signifikan untuk pigmen fikoeritin dan pigmen fikosianin jika dibandingkan dengan penggunaan filter 350 mesh dan 1 mikron.
Pigmen rumput laut yang berada dalam ekstrak dapat lolos melewati filter ukuran 350 mesh atau 1 mikron diduga karena ukuran pori kedua filter tersebut
jauh lebih besar dari berat molekul BM kedua pigmen tersebut. Pigmen fikosianin memiliki BM 100 – 220 kDa sedangkan BM fikoeritin 240 kDa
Yanti et al. 2001; Anonim 2004. Sebagian pigmen tidak dapat lolos pada saat proses filtrasi diduga karena pigmen tersebut terhambat oleh molekul sejenis atau
molekul lain yang lebih besar sehingga belum bisa mencapai permukaan filter dan akhirnya tidak berhasil lolos melewati pori.
4.2.4 Viskositas
Pada Gambar 21 terlihat bahwa viskositas paling tinggi terdapat pada filtrat yang diperoleh dengan penyaringan 350 mesh diikuti dengan perlakuan
penyaringan 0,3 mikron dan 1 mikron dengan nilai masing-masing 39,92, 23,89 dan 17,77 cP. Hasil analisis ragam pada
α = 0,05 Lampiran 7b menunjukkan bahwa ukuran pori yang digunakan sebagai prefiltrasi berpengaruh signifikan
terhadap nilai viskositas filtrat. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa penggunaan ukuran pori filter 350 mesh, 1 mikron dan 0,3 mikron menunjukkan perbedaan
hasil yang signifikan terhadap perubahan nilai viskositas filtrat rumput laut Lampiran 7c.
Viskositas filtrat rumput laut menurun seiring dengan semakin kecilnya ukuran filter yang digunakan, hal tersebut terjadi diduga karena adanya perbedaan
kandungan total padatan terlarut dan besarnya ukuran berat molekul antara larutan yang disaring dengan filtratnya. Kondisi demikian menyebabkan viskositas suatu
larutan sebelum disaring akan lebih tinggi dibandingkan dengan filtratnya, karena proses filtrasi dengan ukuran filter tertentu dapat memisahkan dan menahan
ukuran molekul yang lebih besar. Namun demikian viskositas hasil penyaringan 0,3 mikron lebih tinggi dibanding dengan hasil penyaringan 1 mikron, sedangkan
total padatan terlarutnya lebih rendah 2 dari filtrat yang dihasilkan dengan filter 1 mikron. Hal tersebut diduga terjadi karena nilai konsentrasi karaginan telah
melewati konsentrasi kritisnya dan berada pada daerah dua fase two phase area dan daerah anisotropic. Menurut Lapasin dan Pricl 1995, daerah dua fase
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Filter 350 mesh Filter 1
μ Filter 0,3
μ V
isk o
si tas
c P
merupakan berada diantara isotropic dan anisotropic yang merupakan daerah peralihan suatu fluida dimana peningkatan konsentrasi polimer tidak dapat
menigkatkan nilai viskositasnya. Pada kondisi pengukuran dengan laju shear rate yang rendah perubahan nilai viskositas dengan meningkatnya konsentrasi sangat
jelas terlihat, dimana konsentrasi akan meningkat dan mencapai maksimum pada daerah dua fase kemudian menurun dan naik lagi pada daerah atara dua fase dan
dareah anisotropic. Hubungan antara konsentrasi dengan viskositasnya dengan hasil yang sama pada penelitian ini sebelumnya telah dilaporkan oleh Oertel dan
Kulicke 1991 didalam Lapasin dan Pricl 1995 pada xantan dengan penambahan NaCl 0,1 M.
Gambar 21 Pengaruh perlakuan ukuran pori filter terhadap nilai viskositas filtrat
4.2.4.1 Hubungan antara konsentrasi karaginan dengan viskositas larutan karaginan
Konsentrasi merupakan salah satu parameter yang penting untuk diketahui pada bahan yang akan diolah dengan proses membran. Namun terkadang
pengukuran konsentrasi pada suatu larutan relatif mahal atau membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk tujuan tersebut maka dicari pendekatan pengukuran
konsentrasi. Pada penelitian ini pengukuran konsentrasi karaginan dalam ekstrak rumput laut didekati dengan nilai viskositasnya. Hal tersebut dilakukan dengan
membuat model hubungan antara konsentrasi karaginan dengan viskositasnya pada dua suhu pengukuran yang berbeda.
Jumlah karaginan yang dilarutkan per volume air konsentrasi bv berpengaruh signifikan terhadap kenaikan nilai viskositas. Semakin besar nilai
konsentrasi maka nilai viskositasnya akan semakin tinggi. Pada awalnya kecenderungan perubahan laju viskositas terhadap konsentrasi karaginan sangat
kecil, tetapi keadaan tersebut berlangsung hanya sampai pada konsentrasi sekitar 0,5 gml. Setelah mencapai konsentrasi tersebut terlihat bahwa laju kenaikan
viskositas terhadap konsentrasi semakin tajam. Fenomena hubungan antara konsentrasi dan viskositas pada suatu polimer dijelaskan oleh Jampen et al.
2000. Pada konsentrasi rendah rantai-rantai polimer tidak berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Semakin meningkatnya konsentrasi polimer dalam
larutan akan menyebabkan rantai-rantai molekul polimer saling berhubungan dan overlap
antara satu dengan yang lainnya dan hal tersebut dapat menyebabkan viskositas akan bertambah lebih tinggi. Giner et al. 1996 menemukan hubungan
kenaikan konsentrasi dan energi aktivasi pada jus cherry. Peningkatan konsentrasi jus akan menyebabkan meningkatnya energi aktivasi, sehingga kejadian tersebut
berdasarkan model Arhenius akan menyebabkan viskositas meningkat. Jika C merupakan besarnya nilai konsentrasi karaginan dan
η merupakan nilai dugaan viskositas, maka model empirik antara kenaikan konsentrasi dengan
viskositas pada penelitian ini didekati dengan tiga pendekatan model yaitu, model polinom kuadratik, model eksponensial dan model power. Secara umum ketiga
model empirik tersebut dapat menjelaskan hubungan antara nilai konsentrasi dan viskositas cukup baik, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi R
2
lebih dari 95 Lampiran 8. Berdasarkan nilai koefisien regresi dan standar errornya, terlihat bahwa model eksponensial paling mendekati untuk menduga
viskositas berdasarkan konsentrasinya pada kedua suhu tersebut. Data dan model dugaan eksponensial pada suhu 45 dan 55
o
C disajikan pada Gambar 22.