y = 0,5930e
1,558x
R
2
= 0.98
y = 1,5781e
1.496x
R
2
= 0.99
5 10
15 20
25 30
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0 Konsentrasi gmL
V isko
si ta
s cP
Data Vis kos itas Suhu 55C Data Vis kos itas Suhu 45C
Model Eks ponens ial
Gambar 22 Hubungan antara konsentrasi dan viskositas karaginan pada suhu 45
o
C dan 55
o
C Nilai-nilai koefisien parameter model a dan b secara kuantitatif dapat
menjelaskan besarnya laju kenaikan viskositas terhadap konsentrasi baik pada suhu yang sama atau dibandingkan pada suhu yang berbeda. Berdasarkan hal
tersebut terlihat bahwa nilai koefisien a dan b pada suhu pemodelan 55
o
C selalu lebih rendah dibandingkan dengan pemodelan pada suhu 45
o
C. Pola kejadian tersebut terjadi sama, baik pada model polinom kuadratik, eksponensial maupun
model power. Besarnya laju kenaikan viskositas sebagai fungsi konsentrasi pada suhu
45
o
C lebih tinggi dibandingkan dengan laju kenaikan viskositas pada suhu 55
o
C. Perbedaan nilai laju kenaikan viskositas tersebut akan terlihat lebih jelas terutama
pada konsentrasi yang relatif lebih tinggi. Menurunnya laju kenaikan viskositas sebagai fungsi konsentrasi seiring dengan naiknya suhu secara teoritis dapat
dijelaskan dengan model Arrhenius η = Ae
EaRT
Ginner et al. 1996. Pada model tersebut terlihat bahwa besarnya viskositas dipengaruhi oleh faktor energi
aktivasi Ea dan suhu T bahan. Mengacu pada model Arhenius terlihat bahwa nilai Ea berbanding terbalik dengan T. Viskositas akan bernilai tinggi jika nilai Ea
tinggi, tetapi sebaliknya nilai T yang tinggi akan menyebabkan nilai viskositas rendah. Hasil penelitian Hernandez et al. 1995 menunjukkan bahwa suhu akan
5 10
15 20
25 30
35
350 mesh 1 mikron
0,3 mikron Ka
ra gi
n a
n
meningkatkan energi aktivasi. Energi aktivasi jus jeruk pada kisaran suhu 45 – 75
o
C hanya 2,9 - 3,5 kcalg mol dan meningkat menjadi 8,4 - 7,8 kcalg mol pada suhu 5 – 45
o
C. Pada model Arhenius terlihat bahwa faktor suhu dalam model tersebut berfungsi sebagai pangkat pembagi 1T, hal tersebut
menunjukkan nilai viskositas η akan menurun dengan semakin tingginya nilai
suhu T.
4.2.5 Rendemen karaginan
Rendemen pada proses produksi karaginan merupakan salah satu indikator baik atau buruknya suatu metode produksi. Semakin tinggi nilai rendemennya
akan semakin lebih baik. Pada penelitian ini rendemen didefinisikan sebagai perbandingan antara berat fraksi padatan dengan total berat rumput laut kering.
Nilai rendemen yang diperoleh dari hasil proses filtrasi dengan menggunakan filter ukuran 350 mesh, 1 mikron dan 0,3 mikron berturut-turut
28,5, 25,99 dan 23,85 Gambar 23. Semakin kecil ukuran pori filter akan menurunkan nilai rendemen. Turunnya nilai rendemen diduga disebabkan
terutama oleh tertahannya sebagian besar selulosa dan sebagian kecil karaginan dan pigmen.
Gambar 23 Pengaruh perlakuan ukuran pori filter terhadap nilai rendemen filtrat ekstrak rumput laut
y = 10.746x R
2
= 0.9873 y = 15.828x
R
2
= 0.9797 y = 17.747x
R
2
= 0.991
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
1800 2000
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
110 Tekanan Transmembran kPa
Fl u
k s
l m
-2
h
-1
Fluks J Suhu 27C Fluks J Suhu 45C
Fluks J Suhu 55C Permeabilitas K
4.3 Permeabilitas dan Tahanan Membran
Polysulfone merupakan salah satu polimer bahan baku membran yang relatif tahan terhadap suhu dan mempunyai kisaran pH yang tinggi. Polimer ini pada
proses membran dapat dioperasikan pada suhu sampai dengan 75
o
C dan kisaran pH 1 – 13 Doyen et al. 1996. Membran dengan bahan polimer polysulfone telah
banyak digunakan pada industri makanan dan minuman karena polysulfone memiliki kecenderungan untuk terjadinya fouling paling rendah dan tahan
terhadap klorin Cheryan 1986. Permeabilitas dan tahanan membran internal merupakan parameter
karakteristik membran yang sangat penting untuk diketahui. Permeabilitas membran menunjukkan kemampuan membran dalam melewatkan air distilasi ,
sedangkan tahanan membran merupakan kebalikannya. Jadi jika nilai permeabilitas membran dilambangkan sebagai K, maka nilai tahanan membran
internal R
m
dirumuskan R
m
= 1K. Nilai permeabilitas diperoleh dengan menghitung gradien slope grafik hubungan antara tekanan transmembran
ΔP dengan fluks J, seperti yang disajikan pada Gambar 24.
Gambar 24 Pengaruh tekanan membran dan suhu umpan air distilasi terhadap nilai fluks
y = 0.0906x R
2
= 0.9914 y = 0.0611x
R
2
= 0.9861 y = 0.0551x
R
2
= 0.9931
0.0000 0.0002
0.0004 0.0006
0.0008 0.0010
0.0012 0.0014
0.0016 0.0018
0.000 0.005
0.010 0.015
0.020 Tekanan Transmembran kPa
-1
Fl u
k s
-1
m
2
h l
-1
1J Suhu 27 1J Suhu45
1J Suhu 55 Tahanan intrinsik membran Rm
Pada Gambar 24 terlihat bahwa, nilai fluks meningkat secara proporsional linier dengan semakin meningkatnya tekanan transmembran. Pola perilaku fluks
permeat tersebut sesuai dengan hukum Darcy yang menyatakan bahwa, fluks permeat pada proses membran kenaikannya akan sebanding dengan tekanan
transmembran yang digunakanJ ≈ ΔP.
Permeabilitas membran meningkat dari 10.75 l kPa
-1
m
-2
h
-1
pada suhu umpan 27
o
C dan pada suhu umpan 55
o
C permeabilitas membran mencapai 17.75 l kPa
-1
m
-2
h
-1
. Adanya kecenderungan meningkatnya permeabilitas membran dengan semakin tingginya suhu umpan disebabkan oleh semakin
menurunnya nilai viskositas air. Nilai viskositas air pada suhu 27, 45 dan 55
o
C adalah berturut-turut 0,8545, 0,5988, dan 0,5064 cP Rao 1999.
Nilai tahanan membran internal R
m
dapat ditentukan dengan menghitung nilai gradien persamaan regresi pada Gambar 25, sedangkan data percobaan
disajikan pada Lampiran 9. Nilai tahanan membran internal meningkat seiring dengan meningkatnya suhu umpan. Nilai tahanan tersebut pada suhu 27, 45 dan
55
o
C berturut-turut 0,0551, 0,0611, 0,0906 kPa m
2
h l
-1
.
Gambar 25 Pengaruh suhu umpan air distilasi terhadap nilai tahanan membran internal