Kerangka Pemikiran Teoritis 1. Teori Perdagangan Internasional

pembangunan negara yang berorientasi keluar akan tetapi juga dalam mencari pasar di negara lain bagi hasil-hasil produksi di dalam negeri serta pengadaan barang-barang modal guna mendukung perkembangan industri di dalam negeri. Teori perdagangan internasional mulai muncul sejak abad ke 17 dan 18 dimana pada saat itu dikenal sebagai era merkantilisme. Setelah itu muncul pemikiran Adam Smith yang menyatakan bahwa perdagangan dua negara didasarkan pada keunggulan absolut. Dimana kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara setiap negara melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkan komoditi lain yang mempunyai kerugian absolut sehingga setiap negara dapat memperoleh keuntungan. Setelah teori Adam Smith lahirlah hukum keunggulan komparatif David Ricardo. Hukum keunggulan komparatif menyatakan bahwa meskipun salah satu negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, masih terdapat dasar dilakukannya perdagangan yang menguntungkan dua negara Salvatore, 1997. Hukum keunggulan komparatif inilah yang menjadi dasar bagi suatu negara untuk saling menukarkan komoditi melalui ekspor dan impor. Perdagangan luar negeri juga dilatarbelakangi karena adanya perbedaan antar negara. Setiap negara memiliki perbedaan dengan negara lainnya, perbedaan tersebut meliputi SDA, iklim, letak geografis, penduduk, keahlian penduduk dan tenaga kerja SDM, tingkat harga, keadaan ekonomi serta keadaan sosial Amir, 1984. Selain itu faktor teknologi dan modal juga melatarbelakangi terjadinya perdagangan luar negeri. Sehingga dari perbedaan tersebut suatu negara dapat memiliki keunggulan dalam menghasilkan suatu komoditi tertentu dibandingkan dengan negara lain. Keunggulan suatu negara dalam memproduksi suatu komoditi karena faktor alam maka negara tersebut memiliki keunggulan mutlak absolute advantage . Akan tetapi jika suatu negara dapat memproduksi suatu jenis barang dengan kualitas yang lebih baik serta biaya yang lebih murah karena ketepatan dalam mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi yang tersedia alam, tenaga kerja, dan modal maka negara tersebut memiliki keunggulan dalam perbandingan biaya memiliki produktivitas tinggi comparative advantage, Amir, 1984. Tabel 4. Keunggulan Absolut. Komoditi Negara A Negara B Gandum tonha 6 1 Padi tonha 4 5 Sumber : Salvatore, 1997. Dari tabel diatas menunjukan bahwa negara A memiliki keunggulan absolut dalam menghasilkan gandum, sedangkan negara B memilki keunggulan absolut dalam menghasilkan padi. Sehingga adanya perdagangan akan menyebabkan negara A berspesialisasi dalam menghasilkan gandum, sedangkan negara B akan berspesialisasi dalam menghasilkan padi. Salvatore 1997, menuliskan bahwa hukum keunggulan komparatif, David Ricardo menyatakan bahwa meskipun salah satu negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, masih terdapat dasar dilakukannya perdagangan yang menguntungkan kedua negara sepanjang proporsi kerugian absolut pada kedua komoditi tersebut tidak sama. Tabel 5 dibawah menggambarkan cara kerja keunggulan komparatif. Tabel 5. Keunggulan Komparatif. Komoditi Negara A Negara B Gandum tonha 6 1 Padi tonha 4 2 Sumber : Salvatore, 1997. Negara A memiliki keunggulan absolut lebih besar baik untuk gandum maupun padi dibandingkan negara B. akan tetapi masih memungkinkan terjadinya perdagangan, dimana negara A dan B sama-sama memperoleh keuntungan. Jika negara A ingin menukarkan 1 ton gandum dengan negara B, maka negara A harus mengorbankan 0.6 ton padi. Sedangkan jika negara A ingin menukarkan 1 ton padi dengan negara B, maka maka negara A harus mengorbankan 1.5 ton padi. Jika negara B ingin menukarkan 1 ton gandum dengan negara A, maka negara B harus mengorbankan 2 ton padi. Sedangkan jika negara B ingin menukarkan 1 ton padi dengan negara A, maka maka negara A harus mengorbankan 0.5 ton gandum. Maka, dari adanya perdagangan negara A akan menukarkan gandum untuk mendapatkan padi dan berspesialisasi dalam menghasilkan gandum. Sedangkan negara B akan menukarkan padi untuk mendapatkan gandum dan berspesialisasi dalam menghasilkan padi. Dalam hal ini perdagangan dapat tetap terjadi dengan mempertimbangkan opportunity cost biaya yang harus dikorbankan. Panel A pada Gambar 1 dibawah ini, menggambarkan penawaran dan permintaan komoditi X di negara A. Tanpa adanya perdagangan, pada harga P A negara A akan produksi dan konsumsi di Q A . Panel C menggambarkan penawaran dan permintaan komoditi X di negara B. Tanpa adanya perdagangan, pada harga P B negara B akan produksi dan konsumsi di Q B . Sedangkan panel B menggambarkan perdagangan internasional komoditi X, dimana negara A akan mengekspor komoditi X ke negara B bila harga domestik sebelum perdagangan komoditi X di negara B lebih tinggi daripada harga domestik sebelum perdagangan komoditi X di negara A. P X Negara A P X Perdagangan Internasional P X Negara B S B S A P B ’ S P B P C Ekspor P D P C P A P A ’ D Impor D B D A Q A Q X Q D Q X 0 Q B Q X A B C Sumber : Salvatore, 1997. Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional. Pada P A negara A tidak akan mengekspor komoditi X, sehingga pada panel B menghasilkan titik P A ’. Begitu juga halnya dengan negara B yang tidak akan mengimpor komoditi X pada P B sehingga menghasilkan titik P B ’ pada panel B. Andaikan terjadi suatu harga tertentu yaitu P C maka negara A akan meningkatkan produksi, sementara konsumsi menurun akibat peningkatan harga. Hal ini menyebabkan terjadinya Excess Supply ES di negara A, yang pada akhirnya ES tersebut akan diekspor ke negara yang mengalami Excess Demand ED, yaitu negara B. Sementara di negara B pada harga P C , negara B akan mengurangi produksi, sedangkan konsumsi akan meningkat karena penurunan harga. Sehingga menyebabkan ED di negara B yang akan dipenuhi dengan mengimpor dari negara A. Pertemuan antara ES negara A dengan ED di negara B akan menghasilkan harga keseimbangan di pasar internasional untuk komoditi X, yaitu P D . Harga inilah yang akan menjadi dasar bagi negara A dan negara B untuk saling menukarkan komoditi.

3.1.2. Teori Permintaan

Permintaan adalah jumlah barang ekonomi yang akan dibeli pada harga tertentu, pada saat tertentu, dipasar tertentu. Jadwal permintaan menunjukan jumlah barang ekonomi yang akan dibeli pada semua harga yang mungkin terjadi disaat tertentu di pasar. Permintaan dalam perekonomian sangat dipengaruhi oleh preferensi konsumenpilihan masing-masing pembeli yang bebas, berdasarkan persepsi mereka mengenai harga Ismanthono, 2006. Permintaan selalu didasari kemauan dan kemampuan untuk membeli suatu produk tidak semata-mata karena keinginankebutuhan atas produk tersebut Pass dan Lowes, 1994. Jumlah yang diminta untuk suatu komoditi adalah jumlah komoditi total yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga RT Lipsey, 1995. Terdapat tiga hal penting dalam konsep kuantitas yang diminta pertama, jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang dinginkan. Dalam hal ini, menunjukan berapa banyak jumlah yang ingin dibeli oleh RT berdasarkan harga komoditi itu, harga komoditi lainnya, penghasilan masing-masing RT, selera, dan sebagainya. Kedua adalah bahwa apa yang dinginkan merupakan permintaan efektif yang berarti menunjukan berapa banyak orang yang bersedia untuk membelinya pada harga yang harus mereka bayar untuk komoditi tersebut. Terakhir adalah kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian yang terjadi secara terus menerus. Dalam Lipsey 1995, faktor-faktor yang menentukan jumlah kuantitas yang diminta adalah harga komoditi itu sendiri, harga komoditi substitusi dan komplementernya, rata-rata penghasilan RT, distribusi pendapatan, selera, dan populasi. Permintaan pada dasarnya merupakan hubungan menyeluruh antara kuantitasjumlah komoditi tertentu yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu, dengan harga komoditi tersebut. Dalam permintaan terjadi hubungan multivariate yaitu hubungan antara beberapa variabel harga, pendapatan, distribusi pendapatan, selera, dan populasi yang mempengaruhi satu variabel tunggal misalkan jumlah yang diminta. Untuk mengetahui pengaruh variabel tersebut satu persatu pada saat tertentu, kita harus mempertahankan semua variabel konstan cateris paribus, kecuali satu variabel yang ingin kita ketahui pengaruhnya terhadap jumlah yang diminta. Fungsi permintaan suatu komoditi terdiri dari variabel jumlah komoditi yang diminta, harga komoditi tersebut, harga komoditi lain substitusi, pendapatan, dan selera konsumen. Harga komoditi itu sendiri dan harga barang komplementernya memiliki hubungan yang negatif dengan jumlah komoditi yang ingin diminta cateris paribus , artinya semakin tinggi harga komoditi itu sendiri dan harga barang komplementernya akan semakin sedikit jumlah komoditi yang akan diminta. Sedangkan pendapatan, harga komoditi substitusinya, jumlah penduduk, dan selera memiliki hubungan yang positif dengan jumlah komoditi yang akan diminta cateris paribus, artinya semakin tinggi variabel-variabel tersebut akan semakin banyak jumlah komoditi yang akan diminta Lipsey, 1995. Panel A pada Gambar 2 dibawah ini, menggambarkan pergeseran kurva permintaan yaitu perubahan permintaan karena adanya perubahan faktor lain selain harga misalnya jumlah penduduk cateris paribus, sehingga akibat adanya peningkatan jumlah penduduk pada harga P 1 akan meningkatkan jumlah komoditi yang akan diminta dari Q ke Q 1 dan menyebabkan pergeseran kurva permintaan dari D ke D 1 . Harga Harga P 1 B P 1 P A D D 1 D Q Q 1 Kuantitas Q Q 1 Kuantitas A B Sumber : Lipsey, 1995. Gambar 2. Pergeseran dan Pergerakan Kurva Permintaan Panel B menggambarkan pergerakan di sepanjang kurva permintaan yaitu perubahan jumlah komoditi yang diminta disebabkan karena terjadinya perubahan pada harga komoditi itu sendiri. Akibat kenaikan harga pada suatu komoditi dari P ke P 1 akan menyebabkan penurunan jumlah komoditi yang diminta dari Q ke Q 1 . Sehingga perpindahan dari titik A ke B dinamakan pergerakan disepanjang kurva permintaan.

3.1.3. Teori Impor dan Hambatan Perdagangan : Tarif Impor

Impor adalah arus masuk dari sejumlah barang dan jasa ke dalam pasar sebuah negara baik untuk keperluan konsumsi ataupun sebagai barang modal atau bahan baku produksi dalam negeri. Semakin besar impor, disatu sisi baik karena menyediakan kebutuhan rakyat negara itu akan produk atau jasa tersebut, namun sisi lainnya bisa mematikan produk dan jasa sejenis dalam negeri, dan yang paling mendasar menguras devisa negara yang bersangkutan Kunarjo, 2003. Produk- produk yang akan diimpor adalah produk yang biaya produksinya di dalam negeri terlalu tinggi atau produk yang sama sekali belum dapat diproduksi didalam negeri Amir, 1984. Perdagangan luar negeri menjadi suatu aktivitas ekonomi yang semakin penting saat ini bagi perekonomian suatu negara. Selain memproduksi sendiri, suatu negara akan memenuhi konsumsi dalam negerinya dengan cara impor. Impor dilakukan apabila suatu komoditi tidak diproduksi di dalam negeri atau terjadi kelebihan permintaan akan komoditi tersebut di dalam negeri. Harga suatu komoditi sangat mempengaruhi kebijaksanaan suatu negara untuk mengimpor atau mengekspor suatu komoditi. Negara-negara mengimpor komoditi yang harga dunianya lebih rendah daripada harga yang berlaku di dalam negeri jika tidak terdapat perdagangan luar negeri. Dalam perdagangan internasional, perdagangan yang terjadi antar negara- negara yang terlibat tidak bebas begitu saja, akan tetapi memiliki hambatan- hambatan terhadap berlangsungnya perdagangan internasional secara bebas. Hambatan-hambatan tersebut berkaitan dengan praktek dan kepentingan perdagangan dari masing-masing negara, sehingga terkadang disebut sebagai kebijakan perdagangan trade policy. Bentuk hambatan perdagangan yang paling penting adalah tarif tariff. Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas-batas teritorial Salvatore, 1997. Tarif merupakan bentuk kebijakan yang sudah lama digunakan sebagai sumber penerimaan bagi pemerintah. Tarif digunakan untuk memproteksi produsen dalam negeri dari persaingan dengan produsen luar negeri dan meningkatkan penerimaan pemerintah. Ditinjau dari aspek asal komoditi, tarif dibedakan menjadi tarif impor dan tarif ekspor. Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor adalah pajak yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diekspor. Ditinjau dari mekanisme penghitungannya, tarif dibedakan menjadi tarif spesifik, tarif ad-valorem, dan tarif gabungan. Tarif spesifik adalah pajak yang dikenakan sebagai beban tetap bagi setiap unit barang yang akan diimpor misalkan tarif yang dikenakan sebesar Rp 1200 untuk setiap Kg produk keramik tableware . Tarif ad-valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor negara mengenakan tarif sebesar 20 persen atas harga dari setiap unit keramik yang diimpor. Sedangkan tarif campuran adalah pengenaan pajak yang diperoleh dari penggabungan tarif spesifik dan tarif ad-valorem, artinya setiap harga produk keramik dikenakan 20 persen juga untuk setiap volume dikenakan lagi tarif sebesar Rp 1200 Salvatore, 1997. S X P X I P 1 H P 2 K F G P W A B C D E D X 0 Q 2 Q 4 Q 1 Q 5 Q 3 Q X Sumber : Salvatore, 1997. Gambar 3. Mekanisme Impor dan Pemberlakuan Tarif. Gambar diatas merupakan kurva permintaan dan penawaran terhadap komoditi X di suatu negara. Tanpa perdagangan bebas harga komoditi X adalah P 1 dengan produksi dan konsumsi di Q 1 . Sementara itu pada perdagangan internasional dengan harga P W yang lebih rendah dari pada harga di daldam negeri. Maka konsumsi meningkat dari Q 1 ke Q 3 karena harga yang lebih murah, sedangkan produksi menurun menjadi Q 2 akibat berkurangnya insentif produsen karena harga yang rendah. Sehingga jarak dari Q 3 ke Q 2 menggambarkan adanya excess demand di negara tersebut, yang harus dipenuhi dari impor komoditi X dari negara lain. Kemudian untuk membatasi impor, pemerintah negara tersebut mengenakan tarif untuk komoditi X sebesar α persen. Sehingga menyebabkan harga komoditi X menjadi lebih mahal yaitu dari P W ke P 2 P 1 + tarif α persen dan menurunkan konsumsi dari Q 3 ke Q 5 . Namun adanya tarif justru meningkatkan produksi di dalam negeri dari Q 2 ke Q 4 . Dari gambar diatas kita dapat menyimpulkan bahwa dampak tarif terhadap produsen yaitu adanya keuntungan yang diterima produsen dalam negeri sebesar KFHI pada saat menghadapi persaingan impor. Hal ini karena tarif merupakan pajak yang dikenakan terhadap barang-barang produksi luar negeri. Semakin besar tarif yang dikenakan pada produk impor akan semakin tinggi harga yang harus dibayar oleh konsumen. Pada akhirnya konsumen akan beralih untuk membeli produk-produk dalam negeri. Dampak tarif terhadap konsumen yaitu adanya dua pilihan bagi konsumen, yaitu harus membayar dengan harga yang lebih tinggi atau membeli barang dengan jumlah yang lebih sedikit Lindert dan Kindleberger, 1995. Akibat pengenaan tarif impor yang meningkatkan harga komoditi sehingga surplus konsumen berkurang menjadi ABFK. Lalu dampak tarif bagi pemerintah yaitu bertambahnya penerimaan pemerintah untuk membiayai proyek-proyek pembangunan dan proyek-proyek sosial yang bermanfaat Lindert dan Kindleberger, 1995 sebesar CDGF. Akan tetapi diberlakukannya tarif impor juga menimbulkan kerugian bagi negara yaitu hilangnya surplus atau keuntungan yang seharusnya kita peroleh dari adanya perdagangan yaitu sebesar segitiga CBF dan DEG.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Perdagangan komoditas keramik di Indonesia terdiri dari produk keramik yang dihasilkan di dalam negeri domestik dan produk keramik yang diimpor dari negara lain. Pada penelitian ini hanya akan dianalisis tiga jenis keramik, yaitu keramik lantai, keramik saniter, dan keramik tableware. Hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah permasalahan yang saat ini dihadapi industri keramik Indonesia yaitu serbuan keramik impor baik yang legal maupun yang ilegal. Dari permasalahan impor keramik yang semakin meningkat tersebut akan dianalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap peningkatan volume impor tersebut dan keragaan aspek-aspek yang terdapat dalam kegiatan impor komoditas keramik di Indonesia untuk masing-masing jenis keramik. Dua hal tersebut perlu untuk dianalisis karena faktor-faktor yang mempengaruhi impor dan aspek-aspek impor merupakan suatu hal yang penting jika kita ingin melakukan analisis tentang impor suatu komoditi. Faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi impor diantaranya adalah produksi masing-masing jenis keramik domestik, harga domestik masing-masing jenis keramik, harga impor masing-masing jenis keramik, nilai tukar, Produk Domestik Bruto PDBGDP, dan dummy yaitu kondisi sebelum dan pada saat terjadinya krisis ekonomi. Dimana untuk menduga model volume impor digunakan analisis regresi linear berganda. Sementara keragaan kegiatan impor komoditas keramik meliputi negara- negara yang memasok keramik ke Indonesia; komoditi keramik impor yang paling besar; penguasaan pasar produk keramik impor; harga produk keramik impor; persaingan antar produsen keramik domestik dan produsen luar negeri; dan juga bahan baku keramik di Indonesia serta produksi industri keramik dalam negeri. Diharapkan dengan hasil analisis tersebut kita dapat mengungkapkan hal-hal yang lebih dalam mengenai impor komoditas keramik serta dapat dijadikan masukan bagi pemerintah maupun memberikan gambaran mengenai kondisi industri keramik Indonesia dimasa yang akan datang khususnya dalam menghadapi persaingan global. Selain itu dengan penelitian ini dapat diketahui apakah perilaku komoditas keramik Indonesia sesuai dengan teori ekonomi.