Tingkat Pendidikan Perambah. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

32 semakin kuat sehingga kemampuan untuk membuka lahan garapan akan semakin tinggi pula. Dari tabel 9 dapat terlihat juga bahwa perambah yang memiliki usia relatif lebih muda ternyata berjumlah lebih sedikit daripada kelompok usia 35-55 tahun. Hal ini terjadi diduga berhubungan dengan pernyataan Suryana 1989, yaitu terdapat kecenderungan pada kalangan masyarakat desa yang berusia muda memiliki pandangan bahwa pekerjaan sebagai petani memiliki status sosial yang rendah, sehingga pekerjaan sebagai petani tidak begitu menarik bagi mereka. Dengan persepsi yang rendah terhadap pekerjaaan sebagai petani akan mempengaruhi motivasi mereka untuk merambah. Tenaga kerja muda pedesaan memiliki mobilitas kerja yang lebih tinggi sehingga mereka akan memilih mata pencaharian lain di luar sektor pertanian. Diantaranya mereka pergi ke luar desa untuk mencari pekerjaan di kota. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram Gambar 2. 17.86 64.28 17.86 10 20 30 40 50 60 70 20 – 34 tahun 35 –55 tahun 55 tahun Kelompok Umur Perambah Tahun P e rs en ta se Gambar 2. Kelompok Umur Perambah

3. Tingkat Pendidikan Perambah.

Tamarli, 1994 dalam Wahidiat, 2002 menyatakan bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi cara berpikir dan cara bertindak seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dapat diharapkan semakin baik pula cara berpikir dan cara bertindaknya. Dengan demikian dapat diharapkan dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi maka tingkat kesadaran seseorang akan pentingnya kelestarian hutan semakin tinggi pula. Hal tersebut juga diperkuat oleh Wiradinata 1988 yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan 33 yang rendah dan adanya persepsi masyarakat yang menganggap hutan sebagai sumbedaya alam yang bebas dimiliki dan digunakan semakin mendorong masyarakat sekitar hutan untuk menyerobot kawasan. Disamping itu dengan tingkat pendidikan yang rendah, perambah kurang mampu untuk memperoleh lapangan pekerjaan yang lebih luas dibandingkan dengan penduduk lain yang berpendidikan lebih tinggi. Dengan demikian semakin rendah tingkat pendidikan, semakin terbatas mobilitas kerja penduduk sehingga mereka cenderung untuk tetap mempertahankan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian utamanya. Konsekuensi yang terjadi adalah semakin tingginya tekanan penduduk terhadap kawasan TNGGP. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram Gambar 3. 0.341 0.275 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 Tidak Sekolah Tidak tamat SD Tingkat Pendidikan R at a- rat a L u as L ah an R am b ah a n H a Gambar 3. Rata-rata Luas Lahan Rambahan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Perambah Tingkat pendidikan perambah di Desa Bojong Murni secara umum sangat rendah, dimana 16 orang KK perambah 57,14 tidak sekolah, dan 12 orang KK perambah 42,86 tidak tamat SD. Rendahnya pendidikan mengakibatkan rendahnya kemampuan perambah untuk memasuki pasar lapangan pekerjaan di luar pertanian yang berdampak pada sempitnya lapangan pekerjaan yang dapat mereka peroleh. Rendahnya tingkat pendidikan dan hanya bermodalkan tenaga kasar serta keahlian bertani saja telah menyebabkan mereka tetap bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama hidupnya. Akan tetapi lapangan pekerjaan pertanian yang ada di Desa Bojong Murni pun sangat sempit sebagai akibat dari ketersediaan lahan pertanian yang terbatas, dengan rata-rata 34 luas garapan 0,18 ha. Di pihak lain, TNGGP memiliki potensi sumberdaya lahan yang sangat dibutuhkan oleh perambah. Dengan alasan terdesak oleh kebutuhan hidup dan sulitnya mencari pekerjaan telah mendorong perambah untuk membuka dan menggarap kawasan TNGGP secara liar untuk lahan pertanian.

4. Luas Pemilikan Lahan Para Perambah