BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Penanganan Perlengketan Plasenta
Berdasarkan hasil penelitian dengan penanganan perlengketan plasenta dalam
kategori tindakan tepat 47,9, dan selebihnya dengan kategori tindakan tidak tepat 52,1, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar bidan dalam tindakan tidak
tepat. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum bidan di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara belum mampu melakukan pertolongan persalinan
dalam penanganan perlengketan plasenta sesuai prosedur dengan baik. Tetapi masih terdapat responden yang terampil dalam penanganan perlengketan plasenta.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Simaibang 2005 yang menyatakan bahwa sebagian besar responden yang pernah menangani persalinan
retentio placenta 89,7 melakukan tindakan penanganan persalinan retentio placenta pada kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa secara umum bidan praktek
swasta di Kecamatan Medan Johor sudah mampu melakukan pertolongan persalinan dengan indikasi retentio placenta dengan baik. Tetapi masih terdapat 10,3
responden yang tindakannya dalam proses penanganan persalinan pada kategori sedang.
Setiap penanganan perlengketan plasenta harus berpedoman kepada standar pelayanan yang telah ditetapkan, disiplin bidan praktek swasta dalam penanganan
perlengketan plasenta menajdi faktor yang harus diperhatikan, karena setiap tindakan
Universitas Sumatera Utara
yang mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan tetapi sudah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada, dapat menghindarkan bidan dari kemungkinan tuntutan
secara hukum dari keluarga pasien maupun pihak lain yang merasa dirugikan. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo 1997 yang menyatakan bahwa dalam
melakukan tindakan terdapat berbagai aspek yang perlu diperhatikan, yang diawali dengan persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil, selanjutnya bagaimana bidan merespon secara terpimpin untuk dapat melakukan dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh yang
diberikan. Aspek selanjutnya adalah mekanisme, yaitu bagaimana bidan dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan. Aspek yang terakhir dalam melakukan tindakan adalah aspek adaptasi, yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
5.2 Pengaruh Variabel Individu Pengetahuan, Umur, Masa Kerja, Pendidikan, Keterampilan terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta
5.2.1 Pengaruh Pengetahuan Bidan terhadap Penanganan Perlengketan
Plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara
Penanganan perlengketan plasenta membutuhkan kemampuan dan keterampilan yang baik dari tenaga penolongnya, sumber utama dari suatu
keterampilan dan kemampuan dalam melaksanakan suatu pekerjaan pada awalnya adalah adanya pengetahuan tentang cara dan metode penanganan. Seorang bidan yang
mempunyai pengetahuan yang baik tentunya akan mampu menangani perlengketan plasenta.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan bidan terhadap penanganan perlengketan plasenta yang telah dibahas sebelumnya menunjukkan bahwa 64,6 memiliki pengetahuan baik,
sedangkan 35,4 memiliki pengetahuan kurang baik. Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat sebagian besar bidan berpengetahuan baik tentang perlengketan
plasenta. Hal ini sangat membantu terhadap kesehatan dan keselamatan ibu bersalin karena manual plasenta dalam penanganan perlengketan plasenta tidak dilakukan
dapat menyebabkan perdarahan, syok dan kematian ibu. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Tarigan 2009, tentang
manual plasenta di Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu yang menyatakan sebagian besar bidan berpengetahuan kurang baik. Hal ini sangat mengkhawatirkan
terhadap kesehatan dan keselamatan ibu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmah 2007, yang melakukan penelitian tentang pengetahuan
bidan tentang manual plasenta menunjukkan bahwa sebagian besar bidan berpengetahuan baik tentang manual plasenta yaitu 65 dan sebanyak 35 bidan
yang mempunyai pengetahuan kurang baik tentang manual plasenta. Hal ini didukung dengan pendidikan bidan di Kecamatan Padang Bolak
Kabupaten Padang Lawas Utara lebih banyak berpendidikan tamat DIV sebesar 60,4, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pengetahuannya karena
ilmu yang diperoleh semakin banyak dan akan semakin tahu serta bidan bisa mengaplikasikan ilmunya khususnya dalam penanganan perlengketan plasenta.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Simaibang 2005 di Kecamatan Medan Johor yang menyatakan bahwa sebagian besar responden yang pernah
Universitas Sumatera Utara
menangani persalinan retentio placenta 86,2 mempunyai pengetahuan tentang penanganan persalinan retentio placenta, hal ini menunjukkan bahwa secara umum
bidan praktek swasta di Kecamatan Medan Johor sudah memiliki pengetahuan yang baik untuk menanganani persalinan yang sulit. Tetapi masih terdapat 13,8
responden dengan pengetahuan yang sedang, sehingga kemungkinan kurang mampu menangani persalinan retentio placenta dengan baik.
Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo 2003, yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan
melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan,
pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain, media massa maupun lingkungan. Sebagian besar pengetahuan bidan mengenai manual plasenta diperoleh pada saat
mereka menempuh jenjang pendidikan kebidanan dan pengetahuan ini akan terus berlanjut dan berkembang setelah bidan tersebut secara langsung melakukan manual
plasenta, karena bidan langsung melihat, meraba dan merasakan pasien yang sedang ditanganinya.
Hasil Uji Chi square didapatkan p = 0,930 yang berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan bidan terhadap penanganan perlengketan plasenta. Bidan yang
melakukan tindakan tepat tentang penanganan perlengketan plasenta dengan berpengetahuan baik sebesar 48,4 dan sebesar 47,1 bidan berpengetahuan kurang,
sedangkan tindakan tidak tepat bidan yang berpengetahuan baik sebesar 16 bidan 51,6 dan berpengetahuan kurang sebesar 9 bidan 52,9.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo 2003 yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan
melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan,
pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain media massa maupun lingkungan. Berdasarkan pengertian pengetahuan yang dikemukakan Notoatmodjo 2003 di atas
dapat dijelaskan bahwa sebagian besar pengetahuan bidan tentang cara dan metode penanganan perlengketan plasenta diperoleh pada saat dia menempuh pendidikan
kebidanan, akan tetapi pengetahuan itu akan berkembang setelah bidan secara langsung melakukan penanganan, karena pada saat bidan praktek langsung dapat
melihat, mendengar, mencium, merasa serta meraba ibu yang menjalani persalinan. Spencer dan Spencer 1993 dalam Harjanti 2009, menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan kompetensi intelektual, yang meliputi senantiasa mencari informasi Information seeking, keahlian teknis Technical expertise. Technical
professional managerial expertise termasuk pengetahuan terkait pada pekerjaan bisa technical, professional, atau manajerial, dan juga motivasi untuk memperluas,
memanfaatkan, dan mendistribusikan pengetahuan tersebut, hal–hal tersebut sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas kinerja yang dilakukan.
5.2.2 Pengaruh Umur Bidan terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara
Berdasarkan penelitian yang diperoleh, umur bidan mayoritas pada kelompok 25-29 tahun sebanyak 27 bidan 56,2, dan paling sedikit pada kelompok 30-34
Universitas Sumatera Utara
tahun, dan kelompok 50-54 tahun sebanyak 1 bidan 2,4. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Winkjosastro 2002, yang menyatakan sebagian besar biasanya
kasus plasenta previa terjadi pada usia kehamilan 37 minggu, karena semakin tua usia kehamilan maka makin besar kemungkinan terjadinya plasenta previa dimana
aliran darah yang diperlukan untuk kebutuhan janin lebih banyak sehingga plasenta yang letaknya normalpun dapat memperluas permukaannya sehingga plasenta dapat
menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir sehingga dapat menyebabkan terjadinya perlengketan plasenta Manuaba, 2005.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Harmia 2009-2010 menyatakan bahwa penanganan retensio plasenta di Desa Terjun Kecamatan Medan
Marelan yang didapat dari 30 bidan mayoritas responden dijumpai pada usia 33-39 tahun yaitu sebanyak 14 orang 46,7. Menurut Nursalam 2008, semakin cukup
umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Jadi, dengan umur yang matang maka akan semakin baik pula
kecenderungan seseorang untuk merespon terhadap objek, orang dan peristiwa tertentu sesuai dengan pengetahuan yang diperolehnya.
Hasil uji statistik dengan Chi Square menunjukkan bahwa nilai p = 0,010 p 0,05. Hal ini berarti ada hubungan antara umur dengan penanganan
perlengketan plasenta. Bidan yang umur ≥3 5 tahun dalam penanganan perlengketan
plasenta dengan tindakan tepat sebesar 70,0 dan bidan yang umur 35 tahun dalam penanganan perlengketan plasenta dengan tindakan tepat sebesar 32,1, sedangkan
bidan yang umur ≥3 5 tahun yang melakukan tindakan tidak tepat dalam penanganan
Universitas Sumatera Utara
perlengketan plasenta sebesar 30,0, dan bidan yang umur 35 tahun yang melakukan tindakan tidak tepat sebesar 67,9.
Berdasarkan uji regresi logistik berganda diperoleh bahwa tidak ada pengaruh umur terhadap penanganan perlengketan plasenta.
5.2.3 Pengaruh Masa Kerja Bidan terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara
Bekerja adalah melakukan sesuatu yang akan menghasilkan hal yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Menurut Notoatmodjo 2003, bahwa lamanya
seseorang bekerja dapat berkaitan dengan pengalaman yang diperoleh ditempat kerja, semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengetahuan dan keterampilan yang
didapat. Masa kerja berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, mayoritas bidan yang bekerja 5 tahun yaitu sebesar 64,6, dan bidan yang bekerja selama
≥5 tahun yaitu 35,4, karena bidan di Kecamatan Padang Bolak terdapat 41,7 kerja 3-4
tahun. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Harmia 2009-2010,
tentang penanganan retensio plasenta di Desa Terjun Kecamatan Medan Marelan bahwa lama bekerja 6-10 tahun sebanyak 11 orang 36,7, dimana seseorang
semakin lama bekerja maka akan semakin baik pula keterampilannya karena dilihat dari pengalamannya bekerja.
Hasil uji Chi-square menunjukkan p = 0,006 yang berarti ada hubungan antara masa kerja dengan penanganan perlengketan plasenta. Bidan yang melakukan
tindakan tepat dalam penanganan perlengketan plasenta sebesar 76,5 dengan masa
Universitas Sumatera Utara
kerja ≥5 tahun, dan bidan yang melakukan tindakan tepat dalam penanganan
perlengketan plasenta sebesar 32,3 dengan masa kerja 5 tahun, sedangkan bidan yang melakukan tindakan tidak tepat dalam penanganan perlengketan plasenta yaitu
sebesar 23,5 dengan masa kerja ≥5 tahun, dan bidan yang melakukan tindakan
tidak tepat dalam penanganan perlengketan plasenta sebesar 67,7 dengan masa kerja 5 tahun.
Ada pengaruh masa kerja terhadap penanganan perlengketan plasenta dengan nilai p = 0,025 dan Exp B sebesar 7,715 artinya bahwa bidan yang masa kerja 5
tahun 8 kali lebih besar kemungkinan melakukan penanganan perlengketan plasenta dengan tindakan tidak tepat dibandingkan dengan masa kerja 5 tahun.
5.2.4 Pengaruh Pendidikan Bidan terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara
Kemampuan bidan dalam melakukan penanganan perlengketan plasenta sangat penting, karena dalam proses penanganan kemungkinan dihadapi berbagai hal-
hal yang menyulitkan proses pertolongan. Apabila bidan tidak mampu melakukan penanganan secara cepat dan tepat justru dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak
diinginkan pada ibu maupun bayinya. Hasil analisis univariat diperoleh pendidikan bidan mayoritas berpendidikan
tinggi D-IV sebesar 60,4, selebihnya sebesar 39,6 bidan berpendidikan menengah D-I, D-III. Hal ini sesuai dengan penelitian Harmia 2009-2010, tentang
penanganan retensio plasenta di Desa Terjun Kecamatan Medan Marelan yaitu mayoritas responden berpendidikan D3 kebidanan yaitu sebanyak 28 orang 93,3.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Nursalam 2008 dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan mudah untuk menerima informasi baik dari orang lain maupun dari media informasi
lainnya, sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Jadi, dengan pendidikan
seseorang dapat mengembangkan sikap positif yang ada di dalam dirinya melalui proses pembelajaran.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Simaibang 2005 di Kecamatan Medan Johor bahwa tingkat pendidikan bidan yang menjadi responden
sebagian besar masih setingkat bidan DI yaitu sebesar 57,5 dari 23 orang bidan dengan pendidikan DI hanya 13 orang yang pernah menangani persalinan retensio
plasenta dan sebanyak 10 orang yang tidak pernah menangani retensio plasenta. Sedangkan dari 17 orang responden yang mempunyai tingkat pendidikan Akademi
Kebidanan D3 sebanyak 16 orang yang pernah menangani persalinan retensio plasenta dan hanya 1 orang yang tidak pernah menangani persalinan retensio
plasenta. Keberadaan bidan yang hanya mendapatkan pendidikan tentang ilmu kebidanan selama 1 tahun tentunya kualitas pengetahuan serta pemahaman tentang
berbagai hal persalinan termasuk persalinan dengan indikasi retensio plasenta lebih rendah dibandingkan dengan bidan yang menempuh pendidikan Akademi Kebidanan.
Tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan penanganan perlengketan plasenta nilai p = 0,067 p 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bidan
dengan pendidikan tinggi lebih banyak melakukan tindakan tepat dalam penanganan perlengketan plasenta yaitu sebesar 58,6, sedangkan bidan dengan pendidikan
Universitas Sumatera Utara
menengah melakukan tindakan tepat dalam penanganan perlengketan plasenta yaitu sebesar 31,6.
Berdasarkan uji regresi logistik berganda tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan p = 0,459 terhadap penanganan perlengketan plasenta
di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara. Hal ini disebabkan karena pengetahuan merupakan salah satu unsur dalam kompetensi bidan. Sehingga
dalam melaksanakan praktek kebidanan dibutuhkan pengetahuan yang baik dalam memberikan asuhan kebidanan secara aman dan bertanggung jawab, tetapi dari hasil
ini diperoleh bahwa penanganan bidan itu lebih banyak yang tidak tepat sedangkan pengetahuannya baik. Bidan tidak dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama
pendidikan pada saat menangani perlengketan plasenta. Jadi dari pengetahuannya yang baik, maka bidan ada yang melakukan penanganan yang tepat dan yang tidak
tepat. Notoatmodjo 2003 juga mengungkapkan bahwa makin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang semakin tinggi tingkat pemahamannya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan sangat berperan dalam penyerapan dan pemahaman terhadap
informasi. Apabila dilihat dari tingkat pendidikan bidan yang ada di Kecamatan Padang Bolak sebesar 60,4 berpendidikan D-IV kebidanan, akan tetapi masih
banyak bidan yang kurang memiliki keterampilan yang sesuai dengan prosedur sehingga mereka dalam melakukan penanganan perlengketan plasenta tindakan
mereka tidak tepat.
Universitas Sumatera Utara
Keterkaitan tingkat pendidikan bidan dengan kemampuan bidan dalam penanganan retensio placenta, sesuai dengan wewenang bidan praktek swasta dalam
Permenkes tahun 1990, dimana bidan diberi wewenang melakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan penderita atas tanggung jawabnya sebagai insan
profesi. Segera setelah melakukan tindakan darurat tersebut, bidan diwajibkan membuat laporan ke Puskesmas di wilayah kerjanya. Dalam hal ini bidan yang
mempunyai tingkat pendidikan D-I mempunyai kemampuan yang lebih rendah dibandingkan bidan dengan tingkat pendidikan D-III Akademi Kebidanan.
Disamping itu dalam Permenkes tahun 1990 tentang standar profesi bidan, juga disebutkan adanya wewenang tambahan yang diberikan kepada bidan oleh
atasannya dalam pelaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat lainnya, sesuai dengan program pemerintah, pendidikan dan pelatihan yang diterimanya. Pemahaman
bidan tentang program pemerintah yang dilaksanakan kepada masyarakat dipengaruhi oleh kemampuan dan pengetahuan bidan terhadap program kesehatan. Apabila
rencana program kesehatan yang menjadi wewenang tambahan untuk bidan dapat dipahami dengan baik, maka dalam pelaksanaannya juga dapat dilakukan dengan baik
sehingga mampu mencapai hasil yang optimal, yaitu peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
5.2.5 Pengaruh Keterampilan Bidan terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara
Keterampilan bidan terhadap penanganan perlengketan plasenta menunjukkan bahwa 35,4 yang melakukan tindakan sesuai dengan prosedur, sedangkan 64,6
Universitas Sumatera Utara
tidak melakukan tindakan sesuai prosedur. Hal ini disebabkan karena tindakan manual plasenta dengan 38 prosedur tidak dilakukan sesuai standar. Hal ini terlihat
dari keterampilan bidan dalam penanganan perlengketan plasenta yang paling banyak bidan terampil yaitu memeriksa keadaan umum ibu dan vital sign ibu pernyatan
nomor 38 sebanyak 100,0, yang paling banyak bidan tidak terampil yaitu melakukan vulva hygiene pernyatan nomor 10 sebanyak 18 bidan 37,5. Ini
disebabkan karena bidan menganggap vulva hygiene tidak penting karena merupakan tindakan yang paling mudah. Bidan juga menganggap vulva hygiene merupakan
tindakan yang kurang penting dalam penanganan perlengketan plasenta, walaupun pada dasarnya di dalam standar operasional prosedur penanganan perlengketan
plasenta harus dilakukan supaya tidak terjadi infeksi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Harmia 2009-2010, tentang penanganan perlengketan plasenta di Desa Terjun Kecamatan Medan Marelan yaitu
tindakan bidan terhadap penanganan perlengketan plasenta menunjukkan bahwa 16 orang 53,3 memiliki tindakan yang masih cukup, hal ini disebabkan karena
sebanyak 15 orang 50 hanya pernah menghadapi kasus perlengketan plasenta sebanyak 1-5 kali. Sedangkan 2 orang 6,7 memiliki tindakan kurang, terlihat dari
lembar observasi no 5 yang merupakan tindakan yang paling sering terlupakan oleh bidan yaitu tentang pemberian antibiotik dosis tunggal sebelum melakukan tindakan
penanganan perlengketan plasenta. Tindakan tersebut harus dapat diubah, karena antibiotik akan menambah kekebalan tubuh pasien terhadap infeksi terutama ketika
bidan melakukan tindakan manual plasenta.
Universitas Sumatera Utara
Bidan di Kecamatan Padang Bolak yang menangani perlengketan plasenta diperoleh bahwa bidan yang pernah ikut pelatihan sebesar 33,3 dimana pelatihan
yang diikuti oleh bidan adalah APN sebesar 68,8 dan yang mengikuti pelatihan manual plasenta sebesar 31,3. Sedangkan yang tidak pernah pelatihan yaitu 32
bidan 66,7, hal ini menyebabkan keterampilan bidan menjadi kurang dan akan ditemukan kasus perlengketan plasenta.
Dalam melaksanakan pekerjaan kemampuan untuk memahami tugas yang diembannya dengan segala cara atau metode yang biasanya dilakukan merupakan
tuntutan dari profesinya. Demikian juga dengan profesi bidan yang melakukan penanganan perlengketan plasenta, banyak aksus perlengketan plasenta yang disertai
dengan faktor penyulit sehingga dituntut bidan mampu melakukan penanganan secara cepat dan tepat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bidan dengan keterampilan dengan kategori tidak terampil yang tindakannya tepat dalam penanganan perlengketan
plasenta yaitu 9 bidan 29,0 sedangkan bidan dengan kategori terampil dengan tindakan tepat dalam penanganan perlengketan plasenta yaitu 14 bidan 82,4. Hal
ini menunjukkan bahwasanya ada hubungan antara keterampilan dengan penanganan perlengketan plasenta di Kecamatan Padang Bolak dengan nilai p = 0,001 p 0,05.
Berdasarkan uji regresi logistik berganda terdapat pengaruh yang signifikan antara keterampilan p = 0,002 terhadap penanganan perlengketan plasenta di
Kecamatan Padang Bolak, dan diperoleh nilai Exp B sebesar 19,963 artinya bahwa bidan yang tidak memiliki keterampilan 20 kali lebih besar kemungkinan melakukan
Universitas Sumatera Utara
penanganan perlengketan plasenta dengan tindakan tidak tepat dibandingkan dengan bidan yang memiliki keterampilan dalam penanganan perlengketan plasenta.
Kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan timbul dari pengalaman yang didapat, tidak dibawa sejak lahir tapi merupakan hasil dari proses belajar.
Berdasarkan penelitian, bahwa bidan yang berada di Kecamatan Padang Bolak mayoritas tidak terampil dalam penanganan perlengketan plasenta yang tidak tepat
yaitu 71,0, salah satunya disebabkan oleh kecenderungan dan kebiasaan dari diri mereka sendiri faktor internal yaitu tidak mengaplikasikan pengetahuan yang
mereka miliki dalam situasi dan kondisi yang sebenarnya Rahmah, 2007. Jadi, Semakin banyak pengalaman yang diperoleh seseorang selama bekerja maka akan
bertambah pula pengetahuan dan keterampilannya dalam menghadapi komplikasi kegawatdaruratan yang terjadi dalam proses persalinan.
Menurut Notoatmodjo 2003 setelah mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah diketahui untuk
dilaksanakan atau dipraktekkan, inilah yang disebut tindakan. Secara teori, perubahan perilaku dalam mengadopsi perilaku baru akan mengikuti beberapa tahap yakni
melalui proses perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa dalam proses tersebut tidak selalu sama dengan teori,
kenyataannya dalam praktek sehari-hari banyak terjadi kesenjangan antara teori dengan praktek.
Universitas Sumatera Utara
5.3 Pengaruh Variabel Organisasi Ketersediaan Alat terhadap Penanganan Perlengketan Plasenta