44
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan. Metode padan adalah sebuah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak
menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan Sudaryato, 1993:13. Metode ini digunakan untuk menyeleksi serangkaian kosa kata benda konkret bahasa
Indonesia dalam tuturan anak autistik. Teknik dasar untuk mengkaji data tersebut adalah teknik pilah unsur
penentu yang memiliki daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti Sudaryanto, 1993:21. Contohnya, anak autistik tersebut merupakan
siswa dari Yayasan Ananda Karsa Mandiri. Mereka mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas. Di dalam kelas tersebut terdapat contoh-contoh kata benda yang
dapat menjadi masukan bagi kosa kata mereka. Biasanya guru memberikan stimulus kepada mereka dengan menggunakan alat peraga yang dapat disentuh
dan dilihat langsung oleh anak, seperti ape ‘apel’, jeuk ‘jeruk’, jiji ‘gigi’, mbut ‘rambut’, boa ‘bola’,dan lain sebagainya.
Pada usia 3-4 tahun anak autistik sudah dapat mengucapkan kosa kata orang kekerabatan seperti kata, ama ‘mama’, papak ‘bapak’, ebam ‘abang’,
aden ‘adik’, tata ‘kakak’.
Contoh dalam percakapan : 1
Bu Guru: AM lihat kemari
pandangan ke depan perhatikan Ibu
45
siapa ini? menunjuk peneliti
AM :
diam Bu Guru:
siapa ini AM AM
: tata ‘kakak’
Bu Guru: bagus
Kosa kata tata ‘kakak’ diucapkan AM pada waktu kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Saat itu peneliti yang berada di dalam kelas
mengamati kosa kata AM dijadikan contoh oleh guru agar AM mau menyebutkan apa yang diperintahkannya. Kosa kata ini tidak langsung diucapkan AM ketika
guru menyuruhnya, melainkan ia sempat diam dan guru mengulang pertanyaan itu lagi. Setelah ditanya kembali barulah AM menjawab pertanyaan itu dengan benar.
Sebagai imbalan karena telah melakukan perintah dengan benar, maka guru memberinya imbalan berupa pujian.
Pada kosa kata bagian tubuh manusia anak autistik menyebutkan pipi ‘pipi’, jiji ‘gigi’, matta ‘mata’, hitu ‘hidung’, mbut ‘rambut’, ngenganga ‘telinga’,
tutu ‘kuku’, peut ‘perut’, dan tana ‘tangan’. Dalam percakapan diperoleh contoh sebagai berikut :
2 Jp
: ahhhhh.....
Bu Guru: kenapa marah?
Nyanyi kita yuk. dua...
apa ini? berhenti sejenak sambil menunjuk kedua mata
46
Jp :
mattata ‘mata’ Bu Guru:
ma-ta JP
: matta ‘mata’
Anak autistik memiliki sifat jenuh ketika sedang menerima materi pelajaran. Apabila ia telah merasa bosan, ia akan menunjukkan sikap sulit untuk
diarahkan. Untuk menyiasati hal ini, biasanya guru mengajak mereka untuk bernyanyi. Hal ini dapat membuat perasaan anak autistik menjadi senang kembali.
Dari lagu yang mereka nyanyikan, biasanya lagu yang dipilih adalah lagu anak- anak yang bersifat edukatif seperti lagu Dua Mata Saya yang digunakan dalam
percakapan di atas. Ketika sedang menyanyikan lagu itu, guru bertanya kepada JP tentang bagian tubuh apa yang dimaksudkan. Nyanyian yang diikuti gerakan serta
pertanyaan kepada JP ternyata efektif untuk menambah kosa kata anak autistik. Contoh percakapan lain:
3 Bu Guru:
ayo masuk kelas AM
: menolak masuk kelas dan berlari ke luar kelas
Bu Guru: jangan keluar
oh, bandel ini yah berlari keluar kelas menjemput AM
ayo masuk AM memegang tangan AM dan mengajaknya masuk kelas
Ibu cubit nanti pipinya kalau bandel yah AM
: pipi ‘pipi’
Bu Guru: ia pipi
mana pipi?
47
AM :
menunjuk pipinya Bu Guru:
pintar AM anak pintar
Pada percakapan di atas, kosa kata bagian tubuh manusia yang diucapkan anak autis adalah pipi ‘pipi’. Kosa kata itu muncul karena guru mengatakan akan
memcubit pipi AM karena tidak mau masuk kelas. Kemudian ketika ditanya ”mana pipi?”, AM bisa menjawabnya dengan menunjuk pipinya. Karena bisa
menjawab dengan benar, maka guru memberikan imbalan berupa pujian kepada AM.
Untuk kosa kata buah-buahan anak autistik menyebutkan apε ‘apel’, jεuk
‘jeruk’, pi ’pir’, nana ‘nanas’, mana ‘mangga’, dan agu ’anggur’. Contoh dalam percakapan :
4 Bu Guru:
Fa ambil apel, berikan pada Ibu menyuruh Fa mengambil apel yang ada di meja dan
memberikannya pada guru Fa
: melakukan perintah Ibu Guru
Bu Guru: bagus
buah apa ini? Fa
: apε ‘apel’
Bu Guru: ya bagus
Untuk kosa kata buah-buahan, anak autistik biasanya menyebutkan jenis buah-buahan sesuai dengan apa yang mereka lihat sehari-hari di dalam kelas.
Adanya alat peraga yang dapat disentuh dan kasat mata memudahkan mereka
48
untuk mengidentifikasi jenias buah yang dimaksudkan. Dari contoh percakapan di atas, biasanya sebelum menyakan buah apa yang dimaksud, guru menyuruh Fa
untuk mengambil apel terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar anak autistik mematuhi perintah guru serta melatih fokus kontak mata mereka ke benda yang
dituju. Setelah itu barulah guru menanyakan buah yang dimaksud dan Fa menjawab
apε ‘apel’ dengan benar walaupun ujarannya belum fasih seperti orang dewasa.
Kosa kata hewan juga diperoleh anak autistik, seperti tatah ‘gajah’, jεba
‘zebra’, εm ‘ayam’, giga ‘cicak’.
Berikut contoh dalam percakapan : 5
Bu Guru: udah ya nyanyinya
sekarang kita belajar nulis RF
: Ahhhhh...
marah sambil menghentak-hentakkan meja Bu Guru:
kenapa? apa Bang, bilang?
RF :
masih tetap marah dan melihat ke atas Bu Guru:
oh, takut cicak ya Bang? RF
: giga ‘cicak’
Untuk kosa kata hewan, anak autistik juga memperolehnya melalui alat peraga berupa mainan plastik yang berbentuk persis seperti hewan. Namun, dari
percakapan di atas secara tidak sengaja kosa kata giga ‘cicak’ di ucapkan RF ketika sedang ketakutan karena melihat cicak di atap kelas. Sebelumnya RF juga
49
sudah mengenal kosa kata cicak karena terbiasa dilatih menggunakan alat peraga yang berbentuk hewan tersebut. Maka, ketika melihat cicak ia langsung dapat
menyebutkan kata cicak itu. Pada kosa kata makanan, anak autistik menyebutkan
wε ‘kue’, bistu ‘biskuit’, dan
pεmεn ‘permen’. Contoh dalam percakapan :
6 Bu Guru:
apa ini? Ibu buka ya
mau? katakan ‘ya’
YS :
‘ya’ Bu Guru :
apa ini YS? ‘kue’
YS :
e... Bu guru :
ku-e katakan ku-e
YS :
wε ‘kue’ Bu Guru:
bagus memberikan YS kue
Untuk memancing agar anak autistik mau merespon stimulus yang diberikan, yaitu dengan memberikan imbalan kepada mereka apabila mereka
merespon stimulus itu denga benar. Dalam contoh kasus di atas, stimulus pertama yang diberikan oleh guru adalah menyuruh YS untuk mengatakan ya. Kemudian
50
YS meresponnya dengan benar denga ucapan yang sama yaitu ya. Stimulus kedua adalah guru menyuruh YS untuk mengucapkan kata kue, namun YS meresponnya
dengan bunyi e saja. Untuk itu, guru mencoba mengajarinya kembali dengan mengucapkan kata itu perlahan dalam bentuk suku kata menjadi ku-e. Bukan
hanya itu saja, guru juga meletakkan sebuah cermin besar di hadapan YS mengingat ketertarikannya pada cermin begitu besar. Tujuannya adalah agar ia
merasa senang dan mau melakukan perintah yang diberikan. Hal ini terbukti dan YS merespon dengan mengucapkan kata
wε ‘kue’. Sebagai imbalan dari respon yang benar itu, guru memberinya hadiah dalam hal ini adalah kue kepada YS.
Dari hasil pengamatan dan percakapan antara guru dan anak autistik diperoleh kosa kata benda konkret yaitu, kosa kata orang kekerabatan, kosa kata
bagian tubuh, kosa kata buah-buahan, kosa kata hewan, dan kosa kata makanan. Hal ini sekaligus menjawab pertanyaan nomor 1 dan didukung oleh teori
Psikolinguistik Behaviorisme serta teori Handojo tentang pemberian imbalan. Pemerolehan kosa kata tidak serta merta dilihat dari segi macam dan
jenisnya saja, melainkan dapat dilihat pula dari jumlah yang paling banyak dikuasai. Dari percakapan sederhana serta pertanyaan-pertanyaan antara guru dan
anak autistik di atas, kesimpulan sementara diperoleh bahwa kosa kata benda konkret bagian tubuh manusia lebih banyak muncul dibandingkan dengan bagian
lain. Kosa kata bagian tubuh manusia itu antara lain, pipi ‘pipi’, jiji ‘gigi’, matta ‘mata’, hitu ‘hidung’, mbut ‘rambut’, ngenganga ‘telinga’, tutu ‘kuku’,
pεut ‘perut’, dan tana ‘tangan’ sebanyak sembilan kosa kata. Kemunculan kosa kata
ini secara konsisten diucapkan oleh anak autistik ketika guru memberikan instruksi kepada mereka dalam proses belajar mengajar, khususnya mengenai
51
kosa kata. Selain itu, ketika guru menyuruh mereka untuk mengambil dan menunjuk benda-benda di sekitarnya anak autistik telah dapat memahaminya
dengan benar walaupun butuh proses pengulangan. Dengan demikian, kesimpulan sementara ini telah menjawab pertanyaan nomor 2 dengan didukung teori
Dardjowidjojo tentang keuniversalan pemerolehan kosa kata benda anak usia 3-4 tahun serta teori komprehensibilitasnya.
Setelah teknik dasar selesai dilakukan, maka dalam menganalisis data selanjutnya digunakan teknik lanjutan yaitu teknik hubung banding membedakan,
maksudnya membedakan bahasa yang digunakan anak-anak dengan bahasa yang digunakan orang dewasa Sudaryanto, 1993:27. Misalnya, anak autistik
menyebutkan kata jiji yang berarti ‘gigi’, sedangkan orang dewasa menyebutkan ‘gigi’. Untuk itu fonem g berubah menjadi fonem j pada kata yang diucapkan
oleh anak autistik tersebut. Contoh lain, anak autistik menyebutkan ama ‘mama’, sedangkan orang dewasa menyebutkan ‘mama’. Pada kata tersebut mengalami
penghilangan fonem m yang jika dibandingkan dengan pengucapan orang dewasa sudah sangat fasih.
52
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Kosa Kata Benda Konkret Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak
Autistik Usia 3-4 Tahun
Sejatinya, manusia dilahirkan di dunia bukan dengan piringan kosong teori tabula rasa, melainkan sudah dibekali dengan apa yang dinamakan faculties
of mind kapling minda yang salah satu bagiannya khusus diciptakan untuk pemerolehan bahasa. Menurut Chomsky, manusia memiliki bekal kodrati innate
properties waktu lahir dan bekal inilah yang kemudian membuatnya mampu untuk mengembangkan bahasa Dardjowidjojo, 2005:5.
Sebelum mengembangkan bahasanya, anak-anak pastilah memperoleh kosa kata terlebih dahulu sebelum ia akhirnya mampu menggunakan kalimat yang
lebih kompleks dalam berbahasa. Dardjowidjojo 2003:36 menjelaskan bahwa, dalam pemerolehan kosa kata, kata-kata yang konkrit dan yang ada di sekitar anak
adalah yang paling awal dikuasai. Dari semua kata utama, kebanyakan ahli seperti Gentner dan Dardjowidjojo berpandangan bahwa kata utama yang
dikuasai anak adalah nomina atau kata benda. Menurut Gentner 1982, pada anak nomina itu secara tipikal merujuk pada benda konkret dan yang dapat dipegang
atau kasat mata. Anak autistik, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya memang
mengalami keterlambatan berbahasa, khususnya kosa kata benda jika dibandingkan dengan anak normal. Namun, bukan berarti mereka tidak berbahasa.