Pembahasan Keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil (kasus perikanan pantai di Serang dan Tegal)

131 Leverage of Attributes Ecology 3,98 9,23 6,28 7,86 3,34 4,18 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tingkat eksploitasi perikanan Discard dan by catch Persentasi ikan yang dibuang Tekanan pemanfaatan perairan Perubahan ukuran ikan tertangkap dalam 10 tahun terakhir Perubahan jenis ikan yang tertangkap dalam 10 tahun terakhir Pemanfaatan pariwisata bahari Attr ib u te Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 Gambar 5.25 Analisis distribusi sensitivitas atribut pada dimensi ekologi

5.4 Pembahasan

Berbagai tahapan dan analisis untuk menentukan status keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di dua lokasi penelitian telah dilakukan, di antaranya: 1 analisis sumberdaya Schaefer, 1954 dan analisis bioekonomi Gordon Schaefer dengan metode Clark, Yoshimoto Polley, 1992 CYP, 1992, 2 penentuan skor dan indeks keberlanjutan, 3 penggambaran ordinasi Rapfish dimensi ekologi atas dasar alat tangkap dan lokasi penelitian, 4 uji kesahihan goodness of fit dengan prosedur multidimensional scaling MDS, 5 penentuan nilai koefisien determinasi R 2 , 6 uji kestabilan ordinasi dengan teknik analisis Monte Carlo, 7 uji sensitivitas dengan metode analisis leverage, dan 8 penggambaran artribut sensitif pada dimensi ekologi serta 9 penentuan respons alternatif implikasi kebijakan yang harus dilakukan terhadap atribut sensitif. Model produksi surplus, yaitu Schaefer 1954 dan CYP 1992 dalam pendugaan potensi lestari dilakukan untuk melihat kondisi sumberdaya secara akurat dan obyektif sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan kedua metode tersebut dapat dibandingkan metode mana yang lebih mendekati kondisi riil di lapangan agar prinsip kehati-hatian betul-betul menjadi prinsip dasar dalam 132 pengelolaan sumberdaya perikanan dalam kontek keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil. Hasil analisis sumberdaya untuk menduga potensi lestari MSY dengan metode Schaefer 1954 menunjukkan bahwa secara teoritis pemanfaatan sumberdaya ikan diperairan pantai Pasauran relatif masih baik. Hal ini terlihat dengan masih adanya peluang peningkatan pemanfaatan yang cukup besar. Upaya aktual masih lebih rendah dari E- MSY dan produksi aktual masih lebih rendah dari tingkat produksi maksimum lestari Y- MSY . Secara teoritis kondisi sumberdaya di perairan pantai Pasauran dapat disimpulkan belum overfishing tingkat overfishing -22,78. Dengan kata lain masih ada peluang meningkatkan upaya sebanyak 1.274,05 trip untuk mencapai tingkat produksi MSY. Dengan metode yang sama Schaefer, 1954, tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan pantai Tegal juga masih dibawah MSY dengan perbandingan upaya penangkapan maksimum E- MSY = 17.629 trip dengan upaya aktual rata-rata 15.119 triptahun. Setelah memasukkan nilai upaya maksimum E- MSY tersebut ke dalam persamaan penangkapan lestari diperoleh tingkat produksi lestari Y- MSY = 602,91 ton dengan produksi aktual rata-rata sebesar 556,25 ton. Secara teoritis kondisi sumberdaya di perairan pantai Tegal belum overfishing. Gambaran penurunan kualitas sumberdaya ikan sebenarnya sudah sangat jelas dengan melihat CPUE yang terus menurun, seperti disajikan dalam Tabel 5.11 untuk perikanan pantai Tegal bahwa telah terjadi penurunan CPUE rata-rata dari 0,055 ton atau sama dengan 55 kgtrip pada tahun 1994 menjadi 0,026 ton atau 26 kgtrip pada tahun 2004. Dengan asumsi tidak ada perubahan faktor lain kecuali perubahan trip, penurunan CPUE dalam kurun waktu 11 tahun ini cukup signifikan dan perlu mendapat perhatian yang serius agar kegiatan usaha perikanan skala kecil ini dapat berkelanjutan. Di sisi lain, nelayan setempat pada umumnya mereka merasakan sudah terjadi penurunan sumberdaya yang sangat signifikan dengan ciri-ciri pokok di antaranya jumlah hasil tangkapan yang terus menurun, fishing ground yang semakin menjauh bahkan diakuinya telah ada beberapa jenis ikan yang sulit diperoleh atau telah hilang dari perairan tempat yang biasa dilakukan penangkapan. 133 Analisis bioekonomi Gordon Schaefer dengan metode Clark, Yoshimoto Polley, 1992 CYP, 1992 memberikan hasil yang berbeda dengan metode sebelumnya. Hasil yang diperoleh adalah untuk perairan pantai Pasauran, Kabupaten Serang diperoleh nilai dugaan MSY sebesar 332,56 ton per tahun dengan rata-rata produksi aktual sebesar 375,16 ton per tahun. Kalau MSY dijadikan patokan batas produksi maksimum agar sumberdaya berkelanjutan, angka ini telah menunjukkan bahwa di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang telah mengalami lebih tangkap 12,81 dari produksi lestarinya agar tetap berkelanjutan. Demikian juga halnya yang terjadi di perairan Kabupaten Tegal diperoleh sebesar 396,49 ton per tahun sedangkan rata-rata produksi aktual telah mencapai 556,25 ton per tahun. Angka ini menunjukkan bahwa di perairan Kabupaten Tegal telah terjadi overfishing atau lebih tangkap sebesar 40,29 dari produksi lestarinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa di kedua wilayah sudah mengalami tangkap lebih. Dalam perspektif biologi, pengelolaan sumberdaya perikanan bertujuan untuk memproduksi ikan semaksimal mungkin secara besar tanpa melihat aspek lain. Pendekatan yang hanya mementingkan MSY kurang tepat dalam kontek pengelolaan perikanan berkelanjutan karena beberapa alasan. Pertama, MSY hanya memperhatikan aspek biologi saja dimana ada keinginan untuk lebih meningkatkan produksi. Bila produksi aktual melebihi MSY maka stok ikan akan lebih cepat menurun, sementara itu produksi aktual sama dengan tingkat MSY merupakan kondisi yang relatif sulit dicapai karena merupakan suatu titik yang distable atau tidak stabil. Bila produksi aktual kurang dari tingkat MSY maka hal ini juga akan tergantung dari ukuran stok ikan. Kedua, produksi yang tinggi belum tentu menghasilkan pendapatan yang tinggi karena tergantung dari faktor harga ikan dan biaya input. Padahal pemanfaatan sumberdaya ikan bertujuan untuk dapat memberikan manfaat ekonomi yang sebesar-besarnya dan berkelanjutan Fauzi, 2004. Pengelolaan perikanan sebaiknya tidak menciptakan situasi keseimbangan open access karena sumberdaya perikanan akan terus menerus dieksploitasi sehingga sumberdaya perikanan yang ada akan semakin menurun. Keseimbangan open access cenderung terjadi karena selama nelayan memperoleh keuntungan 134 tinggi atau masih ada keuntungan maka nelayan akan berlomba-lomba turun ke laut untuk menangkap ikan. Pada saat tidak ada keuntungan bahkan minus, umumnya nelayan akan sulit keluar karena selalu berharap mendapat keuntungan, sehingga membuat nelayan menjadi tetap miskin akibat investasi capital yang dimilikinya tidak dapat digunakan untuk kegiatan lain Fauzi, 2005. Dalam perspektif bioekonomi pemanfaatan sumberdaya ikan bertujuan untuk memaksimumkan manfaat ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan. Dengan kata lain, bagaimana manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan tersebut dapat diperoleh secara berkelanjutan. Analisis bioekonomi merupakan pemecahan masalah biologi dari sudut pandang ekonomi, yaitu bagaimana memaksimalkan manfaat ekonomi dari pengelolaan sumberdaya perikanan dengan kendala aspek biologi. Manfaat ekonomi tersebut merupakan rente sumberdaya ikan, yaitu selisih antara nilai produksi dan biaya untuk memproduksinya, sehingga solusi bioekonomi yang dapat dilakukan adalah kondisi MEY pada tingkat produksi lestari dan effort optimal MEY. Produksi lestari MEY adalah tingkat produksi optimal yang tidak mengancam kelestarian sumberdaya perikanan atau dapat dikatakan pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat berkelanjutan secara biologi dan ekonomi. Tingkat effort MEY adalah tingkat upaya penangkapan yang dianjurkan agar hasil rente yang diperoleh masih dapat memberikan manfaat maksimal secara ekonomi Fauzi, 2004. Dengan melihat hasil analisis status sumberdaya dengan metode yang berbeda dan memberikan hasil yang juga berbeda yakni gambaran kondisi sumberdaya yang optimis menurut Schaefer 1954 dan kondisi sumberdaya yang pesimistis menurut metode CYP 1992, maka dalam konteks keberlanjutan metode CYP 1992 akan dijadikan patokan kondisi sumberdaya dalam mendukung dimensi ekologi. Di samping alasan yang telah dikemukakan diatas, pemilihan metode ini juga didukung oleh kondisi nyata dilapangan yang mengindikasikan bahwa metode CYP 1992 ini adalah suatu pendekatan teoritis metode pendugaan status sumberdaya lebih mendekati kenyataan di lapangan yang didukung oleh data sekunder berupa penurunan produktivitas maupun rata- rata CPUE yang terus menerus, dan didukung juga oleh data primer hasil wawancara dan pengamatan. 135 Ditinjau dari status keberlanjutan perikanan tangkap dengan teknik Rapfish pada dimensi ekologi, dapat dilihat bahwa status perikanan tangkap di Kabupaten Serang berada dari selang 51-75 cukup berkelanjutan, sedangkan status perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Tegal dari ketiga alat tangkap dalam kondisi kurang berkelanjutan dengan selang indeks keberlanjutan 26-50. Alat tangkap jaring udang mempunyai indeks keberlanjutan paling tinggi dari dimensi ekologi, sedangkan indeks yang paling rendah adalah alat tangkap yang beroperasi di perairan Kabupaten Tegal. Secara umum pada dimensi ekologi Kabupaten Serang mempunyai indeks status yang cukup berkelanjutan, hal ini berbanding terbalik dengan Kabupaten Tegal yang mempunyai indeks status kurang keberlanjutannya. Indeks keberlanjutan perikanan tangkap pada dimensi ekologi di kedua lokasi penelitian menunjukkan perbedaan yang jelas Tabel 5.21. Indeks keberlanjutan di Kabupaten Serang untuk payang bugis sebesar 63,16 dan jaring udang sebesar 70,63. Walaupun nilai yang diperoleh untuk perikanan tangkap di Kabupaten Serang dengan menggunakan alat tangkap payang bugis dan jaring udang 50, namun indeks keberlanjutan secara ekologis dalam status cukup berkelanjutan karena masih 76. Indeks keberlanjutan perikanan tangkap di Kabupaten Serang berbanding terbalik dengan indeks keberlanjutan perikanan tangkap di Kabupaten Tegal. Pada ketiga jenis kegiatan perikanan tangkap dengan alat tangkap yaitu jaring rampus, bundes dan payang gemplo semuanya memperoleh nilai atau indeks keberlanjutan yang sama yaitu sebesar 28,53 yang masih berada dalam selang 26-50 namun lebih mendekati selang 0-25. Hal ini menyatakan sebenarnya status perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Tegal pada dimensi ekologi dengan alat tangkap jaring rampus, bundes dan payang gemplo dalam kondisi kurang berkelanjutan bahkan cenderung sudah mendekati status keberlanjutan yang buruk. Nilai R 2 yang diperoleh dalam analisis keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di kedua lokasi penelitian pada dimensi ekologi Tabel 5.22 adalah sebesar 93,47 . Nilai ini sudah termasuk tinggi yang berarti tingkat kepercayaan terhadap analisisi data yang ada dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, 136 namun alangkah baiknya bila dimensi ekologi ini ditambah jumlah atributnya pada penelitian sejenis. Informasi lain yang diperoleh pada Tabel 5.22 adalah jumlah iterasi. Jumlah iterasi ini menyatakan pengulangan perhitungan sebanyak 3 kali pada metode Rapfish. Iterasi atau pengulangan perhitungan pada dimensi ekologi ini untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut maupun kesalahan prosedur yang berakibat pada jarak terhadap titik referensi. Jumlah iterasi ini dapat juga dikatakan untuk mengetahui tingkat kepercayaan dari indeks keberlanjutan perikanan tangkap yang telah diperoleh. Menurut Fauzi dan Anna 2004, yang perlu diperhatikan dalam analisis Rapfish adalah aspek ketidakpastian. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah 1 dampak dari kesalahan dalam skoring akibat minimnya informasi, 2 dampak dari keragaman dalam skoring akibat perbedaan penilaian, 3 kesalahan dalam data entry, dan 4 tingginya nilai stress yang diperoleh dari algoritma ALSCALL. Teknik analisis Monte Carlo merupakan metode simulasi untuk mengevaluasi dampak kesalahan acak random error dilakukan terhadap seluruh dimensi. Kavanagh 2001 yang diacu dalam Fauzi dan Anna 2004 menyatakan ada tiga tipe untuk melakukan algoritma Monte Carlo. Dalam studi ini hanya dilakukan analisis Monte Carlo dengan metode “scatter plot” yang menunjukkan ordinasi dari setiap dimensi. Analisis dalam melihat tingkat kestabilan hasil ordinansi tersebut untuk melihat tingkat gangguan perturbation terhadap nilai ordinasi Spence and Young, 1978, yang dalam penelitian ini dilakukan iterasi sebanyak 25 kali. Analisis kestabilan nilai ordinasi hasil Rapfish dengan Monte Carlo pada dimensi ekologi ini menggambarkan bahwa data yang dianalisis pada posisi yang stabil. Secara keseluruhan, hasil Rapfish yang diperoleh menggambarkan kondisi secara umum berdasarkan penilaian atas atribut-atribut ekologi yang digunakan. Atribut-atribut ekologi yang digunakan tersebut perlu dianalisis atribut mana yang paling sensitif mempengaruhi tingkat keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil menurut dimensi ekologi. Oleh karena itu diperlukan analisis sensitivitas atau analisis leverage. Analisis leverage ini pada dasarnya untuk melihat bagaimana 137 pengaruhnya terhadap skor keberlanjutan ekologi apabila satu atribut dikeluarkan dari analisis sehingga bisa dilihat tingkat sensitivitas skor keberlanjutan ekologi akibat dikeluarkannya satu atribut. Menurut Picther et al. 2002, analisis sensitivitas atau analisis leverage dilakukan terhadap seluruh atribut masing- masing dimensi. Perhitungan dilakukan dengan metode stepwise yaitu dengan membuang setiap atribut secara berurutan satu persatu kemudian menghitung berapa nilai error atau root mean square RMS tersebut dibandingkan dengan RMS yang dihasilkan pada saat seluruh atribut dimasukkan. Dalam statistik metode ini dikenal dengan metode Jackknife Kavanagh, 2001. Analisis ini juga menunjukkan bahwa pada dimensi ekologi memperlihatkan bahwa atribut discard and by cacth persentasi ikan yang dibuang dan perubahan ukuran ikan yang tertangkap dalam 10 tahun terakhir merupakan atribut yang sangat sensitif dalam keberlanjutan perikanan skala kecil dikedua lokasi penelitian. Nilai root mean square change kedua atribut tersebut dua bahkan tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan atribut-atribut lainnya. Kondisi sensitivitas yang demikian menggambarkan bahwa perlu ada respons atau kebijakan ekologi, khususnya untuk merespons isu penurunan ukuran ikan yang tertangkap dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Hal ini sangat mendasar mengingat penurunan ukuran ikan merupakan salah satu indikasi penting bahwa telah terjadi penurunan stok ikan Fauzi, 2005. Apabila hal ini dibiarkan maka kerusakan sumberdaya tidak akan dapat dicegah karena bisa saja bahwa ikan-ikan yang tertangkap adalah ikan-ikan yang belum dewasa dan belum sempat memijah sehingga proses penambahan stok melalui pembiakan recruitment terhenti Fauzi, 2005. Di sisi lain proses pertumbuhan growth yang merupakan bagian dari recruitment juga terhenti, sehingga pada akhirnya akan mengarah pada penurunan stok secara keseluruhan biologcal overfishing tidak dapat dihindari Nikijuluw, 2005. Dengan mencermati atribut yang paling mempengaruhi penentuan indeks dari dimensi ekologi yaitu discard and by catch dan perubahan ukuran ikan yang tertangkap seperti diuraikan di atas maka alternatif kebijakan juga harus mengakomodir status keberlanjutan dan faktor yang paling berpengaruh dalam keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di kedua lokasi penelitian. Kebijakan 138 yang terkait dengan atribut tersebut adalah peningkatan selektivitas alat tangkap yang digunakan dan ini harus mendapat perhatian dari pembuat kebijakan di kedua wilayah administrasi yang dikaji, terutama di Kabupaten Tegal dimana alat tangkap yang dioperasikan seperti bundes merupakan alat tangkap yang tidak selektif karena dapat menangkap ikan berbagai ukuran baik habitat dasar maupun permukaan. Di sisi lain beroperasinya jaring arad yang datang dari wilayah lain semakin memperburuk keadaan sumberdaya, karena sifat pengoperasian jaring arad yang menggaruk dasar perairan, juga tidak mempertimbangkan selektivitas ukuran dan jenis ikan yang hidup di habitat dasar perairan. Pertimbangan ekologi dalam perikanan tangkap merupakan keharusan mengingat sudah sangat banyak contoh kerusakan sumberdaya akibat pengabaian terhadap aspek ekologi misalnya praktek penangkapan dengan cara-cara yang merusak. Menurut Fauzi dan Buchary 2002 bahwa praktek perikanan yang unsustainable melalui destructive fishing practice di Indonesia, menimbulkan kerugian negara mencapai US 386.000tahun atau sama dengan 4 kali lebih besar dari manfaatnya. Demikian juga yang terjadi terhadap 40.000 nelayan Atlantik Canada yang kehilangan pekerjaan karena penurunan drastis stok ikan cod di perairan barat daya Atlantik pada tahun 1990. Kepentingan penggunaan alat tangkap yang selektif disamping bermanfaat bagi pengelolaan sumberdaya perikanan, juga bermanfaat secara ekonomi karena dengan menggunakan alat tangkap yang selektif diharapkan akan diperoleh ukuran ikan sesuai dengan kebutuhan pasar dan mengurangi risiko ikan tidak laku di pasar. Dengan demikian ikan yang berhasil ditangkap juga merupakan ikan yang bernilai lebih tinggi walaupun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan tidak dilakukan upaya peningkatan selektivitas alat tangkap yang banyak menghasilkan ikan dengan kualitas rendah.

5.5 Kesimpulan