Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan

5 seperti kayu bakar dan kayu untuk arang, mereka juga menebang hutan untuk dijadikan perkebunan FAO, 1978 dalam Andriani, 2002. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi sangat diperlukan mulai dari tahap perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan perlindungan jangka panjang. Untuk itu, maka perlu dijelaskan kepada masyarakat mengenai pentingnya pembangunan kawasan konservasi dan tujuan dari daerah penyangganya. Penunjukan daerah penyangga adalah juga untuk menjaga kelangsungan hak-hak masyarakat tradisional sebagai bagian dari pengelolaan kawasan konservasi dan untuk memastikan bahwa masyarakat juga dapat menikmati keuntungan dari kawasan konservasi Oldfield, 1988 dalam Andriani, 2002. 2. 2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan Berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 691Kpts- II1998 yang dimaksud dengan masyarakat di dalam dan sekitar hutan adalah kelompok-kelompok masyarakat baik berada di dalam maupun di pedesaan sekitar hutan. Sayogyo 1988 menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat desa menarik untuk diteliti karena lebih dari 83 rumah tangga di Indonesia hidup di pedesaan. Rendahnya pendapatan, sempitnya penguasaan lahan pertanian, rendahnya tingkat pendidikan, tingginya jumlah anggota keluarga dan sulitnya mencari pekerjaan merupakan permasalahan yang sering ditemukan dalam rumah tangga masyarakat pedesaan. Hal ini diperburuk dengan sifat menggantungkan diri yang relatif tinggi pada sektor pertanian, sehingga mereka sulit untuk meningkatkan pendapatannya. Sekitar 25 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Umumnya mereka berada di desa-desa tertinggal di sekitar dan di dalam hutan. Sebagian besar desa tertinggal berada di sekitar atau bahkan di dalam hutan Nasendi dan Machfud, 1996. Lebih lanjut lagi dikemukakan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan akan sangat menentukan keberhasilan pengusahaan hutan pemanfaatan dan pelestarian hutan. Masalah deforestasi, degradasi hutan, kebakaran hutan, pencurian hasil hutan dan tekanan-tekanan 6 terhadap hutan lainnya merupakan tantangan dan ancaman yang dapat timbul sebagai akibat dari permasalahan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang seharusnya dikembangkan dan diakomodasikan dengan tepat serta terarah dalam kegiatan pengusahaan hutan. Dampak positif pembangunan kehutanan bagi masyarakat di daerah masyarakat pedesaan sekitar hutan masih sangat kecil karena belum menggunakan cara-cara yang tepat dimana kegiatan masyarakat belum terkait secara kuat atau terlibat secara langsung dengan kegiatan kehutanan itu sendiri Darusman, 1993. Kawasan hutan, selama ini dianggap sebagai suatu kawasan yang terpisah dari masyarakat dan wilayah desa. Pemisahan tersebut sedikit banyak berpengaruh pada kontribusi pengelolaan hutan terhadap pengembangan masyarakat dan pembangunan daerah. Padahal setiap jengkal lahan hutan yang ada di Pulau Jawa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah administratif desa. Dengan demikian sudah selayaknya jika pengelolaan hutan menyesuaikan diri dengan dinamika kehidupan masyarakat desa sekitarnya Lembaga Arupa, 2000. Masyarakat di dalam dan sekitar hutan harus dan perlu diperhatikan dalam pembangunan sektor kehutanan, karena mereka adalah bagian atau unsur dari ekosistem hutan yang saling tergantung. Mereka memiliki kekuatan yang sangat besar, yang apabila tidak diperhatikan dapat menjadi kekuatan perusak yang sangat dahsyat. Sebaliknya, bila diperhatikan dapat menjadi kekuatan pendukung yang juga sangat dahsyat Darusman, 1993. Lebih lanjut, Darusman 1993 menyatakan bahwa kenyataan di lapangan sekarang banyak terjadi penyerobotan lahan hutan. Kemungkinan besar hal ini terjadi karena mereka tidak segera melihat adanya kesempatan yang disediakan kehutanan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sekarang ini mereka melihat ketidakjelasan, ketidakpastian, padahal mereka sudah sangat membutuhkan, dan akhirnya jalan yang paling pintas adalah mencuri, merambah, dan menyerobot lahan hutan. 7

2. 3. Pola Penggunaan Lahan