Pengaruh Pendidikan Bidan terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 77
5.2.5 Pengaruh Keterampilan Bidan terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 80
5.3 Pengaruh Variabel Organisasi (Ketersediaan Alat) terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta ... 84
5.4 Keterbatasan Penelitian ... 85
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
6.1 Kesimpulan ... 87
6.2 Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 90
(16)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan Bidan . 37 4.1 Tenaga Kesehatan di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang
Lawas Utara Tahun 2012 ... 46 4.2 Distribusi Frekuensi Kasus Perlengketan Plasenta yang Dijumpai pada
Ibu Bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ... 47 4.3 Distribusi Frekuensi Jenis Perlengketan plasenta yang Dijumpai Oleh
Bidan di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ... 47 4.4 Distribusi Frekuensi Penanganan Perlengketan Plasenta karena
disebabkan Kegagalan Uterus untuk Berkontraksi di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ... 48 4.5 Distribusi Frekuensi Penanganan Perlengketan Plasenta karena
disebabkan plasenta akreta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ... 48 4.6 Distribusi Frekuensi Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu
Bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ... 48 4.7 Distribusi Frekuensi Variabel Individu ... 50 4.8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan dalam Penanganan
Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin Berdasarkan Jawaban Pernyataan Pengetahuan di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ... 51 4.9 Distribusi Frekuensi Keterampilan Bidan dalam Penanganan
Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin Berdasarkan Jawaban Pernyataan Keterampilan di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ... 54
(17)
4.10 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Alat dalam Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012 ... 57 4.11 Distribusi Frekuensi Alat yang Dimiliki oleh 28 Bidan yang
Terkategori Alat Tidak Lengkap ... 58 4.12 Distribusi Frekuensi Dukungan Dinas Kesehatan dalam Penanganan
Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012 ... 59 4.13 Distribusi Frekuensi Dukungan Tenaga Kesehatan dalam Penanganan
Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin Berdasarkan Jawaban Pernyataan Dukungan di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ... 60 4.14 Hubungan Variabel Individu (Pengetahuan) Bidan dengan Penanganan
Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin ... 61 4.15 Hubungan Variabel Individu (Umur) Bidan dengan Penanganan
Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin ... 62 4.16 Hubungan Variabel Individu (Masa) Kerja Bidan dengan Penanganan
Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin ... 63 4.17 Hubungan Variabel Individu (Pendidikan) Bidan dengan Penanganan
Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin ... 64 4.18 Hubungan Variabel Individu (Keterampilan) Bidan dengan Penanganan
Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin ... 64 4.19 Hubungan Variabel Individu (Ketersediaan Alat) dengan Penanganan
Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin ... 65 4.20 Hubungan Variabel Individu (Dukungan Dinas Kesehatan) dengan
Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin ... 66 4.21 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda Pengaruh Variabel
Independen (Masa Kerja, Keterampilan dan Ketersediaan Alat) terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 . 67
(18)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 33
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 93
2. Master Data ... 101
3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 103
4. Hasil Uji Statistik ... 107
5. Surat Penelitian ... 138
(20)
ABSTRAK
Menurut defenisi WHO, perlengketan plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Perlengketan plasenta yang tidak dapat diatasi dapat menyebabkan perdarahan pada kala III persalinan yang dapat menyebabkan kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi bidan dalam penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012. Jenis penelitian menggunakan metode survei yang bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi adalah seluruh bidan yang pernah menjumpai kasus perlengketan plasenta yang bertempat tinggal di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara yaitu sebanyak 48 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bidan yang penanganan perlengketan plasenta dengan tindakan tepat 47,9% dan tindakan tidak tepat 52,1%. Ada pengaruh masa kerja (p = 0,025), keterampilan (p = 0,002) dan ketersediaan alat (p = 0,028) terhadap penanganan perlengketan plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara. Variabel yang paling berpengaruh terhadap penanganan perlengketan plasenta adalah keterampilan dengan nilai koefisien B = 2,994.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara untuk membuat kebijakan operasional seperti pelatihan penanganan perlengketan plasenta terutama pada bidan yang mempunyai masa kerja <5 tahun dan monitoring yang berkesinambungan terhadap kinerja bidan dalam melakukan penanganan perlengketan. Pada bidan agar meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan cara ikut serta dalam mengikuti seminar dan pelatihan tentang penanganan perlengketan plasenta, serta mengaplikasikan dalam asuhan persalinan khususnya penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin sesuai standar asuhan persalinan normal.
Kata Kunci : Masa Kerja, Keterampilan, Ketersediaan Alat, Penanganan Perlengketan Plasenta
(21)
ABSTRACT
The World Health Organization (WHO) manual for childbirth defines retained placenta as lack of expulsions in this 30 minutes of delivery of the baby. Retained placenta which cannot be handled will cause bleeding in the third stage of labour which can cause death.
The aim of the research was to know the factors influenced midwifes in handling retained placenta on mothers who delivered babies at Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District, in 2012. The research used a survey method with descriptive analytic and cross sectional approach. The population was all 48 midwifes who lived at Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District and who handled retained placentas, and all of them were used as the samples.
The result of the research showed that midwifes who had handled retained placentas with correct action were 47.9% and with incorrect action were 52.1%. There were the influences of the length of work (p = 0.025), skills (p = 0.002), and the availability of equipment (p = 0.028) on the handling of retained placentas at Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District. The variable which had the most significant influence on the handling of retained placentas was skill with
coefficient value of β = 2.994.
It is recommended that the Padang Lawas Utara District Health Office should make an operational policy such as providing training for handling retained placentas for midwifes who had the length of work of <5 years and monitoring continuously the midwifes’ performance in handling retained placenta. Midwifes should increase their knowledge and skills by participating in seminars or training about handling retained placentas and implementing them in delivering babies, especially in handling retained placentas in mothers’ childbirth according to the normal childbirth care standard.
Keywords : Length of Work, Skills, Availability of Equipment, Handling Retained Placenta
(22)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Berdasarkan data WHO (2010), rasio kematian ibu (MMR) selama kehamilan dan melahirkan atau dalam 42 hari setelah melahirkan per 100.000 kelahiran hidup. Secara global, yang diperkirakan 287.000 kematian ibu terjadi pada tahun 2010, untuk negara Indonesia sebesar berkisar antara 140-380/100.000 kelahiran hidup, sedangkan untuk sesama negara ASEAN seperti Thailand berkisar antara 32-36/100.000 kelahiran hidup, dari data tersebut penyebab yang secara langsung terjadinya kematian ibu (maternal mortality) adalah perdarahan, yang salah satunya disebabkan oleh perlengketan plasenta.
Berdasarkan data BPS, BKKBN, Depkes RI, dan Macro International tahun 2008, Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, Indonesia belum mampu mengatasi tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), pada tahun 2007 berkisar 228 per 100.000 kelahiran hidup, itu berarti setiap dua jam ada 2 ibu hamil, bersalin yang meninggal karena berbagai penyebab, seperti perdarahan perlengketan plasenta, pre-eklampsia dan pre-eklampsia.
Perdarahan merupakan penyebab kematian ibu nomor satu di Indonesia (40-60%), perlengketan plasenta merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan pada ibu bersalin pada kala tiga persalinan (Prawirohardjo, 2007). Menurut penelitian Asmarni (2004), terdapat 37 kasus perlengketan plasenta dari 465 persalinan spontan
(23)
(12,6%) di RSU Dr. Pirngadi Medan dan terdapat 35 kasus dari 325 persalinan spontan (9,3%) di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2004.
Menurunkan perdarahan pasca persalinan akibat perlengketan plasenta tidak hanya mengurangi risiko kematian ibu namun juga menghindarkannya dari risiko kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan. Bukti berbagai penelitian mendukung penatalaksanaan kala tiga persalinan dapat menurunkan resiko perdarahan pasca persalinan sampai 40% (Prawirohardjo, 2007).
Menurut Teori Blum, ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan yaitu, faktor lingkungan, perilaku, genetik dan pelayanan kesehatan. Untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) perlu ditingkatkan pelayanan kesehatan karena dengan meningkatkan pelayanan kesehatan maka akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dalam hal ini tenaga kesehatan khususnya bidan harus lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk menurunkan angka kematian ibu (Notoatmodjo, 2011). Tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat penanganan serius, maka salah satu upaya yang perlu mendapatkan perhatian dalam penurunan AKI adalah melalui kualitas pelayanan persalinan (Depkes RI, 2009).
Kehamilan dan persalinan merupakan hal yang wajar terjadi pada seorang perempuan, persalinan merupakan suatu proses alami dan peristiwa normal, namun apabila tidak ditangani dengan tepat dapat menjadi abnormal. Meskipun merupakan suatu hal yang fisiologis, persalinan memiliki banyak risiko yang dapat membahayakan nyawa ibu dan janinnya. Berdasarkan inilah bidan penolong
(24)
persalinan dituntut untuk selalu berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan. Upaya efektif untuk menurunkan AKI adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan profesional di fasilitas tenaga kesehatan (IBI, 2010).
Perlengketan plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir, tanpa perdarahan yang berlebihan. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan dan infeksi (Manuaba, 2002).
Menurut Obajimi, dkk (2009), insidens perlengketan plasenta bervariasi terjadi di dunia, yaitu antara 0,1%-3,3% dari seluruh populasi yang dipelajari. Beberapa negara seperti Saudi Arabia insidens perlengketan plasenta yaitu 0,6%, dan di India insidensnya 0,2%. Di beberapa negara dipelajari dalam ilmu kebidanan, bahwa kejadian perlengketan plasenta dapat meningkatkan kematian ibu secara menyeluruh. Perlengketan plasenta merupakan terlambatnya kelahiran plasenta melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan postpartum yang salah satunya disebabkan oleh perlengketan plasenta.
Penyebab perlengketan plasenta adalah kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus dan sebab villi korialis menembus lapisan otot dan mencapai serosa atau menembusnya (plasenta akreta-perkreta), plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
(25)
melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Kejadian perlengketan plasenta berkaitan dengan Grandemultipara (anak lebih dari 5) dengan implantasi plasenta, kontraksi otot rahim yang tidak bagus dan menimbulkan perdarahan (Mochtar, 2002).
Menurut Oxorn (2003) dan Chalik (2002), angka kejadian perlengketan plasenta meningkat pada ibu dengan usia tinggi, paritas tinggi, interval kehamilan pendek, riwayat persalinan lalu dengan habitual retensio, sectio caesarea dan plasenta previa karena pada keadaan ini terjadi penurunan kecukupan decidua secara progresif dan semakin melemahkan kontraksi uterus.
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ditemukan kejadian kasus perlengketan plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara yaitu dari 74 orang ibu bersalin ada 28 orang yang mengalami perlengketan plasenta pada bulan Januari sampai Oktober 2012. Dari 28 orang ibu bersalin akibat perlengketan plasenta ada 26 orang (93%) yang dilakukan rujukan, sedangkan 2 orang (7%) berhasil dilakukan manual plasenta oleh bidan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitria (2010) di Medan tentang gambaran karakteristik ibu bersalin yang mengalami perlengketan plasenta dijumpai pada umur >35 tahun yaitu sebanyak 24 orang (80%), dan pada usia <20 tahun yaitu sebanyak 6 orang (20%). Sedangkan berdasarkan paritas dijumpai pada paritas 3-5 kali sebanyak 24 orang (80%), dijumpai pada paritas 1-2 kali sebanyak 6 orang (20%). Penanganan yang dilakukan dalam kasus ini adalah dengan manual plasenta.
(26)
Penanganan perlengketan plasenta dapat dilakukan dengan manual plasenta yaitu dengan cara memperhatikan keadaan umum penderita apakah anemis, bagaimana jumlah perdarahannya, tekanan darah, nadi, suhu, kontraksi dan tinggi fundus uteri, mengetahui keadaan plasenta, melakukan tes plasenta lepas yaitu dengan metode Kustner, metode Klein, dan metode Strassman. Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita, segera memasang infus dan memberikan cairan (Manuaba, 2002).
Bidan adalah seorang wanita yang telah secara teratur mengikuti suatu program pendidikan kebidanan yang diakui negara program tersebut diselenggarakan, telah berhasil menyelesaikan serangkaian pendidikan kebidanan yang ditetapkan, dan telah memperoleh kualifikasi yang diperlukan untuk bisa didaftarkan dan atau secara hukum memperoleh izin untuk melakukan praktek kebidanan (Dwiana, 2009).
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Apabila plasenta belum lahir melebihi waktu tiga puluh menit setelah bayi lahir, maka bidan dapat memberikan pertolongan kegawatdaruratan kebidanan dan penanganan perdarahan sesuai dengan indikasi khususnya dalam penanganan perlengketan plasenta (Depkes RI, 2010).
Dari survei awal bulan November 2012 dari data Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara terdapat 21 desa, dimana setiap desa rata-rata mempunyai 2-4 bidan, sehingga dari 21 desa dijumpai 56 orang bidan desa, diantara
(27)
56 orang bidan desa ada 48 orang yang pernah menjumpai kasus perlengketan plasenta sedangkan 8 orang lagi tidak pernah menjumpai kasus tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan 5 bidan, ada 2 orang yang selalu mengikuti pelatihan atau seminar tentang kebidanan untuk menambah pengetahuan, dengan harapan mereka dapat menangani kasus perlengketan plasenta. Dari 2 orang yang ikut pelatihan atau seminar tersebut, 1 orang bidan (usia 42 tahun berpenpendidikan D-I Kebidanan) dapat melakukan penanganan perlengketan plasenta yang disebabkan oleh kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta, sedangkan 1 orang bidan lagi (usia 27 tahun berpendidikan D-III Kebidanan) tidak dapat menanganinya juga karena perlengketan plasenta yang disebabkan uterus gagal berkontraksi. Bidan seharusnya dapat menangani perlengketan plasenta tanpa harus ikut pelatihan karena setiap bidan sudah mendapatkan ilmu pengetahuan tentang penanganan perlengketan plasenta di waktu kuliah baik itu pendidikan D-I, D-III, dan D-IV Kebidanan sehingga diharapkan bidan mampu melakukan penanganan perlengketan plasenta. Dari hasil wawancara dan observasi langsung kepada 3 bidan yang tidak ikut pelatihan atau seminar, mereka tidak berhasil melakukan penanganan perlengketan plasenta karena disebabkan uterus tidak berkontraksi secara adekuat, dimana ke 3 bidan tersebut masih muda dan baru selesai pendidikan, dan mereka juga kurang percaya diri dalam melakukan tindakan pengeluaran perlengketan plasenta sehingga mereka melakukan rujukan bila menjumpai kasus tersebut. Seharusnya bidan yang usia muda dan baru
(28)
selesai pendidikan mampu mengaplikasikan ilmunya dengan baik termasuk dalam penanganan perlengketan plasenta.
Beberapa faktor lain yang menyebabkan bidan tidak bisa menangani kasus perlengketan plasenta antara lain kurangnya peralatan yang mereka miliki contohnya tidak adanya sarung tangan panjang untuk mengeluarkan plasenta dari dindingnya sehingga mengakibatkan sulitnya mereka membantu ibu bersalin dengan perlengketan plasenta. Selain itu kurangnya informasi yang didapat dari Dinas Kesehatan tentang ilmu yang terbaru khususnya tentang penanganan perlengketan plasenta.
Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa beberapa faktor yaitu pengetahuan, umur, masa kerja, pendidikan, keterampilan, ketersediaan alat serta dukungan dinas kesehatan dapat memengaruhi penanganan perlengketan plasenta. Dengan demikian ingin diketahui lebih mendalam tentang faktor-faktor apa saja yang memengaruhi bidan dalam penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012.
1.2Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Masih tingginya kasus perlengketan plasenta yang tidak dapat ditangani oleh bidan yaitu sebanyak 26 orang (93%) di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012”
(29)
1.3Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi bidan dalam penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012
1.4Hipotesis
1.4.1 Ada pengaruh pengetahuan bidan terhadap penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin.
1.4.2 Ada pengaruh umur bidan terhadap penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin.
1.4.3 Ada pengaruh masa kerja bidan terhadap penanganan perlengketan plasenta ibu bersalin.
1.4.4 Ada pengaruh pendidikan bidan terhadap penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin.
1.4.5 Ada pengaruh keterampilan bidan terhadap penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin.
1.4.6 Ada pengaruh ketersediaan alat terhadap penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin.
1.4.7 Ada pengaruh dukungan dinas kesehatan terhadap penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin.
(30)
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Pemerintah Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara, sebagai bahan masukan dalam membuat kebijakan guna meningkatkan penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin.
1.5.2 Bagi bidan, sebagai masukan dalam memotivasi diri bidan, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan khususnya tentang penanganan perlengketan plasenta.
(31)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perlengketan Plasenta
Perlengketan plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2007). Sedangkan Mochtar (2002), mengemukakan perlengketan plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu satu jam setelah bayi lahir.
2.2 Etiologi Perlengketan Plasenta
Menurut Prawirohardjo (2007), etiologi perlengketan plasenta yaitu:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan melekat lebih dalam, yang menurut tingkat perlengketannya dibagi menjadi :
a. Plasenta adhesiva yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. b. Plasenta akreta adalah villi chorialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam
dinding rahim dari pada biasa ialah sampai ke batas atas lapisan otot rahim. c. Plasenta inkreta adalah kalau villi chorialis sampai masuk ke dalam lapisan
otot rahim.
d. Plasenta perkreta adalah kalau villi chorialis menembus lapisan otot dan mencapai serosa atau menembusnya.
2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak, atau adanya lingkaran konstriksi pada
(32)
bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala tiga yang menghalangi plasenta keluar.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih penuh, karena itu harus dikosongkan.
Adapun faktor predisposisi yang memengaruhi terjadinya perlengketan plasenta menurut Manuaba (2005) adalah:
a. Umur : Terlalu muda atau tua
b. Paritas: Sering dijumpai pada multipara dan grandemultipara
c. Uterus terlalu dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion atau janin besar. d. Jarak kehamilan yang pendek
e. Faktor sosial ekonomi seperti kurang gizi.
Pada wanita hamil proses persalinan harus terpenuhi gizinya karena kebutuhan gizi ini selain dipergunakan untuk proses rutin juga diperlukan untuk pembentukan jaringan baru yaitu janin, uterus serta kelenjar mamae. Kekurangan gizi pada wanita hamil akan bisa menyebabkan anemia, abortus, partus prematurus, inersia uteri, perdarahan post partum, sepsis dan sebagainya. Ibu yang mengalami kurang gizi pertumbuhan plasenta kadang bisa menembus sampai miometrium. Selain itu pada saat proses persalinan juga dapat menimbulkan inersia uteri yang akan menyebabkan plasenta tidak lepas dari tempat implantasinya atau walaupun
(33)
terlepas tetap berada dalam kavum uteri yang menyebabkan terjadinya perlengketan plasenta (Ronald, 2004).
2.3 Mekanisme Pelepasan Plasenta
Menurut Mochtar (2002), mekanisme terjadinya pelepasan plasenta terdiri dari beberapa fase yaitu:
1. Fase Pelepasan Plasenta
Cara lepasnya plasenta ada beberapa macam: a. Schultze
Lepasnya seperti kita menutup payung, cara ini yang paling sering terjadi (80%). Yang lepas duluan adalah bagian tengah, lalu terjadi retroplasenta hematoma yang menolak plasenta mula-mula bagian tengah kemudian seluruhnya. Menurut cara ini, perdarahan tidak ada sebelum plasenta lahir dan banyak setelah uri lahir.
b. Duncan
Lepasnya plasenta mulai dari pinggir, jadi pinggir plasenta lahir duluan. Darah akan keluar antara selaput ketuban. Serempak dari tengah pinggir plasenta.
2. Fase Pengeluaran Plasenta
Plasenta yang sudah terlepas oleh kontraksi rahim akan didorong ke bawah yang oleh rahim sekarang dianggap benda asing. Hal ini dibantu pula oleh tekanan abdominal atau mengedan, maka plasenta akan dilahirkan, 20%
(34)
secara spontan dan selebihnya memerlukan pertolongan. Adapun perasat-perasat yang dapat dilakukan untuk mengetahui lepasnya plasenta adalah: a. Kustner
Dengan meletakkan tangan disertai tekanan di atas simfisis, tali pusat ditegangkan maka bila tali pusat masuk bararti plasenta belum lepas tetapi bila tali pusat diam atau maju berarti plasenta sudah lepas.
b. Klein
Sewaktu ada his rahim kita dorong sedikit bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum lepas dan bila tali pusat tidak bergetar berarti plasenta sudah lepas.
c. Strassman
Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum lepas dan bila tali pusat tidak bergetar berarti plasenta sudah lepas dimana rahim menonjol di atas simfisis, tali pusat bertambah panjang, rahim bundar dan keras, dan keluar darah secara tiba-tiba.
2.4 Patologi
Dalam keadaan normal decidua basalis terletak diantara miometrium dan plasenta. Lempeng pembelahan bagi pemisahan plasenta berada dalam lapisan decidua basalis yang mirip spons. Dan plasenta melekat langsung pada miometrium. Vili tersebut bisa tetap superficial pada otot uterus atau dapat menembus lebih di
(35)
bawah plasenta ruptur sinus-sinus yang terjadi ketika plasenta dikeluarkan secara paksa akan menimbulkan perdarahan dalam jumlah banyak (Oxorn, 2003).
2.5 Pencegahan Perlengketan Plasenta
Adapun tindakan pencegahan perlengketan plasenta yang dapat dilakukan tenaga kesehatan menurut Manuaba (2005) adalah :
a. Meningkatkan penerimaan keluarga berencanan sehingga menjarangkan kehamilan untuk menghindari terjadinya perlengketan plasenta.
b. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
c. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala tiga tidak diperkenankan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta
d. Melakukan manajemen aktif kala tiga.
Dengan melakukan manajemen aktif kala tiga akan memperpendek waktu kala tiga persalinan, mengurangi jumlah kehilangan darah dan mengurangi kejadian perlengketan plasenta. Manajemen aktif kala 3 meliputi : pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri.
Oksitosin akan merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan dan mengurangi kehilangan darah. Selambat-lambatnya dalam waktu dua menit setelah bayi lahir segera suntikkan
(36)
oksitosin 10 IU IM. Jika oksitosin tidak tersedia minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan bayinya dengan segera ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah.
Lakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT) dengan cara pindahkan klem kedua yang telah dijepit sewaktu kala dua persalinan pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva. Kemudian letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (alas dengan kain) tepat di atas tulang pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat tegangkan tali pusat kemudian tangan pada dinding abdomen menekan korpus uteri ke bawah dan ke atas (dorso-kranial) korpus. Lakukan secara hati-hati untuk menghindari terjadinya inversio uteri. Bila plasenta belum lepas tunggu hingga ada kontraksi yang tepat (sekitar 2 atau 3 menit). Pada saat kontraksi mulai (uterus menjadi bulat atau talipusat memanjang) tegangkan tali pusat ke arah bawah bersamaan dengan itu lakukan dengan penekanan korpus uteri ke arah bawah dan kranial hingga plasenta terlepas dari tempat implantasinya. Setelah plasenta terlepas anjurkan ibu untuk meneran sehingga plasenta akan terdorong ke introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat ke arah bawah mengikuti jalan arah lahir. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina pegang plasenta dengan kedua tangan rata dan dengan lembut putar plasenta hingga selaput terpilin. Lakukan penarikan secara lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
Segera setelah kelahiran plasenta, lakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri dengan cara letakkan telapak tangan pada fundus uteri dengan lembut
(37)
gerakkan tangan secara memutar pada fundus uteri sehingga uterus berkontraksi (Waspodo, 2007).
2.6 Prosedur Penanganan Perlengketan Plasenta
Menurut Manuaba (2002), dalam penanganan kasus perlengketan plasenta memiliki suatu prosedur tetap yaitu dengan teknik pelaksanaan plasenta manual dan prosedur ini sesuai dengan teori asuhan persalinan normal yaitu pada penatalaksanaan perlengketan plasenta, apabila masih ada sisa plasenta yang tertinggal maka dilakukan tindakan curettage. Oleh karena itu setiap tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penanganan perlengketan plasenta tersebut harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Sikap bidan dalam menghadapi perlengketan plasenta yaitu: 1. Sikap umum bidan
a. Memperhatikan keadaan umum penderita apakah anemis - Bagaimana jumlah perdarahannya
- Keadaan umum penderita: tekanan darah, nadi dan suhu - Keadaan fundus uteri kontraksi dan tinggi fundus uteri b. Mengetahui keadaan plasenta
- Apakah plasenta inkarserata - Melakukan tes plasenta lepas
(38)
2. Sikap khusus bidan
a. Perlengketan plasenta dengan perdarahan - Langsung melakukan plasenta manual b. Perlengketan plasenta tanpa perdarahan
- Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segera memasang infus dan memberikan cairans
- Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik
- Memberikan transfusi - Proteksi dengan antibiotika
- Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh narkosa.
2.7 Faktor-Faktor yang Memengaruhi terjadinya Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin
Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya perlengketan plasenta pada ibu bersalin menurut Manuaba (2002) adalah:
1. Umur
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan yang pertama kali adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal
(39)
meningkat sesudah usia 30-35 tahun jika melahirkan anak pertama. Pada usia ibu yang masih muda organ- organ reproduksi belum cukup matang sehingga dapat mengganggu kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin dalam kandungan. Bertambahnya usia ibu akan diikuti dengan perubahan perkembangan dari organ-organ tubuh terutama organ reproduksi. Pada keadaan ini kontraksi rahim akan semakin melemah dan juga akan terjadi penurunan kecukupan decidua secara progresif, kadang decidua basalis tidak ada sebagian atau seluruhnya sehingga plasenta akan melekat langsung pada miometrium. Vili plasenta tersebut bisa tetap super visal pada otot uterus atau dapat menembus lebih dalam sehingga kemungkinan akan terjadi perlengketan plasenta.
Menurut penelitian yang dilakukan Asmarni (2004) di RSUP H. Adam Malik Medan, dari 35 kasus perlengketan plasenta paling tinggi ditemukan pada umur >35 tahun yaitu 19 kasus (54,3%), diduga hal ini terjadi karena pada usia tersebut merupakan masa untuk mengakhiri kehamilan, karena pada usia ini organ reproduksi tidak aman lagi untuk bereproduksi. Pada usia >35 tahun kesuburan ibu telah berkurang sehingga kontrasi uterusnya sudah melemah. Sedangkan angka terendah terdapat pada umur 20-35 tahun karena masa ini merupakan kurun reproduksi sehat sehingga komplikasi yang terjadi pada persalinan lebih kecil.
2. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi lebih dari 3 mempunyai angka
(40)
kematian maternal yang lebih tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.
Angka kejadian perlengketan plasenta pada multigravida lebih tinggi dibandingkan pada primigravida yang hampir tidak ditemui karena pada multigravida sering terjadi perlengketan plasenta yang lebih dalam pada rahim yaitu dalam bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
Menurut penelitian Asmarni (2004) di RSUP H. Adam Malik Medan, perlengketan plasenta paling tinggi pada multipara. Menurut penelitian hal ini disebabkan karena terjadi cacat endometrium sehingga plasenta melekat lebih dalam pada dinding rahim. Hasil penelitian yang dilakukan Rismalia (2002-2003) di RSU Hasan Sadikin Bandung, perlengketan plasenta paling banyak ditemukan pada paritas >3 yaitu sekitar 67,56%. Menurutnya hal ini terjadi karena pertolongan persalinan banyak yang dilakukan oleh bidan serta dukun yang kurang terampil dalam melakukan manajemen aktif kala III yang baik dan benar sehingga memengaruhi besarnya angka kejadian perlengketan plasenta pada ibu dengan paritas tersebut. 3. Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan adalah jarak antara kehamilan ini dengan kehamilan sebelumnya. Menjaga jarak kehamilan tidak hanya menyelamatkan ibu dan bayinya dari sisi kesehatan namun juga memperbaiki hubungan psikologis keluarga. Interval kehamilan yang pendek akan mempengarui terjadinya perlengketan plasenta karena kontraksi uterus semakin melemah sehingga plasenta akan tetap berada di dalam
(41)
kavum uteri. Jarak persalinan atau kehamilan yang pendek yaitu kurang dari 2 tahun merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum karena perlengketan plasenta. Menurut kesehatan reproduksi interval kehamilan yang sehat minimal 2 tahun.
4. Riwayat Persalinan Lalu
Riwayat persalinan lalu akan mempengaruhi kejadian perlengketan plasenta. Pada beberapa kasus terjadi perlengketan plasenta berulang (habitual retensio plasenta) selain itu ibu dengan riwayat persalinan lalu seperti sectio caesarea, plasenta previa juga berisiko terjadi perlengketan plasenta karena pada keadaan ini pengembangan desidua pada uterus relatif jelek dan sering kurang memadai sehingga villi plasenta melekat, memasuki, atau menembus miometrium.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Martina (2001) di RSU Sundari Medan, kejadian perlengketan plasenta paling banyak ditemukan dengan riwayat persalinan lalu partus spontan sebanyak 16 kasus dari 19 kasus. Menurut penelitian hal ini kemungkinan terjadi karena penderita mempunyai jarak persalinan yang pendek sehingga jaringan parut atau luka pada uterus pada persalinan lalu belum sembuh sehingga terjadi perlengketan plasenta walaupun riwayat persalinan lalunya tidak berisiko.
2.8 Penanganan Perlengketan Plasenta
Penanganan adalah suatu proses yang dikerjakan secara intensif dalam menyelesaikan sebuah permasalahan oleh orang yang ahli. Penanganannya harus
(42)
sesuai dengan prosedur agar lebih efektif, yang tujuannya untuk menyelesaikan permasalahan atau kasus yang terjadi sehingga dibutuhkan penanganan yang khusus (Manuaba, 2005).
Penanganan perlengketan plasenta adalah suatu proses pengeluaran plasenta secara manual yang dilakukan oleh bidan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan jika tidak dikeluarkan. Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu diperhatikan tekniknya sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti perforasi dinding uterus dan bahaya infeksi (Manuaba, 2005).
Apabila plasenta belum lahir melebihi waktu setengah jam setelah bayi lahir, apabila terjadi perdarahan maka harus segera dikeluarkan. Penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan plasenta manual.
Plasenta manual merupakan teknik untuk melahirkan perlengketan plasenta dengan menggunakan tangan. Teknik plasenta manual tidaklah sukar, akan tetapi harus dipikirkan bagaimana persiapan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita (Manuaba, 2005).
Adapun prosedur dari pelaksanaan plasenta manual menurut Manuaba (2005) dan Waspodo (2007) adalah sebagai berikut:
1. Penyediaan alat secara : a. Sistematis
b. Tanpa Bantuan c. Tepat dan Lengkap
(43)
2. Persiapan Infus : a. Abocat b. Infus Set c. NaCl 0.9% d. Plester
e. Gunting Perban f. Kain Kasa g. Nierbekken h. Bethadine i. Piring Plasenta j. Tiang Infus 3. Persiapan Obat-Obatan
a. Obat-obatan Analgetik b. Obat-Obatan sedative c. Spuit 3 cc
d. Obat Utero Tonika (Methergin) 4. Bak Instrumen Steril berisi :
a. Hand Scoon panjang steril 1 pasang b. Doek Stril 2 buah
c. Kain kasa secukupnya d. Arteri Klem
(44)
5. Persiapan sebelum tindakan baik pada pasien maupun penolong yaitu operator dan asisten.
a. Melakukan pencegahan infeksi sebelum tindakan b. Tindakan penetrasi ke kavum uteri dengan cara: 6. Memberikan sedative dan analgetika melalui karet infuse.
Lakukan kateterisasi kandung kemih apabila klien tidak dapat berkemih sendiri. a. Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegangkan tali pusat sejajar lantai. b. Secara obstetric masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) ke dalam
vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
c. Setelah tangan mencapai pembukaan servik, minta asisten untuk memegang kocher, kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.
d. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
e. Buka tangan obstetric seperti memberi salam (ibu jari merapat kepangkal jari telunjuk).
7. Melepas plasenta dari dinding uterus
a. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.
b. Kemudian gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
(45)
8. Mengeluarkan plasenta
a. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulang untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
b. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan.
c. Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil menarik plasenta keluar (hindari percikan darah).
d. Letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.
e. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorso cranial setelah plasenta lahir.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Renata (2005) di RSU Dr. Pirngadi Medan, dari 41 kasus perlengketan plasenta semua penanganan kasus tersebut dilakukan dengan manual plasenta.
Apabila dengan tindakan tersebut di atas perdarahan tersebut masih belum dapat dihentikan, maka demi menyelamatkan jiwa tindakan yang paling akhir harus dilakukan adalah histerektomi. Histerektomiadalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim dari sebagian (sub total) tanpa servik uteri ataupun seluruhnya (total) berikut servik uteri (Saifuddin, 2002).
Berdasarkan uraian di atas maka ingin diketahui jenis tindakan penanganan yang dilakukan pada kasus perlengketan plasenta sehingga penanganan dijadikan sebagai salah satu variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini.
(46)
2.9 Kinerja
Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang. Sedangkan menurut whitmore kinerja merupakan yang menunutut kebutuhan paling minim untuk berhasil. Oleh karena itu, whitmore mengemukakan pengertian kinerja yang dianggapnya representatif, maka pengertian tergambarnya tanggung jawab yang besar dari pekerjaan seseorang.
Kinerja dapat disimpulkan sebagai perilaku seseorang yang membuahkan hasil kerja tertentu setelah memenuhi sejumlah persyaratan. Berhubung dengan konsep kinerja seperti yang telah dibahas di atas, selanjutnya akan dibahas persyaratan yang menetukan kinerja seseorang. Karena itu, evaluasi kinerja ini harus dipahami oleh karyawan maupun pemimpin, agar keduanya saling puas dalam rangka mewujudkan kinerja secara optimal. Sekedar melihat bagaimana kinerja pendidikan kita dan cara mengukurnya (Hamzah, 2012).
2.10 Faktor - faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Penanganan Perlengketan Plasenta
Beberapa faktor yang memengaruhi bidan dalam penanganan perlengketan plasenta adalah:
1. Pengetahuan
Bloom (1974) dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia
(47)
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2005), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu
2. Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus (objek)
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidak baiknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
5. Adoption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat
(48)
langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2005). 2. Umur
Umur adalah karakteristik bidan yang memengaruhi pertolongan persalinan perlengketan plasenta pada ibu bersalin. Umur dapat menentukan keputusan dalam melakukan pertolongan persalinan perlengketan plasenta pada ibu bersalin. Menurut analisis teori Sarwono (2004), menyimpulkan bahwa keputusan pertolongan persalinan perlengketan plasenta pada ibu bersalin dapat dipengaruhi oleh faktor karakteristik individu bidan seperti umur dan pendidikan.
3. Masa Kerja
Masa kerja adalah Rata-rata masa kerja responden yang dihitung setelah dia menyelesaikan pendidikannya dan mulai bekerja pertama kalinya sebagai tenaga penolong persalinan khususnya dalam penanganan perlengketan plasenta. Lamanya bekerja berkaitan erat dengan pengalaman-pengalaman yang telah didapat selama menjalankan tugas. Dan pengalaman seseorang dalam melakukan tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan kedewasaan teknisnya. Semakin lama masa kerja kecakapan seseorang semakin baik karena sudah menyesuaikan dengan pekerjaannya.
4. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang berbanding lurus dengan tingkat kesehatan, semakin tinggi pendidikan maka individu lebih mudah menerima konsep tentang kesehatan. Apabila pendidikan seseorang tinggi maka akan
(49)
berpengaruh terhadap pengetahuannya, pengetahuannya akan lebih baik serta tindakannya juga akan lebih baik karena didasari oleh pengetahuan yang baik.
5. Keterampilan
Keterampilan adalah batasan kemampuan (knowledge, skill, and profesional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh masing-masing individu guna bisa melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi (Heni, 2009).
Keterampilan adalah kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan ke dalam bentuk tindakan. Keterampilan seorang bidan diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan latihan yakni : a) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; b) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; c) mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; d) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru.
Dalam melaksanakan profesinya, bidan memiliki 9 keterampilan. Setiap keterampilan dilengkapi dengan pengetahuan serta keterampilan dasar, pengetahuan dan keterampilan tambahan, yang wajib dimiliki sekaligus dilaksanakan oleh seorang bidan dalam melakukan kegiatan asuhan kebidanan. Dijelaskan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, nilai serta sikap dasar yang terefleksikan dalam wujud dalam wujud kebiasaan berfikir dan bertindak yang bersifat dinamis, berkembang serta bisa digapai pada setiap waktu (Heni, 2009).
(50)
Kebiasaan berfikir sekaligus bertindak yang dilakukan secara konsisten dan kontinu memungkinkan seseorang atau bidan menjadi kompeten. Dalam hal ini, dapat pula dimaknai memiliki pengetahuan, ketrampilan, nilai serta pola sikap dasar dalam melakukan sesuatu. kebiasaan berfikir dan bertindak tersebut senantiasa dilatari dengan budi pekerti yang luhur dan baik dalam kehidupan pribadi, sosial, kemasyarakatan, keberagamaan, dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketrampilan tersebut diklasifikasikan menjadi dua level. Pertama, ketrampilan dasar. Keterampilan yang secara mutlak harus dimiliki oleh seorang bidan. Kedua, ketrampilan lanjutan atau tambahan. Pengembangan dari pengetahuan serta keterampilan dasar yang mutlak harus dimiliki oleh seorang bidan guna menunjang tugasnya sebagai seorang bidan dalam memenuhi tuntutan atau kebutuhan masyarakat yang sangat dinamis seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Heni, 2009).
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 369/Menkes/SK/III/2007, tentang standar profesi bidan. Salah satu komponen yang termuat didalamnya adalah mengenai standar kompetensi bidan di Indonesia. Standar kompetensi tersebut kemudian menjadi acuan guna melakukan asuhan kebidanan kepada masing-masing individu, keluarga serta masyarakat.
Menurut Heni (2009), keterampilan dan pengetahuan tambahan meliputi: 1. PHC (Primary Health Care) berbasis masyarakat dengan menggunakan promosi
(51)
2. Infrastruktur kesehatan setempat dan nasional, sekaligus upaya untuk bisa mengakses sumber daya yang dibutuhkan bagi asuhan kebidanan.
6. Ketersediaan alat
Ketersediaan alat adalah tersedianya sarana dan peralatan untuk mendukung tercapainya tujuan pelayanan kebidanan sesuai beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Menurut Heni (2009), prosedur ketersediaan alat meliputi:
a. Tersedia peralatan sesuai dengan standar, ada mekanisme keterlibatan.
b. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas barang.
c. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu. d. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.
7. Dukungan Dinas Kesehatan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Menurut Sarfino yang dikutip oleh Niven (2002), dukungan petugas kesehatan merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif, dimana perasaan subjek bahwa lingkungan (petugas kesehatan) memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang diketahui.
(52)
2.11 Landasan Teori
Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan pekerjaan yang dipengaruhi oleh motivasi. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program dan kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Indikator kinerja merupakan ukuran kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak. Indikator kinerja harus merupakan suatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat kinerja. Evaluasi kinerja merupakan suatu analisa dari interpretasi keberhasilan atau kegagalan pencapaian suatu kegiatan.
Menurut Gibson yang dikutip dalam Ilyas (2004), ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang, yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Adapun variabel individu meliputi pengetahuan, keterampilan, fisik, dan latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman pekerjaan, pendidikan, demografis, umur, etnis. Dalam variabel organisasi ada sumberdaya, sarana dan prasarana, kepemimpinan, insentif, struktur dan disain kerja. Untuk variabel psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian, motivasi dan dukungan pemimpin. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang akhirnya akan berpengaruh pada kinerja personel.
Pengertian kinerja atau prestasi kerja atau unjuk kerja dikemukakan oleh sejumlah penulis buku Manajemen Sumber Daya Manusia diantaranya pendapat Ilyas
(53)
(2004), menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil kerja personal baik secara kualitas dan kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan hasil personal individu atau organisasi dan tidak terbatas kepada pemangku jabatan struktural ataupun fungsional semata.
Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dan mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik (Mulyadi, 2001).
Mulyadi (2001), mengungkapkan manfaat penilaian kinerja. Penilaian dimanfaatkan oleh manajemen untuk :
1) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.
2) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti : promosi, transfer dan pemberhentian.
3) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4) Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.
(54)
Dari manfaat penilaian kinerja tersebut, maka manajemen sebagai pihak yang menerima wewenang penuh mengelola organisasi usaha (agent) dari pemilik (principal) akan berupaya untuk membawa organisasi atau badan usaha yang dipimpinnya ke arah tujuan yang ditetapkan, dan sebagai dasar akuntabilitas atau pertanggungjawaban manajemen atas seluruh aktivitas kerjanya.
Penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama, yaitu tahap persiapan dan tahap penilaian. Seperti yang dijelaskan oleh Mulyadi (2001). Tahap persiapan terdiri dari tiga tahap rinci :
1) Penentuan daerah dan manajer yang bertanggung jawab 2) Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja. 3) Pengukuran kinerja sungguhkan
Tahap Penilaian terdiri dari tiga tahap rinci :
1) Perbandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
2) Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar.
3) Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
(55)
2.12 Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian yang menjelaskan arah atau alur penelitian adalah faktor-faktor yang memengaruhi bidan dalam penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012.
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin di Kecamatan Padang
Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 Variabel individu
- Pengetahuan - Umur - Masa Kerja - Pendidikan - Keterampilan
Penanganan Perlengketan Plasenta - Tindakan Tepat
- Tindakan Tidak Tepat Variabel Organisasi
- Ketersediaan Alat
Variabel Psikologis - Dukungan Dinas
(56)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini memakai metode survei yang bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara. Penelitian dilakukan dari bulan Februari-April 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bidan yang pernah menjumpai kasus perlengketan plasenta yang bertempat tinggal di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara yaitu sebanyak 48 orang (Data Puskesmas Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012), dan seluruh populasi dijadikan sampel.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan kunjungan ke tempat praktek bidan didampingi oleh bidan senior dengan menggunakan metode angket untuk mengukur pengetahuan dengan berpedoman pada kuesioner, observasi
(57)
peragaan manual plasenta untuk mengukur keterampilan, observasi ketersediaan alat di tempat praktek bidan, dan melakukan wawancara kepada bidan serta menggunakan metode angket untuk mengukur penanganan perlengketan plasenta dengan berpedoman pada kuesioner.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat dari Puskesmas Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara tentang penanganan perlengketan plasenta yang dilakukan oleh bidan desa.
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Uji validitas kuesioner dilakukan di Kecamatan Portibi terhadap 30 bidan. Uji validitas bertujuan untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur, harus mengukur apa yang akan diukur. Uji validitas instrumen (kuesioner) dilakukan dengan membandingkan nilai Corrected Item-Total Correlation dengan nilai tabel r, pada df= 30-2=28 α:0,05 sebesar 0,361.
Uji reliabilitas dilakukan setelah semua data dinyatakan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Teknik untuk menghitung indeks reliabilitas alat ukur menggunakan Cronbach Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan bila Cronbach Alpha > 0,60, maka dinyatakan reliabel dan bila Cronbach Alpha < 0,60 maka butir soal dinyatakan tidak reliabel.
(58)
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan Bidan
Variabel Pengetahuan
Tahap Pertama Tahap Kedua
Item Pertanyaan Nilai Corrected Item-Total Keteranga n Item Pertanyaan Nilai Corrected Item-Total Keteranga n
P1 0,568 Valid P1 0,506 Valid
P2 0,597 Valid P2 0,476 Valid
P3 0,628 Valid P3 0,750 Valid
P4 0,633 Valid P4 0,603 Valid
P5 0,633 Valid P5 0,603 Valid
P6 0,407 Valid P6 0,405 Valid
P7 0,512 Valid P7 0,438 Valid
P8 0,734 Valid P8 0,648 Valid
P9 0,570 Valid P9 0,556 Valid
P10 0,342 Tidak Valid P10 0,665 Valid
P11 0,282 Tidak Valid P11 0,685 Valid
P12 0,138 Tidak Valid P12 0,750 Valid
P13 0,525 Valid P13 0,504 Valid
P14 0,658 Valid P14 0,678 Valid
P15 0,613 Valid P15 0,665 Valid
P16 0,643 Valid P16 0,685 Valid
P17 0,628 Valid P17 0,750 Valid
P18 0,461 Valid P18 0,464 Valid
P19 0,496 Valid P19 0,510 Valid
P20 0,536 Valid P20 0,551 Valid
P21 0,635 Valid P21 0,765 Valid
P22 0,492 Valid P22 0,512 Valid
P23 0,331 Tidak Valid P23 0,765 Valid
P24 0,104 Tidak Valid P24 0,750 Valid
P25 0,634 Valid P25 0,685 Valid
(59)
Tabel 3.1 di atas diperoleh bahwa pada tahap pertama penyebaran kuesioner pengetahuan ditemukan variabel P10, P11, P12, P23, P24 nilai Corrected item-Total
correlation lebih kecil dari nilai tabel (0,361), artinya variabel P10, P11, P12, P23, P24
tidak valid. Selanjutnya dilakukan penyebaran kuesioner tahap kedua dengan mengubah item pertanyaan pengetahuan yang tidak valid, dan terlihat nilai Corrected item-Total correlation lebih besar dari nilai tabel (0,361), artinya seluruh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian semuanya valid dan reliabel.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan independen. Variabel dependen adalah penanganan perlengketan plasenta, dan variabel independen adalah pengetahuan, umur, masa kerja, pendidikan, keterampilan, ketersediaan alat dan dukungan dinas kesehatan.
3.5.2 Defenisi Operasional 1. Variabel Dependen
Penanganan perlengketan plasenta adalah upaya untuk pengeluaran plasenta yang dilakukan oleh bidan. Tindakan tepat yaitu melakukan manual plasenta pada kasus uterus gagal berkontraksi atau merujuk pada kasus bukan karena kegagalan uterus berkontraksi. Tindakan tidak tepat yaitu melakukan manual plasenta pada
(60)
kasus bukan karena kegagalan uterus berkontraksi atau merujuk ke Rumah Sakit pada kasus karena kegagalan uterus berkontraksi.
2. Variabel Independen
a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang perlengketan plasenta meliputi pengertian perlengketan plasenta, penyebab terjadinya perlengketan plasenta, mekanisme pelepasan plasenta, pencegahan perlengketan plasenta, penanganan perlengketan plasenta.
b. Umur adalah lamanya hidup responden yang dihitung mulai ulang tahun terakhir dalam tahun pada saat penelitian dilakukan.
c. Masa Kerja adalah pengalaman responden yang dihitung berdasarkan lamanya responden bekerja sebagai tenaga kesehatan penolong persalinan.
d. Pendidikan bidan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah dicapai berdasarkan ijazah.
e. Keterampilan bidan adalah kemampuan yang dimiliki oleh bidan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan, yaitu menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, membuat persetujuan, persiapan pasien, persiapan pelaksanaan yang terdiri dari mencuci tangan, pasang infus, memberikan sedatif dan analgetik melalui infus, mencuci tangan kembali, memakai sarung tangan steril, memasang alas bokong dan alas perut secara steril, melakukan vulva hygiene, memeriksa kandung kemih dan melakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh, melakukan penanganan perlengketan plasenta sesuai prosedur yang sudah terlampir di kuesioner.
(61)
f. Ketersediaan alat adalah alat yang dipakai untuk melakukan penanganan perlengketan plasenta di tempat praktek bidan, yaitu persiapan infus terdiri dari abocath, infus set, NaCl 0,9%, plester, gunting perban, kain kasa, nier beken, bethadine, piring plasenta, tiang infus, persiapan obat-obatan terdiri dari analgetik, sedatif, spuit 3 cc, dan obat utero tonika (methergin), dan bak instrumen steril berisi hand scoon panjang steril 1 pasang, doek steril 2 buah, kain kasa dan arteri klem.
g. Dukungan dinas kesehatan adalah dukungan atau motivasi dan keikutsertaan dinas kesehatan dalam mendukung bidan melakukan penanganan perlengketan plasenta, yaitu dukungan seminar, pelatihan dan pemberian alat.
3.6 Metode Pengukuran
3.6.1 Pengukuran Variabel Dependen
Pengukuran variabel dependen yaitu penanganan perlengketan plasenta didasarkan pada skala nominal, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu :
(0) Tindakan tepat, jika responden menangani atau merujuk ibu bersalin dengan kasus perlengketan plasenta sesuai dengan yang diizinkan dalam standar profesi bidan yaitu melakukan manual plasenta pada kasus kegagalan uterus untuk berkontraksi atau merujuk ke Rumah Sakit pada kasus bukan karena kegagalan uterus untuk berkontraksi.
(1) Tindakan tidak tepat, jika responden menangani atau merujuk ibu bersalin dengan kasus perlengketan plasenta tidak sesuai dengan yang diizinkan dalam standar profesi bidan yaitu melakukan manual plasenta pada kasus
(62)
bukan karena kegagalan uterus untuk berkontraksi atau merujuk ke Rumah Sakit pada kasus kegagalan uterus untuk berkontraksi.
3.6.2 Pengukuran Variabel Independen
Pengukuran variabel independen (pengetahuan, umur, masa kerja, pendidikan, keterampilan, ketersediaan alat dan dukungan dinas kesehatan) adalah sebagai berikut:
a. Pengukuran variabel pengetahuan
Variabel pengetahuan diukur dengan 25 (dua puluh lima) pernyataan benar-salah, dimana bila menjawab benar (bobot nilai 1) dan bila menjawab salah (bobot nilai 0), skor terendah 0 dan skor tertinggi 25
Menurut Nursalam (2008), berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka pengetahuan dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu:
(0) Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ 50% dari skor total (1) Kurang, jika responden memperoleh nilai < 50% dari skor total b. Pengukuran variabel Umur
Umur dibagi atas 2 kategori dengan skala ordinal : (0) > 35 tahun
(1) < 35 tahun
c. Pengukuran variabel masa kerja
Masa kerja dibagi atas 2 kategori dengan skala ordinal : (0) ≥ 5 tahun
(1)
Perlengketan plasenta dan keterampilan
Crosstab
plasenta
Total tindakan tepat
tindakan tidak tepat
keterampilan terampil Count 14 3 17
% within keterampilan 82.4% 17.6% 100.0% % within plasenta 60.9% 12.0% 35.4%
% of Total 29.2% 6.2% 35.4%
tidak terampil Count 9 22 31
% within keterampilan 29.0% 71.0% 100.0% % within plasenta 39.1% 88.0% 64.6%
% of Total 18.8% 45.8% 64.6%
Total Count 23 25 48
% within keterampilan 47.9% 52.1% 100.0% % within plasenta 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 47.9% 52.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 12.508a
1 .000
Continuity Correctionb 10.462 1 .001
Likelihood Ratio 13.264 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .000
Linear-by-Linear Association 12.247 1 .000
N of Valid Casesb 48
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,15. b. Computed only for a 2x2 table
Perlengketan plasenta dan ketersediaan alat
Crosstab
(2)
tindakan tepat
tindakan tidak tepat
ketersediaan alat lengkap Count 15 5 20
% within ketersediaan alat 75.0% 25.0% 100.0% % within plasenta 65.2% 20.0% 41.7%
% of Total 31.2% 10.4% 41.7%
tidak lengkap Count 8 20 28
% within ketersediaan alat 28.6% 71.4% 100.0% % within plasenta 34.8% 80.0% 58.3%
% of Total 16.7% 41.7% 58.3%
Total Count 23 25 48
% within ketersediaan alat 47.9% 52.1% 100.0% % within plasenta 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 47.9% 52.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 10.077a 1 .002
Continuity Correctionb 8.303 1 .004
Likelihood Ratio 10.462 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 9.867 1 .002
N of Valid Casesb 48
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,58. b. Computed only for a 2x2 table
Perlengketan plasenta dan dukungan
Crosstab
plasenta
Total tindakan tepat
tindakan tidak tepat
dukungan Ada dukungan Count 10 15 25
% within dukungan 40.0% 60.0% 100.0% % within plasenta 43.5% 60.0% 52.1%
% of Total 20.8% 31.2% 52.1%
tidak ada dukungan Count 13 10 23
% within dukungan 56.5% 43.5% 100.0% % within plasenta 56.5% 40.0% 47.9%
(3)
Total Count 23 25 48 % within dukungan 47.9% 52.1% 100.0% % within plasenta 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 47.9% 52.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1.310a
1 .252
Continuity Correctionb .732 1 .392
Likelihood Ratio 1.316 1 .251
Fisher's Exact Test .386 .196
Linear-by-Linear Association 1.283 1 .257 N of Valid Casesb 48
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,02. b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 4.3 : Pengaruh Variabel Independen dan Variabel Dependen
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 48 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 48 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 48 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
tindakan tepat 0
tindakan tidak tepat 1
Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 29.715 5 .000
(4)
Model 29.715 5 .000
Step 2a Step -.818 1 .366
Block 28.897 4 .000
Model 28.897 4 .000
Step 3a Step -.552 1 .457
Block 28.344 3 .000
Model 28.344 3 .000
a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 36.744a .462 .616
2 37.562a .452 .603
3 38.114b .446 .595
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.
b. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001.
Classification Tablea
Observed
Predicted plasenta
Percentage Correct tindakan tepat
tindakan tidak tepat
Step 1 plasenta tindakan tepat 19 4 82.6
tindakan tidak tepat 4 21 84.0
Overall Percentage 83.3
Step 2 plasenta tindakan tepat 19 4 82.6
tindakan tidak tepat 2 23 92.0
Overall Percentage 87.5
Step 3 plasenta tindakan tepat 19 4 82.6
tindakan tidak tepat 4 21 84.0
Overall Percentage 83.3
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a mk 1.621 .989 2.683 1 .101 5.056 .727 35.163
umur .883 .976 .819 1 .366 2.419 .357 16.396 didik .898 .909 .977 1 .323 2.455 .414 14.581 tndkn 2.921 .998 8.563 1 .003 18.562 2.624 131.331 alat 1.888 .895 4.445 1 .035 6.606 1.142 38.207 Constant -4.929 1.511 10.636 1 .001 .007
Step 2a mk 1.963 .933 4.428 1 .035 7.119 1.144 44.295 didik .623 .841 .549 1 .459 1.865 .359 9.693 tndkn 2.902 .974 8.871 1 .003 18.207 2.697 122.898 alat 1.941 .877 4.901 1 .027 6.965 1.249 38.839 Constant -4.519 1.333 11.487 1 .001 .011
(5)
Step 3a mk 2.043 .914 5.001 1 .025 7.715 1.287 46.242 tndkn 2.994 .967 9.586 1 .002 19.963 3.000 132.833 alat 1.902 .868 4.803 1 .028 6.697 1.223 36.683 Constant -4.343 1.280 11.512 1 .001 .013
a. Variable(s) entered on step 1: mk, umur, didik, tndkn, alat.
Model if Term Removed
Variable
Model Log Likelihood
Change in -2 Log
Likelihood df Sig. of the Change
Step 1 mk -19.808 2.873 1 .090
umur -18.781 .818 1 .366
didik -18.874 1.004 1 .316
tndkn -24.104 11.464 1 .001
alat -20.852 4.960 1 .026
Step 2 mk -21.223 4.885 1 .027
didik -19.057 .552 1 .457
tndkn -24.660 11.759 1 .001
alat -21.519 5.476 1 .019
Step 3 mk -21.887 5.659 1 .017
tndkn -25.637 13.160 1 .000
alat -21.728 5.343 1 .021
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 2a Variables umur .841 1 .359
Overall Statistics .841 1 .359
Step 3b Variables umur .373 1 .541
didik .557 1 .456
Overall Statistics 1.406 2 .495
a. Variable(s) removed on step 2: umur. b. Variable(s) removed on step 3: didik.
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted plasenta
Percentage Correct tindakan tepat
tindakan tidak tepat
Step 0 plasenta tindakan tepat 0 23 .0
tindakan tidak tepat 0 25 100.0
Overall Percentage 52.1
a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
(6)
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables mk 8.600 1 .003
umur 6.700 1 .010
didik 3.364 1 .067
tndkn 12.508 1 .000
alat 10.077 1 .002