4.2 Karakteristik Ekstrak dan Filtrat Rumput Laut
Karakterisasi dilakukan terhadap ekstrak dan filtrat hasil filtrasi yang diperoleh dengan penyaringan beberapa ukuran pori filter yang berbeda sebagai
prefiltrasi. Parameter yang diamati meliputi warna ekstrak dan filtrat, kadar selulosa, viskositas dan rendemen. Proses prefiltrasi pada penelitian ini dilakukan
untuk meningkatkan kinerja proses membran yaitu mengurangi intensitas polarisasi konsentrasi dan fouling serta dapat memperbaiki kualitas produk akhir.
Proses prefiltrasi dilakukan melalui sistem dead-end dengan menggunakan ukuran pori 350 mesh, 1 mikron dan 0,3 mikron.
4.2.1 Warna
Ukuran pori filter yang digunakan untuk menyaring ekstrak rumput laut berpengaruh signifikan terhadap warna filtrat yang dihasilkan. Ekstrak rumput
laut sebelum mendapat perlakuan filtrasi berwarna coklat-keruh dan masih terlihat serat-serat kasarnya. Setelah melewati filter 350 mesh, 1 mikron dan 0,3 mikron
serat-serat kasar tersebut hilang dan warna filtrat menjadi semakin lebih jernih Gambar 18. Munculnya warna coklat atau keruh pada ekstrak dan filtrat diduga
disebabkan oleh masih adanya selulosa, pigmen fikoeritin, pigmen fikosianin, serta adanya konversi D-glukosa menjadi 5-hidroksilmetil furfural yang terbentuk
selama proses pemanasan Susanto dan Saneto, 1994.
4.1.2 Kadar selulosa
Gambar 18 Pengaruh ukuran pori filter terhadap warna ekstrak dan filtrat ekstrak rumput laut. Dari kiri ke kanan adalah ekstrak, penyaringan 350
mesh, penyaringan 1 mikron dan penyaringan 0,3 mikron
1 2
3 4
5 6
7
Ekstrak 350 mesh
1 mikron 0,3 mikron
K a
d a
r Se lu
lo s
a
4.2.2 Kadar selulosa
Kadar selulosa tertinggi diperoleh pada ekstrak rumput laut dengan nilai 6,57, sedangkan kadar selulosa dalam filtrat rumput laut setelah melalui
penyaringan dengan filter ukuran 350 mesh , 1 mikron dan 0,3 mikron masing- masing 2,10, 1,12 dan 0,90 Gambar 19. Kadar selulosa menurun dengan
semakin halusnya ukuran filter. Besarnya nilai penurunan kadar selulosa yang disebabkan oleh perlakuan penyaringan dengan filter ukuran 350 mesh, 1 mikron
dan 0,3 mikron dibandingkan dengan ekstraknya beturut-turut 68,04, 82,95 dan 86,30.
Kadar selulosa pada ekstrak hampir sama dengan kadar selulosa rumput laut kering 6,55, hal tersebut menunjukkan bahwa proses ekstraksi tidak dapat
mereduksi kadar selulosa dalam bahan. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa penggunaan filter ukuran 350 mesh sudah mendekati standar selulosa
FAO dan filter ukuran 1 mikron sudah memenuhi kadar selulosa maksimum yang ditetapkan FAO. FAO telah menetapkan kadar selulosa maksimum dalam refined
carrageenan paling tinggi 2. Penggunaan filter ukuran 0,3 mikron dapat
menghasilkan refined carrageenan dengan kadar selulosa jauh lebih rendah yang ditetapkan FDA yaitu maksimum1 Bixler 1996.
Gambar 19 Pengaruh ukuran filter terhadap kadar selulosa dalam ekstrak dan filtrat ekstrak rumput laut
Hasil analisis ragam pada α = 0,05 Lampiran 4b menunjukkan bahwa
perlakuan ukuran pori berpengaruh signifikan terhadap nilai penurunan kadar selulosa dalam filtrat. Hasil analisis perbandingan berganda dengan uji Tukey
menunjukkan bahwa penggunaan ukuran pori filter 350 mesh, 1 mikron dan 0,3 mikron berbeda nyata dalam menurunkan kadar selulosa dibandingkan dengan
kadar selulosa dalam ekstraknya. Penggunaan filter ukuran 350 mesh, 1 mikron dan 0,3 mikron secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
dalam menurunkan kadar selulosa Lampiran 4c. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan ketiga filter tersebut sudah mampu memenuhi batas kadar
selulosa refined carrageenan yang ditetapkan oleh FAO. Selulosa merupakan polimer komponen penyusun rumput laut dengan berat molekul tinggi yaitu
2.664.000 Da Yanti et al. 2001, sehingga penggunaan filter ukuran 350 mesh sudah mampu memisahkan polimer tersebut sebesar 68,04.
Selain menjadi indikator kualitas karaginan, adanya selulosa dalam filtrat umpan dapat menyebabkan terbentuknya polarisasi konsentrasi yang tinggi pada
proses membran. Selulosa dengan ukuran partikel yang lebih besar dari ukuran pori membran dapat menyebabkan tertutupnya pori membran pada bagian
permukaannya sehingga besarnya fluks permeat menjadi berkurang.
4.2.3 Konsentrasi pigmen
Analisis konsentrasi pigmen dalam ekstrak dan filtrat rumput laut didekati dengan mengukur nilai absorbansi pada panjang gelombang masing-masing
pigmen. Pigmen fikoeritin diukur pada serapan panjang gelombang 530 nm dan pigmen fikosianin diukur pada serapan panjang gelombang 620 nm
Jaouen et al. 1999. Berdasarkan nilai absorbansinya terlihat bahwa pigmen fikoeritin memiliki
proporsi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pigmen fikosianin baik pada ekstrak maupun pada filtratnya. Nilai absorbansi pigmen fikosianin dan
fikoeritin tertertinggi diperoleh pada ekstrak rumput laut dengan nilai masing- masing 0,24 dan 0,31, sedangkan pada filtratnya masing-masing berkisar antara
0,07 - 0,15 dan 0,09 – 0,20. Perlakuan penyaringan dapat menurunkan konsentrasi pigmen, hal ini terlihat dari nilai absorbansi filtrat yang lebih rendah