=
3
1
luas alas
tinggi Jadi, secara umum rumus volum limas tegak sebagai berikut Nuharini,
2008: 237.
2.2 Kerangka Berpikir
Berdasarkan KTSP, geometri merupakan salah satu standar kompetensi pada mata pelajaran matematika untuk tingkat SMPMTs. Geometri merupakan
materi yang dapat memotivasi dan dapat menarik perhatian dan imajinasi siswa. Sebagaimana yang dinyatakan Van Hiele bahwa anak melalui lima tahapan dalam
mempelajari geometri, yaitu tahap visual, analisis, pengurutan, deduktif, dan akurasi. Seharusnya aktivitas visual dapat memperingan pikiran siswa dan mampu
membuat siswa lebih fleksibel dan kreatif serta pemikiran dan analisis geometri dapat memberi siswa alat pemecah masalah yang kuat, yang sering menawarkan
cara pandang yang baru terhadap situasi yang menantang. Akan tetapi, masih banyak siswa yang merasa bahwa geometri merupakan salah satu bahasan
matematika yang sulit untuk dipahami. Salah satu materi geometri yang dianggap sulit adalah materi prisma dan limas yang diajarkan pada siswa SMP kelas VIII.
Anak seusia siswa SMPMTs harusnya sudah mulai memasuki tahap kognitif operasi formal. Akan tetapi tidak sedikit pula siswa yang cara berpikirnya
masih berada pada tahap peralihan antara operasi konkret dan operasi formal, sehingga walaupun siswa-siswa itu berada pada tingkat kelas dan umur yang sama
akan tetapi cara berpikirnya tidaklah sama. Kadang mereka masih membutuhkan Volum limas
tinggi alas
luas 3
1
peragaan dan benda-benda konkret untuk membantu mereka dalam memahami suatu materi. Mereka akan lebih mengingat suatu peristiwa dan pengetahuan baru
apabila mereka terlibat langsung dalam pengalaman nyata yang menyangkut peristiwa atau pengetahuan baru tersebut. Seperti yang dikemukakan Piaget
bahwa prinsip utama dalam pembelajaran adalah siswa berperan aktif dalam pembelajaran, siswa dapat berinteraksi dengan siswa lain yang memungkinkan
untuk bertukar pendapat, dan siswa mendapat pengetahuan baru melalui pengalaman nyata mereka. Dengan memperhatikan ketiga prinsip utama dalam
pembelajaran tersebut maka digunakanlah model pembelajaran VAK, di mana pembelajaran VAK mengutamakan pada pengalaman siswa dalam belajar yang
berusaha mengoptimalkan potensi belajar yang dimiliki siswa. Potensi belajar tersebut dapat berupa penglihatan, pendengaran, dan sentuhan atau pengalaman
siswa itu sendiri. Pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa dapat menemukan sendiri
pengetahuan baru melalui pengalaman siswa. Dalam pembelajaran untuk membantu siswa dalam menemukan pengetahuan baru tersebut siswa memerlukan
bimbingan dari guru dan juga memerlukan suatu media pembelajaran yang dapat berupa benda-benda yang dapat membantu guru dalam mentransfer ilmu
pengetahuan. Penggunaan benda-benda atau media lain dalam pembelajaran sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Bruner. Dalam teorinya tersebut
Bruner menyatakan ada tiga tahapan yang dilalui anak dalam belajar, yaitu tahap enaktif di mana siswa dapat melihat, menyentuh dan memanipulasi objek secara
langsung, tahap ikonik di mana kegiatan yang dilakukan siswa berhubungan
dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasi, dan tahap simbolik di mana siswa memanipulasi simbol-simbol atau lambang-
lambang objek tertentu. Penggunaan media dalam pembelajaran diharapkan mampu untuk
membantu siswa dalam memahami suatu konsep dan mampu untuk mengaplikasikan konsep tersebut untuk menyelesaikan suatu masalah. Media
yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika di antaranya adalah alat peraga, powerpoint, E-learning dan LKS. Penggabungan keempat media
pembelajaran yang dapat disebut dengan APEL diharapkan mampu untuk mengoptimalkan potensi belajar siswa melalui penglihatan, pendengaran, dan juga
gerakan tubuh siswa yang nantinya dapat menbantu siswa dalam memahami konsep-konsep geometri dalam matematika dan menggunakan konsep tersebut
untuk menyelesaikan soal-soal. Dalam proses pembelajaran tidak dapat dipungkiri terdapat beberapa siswa
yang tidak memperhatikan pelajaran. Hal tersebut mungkin terjadi karena situasi kelas yang tidak kondusif dan monoton, kurang mampunya guru dalam menggali
minat belajar siswa serta anggapan siswa yang menganggap pelajaran tersebut terlalu mudah atau terlalu sulit untuk dimengerti. Ketidakperhatian siswa tersebut
terhadap pembelajaran dapat berakibat pada nilai hasil belajar siswa yang kurang memuaskan.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran VAK yang diharapkan mampu untuk menggugah minat belajar
siswa serta penggunaan media pembelajaran APEL. Dalam proses pembelajaran
VAK siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan segala kemampuannya untuk belajar dan menyerap informasi dengan berbagai cara. Bagi siswa dengan
gaya belajar visual, meraka dapat belajar dengan mengamati gambar yang ditayangkan dalam powerpoint serta mencatat dan menemukan rumus dengan
mengikuti langkar-langkah pada lembar kerja yang telah disediakan. Siswa auditori dapat mendengarkan penjelasan guru dan menanyakan pertanyaan kepada
guru bila merasa kesulitan serta diberi kesemptan untuk menyampaikan pendapatnya mengenai pembelajaran secara lisan. Sedangkan untuk siswa dengan
gaya belajar kinestetik telah disediakan alat peraga sederhana yang dapat mereka manipulasikan sehingga mereka dapat menemukan sendiri konsep dan bagaimana
rumus luas permukaan serta volum prisma dan limas diperoleh. Sebelum proses pembelajaran dimulai, materi yang akan dibahas dalam pembelajaran telah
diupload di website e-learning sehingga siswa-siswa bisa mengungguh dan mempelajari terlebih dulu materi yang akan dibahas.
Berdasarkan keunggulan model pembelajaran VAK dalam mengoptimalkan potensi belajar siswa dalam menggali pengetahuan melalui pengalaman siswa
sendiri serta keberagaman media pembelajaran APEL diharapkan mampu untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pemahaman konsep, penalaran dan
pemecahan masalah terkait materi prisma dan limas. Kemampuan yang meningkat tersebut tentunya akan memberikan nilai hasil belajar siswa yang diharapkan
mampu mencapai ketuntasan klasikal serta rata-rata hasil belajar siswa yang diberikan pembelajaran dengan model VAK berbantu APEL akan lebih baik
dibanding dengan rata-rata hasil belajar siswa dengan model pembelajaran STAD.
2.3 Hipotesis