karena adanya tingkah laku ikan menurut jenis kelamin, kondisi lingkungan, penangkapan ikan dll.
Pengumpulan data nisbah kelamin sebaikya dilakukan selama kurun waktu satu tahun Holden dan Raitt, 1975. Tujuan penelitian nisbah kelamin dilakukan
untuk mengetahui perpencaran atau peggerombolan ikan berdasarkan makanan, keturunan, dan tingkah laku selama migrasi.
2.3 Eksploitasi perikanan cucut dan pari
Eksploitasi atau pemanfaatan utama dari sumber daya hayati laut adalah usaha penangkapan ikan. Hasil tangkapan per unit upaya catch per unit effort,
CPUE alat tangkap terhadap sumber daya ikan sering digunakan untuk
menggambarkan pemanfaatan sumber daya ikan di suatu wilayah perairan. Widodo et al. 2001 membedakan perkembangan pemanfaatan sumber daya ikan
menjadi lima tahap, yaitu : 1. Tahap ekplorasi atau percobaan penangkapan
2. Tahap pembangunan penangkapan ikan terhadap jenis ikan yang paling menguntungkan
3. Tahap peningkatan intensitas penangkapan ikan terhadap spesies yang paling menguntungkan dibarengi dengan inisiasi penangkapan ikan lain yang
sebelumnya dianggap kurang menguntungkan 4. Tahap peningkatan intensitas penangkapan ikan terhadap semua jenis yang
laku dipasarkan. 5. Tahap penerapan pengelolaan perikanan secara penuh mungkin mengikuti
periode over fishing Hasil kajian stok oleh komisi Pengkajian Stok Ikan Indonesia tahun 2001
menunjukan bahwa sumber daya ikan di Laut Jawa adalah sebagai berikut: Ikan pelagis besar 55.0000 ton per tahun, pelagis kecil 340.000 ton per tahun, ikan
karang konsumsi 9.500 ton per tahun, demersal 375.200 ton per tahun, udang peneid 11.400 ton per tahun, lobster 500 ton per tahun dan cumi-cumi 5.040 ton
per tahun. Adapun perkiraan stok cucut dan pari serta tingkat pemanfaatannya belum banyak diketahui. Cucut dan pari umumnya didaratkan di pusat-pusat
pendaratan ikan di pantai utara Jawa dan pantai selatan Kalimantan. Alat tangkap
yang selama ini digunakan untuk menangkap cucut dan pari adalah cantrangdogol boat seine, jaring insang gillnet, jaring tramel trammel net,
rawai dasar bottom long line perangkap, bubu dan lainnya. Perkembangan teknologi penangkapan cucut dan pari yang terakhir di Laut Jawa adalah
munculnya jaring liongbun large demersal bottom gillnet dan pancing senggol rays bottom long line yang dikhususkan untuk menangkap ikan pari. Jumlah
alat tangkap liongbun mencapai 205 unit dan pancing senggol 600 unit. Daerah operasi alat tangkap cucut dan pari umumnya di Laut Jawa.
Di perairan Atlantik Utara, ikan cucut telah dieksploitasi sejak tahun 1935, penangkapannya berskala industri maupun rekreasi. Tiga puluh jenis cucut
dieksploitasi secara intesif oleh armada berbagai negara seperti Prancis, Inggris, Irlandia, Norwegia dan Spanyol Pawson dan Vince, 1999. Selanjutnya Joyce
1999 melaporkan sembilan belas jenis cucut dieksploitasi sebagai hasil tangkapan samping di perairan Canada, alat tangkap yang dominan adalah long
line. Penangkapan ikan cucut secara komersial di perairan Amerika serikat dimulai tahun 1944 perang Dunia II, tiga puluh sembilan jenis cucut
dieksploitasi secara intensif, termasuk jenis cucut laut dalam Branstetter, 1999 Pada awalnya komoditas cucut dan pari tidak mendapat perhatian serius di
Laut Jawa. Hal ini karena komoditas cucut tidak memiliki nilai harga ekonomis yang tinggi seperti ikan kakap, kerapu, tuna ataupun udang. Ikan cucut yang ikut
tertangkap alat tangkap tersebut umumnya hanya digunakan untuk bahan ikan asin atau dibeberapa daerah mengolahnya menjadi ikan asap. Akhir-akhir ini
komoditas cucut dan pari telah berubah nilai ekonomisnya. Banyak permintaan sirip dan daging untuk bahan makanan, kulit untuk bahan baku fesyen tas,
dompet dan sepatu sehingga memicu nelayan untuk memburunya secara lebih intensif. Jika awalnya produksi cucut dan pari dari perairan Indonesia terus
meningkat, namun sejak tiga tahun terakhir ini ada penurunan produksi dari Laut Jawa.
2.4 Pengelolaan perikanan cucut dan pari