188
7.3 Hasil Penelitian
7.3.1 Kondisi sosial kegiatan perikanan tangkap 7.3.1.1 Pantai Pasauran Kabupaten Serang
Kegiatan perikanan tangkap yang saat ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan menjadi sumber nafkah utama. Walaupun secara mayoritas
berpendidikan sangat rendah yaitu Sekolah Dasar SD atau tidak tamat SD dan hanya sebagian kecil yang tamat pendidikan SLTP, secara umum komunitas
nelayan di Pasauran Kecamatan Cinangka Kabupaten Serang mencirikan kondisi sosial yang sudah membaur dengan masyarakat lain pada umumnya atau tidak
terisolasi seperti yang diungkapkan oleh Kesteven 1973 dengan ciri subsisten. Walaupun skala usahanya tergolong usaha skala kecil, pada umumnya mereka
sudah biasa bertransaksi langsung dalam melakukan usahanya sekalipun hanya dilakukan di TPI setempat. Dalam melakukan penjualan hasil tangkapannya tidak
tercermin sebagai nelayan subsisten yang hanya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya tetapi sudah melakukan transaksi jual beli walaupun
dengan volume usaha yang terbatas sehingga hasil tangkapan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Ditinjau dari perkembangan jumlah nelayan atau rumah tangga yang memanfaatkan sumberdaya perikanan di Pasauran, telah terjadi peningkatan.
Pada tahun 1990-an nelayan jaring udang lobster hanya berjumlah 6 RTP dan sekarang tahun 2005 sudah mencapai 40 RTP. Penambahan tersebut tidak untuk
menambah ABK persatuan unit usaha, tetapi justru menambah jumlah unit usaha perikanan jaring udang lobster di Pasauran. Perkembangan ini disebabkan pada
mulanya penangkapan udang lobster di kawasan tersebut sangat menguntungkan. Berbeda dengan unit penangkapan lobster yang meningkat, perkembangan unit
usaha penangkapan dengan payang bugis relatif stabil, tidak menunjukkan lonjakan yang tinggi.
Ditinjau dari unit penangkapannya, usaha perikanan tangkap yang digelutinya pada umumnya menggunakan tenaga sendiri atau keluarga dekat
terutama unit usaha perikanan jaring udang lobster. Dari sisi penggunaan waktu, nelayan jaring udang lobster di Pasauran merupakan kegiatan paruh waktu dengan
jumlah jam usaha tidak lebih dari 4 jam perhari dan 6-7 jam untuk payang bugis
189
dengan sifat pekerjaan menggunakan tangan. Ditinjau dari pengaturan hasil tangkapannya, jenis usaha jaring udang lobster dan payang bugis kedua-duanya
mencirikan perikanan artisanal yang melakukan penjualan untuk pasar lokal tidak terorganisir dan sebagian langsung ditampung oleh bakul. Dengan skala usaha dan
investasi yang relatif kecil tersebut, secara umum keberadaan ekonomi komunitas nelayan jaring udang lobster dan payang bugis bercirikan golongan masyarakat
dengan tingkat pendapatan rendah. Secara psikologis nelayan di Pasauran memerlukan perhatian dan
pembinaan dari aparat terkait. Dalam kurun waktu 10 tahun tercatat ada satu kali penyuluhan dari HNSI tentang alat dan cara penangkapan dengan pancing. Dalam
memecahkan persoalan dilingkungan usahanya, para nelayan melakukan diskusi sesama mereka dalam pertemuan yang diinisiasi oleh ketua kelompok nelayan
setempat, walaupun pertemuan tersebut hanya dilakukan sekitar 3 kali dalam setahun.
Dalam rangka menjaga lingkungan usahanya, para nelayan setempat sudah bersepakat untuk tidak menangkap udang lobster dengan menggunakan bom, bius,
ataupun penyelaman. Apabila ada nelayan luar yang mendekati kawasan ”karang dalam” pantai Pasauran, mereka bersepakat untuk mengusirnya terutama ketika
melihat nelayan menggunakan alat tangkap yang berbeda dengan jaring udang lobster misalnya alat penyelaman atau jaring gardan.
Hal lain yang menonjol dari aspek sosial diperoleh informasi bahwa telah terjadi konflik perebutan sumberdaya perikanan di wilayah pantai, yaitu dengan
masuknya nelayan andon dari Indramayu, Cirebon, Berebes dan Tegal yang menggunakan alat tangkap jaring purse seine besar jaring bolga : nama populer di
Pasauran yang dilengkapi dengan alat bantu penangkapan FADs berupa lampu galaxy dengan kekuatan ribuan watt 10.000 watt sehingga dianggap menjadi
penyebab menurunnya hasil tangkapan nelayan payang bugis di Pasauran, karena ikan terakumulasi pada lampu rumpon tersebut.
7.3.1.2 Pantai Kabupaten Tegal
Kondisi sosial perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Tegal tidak berbeda jauh dengan kominitas nelayan di Pasauran Serang. Strata pendidikan
190
mayoritas nelayan adalah tidak tamat SD, lulus SD dan sedikit sekali yang berpendidikan sampai dengan SLTP dan SLTA. Kesejahteraan nelayan yang
dirasakan saat ini lebih disebabkan oleh karena anak-anaknya yang bekerja diluar negeri sebagai ABK kapal ikan di Korea, Jepang, atau di Afrika yang setiap
bulannya atau kurun waktu tertentu mengirimkan sebagian gajinya kepada orang tuanya di Suradadi dan sekitarnya. Untuk bekerja di luar negeri pada umumnya
mereka tamat pendidikan di SUPMSMK Kelautan atau sederajat. Dalam perkembangan usaha perikanan tangkap, nelayan di Suradadi dan
Munjung Agung merasakan kondisi sosial erat kaitannya dengan peranan kelembagaan formal dan penegakkan hukum dalam dunia perikanan. Konflik
sosial antar nelayan menjadi hal yang sangat menghawatirkan mereka dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini. Beroperasinya jaring arad dari Brebes
dan Muarareja dianggap menjadi pemicu rusaknya sumberdaya perikanan dan menurunnya tingkat pendapatan persatuan usaha. Degradasi lingkungan dirasakan
oleh karena tidak jelasnya peranan penegak hukum dan lembaga resmi dalam pranata sosial di lingkungan nelayan. Nelayan setempat berpendapat bahwa untuk
jadi nelayan tidak perlu berpendidikan tinggi asalkan sumberdaya ikannya tersedia secara berkelanjutan. Mereka mempunyai keyakinan dengan ketersediaan
sumberdaya ikan yang cukup kehidupan sosialnya akan lebih baik. Dalam hal ini peranan pemerintah diharapkan dapat lebih ditingkatkan terutama yang berkaitan
dengan pengelolaan sumberdaya perikanan yang ada di wilayahnya.
7.3.2 Kondisi sosial dalam atribut Rapfish