diperoleh alat tangkap jaring liongbun, yaitu sejumlah 29 jenis ikan. Sedangkan jumlah jenis ikan pari yang paling sedikit dipeoleh bubu dengan jumlah 1 jenis.
Dari ke delapan alat tangkap yang menangkap pari, ada empat jenis alat tangkap yang hanya menangkap pari saja yaitu jaring insang dasar, jaring tramel, pancing
senggol dan bubu. Sedangkan diseluruh perairan Malaysia penangkapan pari umumnya
dilakukan dengan menggunakan alat tangkap pukat harimau dasar, jaring insang hanyut, dan pancing rawai. Jumlah jenis parii yang tertangkap diperairan Malaysia
mencapai 41 jenis dari 11 famili Ali et al., 1999. . Pada perairan India dilaporkan 20 jenis ikan pari yang ditangkap sebagai hasil tangkapan dari
berbagai alat tangkap, dan alat tangkap yang dominan menangkap pari adalah jaring insang mata besar, pancing rawai dan pukat harimau Hanfee, 1999.
Komposisi hasil tangkapan pari paling tinggi diperoleh jaring yaitu sebesar jaring liongbun sebesar 28,07 dari total tangkapan cucut dan pari. Selanjutnya
secara berurutan alat tangkap yang mendapat komposisi tangkapan pari adalah jaring arad sebesar 11,41 , jaring insang dasar sebesar 7,98 , pancing senggol
sebesar 7,79, bubu sebesar 2,62 , jaring tramel sebesar 2,55 , pancing rawai dasar sebesar 2,62 , dan yang terakhir jaring insang tuna sebesar 1,64 . Hasil
ini menunjukan bahwa jaring liongbun yang memang ditujukan untuk menanngkap ikan pari terbukti paling produktif, baik dalam jumlah jenis maupun
komposisi hasil tangkapannya. Komposisi jenis pari dominan yang berbeda dari berbagai alat tangkap
lebih disebabkan perbedaan kondisi lingkungan perairan habitat tersebut dan alat tangkap yang mengeksploitasinya Stevens, 2003. Komposisi ikan pari paling
dominan masing-masing alat tangkap juga menunjukan perbedaan pada penelitian ini Gambar 39 - 46.
5.4.3 Produksi, daerah dan musim penangkapan cucut dan pari
Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia, produksi dan hasil tangkapan per satua upaya dari ikan cucut dan pari di Laut jawa mengalami
penurunan akibat dari tingkat eksploitasi yang cukup tinggi. Kecenderungan yang sama juga dialami berbagai perairan, yang disebabkan oleh tingginya tingkat
eksploitasi perikanan cucut dan pari. Penurunan populasi cucut dan pari
berlangsung sangat cepat dan sulit untuk pulih kembali dibandingkan dengan ikan bertulang sejati Sminkey dan Musick,1995; 1996. Oleh Karena itu, populasi
cucut dan pari hanya dapat terpelihara dengan mengontrol tingkat upaya penangkapan yang tidak mengganggu jumlah sediaannya Camhi et al., 1988;
Musick, 2003; Cortes, 2000. Konsekuensinya adalah pengelolaan perikanan cucut dan pari harus segera dilakukan Musick, 2003. Namun demikian kasus
pengelolaan cucut belum banyak dikembangkan didunia Bonfil, 1994. Selanjutnya suatu pola pengelolaan yang dapat menjaga sumberdaya cucut dan
pari dari kepunahan sangat dibutuhkan Anderson, 1990; Hoff dan Musick, 1990 Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hampir semua bagian ikan cucut dan
pari dapat dimanfaatkan. Sebagai contoh, sirip cucut diambil isit-nya untuk bahan soup dan diekspor ke luar negri. Daging cucut dan pari dimanfaakana sebagai
bahan makanan baik segar, kering asin, diasap, dendeng dan baso. Tulang cucut sebagai bahan baku farmasi dan bahan untuk perekat lem, kulit cucut dan pari
disamak untuk bahan fesyen tas, sepatu, dompet dsb. Hati cucut diambil minyaknya squalene dan limbah lainnya kepala, isi perut untuk bahan pakan
budidaya perikanan. Musick 2003 menjelaskan ikan cucut dan pari hampir seluruh tubuhnya
dimanfaatkan, mulai dari sirip, daging, kulit liver baik sebagai makanan maupun diekstrak menjadi vitamin, dan ada juga yang memanfaatkan cucut dan pari
sebagai alat rekreasi. Jika awalnya produksi ikan cucut dari perairan Indonesia terus meningkat, namun sejak tiga tahun terakhir ini ada penurunan produksi dari
Laut Jawa. Daerah penangkapan cucut dan pari yang berada di daeran pantai inshore-
1 umumnya berukuran kecil dan sebagian besar belum dewasa. Sebaliknya ikan ikan cucut dan pari yang tertangkap di perairan tengah offshore-2 umumnya
berukuran besar dan telah dewasa. Berkaitan dengan daerah penangkapan ini, bahwa sekitar lebih dari satu tahun terakhir banyak armada jaring liongbun
sekitar 60 dari armada yang ada telah meninggalkan perairan Laut Jawa sebagai daerah penangkapannya. Faktor utama kepindahan tersebu adalah karena
kurangnya hasil tangkapan ikan pari, bahkan sudah tidak tertangkap lagi jenis ikan R. jiddensis
sebagai sasaran utamanya. Daerah penaggkapan baru yang dituju
adalah laut Sulawesi dan laut Arafura. Selain itu armada rawai tuna dan jaring insang hanyut tuna yang juga menangkap cucut dan pari beroperasi di daerah
Barat Sumatera. Musim penangkapan cucut dan pari di Laut jawa berlangsung sepanjang
tahun.Hasil analisis runtun waktu terhadap data bulanan ikan cucut yang didaratkan, diperoleh dua puncak musim penangkapan , yaitu pada bulan Maret
sampai Mei dan puncak kedua pada bulan September sampai November. Sedangkan untuk ikan pari menunjukkan bahwa puncak musim penangkapan
dimulai pada bulan Maret-Mei dengan puncaknya pada bulan April.
5.5 Kesimpulan