12 know wheat growth performance in mid-altitude. The experiment was arranged
on a randomized complete block design with three replications and one factor. We used three earlier introduced genotypes Nias, Selayar, and Dewata, and five
recently introduced genotypes Guri 3 Agritan, Guri 4 Agritan, Guri 5 Agritan, Guri 6 Unand, and SBD. The wheat genotypes showed diversities in eighteen
morphological characters. Phylogenetic analysis formed two major clusters grouping the earlier introduced genotypes and the recently introduced genotypes,
and their genetic relationship had far distances. The recently introduced genotypes have higher quantitative characters than the earlier introduced genotypes,
indicating that improvement for agronomical characters to be more adapted especially the new introduced wheat genotypes in Indonesia. High heritability and
genetic diversity cofficient found in root length, root dry weight, crown dry weight, spike dry weight, and grain weight. Nias and SBD had good reasons to be
choosen as parent for increasing genetic diversity, Guri 3 Agritan and Guri 4 Agritan for high yielding character, meanwhile Selayar and Guri 4 Agritan for
combining heat tolerance, agronomical character, and morphological character.
Key words : diversity, genetic relationship, high temperature, introduced genotype, phylogenetic
3.1 Pendahuluan
Dataran rendah dan menengah pada umumnya memiliki rata-rata suhu lingkungan yang cenderung tinggi dibandingkan dengan dataran tinggi. Menurut
Basu et al. 2014, suhu optimum yang mendukung pertumbuhan gandum adalah 24
o
C, dimana kondisi tersebut di Indonesia dapat diperoleh di dataran tinggi. Beberapa genotipe gandum tropika telah dikembangkan di Indonesia dan dapat
berproduksi dengan baik di wilayah tropis dengan ketinggian 800 m dpl. Namun akibat persaingan dengan tanaman hortikultura di dataran tinggi yang lebih
prospektif, maka pengembangan gandum diarahkan pada penanaman di dataran menengah hingga rendah. Penelitian Natawijaya 2012 pada gandum yang
dibudidayakan pada dataran rendah di Indonesia memiliki produktivitas yang sangat rendah karena banyak floret yang hampa yang disebabkan oleh tingginya
suhu lingkungan. Dataran menengah memiliki potensi untuk digunakan sebagai area pengembangan gandum karena memiliki suhu lingkungan rata-rata yang
berkisar antara 21
o
C – 25
o
C Sunarjono 2008. Oleh karena itu, diperlukan tanaman gandum yang adaptif dataran menengah 400-800 m dpl.
Beberapa varietas nasional gandum telah banyak dikembangkan dan saat ini seluruhnya merupakan hasil dari introduksi, varietas tersebut antara lain Nias,
Selayar, dan Dewata yang berpotensi mampu menghasilkan produksi gandum sekitar 2.96 tonha yang dilepas pada tahun 1993 dan 2003, diikuti dengan
dilepasnya varietas unggul baru VUB pada tahun 2014 yaitu Guri 3 Agritan, Guri 4 Agritan, Guri 5 Agritan, dan Guri 6 Unand yang berpotensi menghasilkan
gandum rata-rata 3.8 tonha dengan potensi maksimal 8.6 tonha Kementan 2015. Varietas gandum yang adaptif dataran menengah daerah tropis dapat dirakit
dengan melakukan persilangan pada genotipe koleksi yang kemudian diseleksi sesuai dengan arah program pemuliaan. Persilangan yang dilakukan dalam
pemuliaan tanaman terutama bertujuan untuk menciptakan keragaman yang tinggi
13 pada populasi F1 sebelum dilakukan seleksi. Oleh sebab itu persilangan perlu
dilakukan pada genotipe koleksi gandum yang memiliki hubungan kekerabatan jauh. Informasi tersebut belum diketahui pada genotipe koleksi gandum Indonesia
hasil introduksi, sehingga perlu dilakukan upaya untuk mempelajari keragaman diantara genotipe-genotipe gandum tersebut.
Karakterisasi merupakan bagian dari kegiatan pemuliaan tanaman yang menyumbangkan peran penting. Salah satu cara untuk mengetahui hubungan
kekerabatan dan jarak genetik masing-masing genotipe koleksi adalah dengan melakukan karakterisasi morfologi. Dengan demikian pemilihan tetua dalam
persilangan yang akan dilakukan dapat ditentukan dengan mudah terutama dengan tujuan meningkatkan keragaman genetik. Beberapa studi mengenai analisis
keragaman genetik tanaman gandum menggunakan karakterisasi secara morfologi telah dilaporkan pada koleksi gandum durum T. durum Aghaee et al. 2010,
generasi F1 hasil persilangan gandum roti T. aestivum L. dengan T. tritordeum Lima-Brito et al. 2006, dan koleksi gandum roti di Bulgaria Desheva 2014.
Studi mengenai morfo-fisiologi gandum-gandum Indonesia hasil introduksi juga telah dipelajari dengan beberapa parameter pengamatan seperti sudut daun
bendera, luas daun bendera, tingkat kehijauan daun, dan heat unit yang dibutuhkan hingga panen Altuhaish 2014. Deskripsi varietas gandum hasil
introduksi yang dilakukuan di Indonesia belum dilaporkan mengenai informasi karakter agronomi di dataran menengah, sehingga penting untuk dilakukan studi
mengenai hal tersebut. Penanaman gandum di dataran menengah telah dilaporkan oleh Altuhaish 2014 dan Mardiana 2015.
Persilangan pada gandum telah dilaporkan oleh Lukita 2016 pada genotipe Rabe hasil introduksi tahun 1993 dengan Selayar hasil introduksi
tahun 2003 dimana keduanya diintroduksi pada tahun yang berbeda sangat jauh. Berdasarkan tahun lepas, biasanya morfologi tanaman setiap genotipe memiliki
ideotype
yang berbeda, hal ini dapat ditemukan pada tanaman kedelai hitam Indonesia, dimana uji daya hasil kedelai baru memiliki jumlah cabang, jumlah
buku, dan jumlah polong yang lebih banyak dibandingkan dengan genotipe lama Rusiva 2012. Penentuan ideotype tanaman dilakukan oleh pemulia yang
disesuaikan dengan kebutuhan petani maupun konsumen, seringkali dilakukan dengan mengurangi bagian tanaman yang dinilai kurang ekonomis. Tanaman padi
juga demikian, dimana varietas lama tahun 1970-an cenderung memiliki ideotype
yang tinggi, malai diperoleh tergantung dari jumlah anakan anakan banyak tetapi kurang produktif, serta malainya panjang, sedangkan padi tipe baru
cenderung memiliki jumlah anakan yang sedikit dengan malai semuanya produktif sehingga lebat dan berdaya hasil tinggi, daun tebal dan berwarna hijau tua,
perakaran dalam, serta batangnya pendek Kementan 2015. Untuk mengetahui ideotype
gandum yang diintroduksi pada tahun yang berbeda dapat dipelajari salah satunya dengan melakukan karakterisasi, baik secara morfologi maupun
agronomi. Dengan mempelajari karakter morfologi gandum, formulasi ideotype yang tepat dalam menunjang pertumbuhannya di wilayah tropis diharapkan dapat
dilakukan.
Sejauh ini, karakter yang digunakan untuk menyeleksi gandum toleran suhu tinggi adalah dengan melihat bobot biji, luas daun bendera, jumlah anakan
produktif, dan rasio floret hampa Natawijaya 2012. Karakter morfologi belum dilaporkan digunakan sebagai karakter seleksi di Indonesia. Produktivitas yang