,
sesuai dengan kesepakatan, sehingga yang diserahkan tersebut benar- benar sesuai permintaan nasabah.
Pada saat terjadi serah terima barang antara bank dan nasabah, maka kewajiban nasabah adalah melakukan pembayaran sesuai
kesepakatan, baik secara angsuran atau diakhir secara lumpsum.
Manakah nasabah ingin mempercepat cicilan atau ingin mempercepat cicilan atau ingin melunasi piutangnya sebelum jatuh tempo, maka
boleh saja nasabah mengajukan kepada bank, atas tindakan nasabah melakukan pembayaran lebih cepat dari waktu yang disepakati.
Bank dapat memberikan potongan pelunasan dari kewajiban pembayaran sesuai kebijakan dan pertimbangannnya.
24
Diserahkan kepada kebijakan dan pertimbangan bank, maka berkaitan dengan
potongan pelunasan dalam murabahah tidak perlu dimasukan dalam
akad.
25
Dengan memperhatikan mekanisme murabahah tersebut, jelas
sekali bahwa bank sebagai penjual harus memiliki barang dan diserahkan barang tersebut kepada pembeli. Manakala hal ini tidak
dilakukan, maka secara konsepsional transaksi tersebut tidak sesuai dengan kretaria dari transaksi
murabahah. 3.
Pembiayaan Berdasarkan Akad Musyarakah
Musyarakah atau dikenal dengan sebutan syirkah secara bahasa berarti percampuran
ikhtilath, yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit untuk dibedakan. Secara termonologi, para ahli
fiqh memberikan definisi yang beragam, tetapi secara subtansi memiliki kesamaan, yaitu kerja sama
24
Fatwa DSN No. 16DSN-MUIXI2000 tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah
25
Fatwa DSN No. 16DSN-MUIXI2000 tentang Potongan Tagihan dalam Murabahah
,
usaha antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing- masing pihak memberikan kontribusi dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditnaggung bersamasesuai dengan kesepakatan.
26
Dengan berbagai pengertian yang saling berhubungan dan terkait, bahwa suatu kerja sama antara dua belah pihak atau lebih, dimana salah satu pihak
berkontribusi dalam menjalankan usaha sehingga ada kesepakatan diantara kedua belah pihak atas keuntungan dan kerugian sesuai kesepakatan.
a. Rukun dan Syarat Musyarakah
Rukun musyarakah menurut mayoritas ulama fiqh adalah adanya
pra pihak yang bekerja sama asy-syuraka, modal
ra’sul maal, usaha atau proyek
al-masyru, dan pernyataan kesepakatan ijab-qabul.
b. Dasar Hukum Musyarakah
Landasan hukum akad Musyarakah ini adalah:
1 Al-Qur’an
QS. Shad ayat 24: …Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan
amat sedikitlah mereka ini….
26
Fathurrahman Djamil, 2012, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transksi di
Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, Cet Ke-2., hlm 165.
,
2 Hadits
Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf: “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin
kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” HR. Tirmidzi
c. Musyarakah dalam Aplikasi Perbankan
Musyarakah atau syirkah ini dapat digunakan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah antara lain dalam pembiayaan proyek dan modal
ventura. Dalam pembiayaan proyek nasabah dan bank sama-sama menyediakan suatu proyek tertentu. Setelah proyek itu selesai, nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasilnya yang telah disepakati dengan pihak Lembaga Keuangan Syari’ah. Sementara
dalam modal ventura, penanam modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu bank melakukan divestasi, baik secara singkat
atau bertahap. Dalam transaksi
musyarakah harus dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang
mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih, di mana mereka secara bersama-sama
memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak. Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama
dapat berupa dana, barang perdagangan trading asset ,
,
kewiraswastaan entrepreneurship, kepandaian skill , kepemilikan
property, peralatan equipment , atau intangible asset seperti hak paten atau
goodwill, kepercayaan atau reputasi credit worthiness dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Setiap pemilik
modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana usaha. Pemilik modal dipercaya untuk
menjalankan usaha musyarakah tidak boleh melakukan tindakan seperti:
1 Menggabungkan dana usaha dengan harta pribadi
2 Menjalankan usaha musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin
pemilik modal lainnya 3
Memberi pinjaman kepada pihak lain. Pada pembiayaan
musyarakah ini setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain. Setiap
pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila: 1
Menarik diri dari perserikatan 2
Meninggal dunia 3
Menjadi tidak cakap hukum Biaya yang timbul dalam pelaksanaan usaha dan jangka waktu
usaha atau kegiatan harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan
kontribusi modalnya. Usaha yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah usaha selesai nasabah mengembalikan dana
tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati.
,
Gambar 2.2 Skema akad musyarakah dalam Lembaga Keuangan
syariah
27
Keterangan dari gambar 2 skema akad musyarakah :
Calon nasabah mempunyai kontrak kerja, diantaranya pengadaan alat tulis kantor dari suatu intitusi. Kemudian calon nasabah
berkunjung ke Bank Syariah dengan maksud untuk mengajukan Pembiayaan Modal Kerja untuk proyek pengadaan barang dilengkapi
dengan persyaratan yang ditentukan. Bank melakukan analisa kelayakan pembiayaan. Jika dinilai layak untuk dibiayai maka bank
memberikan persetujuan prinsip pembiayaan kepada calon nasabah surat penawaran.
Setelah terjadinya negosiasi dan kesepakatan, kedua belah pihak melakukan perjanjian pembiayaan dengan prinsip
musyarakah. Kemudian bank membiayai sebagian kebutuhan proyek pengadaan
27
Fathurrahman Djamil, 2012, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transksi di
Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, Cet Ke-2., hlm 172