31
menerangkan hakekat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana
struktur ini diperoleh, digunakan waktu bertutur, dan pada waktu memahami
kalimat dalam pertuturan itu.
2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme
Psikolinguistik behaviorisme berusaha menjelaskan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama sebenarnya dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu
rangsangan yang diberikan melalui lingkungan Chaer, 2002:222. Pelopor modern dalam pandangan ini adalah seorang psikolog dari Universitas Harvard,
B.F Skinner 1957. Ia menjelaskan bahwa perhatian dalam pemerolehan bahasa anak B1 ditujukan pada ramalan prakiraan, dan unit-unit fungsional perilaku
manusia yang hanya dapat terjadi melalui efek yang terlihat pada orang lain saja Nababan, 1992:99.
Penerapan teori behaviorisme ini didasarkan oleh adanya rangsangan stimulus kemudian diikuti oleh reaksi respon. Bila rangsangan menghasilkan
reaksi yang benar, maka akan diberi hadiah atau imbalan reinforcement yang menyenangkan dan kemungkinan rangsangan itu akan dilakukan berulang-ulang.
Namun, jika reaksi yang dihasilkan salah akan dihukum, yaitu penghentian imbalan. Bagi anak autistik, imbalan ini sangat diperlukan agar mereka mau
mematuhi perintah yang diberikan. Perlu sekali diperhatikan bahwa imbalan harus terkesan sebagai upah dan bukan sebagai suap atau sogokan Handojo, 2008:55.
32
Sifat upah adalah selalu konsisten setelah suatu perintah selesai dilaksanakan atau instruksi yang diberikan dilakukan dengan benar. Imbalan tidak
boleh diberikan sebagai suap untuk menghentikan suatu reaksi yang salah. Apabila imbalan diberikan untuk merayu agar mereka menghentikan reaksi yang
salah, maka mereka akan menjadikan imbalan tersebut sebagai pembenaran dari reaksi yang salah itu. Akibatnya anak tidak paham mana reaksi yang benar dan
mana yang salah akibat pemberian imbalan dari dua reaksi yang saling bertentangan. Contohnya, ketika guru memerintahkan menyebutkan benda yang
dipegangnya ‘apel’, anak autistik meresponnya dengan baik dengan menyebutkan ape ‘apel’. Maka sebagai imbalan, guru memberinya dengan hadiah sepotong kue.
Pemberian hadiah semacam ini juga dapat digunakan sebagai pancingan agar anak autistik mau berbicara sehingga kosa katanya muncul. Sebaliknya, apabila anak
autistik tidak mau mengucapkan kata tersebut, tetapi ia tetap memaksa ingin mendapatkan sepotong kue, maka imbalan tersebut tidak akan diberikan sampai
anak mau melaksanakan perintah yang diberikan dengan benar. Handojo 2008:56-57 menjelaskan bahwa imbalan semacam ini dapat
diberikan dalam bentuk pemberian makanan atau minuman dalam porsi kecil karena harus diberikan secara berulang-ulang. Selain itu dalam bentuk
memberikan mainan kepada anak, namun hanya terbatas sekitar 5-10 menit saja, kemudian diambil kembali. Imbalan lain adalah imbalan taktil yaitu, pelukan,
ciuman, tepukan, dan elusan. Imbalan verbal juga perlu diberikan seperti “bagus”,”pandai”, “pintar”, sebagai pujian karena telah melaksanakan instruksi
dengan benar.
33
2.2.3 Pemerolehan Bahasa