Penekanan pada Bahasa Sumber
budaya pun diterjemahkan secara harfiah. Metode ini digunakan untuk memahami cara operasi bahasa sumber dan untuk memecahkan
kesulitan nas, sebagai tahap awal kegiatan penerjemahan. Dalam tradisi pesantren, penerjemahan demikian dikenal dengan istilah
penerjemahan “jenggotan”.
17
Contoh :
dan di sisiku tiga buku-buku b.
Penerjemahan harfiah
Penerjemahan harfiah dilakukan dengan mengalihkan konstruksi gramatika bahasa sumber ke dalam konstruksi gramatika bahasa target
yang memiliki padanan paling dekat. Namun demikian, unsur leksikal yang ada tetap diterjemahkan satu per satu tanpa mengindahkan
konteks yang melatarinya. Jadi seperti halnya pada metode penerjemahan kata demi kata, pada metode ini pun pemadanan
dilakukan masih terlepas dari konteks. Metode penerjemahan harfiah ini juga sangat patuh pada teks sumber. Persoalan konteks tak
terlampau dihiraukan. Struktur bahasa sumber diperhatikan. Akibatnya gejala interferensi acap kali tak terhindarkan. Karena
terlalu mengutamakan bentuk, sangat mungkin matra makna
17
M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2003, h. 30.
terkesampingkan, sehingga pesan tidak sampai kepada pembaca teks terjemah. Selain itu, hasil terjemahan juga terasa kaku dan kurang
natural karena penerjemahan terlalu memaksakan kaidah-kaidah tata bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Metode ini pun digunakan
sebagai tahap awal dari kegiatan penerjemahan untuk memecahkan kerumitan struktur nas.
18
Contoh :
Datang seorang laki-laki baik ke Yogyakarta untuk membantu korban- korban gempa bumi.
c. Metode penerjemahan setia
Dengan metode ini penerjemah berupaya setia mungkin mengalihkan makna kontekstual bahasa sumber meskipun melanggar
gramatika bahasa target. Dalam penerjemahan setia ini kosakata kebudayaan ditransfer, dan urutan gramatika dalam terjemahan
dipertahankan sedemikian rupa. Dengan kata lain, metode ini berupaya untuk setia faithful sepenuhnya kepada maksud dan
realisasi teks bahasa sumber penulisnya. Artinya penerjemahan setia mencoba mereproduksi makna kontekstual bahasa sumber dengan
18
M. Zaka Al farisi, Pedoman Penerjamahan Arab Indonesia, h. 61.
masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Di sini kata-kata yang bermuatan budaya dialihbahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata
bahasa dan pilihan kata masih tetap dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan bahasa sumber, sehingga
hasil terjemahan kadang-kadang terasa kaku dan asing. Contoh :
dia laki-laki dermawan karena banyak abunya. d.
Metode penerjemahan semantis
Metode penerjemahan semantis berfokus pada pencarian padanan pada tataran kata, tetapi tetap terikat budaya bahasa sumber. Namun
begitu, penerjemah berusaha mengalihkan makna kontekstual bahasa sumber sedekat mungkin dengan struktur sintaksis dan semantik
bahasa target. Penerjemahan semantis sangat memperhatikan nilai estetika teks bahasa sumber, kompromi makna agar selaras dengan
asonansi, serta permainan dan pengulangan kata yang menggetarkan. Berbeda dengan penerjemahan setia, metode penerjemahan semantis
lebih luwes dan memperkenankan intuisi penerjemah untuk berempati dengan teks sumber.
19
Contoh :
19
A.Widyamartaya, Seni Menerjemahkan Yogyakarta: Kanisius, 1989, h. 22.
Saya melihat si muka dua di depan kelas Perbedaan antara metode penerjemahan kata per kata dan metode
penerjemahan setia yaitu terletak pada kata-kata yang bermuatan budaya. yaitu metode penerjemahan kata per kata ini kosakata
kebudayaan tidak ditransfer, dan penerjemah hanya mencari padanan kata-kata dalam bahasa target yang pas dengan yang terdapat dalam
bahasa sumber, sedangkan dalam metode penerjemahan setia kosakata kebudayaan ditransfer, dan urutan gramatika dalam terjemahan
dipertahankan.