Simpulan Analisis Keragaman Genetik Pada Gandum (Triticum Aestivum L) Hasil Introduksi Menggunakan Karakterisasi Morfologi Dan Molekuler

48 tingkat morfologi merupakan cara pengamatan yang paling mudah, hal tersebut dapat diamati seperti pada bentuk, ukuran, dan juga warna pada tanaman Jusuf 2001. Selain itu, pada dosis tertentu, mutasi juga dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman yang abnormal. Tingkat toleransi tanaman gandum terhadap suhu tinggi pada Dewata dilaporkan tergolong dalam genotipe yang sensitif Altuhaish 2014. Induksi mutasi pada genotipe tersebut diharapkan dapat menciptakan keragaman yang tinggi yang kemudian diseleksi pada suhu tinggi dan didapatkan mutan toleran. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari Setiawan 2014 dimana mutan putatif gandum dari genotipe Dewata telah berhasil didapatkan dari hasil irradiasi sinar gamma dan seleksi suhu tinggi secara in vitro. Mutan putatif gandum tersebut dapat dikarakterisasi secara morfologi untuk melihat perubahan secara fenotipe yang terjadi akibat mutasi, serta mengelompokkan populasi mutan putatif tersebut untuk mengetahui tingkat keragamannya, terutama terhadap tanaman kontrol. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi secara morfologi mutan putatif gandum dari hasil irradiasi sinar gamma dan seleksi suhu tinggi.

4.2 Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perbanyakan mutan putatif gandum pada media in vitro, melihat pertumbuhan pada satu kali periode perbanyakan, serta mengkarakterisasi secara morfologi dan anatomi eksplan mutan putatif gandum. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari – Agustus 2015 bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Sebanyak 12 mutan putatif gandum yang berasal dari genotipe Dewata hasil regeneran kalus embriosomatik yang telah diberi perlakuan irradiasi sinar gamma dan diseleksi berdasarkan suhu digunakan dalam percobaan ini. Perbanyakan menggunakan komposisi media MS ditambah dengan 0.7 gl prolin, 1 gl casein, 2.25 mgl CuSO 4 , 2 ppm BAP, dan 30 gula. Klon mutan putatif gandum diperbanyak dengan cara memisah rumpunnya pada media perbanyakan selama 4 bulan. Setiap satu bulan dilakukan subkultur. Setelah jumlah planlet mencukupi minimal rancangan, kemudian dilakukan percobaan untuk pengamatan terhadap jumlah rumpun yang dihasilkan dalam satu kali peride subkultur + 1 bulan. Rancangan berupa rancangan kelompok lengkap teracak RKLT dengan 3 ulangan dan satu faktor yaitu aksesi mutan putatif genotipe. Satu satuan percobaan terdiri atas 3 botol planlet. Pengamatan pertumbuhan dilakukan pada karakter tinggi tanaman dan jumlah rumpun pada satu kali periode subkultur 1 bulan pada setiap minggu. Karakterisasi morfologi dilakukan dengan cara mengamati tujuh karakter berdasarkan deskriptor UPOV 2013 terutama pada saat tanaman memiliki fase vegetatif, karakter tersebut meliputi tipe tumbuh tanaman, glaukositas batang, glaukositas daun, intensitas rambut, intensitas antosianin, kelengkungan daun, dan panjang tanaman. Pengamatan morfologi juga dilakukan pada karakter tambahan yakni berupa warna daun hijau muda, hijau tua, hijau kekuningan, ukuran daun sempit, sedang, lebar, dan ukuran batang kecil sedang, besar secara kualitatif. Pengamatan morfologi tersebut dilakukan pada saat planlet berumur 3 minggu setelah kultur MSK. Pengamatan juga dilakukan terhadap peubah anatomi saat 49 A B C D planlet berumur 4 MSK. Sampel yang digunakan diambil dari masing-masing ulangan per genotipe dengan pengulangan pengukuran pada tanaman yang sama namun pada bagian organjaringan yang berbeda. Pengamatan anatomi dilakukan pada beberapa bagian planlet, antara lain: a. Penampang melintang daun Gambar 4.1 : dilakukan dengan menyayat daun pada bagian tengah daun. Daun yang digunakan adalah daun kedua dari pangkal batang. Karakter pada daun meliputi: - Tebal epidermis - Tebal daun sisi panjang - Tebal daun sisi pendek - Diameter jaringan pengangkut daun Gambar 4.1 Penampang melintang daun gandum, A tebal sisi panjang, B tebal sisi pendek, C diameter jaringan pengangkut, dan D tebal epidermis b. Penampang melintang akar Gambar 4.2 : dilakukan dengan menyayat akar utama planlet gandum pada 3 mm dari ujung akar. Karakter pada akar meliputi: - Tebal korteks akar - Diameter stele akar Gambar 4.2 Penampang melintang akar gandum, A tebal korteks, B diameter stele A a B 50 c. Stomata daun Gambar 4.3 : dilakukan dengan cara mengoleskan kuteks transparan pada permukaan bawah daun daun ketiga dari pangkal batang dan kemudian ditempel pada solatip. Karakter pada stomata meliputi: - Panjang stomata - Lebar stomata Gambar 4.3 Stomata gandum, A panjang stomata, B lebar stomata Pengolahan data karakter morfologi dilakukan dengan metode analisis filogenetik menggunakan program STAR, sedangkan karakter pertumbuhan dan anatomi planlet dianalisis dengan metode ANOVA menggunakan SAS 9.3. Aklimatisasi dilakukan dengan cara mengulturkan planlet dalam media pengakaran yakni MS ditambah 30 gl gula, 0.7 gl prolin, 1 gl casein, 2.25 mgl CuSO 4, IAA 0.5 ppm, BAP 0.5 ppm. Planlet yang berhasil mengeluarkan akar dengan baik kemudian dipindahkan dalam media tanam berupa tanah, pupuk kandang, dan arang sekam dengan perbandingan 1:1:1, yang sebelumnya dicelupkan dulu dalam ZPT auksin campuran berbahan aktif NAA, MNAD, IBA, dan thyram. Pemindahtanaman dilakukan di dalam rumah kaca BB Biogen yang dapat diatur suhunya, yakni sekitar 24-25 o C.

4.3 Hasil dan Pembahasan

4.3.1 Kondisi Umum Percobaan Perbanyakan klon mutan putatif gandum di laboratorium dalam waktu 4 bulan tidak mampu menghasilkan jumlah rumpun yang sama. Kecepatan tumbuh dan jumlah rumpun pada tiap genotipe berbeda ketika dilakukan subkultur. Akibatnya jumlah mutan putatif tersebut tidak seimbang dan ada yang terseleksi akibat kontaminasi serta ketidakmampuan menghasilkan anakanrumpun dengan baik Gambar 4.4. Beberapa genotipe mengalami kematian yang ditunjukkan dengan gejala mencoklatnya induk planlet utama sebelum anakannya tumbuh dengan baik. Akibat kondisi itu, anakan yang masih kecil juga ikut mencoklat dan akhirnya mati karena belum cukup mampu mengambil nutrisi hara secara maksimal dari media. Selain itu, terdapat planlet yang hanya menghasilkan satu rumpun setelah subkultur dan induknya mencoklat, sehingga jumlahnya tetap meskipun sudah 4-5 kali subkultur. Ketidakmampuan mutan putatif tersebut dalam bertahan hidup dan menghasilkan keturunan dapat disebabkan oleh mutasi. Irradiasi sinar gamma yang diberikan dalam dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan jaringan A B 51 tanaman mengalami kerusakan Mubarok et al. 2011. Partikel sinar gamma secara acak masuk ke dalam sel tanaman. Akibatnya mutasi bisa terjadi di gen mana saja termasuk mutasi tingkat kromosom, sehingga memungkinkan dapat mempengaruhi metabolisme tanaman karena mutasi sifatnya merusak. Meskipun irradiasi diberikan pada tahap kalus dan tanaman mampu beregenerasi, namun kemampuan regenerasinya mengalami penurunan pada tahap tersebut. Selain itu, mencoklatnya planlet browning yang kemudian mati juga dapat diduga akibat pengaruh stress waktu pemindahan, serta adanya fluktuasi suhu ruangan yang kurang stabil terutama mutan-mutan yang terseleksi pada suhu 25 o C tidak dapat bertahan dengan baik. Browning terjadi karena akumulasi senyawa fenolik yang teroksidasi pada planlet sehingga bersifat meracuni planlet. Senyawa fenolik ini muncul sebagai akibat bentuk dari adanya stres seperti pelukaan dan tidak sesuainya lingkungan tumbuh George dan Sherrington 1984. Planlet akan mengalami kemunduran fisiologis dan pada akhirnya mati. Pencoklatan ini sering terjadi pada beberapa genotipe, antara lain 10Gy30C-1, 10Gy25C-1, 10Gy25C-4, 20Gy25C-6, 10Gy30C-4, 20Gy30C-2, dan 20Gy30C-5. Gambar 4.4 Gejala kematian planlet gandum, A induk mencoklat, B seluruh bagian planlet mencoklat Kontaminasi pada planlet juga terjadi, ditunjukkan dengan tumbuh dan menyebarnya mikroba dalam media tanam. Jenis mikroba yang paling dominan menyerang pada percobaan ini adalah fungi Gambar 4.5. Gambar 4.5 Fungi yang sering menyerang pertumbuhan planlet gandum Ciri dari fungi ini adalah terbentuknya koloni membulat di sekitar media tanam, dengan warna awal putih yang kemudian ditutupi dengan warna hitam. Tumbuhnya fungi dalam media kultur dapat menyebabkan terjadinya persaingan dalam pengambilan unsur hara, serta terjadinya parasitisme oleh fungi, sehingga mengakibatkan planlet mati. A B