PENDAHULUAN Metode penerjemahan fuad kauma terhadap kitab nashaihul ibad karya Syeikh Nawawi Al Bantani

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Penerjemahan adalah upaya mengalihkan pesan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Oleh karena itu, kita tidak dapat melihat terjemahan sebagai sekedar upaya menggantikan teks dalam satu bahasa ke dalam teks bahasa yang lain. Jadi penerjemahan adalah suatu upaya mengungkapkan kembali pesan suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain. 1 Tak salah jika kegiatan penerjemahan didedikasikan dalam rangka alih ilmu pengetahuan yang termaktub dalam bahasa asing ke dalam bahasa target. Pendek kata, alih bahasa berarti alih ilmu pengetahuan. Dan ini penting bagi kemajuan, terlebih lagi dalam era globalisasi yang ditandai dengan akses informasi kian terbuka. Seiring dengan ini, rasa ingin tahu suatu bangsa akan budaya bangsa lain juga mengemuka. Penerjemahan bias menjadi kunci untuk membuka ruang komunikasi antar bangsa yang lebih luas. Sebab, bahasa asing masih menjadi a barrier to international communication „sekat bagi komunikasi antar bangsa’. 2 1 Frans Sayogi, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008. h. 7. 2 M. Zaka Al Farizi, M. Hum, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, bandung : PT Remaja Rosdakarya 2011 h. 5. Dua buah tuturan bisa disebut sebagai dua bahasa yang berbeda berdasarkan dua buah patokan, yaitu patokan linguistik dan patokan politis. Secara linguistik dua buah tuturan dianggap sebagai dua buah bahasa berbeda, kalau anggota-anggota dari dua masyarakat tuturan itu tidak saling mengerti. Misalnya, seorang penduduk asli dari lereng gunung Slamet Jawa Tengah tidak akan mengerti tuturan penduduk asli yang datang dari gunung Galunggung Jawa Barat karena bahasa yang digunakan di lereng gunung slamet dan yang digunakan di lereng gunung Galunggung sangat berbeda, baik kosa katanya maupun fonologinya. Sebaliknya kalau si penduduk dari lereng gunung Slamet tadi berjumpa dengan seorang penduduk dari tepi bengawan solo, baik di Jawa Tengah maupun di Jawa Timur, dia akan dengan mudah dapat berkomunikasi. Mengapa? Karena perbedaan yang terdapat di antara bahasa di lereng gunung Slamet dan di tepi Bengawan Solo itu hanya bersifat dialektis saja. Oleh karena itu, meskipun bahasa tidak pernah lepas dari manusia, dalam arti, tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa, tetapi karena “rumitnya” menentukan suatu parole bahasa atau bukan, hanya dialek saja dari bahasa yang lain, maka hingga kini belum pernah ada angka yang pasti berapa jumlah bahasa yang ada di dunia ini. Begitu juga dengan jumlah bahasa yang ada di Indonesia. 3 Transmisi pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia di era sekarang ini memang melalui berbagai transmisi. Salah satu jalur transmisi yang paling 3 Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta : Rineka Cipta, 2007 h. 32. domain sejak paruh kedua sejak abad kedua puluh adalah jalur penerjemahan buku-buku Timur Tengah berbahasa Arab. Namun demikian, fenomena penerjemahan buku berbahasa Arab di Indonesia tidak berlangsung secara linear. Artinya ragam atau metode penerjemahan, bahasa sasaran yang digunakan, tema buku yang diterjemahkan, penerbit buku terjemahan maupun distribusi dan sasaran pembaca buku terjemahan menunjukan pergeseran dari waktu ke waktu. Pergeseran-pergeseran tersebut tentu menarik untuk dikaji secara mendalam guna mengetahui bagaimana sesungguhnya dinamika intelektualisme Islam di Indonesia yang tercermin dalam kegiatan penerjemahan buku berbahasa Arab berlangsung selama paruh kedua abad kedua puluh. 4 Jika membaca buku-buku terjemahan Arab-Indonesia yang ada, interferensi struktur bahasa Arab terhadap bahasa Indonesia sering kali begitu terasa. Interferensi ini sesungguhnya dapat dihindari manakala penerjemah menguasai bahasa Arab dengan baik, dan bahasa Indonesia dengan lebih baik lagi. Penguasaan bahasa Indonesia yang sangat baik bias membantu penerjemah melepaskan diri dari belenggu struktur bahasa Arab. Jika tidak, ia akan kerepotan saat mengalihkan pesan ke dalam bahasa Indonesia. Hasilnya bisa dipastikan terjemahan yang kurang baik. Di samping itu, penerjemah juga idealnya adalah seorang bikultural. Ia tidak saja memainkan peran sebagai pengalih bahasa, tetapi juga sebagai pengalih budaya. Jadi, dalam proses penerjemahan berlangsung transaksi dua budaya. Bahkan, aspek budaya juga sebenarnya turut membentuk perilaku penerjemahan itu sendiri. 4 Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia, Jakarta : Puslitbang Lektur Keagamaan, 2010 h. 7. Dalam kaitan inilah penerjemah Arab-Indonesia dituntut untuk memahami konsep-konsep kebudayaan yang terdapat dalam dua bahasa tersebut dengan baik. Untuk menganalisis suatu terjemahan hendaknya penerjemah memiliki pengetahuan tentang model terjemahan yang umum digunakan yaitu : terjemahan kata demi kata, terjemahan terikat harfiah, dan terjemahan bebas. Masing-masing terjemahan tersebut memiliki kelemahan dan kelebihannya. Terjemahan kata demi kata yaitu suatu metode yang sering kali digambarkan sebagai terjemahan antarbaris dengan bahasa target berada langsung di bawah kata-kata bahasa sumber. Metode ini berfokus pada kata demi kata bahasa sumber, dan sangat terikat pada tataran kata. 5 Terjemahan harfiah yaitu metode penerjemahan dengan mengalihkan konstruksi gramatika bahasa sumber ke dalam konstruksi gramatika bahasa target yang memiliki padanan paling dekat. Namun demikian, unsur leksikal yang ada tetap diterjemahkan satu per satu tanpa mengindahkan konteks yang melatarinya. Jadi seperti halnya pada metode penerjemahan kata demi kata, pada metode ini pun pemadanan dilakukan masih terlepas dari konteks. 6 Berbeda dengan terjemahan bebas, jenis penerjemahan bebas berupaya mereproduksi materi tertentu tanpa menggunakan cara tertentu. Dalam hal ini, penerjemah mereproduksi isi semata tanpa mengindahkan bentuk. Akibatnya, 5 M. Zaka Al Farizi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, Bandung : Remaja Rosdakarya 2011 h. 53. 6 M. Zaka Al Farizi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, h. 54. metode ini menghasilkan teks target yang tidak lagi mengandung gaya atau bentuk teks sumber. 7 Berdasarkan metode terjemahan di atas penulis akan mencoba untuk menganalisis salah satu hasil terjemahan buku yang berjudul Nashaihul Ibad Nasihat-nasihat untuk para hamba karya Syeikh Nawawi Al Bantani. Buku Nashaihul Ibad adalah salah satu karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar ibnu Arabi bin Ali al-Jawi al-Bantani atau yang biasa kita sebut Syeikh Nawawi Al Bantani yang kemudin yang beliau adopsi dari kitab Munabbihat ‘Alal ‘Isti’daad Li Yaumil M ’ d karya Ibnu Hajar Al Asqolani dan diterjemahkan menjadi “Nasihat-Nasihat Untuk Para Hamba”. Nama Syeikh Nawawi tidak asing lagi bagi dunia Islam terutama dalam lingkungan ulama-ulama salafiyah. Ulama ini sangat terkenal karena banyak karangannya yang dikaji pada setiap zaman dari dahulu sampai sekarang. Beberapa karyanya adalah sebagai berikut : Targiibul Mustaqiin, Fathus Samadil Aa ’lim, Syarh Miraqil ‘Ubudiyah, Madariijus Su’uud ‘ila Iktisaail Buruud dan masih banyak lagi karangan-karangan beliau yang sudah digunakan dan bermanfaat bagi umat islam di dunia terutama di Indonesia. Karena berbagai keistimewaan yang penulis dapat dari buku ini baik dari segi isi maupun gaya bahasa yang disampaikan oleh pengarang, maka sejalan dengan itu penulis tertarik untuk mengkaji buku ini dengan meneliti karya terjemahannya untuk mendalami secara spesifik metode terjemahan yang 7 M. Zaka Al Farizi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, h. 56. digunakan oleh penerjemah dan untuk mengetahui apakah terjemahan ini sesuai dengan maksud teks aslinya atau tidak. Untuk lebih lanjut dan berkembang, dalam pembahasan ini penulis mencoba menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Metode Penerjemahan Fuad Kauma Terhadap Kitab Nashaihul Ibad Karya Syeikh Nawawi Al Bantani.

B. Batasan dan Perumusan Masalah

Penelitian ini akan mengkaji metode penerjemahan, kelebihan dan kekurangannya. Karena kitab ini terdiri dari beberapa bab yang yang memiliki banyak sub judul maka penulis akan membatasi permasalahan analisis ini hanya berkonsentrasi pada halaman 71-136 dari bab 2. Dan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana metode penerjemahan yang digunakan oleh Fuad kauma dalam buku Nashaihul Ibad karya Syeikh Nawawi Al Bantani? 2. Apa kekurangan dan kelebihan metode penerjemahan Fuad Kauma?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka tujuan umum yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah mengetahui metode penerjemahan dan menganalisis terjemahannya dalam kitab Nashaihul Ibad karya Syeikh Nawawi Al Bantani. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui metode penerjemahan apa yang digunakan Fuad Kauma dalam kitab tersebut. 2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki pada metode penerjemahan Fuad Kauma.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis meneliti dan menelaah berbagai karya-karya ilmiah baik dalam buku terjemahan, internet, perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun perpustakaan UIN syarif hidayatullah Jakarta. Sepengetahuan penulis ada beberapa kajian skripsi yang memiliki kesamaan subtansi dengan penelitian penulis, diantaranya adalah skripsi yang berjudul Analisis terjemahan buku Asy- “Sy f t Al-Akhirat Baina An-Naql wa Al-Aql” karya yusuf Qardhawi, Analisis model terjemahan buku ”Al-Shabr wa Al-Dzauq Akhlak Al- Mu’min S b r d n B h gi , model terjemahan Arab-Indonesia dalam novel “G dis J k rt ”, karya Najib Al-kaelani. Analisis pungtuasi dalam terjemahan buku Nashaihul Ibad karya Syeikh Nawawi Al Bantani. Dalam penulisan skripsi ini, penulis memperoleh sumber-sumber data dari studi kepustakaan, seperti perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora dan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah dan sumber data lainnya seperti buku- buku penerjemahan yang terkait dengan tema skripsi yang penulis ambil.

E. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan terjemahan deskrptif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data terkait dengan masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan untuk mengungkap fakta yang ada dan menemukan data-data baru. Kemudian penulis mendeskripsikan masalah tersebut sesuai dengan data yang ada sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan penelitian. Dalam pencarian data, penulis membaca dan mengkaji buku-buku yang mengupas tuntas mengenai penerjemahan, kamus ekabahasa dan dwibahasa dan internet. Untuk mengetahui metode penerjemahan Fuad Kauma serta kelebihan dan kekurangan terjemahannya. Penulis melakukan analisis pada karya terjemahan Fuad Kauma, yaitu kitab Nashaihul Ibad karya Syeikh Nawawi Al Bantani. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan kajian pustaka library research untuk mencari informasi mengenai: definisi penerjemahan, proses penerjemahan, unsur linguistik dan non lingustik penerjemahan, penilaian terjemahan, metode serta teori-teori penerjemahan, yang tertulis dalam Bab II. Kemudian penulis juga mencari data mengenai Pengarang dan Penerjemah kitab melalui wawancara dengan alat komunikasi yaitu telepon, menganalisis metode hasil terjemahan kitab tersebut baik dalam segi bentuk ataupun maknanya untuk menjadi acuan dalam penulisan Bab III dan IV. Adapun secara keseluruhan, teknik penulisan skripsi ini mengacu pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini agar lebih sistematis, dan melihat persoalan dengan lebih objektif, maka penulis menyusun skripsi ini ke dalam 5 bab, yaitu:

Bab I : Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, batasan dan