Pengelolaan perikanan cucut dan pari

yang selama ini digunakan untuk menangkap cucut dan pari adalah cantrangdogol boat seine, jaring insang gillnet, jaring tramel trammel net, rawai dasar bottom long line perangkap, bubu dan lainnya. Perkembangan teknologi penangkapan cucut dan pari yang terakhir di Laut Jawa adalah munculnya jaring liongbun large demersal bottom gillnet dan pancing senggol rays bottom long line yang dikhususkan untuk menangkap ikan pari. Jumlah alat tangkap liongbun mencapai 205 unit dan pancing senggol 600 unit. Daerah operasi alat tangkap cucut dan pari umumnya di Laut Jawa. Di perairan Atlantik Utara, ikan cucut telah dieksploitasi sejak tahun 1935, penangkapannya berskala industri maupun rekreasi. Tiga puluh jenis cucut dieksploitasi secara intesif oleh armada berbagai negara seperti Prancis, Inggris, Irlandia, Norwegia dan Spanyol Pawson dan Vince, 1999. Selanjutnya Joyce 1999 melaporkan sembilan belas jenis cucut dieksploitasi sebagai hasil tangkapan samping di perairan Canada, alat tangkap yang dominan adalah long line. Penangkapan ikan cucut secara komersial di perairan Amerika serikat dimulai tahun 1944 perang Dunia II, tiga puluh sembilan jenis cucut dieksploitasi secara intensif, termasuk jenis cucut laut dalam Branstetter, 1999 Pada awalnya komoditas cucut dan pari tidak mendapat perhatian serius di Laut Jawa. Hal ini karena komoditas cucut tidak memiliki nilai harga ekonomis yang tinggi seperti ikan kakap, kerapu, tuna ataupun udang. Ikan cucut yang ikut tertangkap alat tangkap tersebut umumnya hanya digunakan untuk bahan ikan asin atau dibeberapa daerah mengolahnya menjadi ikan asap. Akhir-akhir ini komoditas cucut dan pari telah berubah nilai ekonomisnya. Banyak permintaan sirip dan daging untuk bahan makanan, kulit untuk bahan baku fesyen tas, dompet dan sepatu sehingga memicu nelayan untuk memburunya secara lebih intensif. Jika awalnya produksi cucut dan pari dari perairan Indonesia terus meningkat, namun sejak tiga tahun terakhir ini ada penurunan produksi dari Laut Jawa.

2.4 Pengelolaan perikanan cucut dan pari

Sumber daya ikan merupakan sumber daya yang dapat pulih kembali, maka di dalam pemanfaatannya tidak boleh melewati batas-batas kemampuan sumber daya untuk pulih kembali King, 1995. Difinisi pengelolaan perikanan menurut FAO 1997 adalah proses terpadu menyangkut pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, pengalokasian sumber daya dan perumusan serta pelaksanaan, dan apabila diperlukan dengan penegakan hukum. Sehubungan dengan difinisi pengelolaan perikanan yang bercakupan luas tersebut adalah bertujuan untuk memastikan sumber daya perikanan dapat dimanfaatkan secara optimal dengan tetap memperhatikan dan menjaga kelestarian sumber daya dan lingkungannya. Adapun langkah pengelolaan sumber daya ikan, dapat dikatagorikan menjadi dua Purwanto, 2003: 1. Pengendalian penangkapan ikan control of fishing 2. Pengendalian upaya penangkapan ikan control of fishing effort Pada prinsipnya, pengelolaan perikanan bertujuan untuk mengatur intensitas penangkapan agar diperoleh hasil tangkapan yang optimal dari berbagai aspek Widodo, 2001. Pengelolaan perikanan juga bertujuan menentukan tingkat hasil tangkapan yang berkelanjutan dalam jangka panjang-long term sustainable Purwanto, 2003. Selanjutnya langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup kegiatan mengumpulkan data dasar mengenai biologi, teknologi, ekonomi dan sosial tentang perikanan. Data yang telah diperoleh tersebut ditrasfer kedalam bentuk informasi yang berguna untuk pembuatan berbagai keputusan pengelolaan. Beberapa tehnik yang digunakan untuk menkaji stok Elasmobranchii adalah tehnik demographic analysis. Namun karena keterbatasan data model surplus produksi masih banyak digunakan orang Simperdorfer, 1999; Au et al., 1997; Enric, 1998. Opsi pengelolaan secara umum bagi perikanan yang telah berkembang antara lain Merta et al., 2003: 1 Pembatasan ukuran ikan hasil tangkapan size limitation. 2 Pembatasan alat tangkap dan kapal vessel and gear limitation 3 Zona bebas penangkapan sanctuary zones. 4 Peningkatam monitoring, controlling, surveillance MCS 5 Penetapan total allowable catch TAC Branstetter 1999 menjelaskan bahwa pengelolaan cucut di perairan Amerika Serikat menggunakan cara pembatasan izin dengan membayar pajak penangkapan tertentu resources access, pembatasan alat tangkap, pembatasan kapal penangkap, pembatasan ukuran dan jenis yang ditangkap dan pembatasan jumlah tangkapan yang diperbolehkan total allowable catch. Pada perairan Karabian, pengelolaan cucut dilakukan dengan membatasi ukuran mata jaring yang di kontrol kementrian setempat Shing, 1999. Di Afrika Selatan pembatasan hanya dilakukan untuk penangkapan jenis cucut Carcharodon carcharias Japp, 1999. Walaupun ditangkap hanya berupa hasil sampingan dari beberapa alat tangkap pukat harimau, jaring insang dan rawai, pengelolaan perikanan pari di perairan Canada sudah mencapai pendekatan ke hati-hatian precauntionary approach , mengingat hasil kajian sumber dayanya yang terus menurun Kulka dan Mowbray, 1999. Di perairan Indonesia beberapa ahli perikanan bersepakat bahwa perikanan cucut sudah perlu dikelola secara lebih baik Monintja dan Poernomo, 2000; Priono, 2000; Widodo, 2000. 2.5 Kebutuhan penelitian cucut dan pari di Laut Jawa Cucut dan pari termasuk dalam sub kelompok Elasmobranchii, yaitu ikan- ikan bertulang rawan. Kedua komoditas ikan tersebut merupakan sumberdaya yang telah lama dieksploitasi di Indonesian, termasuk di Laut Jawa. Menurut perkiraan FAO tahun 2000, Indonesia menduduki tingkat atas dalam hal hasil tangkapan cucut dan pari yakni mencapai 100 000 ton dengan nilai ekspor US 13 juta. Perikanan ini memiliki ciri setiap jenisnya berumur panjang, laju pertumbuhan yang lambat, jumlah pembiakan yang sedikit, oleh karenanya perikanan ini perlu dikelola secara hati-hati Stevens, 1999. Negara-negara lain yang juga mengeksplotasi perikanan cucut dan pari secara intensif telah melakukan langkah pengelolaan yang sangat terkontrol terhadap perikanan ini Pawson dan Vince, 1999; Kulka dan Mowbray, 1999; Branstertter, 1999; Shing, 1999; Japp, 1999. Isu utama dari perikanan cucut dan pari di Indonesia adalah langkanya data yang berkaitan dengan perikanan cucut dan pari itu sendiri. Data yang dimaksud meliputi: indikator penangkapan total catch, upaya penangkapan, CPUE dan operasi penangkapan dan indikator biologi ukuran stok, struktur stok, struktur komunitas. Penelitian yang diperlukan untuk perikanan cucut dan pari di Laut Jawa adalah penelitian Pengelolaan dan pemanfaatan perikanan cucut dan pari yang berdasarkan informasi ilmiah tentang aspek-aspek biologi dan teknologi secara terpadu. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Perikanan cucut dan pari terdiri dari beragam jenis ikan multi species dan ditangkap oleh berbagai alat tangkap multi gear di Laut Jawa. Jenis data dan informasi tentang karakteristik biologi dan teknologi penangkapan sangat dibutuhkan dalam menentukan langkah pengelolaan sumberdaya cucut dan pari. Langkah-langkah pengelolaan tersebut tentu harus berdasarkan karakteristik jenis ikan yang dikelola, khususnya aspek biologi, dan karakteristik teknologi penangkapan ikan yang diterapkan nelayan 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Laut Jawa dengan daerah sampling sepanjang Pantai Utara Jawa, yang mewakili wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Laut Jawa merupakan dangkalan benua continental shelf dengan luas permukaan 467.000 km 2 . Di bagian barat laut, Laut Jawa dihubungkan Selat Karimata terhadap Laut Cina Selatan. Di bagian barat daya, dihubungkan oleh Selat Sunda terhadap Samudera Hindia. Di bagian timur, perairan Laut Jawa berhubungan dengan Laut Flores. Di bagian timur laut, dihubungkan oleh Selat Makasar terhadap Laut Sulawesi. BPPT 2000 melaporkan berdasarkan pemetaan batimetri, rata-rata kedalaman perairan Laut Jawa adalah 40 meter dengan maksimum kedalaman 165 meter. Menurut Emery et al. 1972 dalam Potier et al. 1989 bahwa 80 dasar perairan Laut Jawa berupa lapisan lumpur tebal. Sedangkan 20 lainnya yaitu di dekat pantai, dasar perairannya berupa batuan dan koral. Perairan Laut Jawa, terutama dipengaruhi oleh siklus muson. Siklus muson yang terjadi di Laut Jawa adalah arus dari arah timur pada musim barat dan arus dari arah barat pada musim muson tenggara Durand dan Petit, 1997. Temperatur permukaan perairan Laut Jawa rata-rata 28 o C dengan gradien 2 o – 3 o C. Salinitas rata-rata 31‰ dan tertinggi 34‰ pada September Nontji, 1987. Basis lokasi penelitian ini adalah pusat-pusat pendaratan ikan cucut dan pari yang berada di Jakarta Muara Angke dan Muara Baru, Indramayu Indramayu dan Cirebon, Tegal, Juana, dan Brondong Gambar 6.. Waktu penelitian dimulai dari bulan April 2001 sampai Desember 2004. Penelitian ini dilaksanakan bersama tim gabungan dan merupakan kerjasama dari berbagai instansi dalam dan luar negeri antara lain: CSIRO Marine Science Australia, Murdoch University Perth Australia, Pusat Penelitian Oseanologi LIPI, dan Balai Riset Perikanan Laut Jakarta. Gambar 6. Lokasi penelitian y = lokasi. Selama survei telah dikumpulkan data dan informasi sebagai berikut: 1. Komposisi spesies hasil tangkapan secara rinci 2. Data frekuensi panjang untuk jenis dominan 3. Informasi yang berkaitan dengan teknik penangkapan, biaya operasional kapal dan daerah penangkapan 4. Sampel biologi untuk keperluan penelitian reproduksi, umur dan pertumbuhan untuk jenis dominan Informasi teknik penangkapan dikumpulkan untuk digunakan dalam menginterpretasi hasil tangkapan, yang berkaitan dengan selektivitas alat tangkap, daerah penangkapan dan operasional kapal penangkap. Keterbatasan sampling ini adalah kemungkinan adanya kapal penangkap yang beroperasi di luar Laut Jawa, seperti kapal rawai tuna dan jaring insang tuna yang berbasiskan dari Pelabuhan Muara Baru Jakarta. Di setiap TPI nelayan yang terpilih dilakukan identifikasi terhadap setiap elasmobranchii yang didaratkan, bila mungkin jumlah setiap spesies dihitung.

3.3 Metode pengumpulan data