commit to user
17
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dipandang sebagai kegiatan yang bersifat universal dalam kehidupan manusia, karena dengan adanya pendidikan manusia diyakini dapat
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Sementara itu, pendidikan dikatakan sebagai hak setiap Warga Negara Indonesia. Hal tersebut sebagaimana telah
tertuang dalam Pasal 31 Ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran ”. Konsekuwensi logis dari Pasal 31 Ayat 1 tersebut, maka sudah
menjadi hak setiap warga Negara Indonesia untuk dapat menikmati adanya pendidikan secara layak, dan di sisi lain menjadi sebuah kewajiban dari
Pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga negaranya. Adanya usaha dari Pemerintah untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia telah
tercermin dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen dari APBN, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan adanya pencanangan wajib belajar selama sembilan tahun yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2008 tentang Wajib Belajar tidak lain diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan guna membangun keunggulan dan daya saing bangsa.
Sementara itu, masalah pendidikan adalah salah satu permasalahan yang menjadi ranah kewenangan dari Pemerintah Daerah, hal tersebut sebagaimana
tertuang dalam Pasal 13 ayat 1 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
commit to user
18
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa terdapat 16 enam belas urusan wajib yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota. Salah satu urusan wajib tersebut adalah penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut juga dipertegas dalam
Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten atau Kota, yang menyatakan bahwa masalah pendidikan menjadi salah satu urusan yang wajib diselenggarakan oleh
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten atau Kota. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah salah satu bidang
yang didesentralisasikan atau yang oleh pemerintah pusat dilimpahkan wewenang penanganannya kepada pemerintah daerah.
Desentralisasi pendidikan di Indonesia merupakan peluang yang baik untuk meningkatkan demokratisasi pendidikan, efisiensi manajemen pendidikan,
relevansi pendidikan, dan mutu pendidikan. Dalam hal ini, desentralisasi pendidikan dikatakan akan mendorong efisiensi pendidikan, karena sebagian besar
wewenang pengelolaan pendidikan, baik perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, dan pengendalian pelayanan pendidikan diserahkan kepada Pemerintah Daerah,
yang disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan, keinginan, dan kemampuan masing- masing daerah.
1
Desentralisasi pada dasarnya adalah penataan mekanisme pengelolaan kebijakan dengan kewenangan yang lebih besar diberikan kepada
daerah agar penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan lebih
1
Widi Nugraha, “Implementasi Sistem Pendidikan Nasional Ditinjau Dari Desentralisasi, -, Surakarta, 29 Januari 2011
commit to user
19
efektif dan efisien.
2
Dengan adanya hal tersebut daerah terpacu untuk memberikan pelayanan pendidikan yang baik kepada semua anak, mengingat anak adalah
sebagai salah satu aset bangsa yang memiliki hak sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Salah
satu hak anak yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak adalah hak anak untuk mendapat pendidikan. Hal tersebut
terdapat dalam Pasal 9 yang menyatakan bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya ”.
Sementara itu hubungan antara anak dan pendidikan adalah sangat erat, karena anak adalah sebagai obyek pendidikan, maka guna memberikan dasar
hukum yang pasti dalam bidang pendidikan secara khusus, Pemerintah telah mengatur masalah pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut sejatinya tersurat kewajiban Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan
terhadap masyarakatnya. Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa ;
“1 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu
bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. 2 Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib
menjamin tersedianya
dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun”.
Berdasarkan Pasal 11 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut, tercantum bahwa
2
Lela Dina Pertiwi. 2007. “Efisiensi Pengeluaran Pemerintah Daerah Di Propinsi Jawa Tengah.” Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No.2, hal : 123-139.
commit to user
20
pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan dan memberikan kemudahan terhadap terselenggaranya pendidikan di daerahnya masing-masing, sementara itu
ayat 2 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah juga berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bagi warga negaranya yang berusia tujuh sampai lima
belas tahun, apabila dihitung secara jenjang pendidikan antara usia tujuh sampai dengan lima belas tahun adalah usia anak yang duduk di bangku Sekolah Dasar
SD hingga duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama SMP. Hal tersebut sebagaimana sering kita dengar dengan adanya program dari Pemerintah yaitu
“wajib belajar Sembilan tahun”. Program “wajib belajar Sembilan tahun” tersebut sebagaimana telah dipertegas oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor
47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan diselenggarakan sesuai dengan
kemampuan daerah masing-masing. Hal tersebut dilaksanakan guna memberikan keleluasaan bagi daerah masing-masing untuk menyesuaikan pengembangan mutu
pendidikan dengan alokasi dana pendidikan yang ada di daerah. Dengan adanya desentralisasi pendidikan berarti pembiayaan penyelenggaraan pendidikan
sebagian besar menjadi tanggungjawab setiap daerah. Maka bagi daerah yang memiliki pendapatan yang cukup besar seolah berlomba untuk memberikan
pelayanan yang prima dalam bidang pendidikan bagi masyarakat di daerahnya. Desentralisasi pendidikan adalah suatu hal yang sangat efektif untuk meningkatkat
kualitas pendidikan, karena apabila pendidikan dilaksanakan dengan sentralisasi pada Pemerintah Pusat akan menimbulkan ketidaksesuaian dengan kondisi daerah
masing-masing, sebagaimana pendapat Peter Karmel yang menyatakan bahwa “The highly centralised perspective of higher education policy places emphasis on
commit to user
21
the pursuit of national objectives laid down by the Commonwealth Government. But in a free society national objectives are often imprecisely defined and are
subject to controversy and change ”.
3
Pelayanan pendidikan tersebut tidak hanya dalam bentuk fasilitas yang ada, namun sekarang telah merambah pada penyelenggaraan pendidikan tanpa
memungut biaya pada masyarakat. Hal tersbut sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 34 Ayat 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim
Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar
tanpa memungut biaya ”.
Dengan adanya kewajiban daerah untuk menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan kemampuanya serta amanat undang-undang yang menyatakan
bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewajiban menyelenggarakan pendidikan tanpa memungut biaya adalah sebagai sebuah keniscayaan yang harus diwujudkan
oleh daerah-dareah yang ada di Indonesia. Pendidikan yang tidak lain adalah salah satu hak anak yang harus dipenuhi oleh pemerintah, mengingat anak adalah
generasi penerus bangsa, yang mempunyai hak dan kewajiban ikut serta membangun Negara dan Bangsa Indonesia. Anak merupakan subjek dan objek
pembangunan nasional Indonesia dalam usaha mencapai aspirasi Bangsa Indonesia, masyarakat yang adil dan makmur spiritual dan materiil. Anak adalah
modal pembangunan, yang akan memelihara dan mempertahankan serta mengembangkan hasil pembangunan fisik mental dan sosial Indonesia. Oleh sebab
3
Australian Journal of Management, Vol. 26, Special Issue,2001,hlm 21
commit to user
22
itu, setiap anak memerlukan perlindungan dan dalam hal ini kita telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan
Undang-Undang tersebut, Negara menjamin hak-hak anak yaitu memiliki tingkat kebebasan yang optimal, memperoleh pendidikan, mendapatkan perlindungan dan
kesempatan berpartisipasi. Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial.
Salah satu bentuk nyata upaya pemerintah dalam perlindungan anak adalah diwujudkan melalui pengembangan Kota Layak Anak yaitu kota yang menjamin
hak setiap anak sebagai warga kota.
4
Di Indonesia target jumlah KLA pada tahun 2015 adalah 15 Kota, termasuk Kota Solo.
Dengan adanya program Kota Surakarta sebagai kota layak anak di tahun 2015, mengingat beberapa hal yang diamanatkan dalam konstitusi dalam bidang
penyelenggaran pendidikan seolah ditanggapi positif oleh pemerintah Kota Surakarta. Penyelenggaraan pendidikan di kota Surakarta, guna sebagai usaha
pemenuhan terhadap Pasal 11 dan Pasal 34 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional dilaksanakan dengan memberikan
penyelengaraan pendidikan tanpa memungut biaya pada peserta didik. Hal tersebut sejatinya menjadi salah satu misi dari Pemerintah kota Surakarta yaitu
“Meningkatkan pelayanan dan perluasan akses masyarakat di bidang pendidikan, antara lain dengan program sekolah gratis, Sekolah Plus, bantuan pendidikan
masyarakat, pengembangan sarana dan prasarana pendidikan, meningkatkan
4
Niken Irmawati.
http:digilib.uns.ac.iduploaddokumen173712312201007561.pdf. diakses pada tanggal 2 Maret 2011
commit to user
23
kualitas tenaga pendidik dan kependidikan”
5
. Secara nyata penyelenggaraan pendidikan tanpa memungut biaya Sekolah Plus kepada peserta didik telah
dilaksanakan beberapa sekolah di Surakarta. Berbicara mengenai pendidikan di Kota Surakarta, dewasa ini dalam
penyelenggaraanya tidak berjalan tanpa masalah. Beberapa persoalan dalam penyelenggaraan pendidikan yang penulis peroleh dari data analisis Ibu dan Anak
Kota Surakarta menyebutkan bahwa beberapa masalah pendidikan anak usia dini dapat digambarkan sebagai berikut;
6
Bagan.1. Analisa Kausalitas masalah Pendidikan Anak Usia Dini
5
Dinas Komunikasi Informatika Kota Surakarta. http:www.surakarta.go.ididnewswalikota.wawali.html diakses pada tanggal 2
Maret 2011
6
Ibid hal 217
Belum setiap anak usia sekolah dapat mengakses pendidikan.dari PAUD, TK,SD, SMP dan SMA
Kurangnya kemampuan
siswa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi Pemerintah belum dapat
memenuhi kewajiban
untuk memenuhi hak- hak anak dalam bidang
pendidikan Faktor ekonomi orang
tua yang
terbatas, sehingga tidak mampu
membiayai sekolah
Biaya pendidikan
mahal pada setiap tingkat pendidikan
commit to user
24
Berdasarkan bagan tersebut dapat diketahui bahwa permasalahan pendidikan yang ada di kota Surakarta dewasa ini yang menyebabkan belum setiap
anak usia sekolah dapat mengakses pendidikan disebabkan oleh beberapa hal antara lain, biaya pendidikan yang mahal yang menyebabkan orang tua anak
terutama yang tidak mampu tidak dapat untuk mencukupi biaya sekolah. Sementara itu, berdasar data yang dicatat Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Dikpora Kota Surakarta, angka putus sekolah terjadi di semua jenjang mulai dari SDMI, SMPMTs, hingga SMAMASMK. Dari ratusan jumlah tersebut, pada
jenjang SMP, putus sekolah paling banyak terjadi yakni sebanyak 137 siswa. Sisanya berasal dari jenjang SD 32 anak dan SMAMASMK 115 anak
7
. Dalam bagan tersebut juga tercatat bahwa kemiskinan orang tua atau faktor
ekonomi juga menjadi suatu kendala bagi pelaksanaan pendidikan. Secara umum
7
Harian Suara Merdeka. 284 Pelajar Solo Putus Sekolah.edisi 03 Agustus 2010
Kemiskinan orang tua karena tidak memiliki
pekerjaan baik tetap maupun yang layak
Sekolah membutuhkan
fasilitas untuk
mendukung proses
belajar mengajar Pemerintah
belum dapat
menyelenggarakan pendidikan
yang dikehendaki
oleh masyarakat,
yaitu murah bahkan geratis
tetapi bermutu Nilai
siswa tidak
memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang
yang lebih tinggi nilai UAN
yang tidak
memenuhi syarat untuk lulus
Anggaran dari
pemerintah belum
mencukupi untuk
menanggung beban
biaya Pendidikan Tuntutan murid dan
guru untuk
meningkatkan kualitas belajar
Keterbatasan akses pada sumber – sumber ekonomi
Keterbatasan skill yang dimiliki oleh orang tua
commit to user
25
Indonesia telah mengalami penurunan peringkat dalam indeks pembangunan pendidikan untuk semua tahun 2011, salah satunya disebabkan tingginya angka
putus sekolah di jenjang sekolah dasar. Sebanyak 527.850 anak atau 1,7 persen dari 31,05 juta anak SD putus sekolah setiap tahunnya.
8
Berdasarkan data BKKBN Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional tahun 2010, siswa tingkat
sekolah dasarSD sampai sekolah menengah pertama SMP banyak yang terancam putus sekolah, berdasarkan data anak usia sekolah yang putus sekolah
tahun 2010 itu, 80 persen karena alasan ekonomi.
9
Hal tersebut juga menjadi pendapat beberapa ahli yang menyatakan bahwa “Economists usually concentrate on the productive aspect of education; it is the
most important way by which societies can, and do, invest in human capital ”
10
., bahwa kondisi ekonomi akan mempengaruhi kegiatan pendidikan. Selain itu juga
dipertegas dengan pebdapat bahwa “Socio-economic background also relates to school quality and pupil performance via peer groups
”.
11
Hal tersebut mempertegas bahwa latarbelakang social ekonomi anakn mempengaruhi kualitas
sekolah dan kondisi sekolah yang bersangkutan. Bagaimanapunjuga salah satu subyek pendidikan tidak lain adalah anak,
yang tentunya mempunyai hak yang layak dalam kehidupan. Diantara hak tersebut adalah hak pendidikan. Sebagai salah satu yang perlu diperoleh anak dalam
mengarungi kehidupan di hari yang akan datang, dalam hal ini dapat memperoleh pendidikan sesuai kebutuhan guna mencapai cita-cita merupakan dambaan setiap
8
Harian KOMPAS. 527.850 Siswa Sekolah Dasar Putus Sekolah Jum’at, 04 Maret 2011
9
Diyono Adhi Budiyono. PR Pendidikan 2011 Masih Berat. http:agupenajateng.net2011 0122 pr-pendidikan-2011-masih-berat.
10
.
Journal Fiscal Studies.
No. 4,vol. 20,1999,hlm. 351
11
Journal Economic education. No. 5, vol. 17,2005, hlm.4
commit to user
26
anak bangsa. Mereka berusaha untuk dapat memperoleh kehidupan yang lebih sejahtera sebagai cita-citanya melalui proses pendidikan.
Hak anak dalam bidang pendidikan, sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Bab XIII
tentang Pendidikan dan Kebudayaan terutama Pasal 31 Ayat 1 disebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, sedangkan Ayat 2
menyatakan bahwa setiap Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Lebih lanjut pada Ayat 3 dan 4 lebih tegas
menyatakan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada pasal 4 tentang pembiayaan pendidikan disebutkan bahwa Negara menprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaran pendidikan nasional. Dengan dasar peraturan yang ada di atas maka sudah semestinya
pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak anak dalam bidang pendidikan seperti juga yang tercantum dalam Pasal 9 Ayat 1 Undang-undang Nomor 23
tahun 2002 yang menyatakan bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”, maka jelas bahwa pendidikan menjadi hal yang sangat penting dan telah memiliki dasar yang kuat di dalam
commit to user
27
konstitusi, sehingga perluasan akses dan pemerataan pendidikan perlu dilakukan oleh pemerintah untuk dapat memenuhi kewajibannya.
Pada saat ini pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol seperti yang dikemukakan oleh Yahya A. Muhaimin
yang dikutip oleh Anita Trisiana, yaitu:
12
1. Masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan;
2. Masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan;
3. Masih lemahnya manajemen pendidikan, disamping belum terwujudnya
keunggulan ilmu pengetahuan dan tehnologi dikalangan akademisi dan kemandirian.
Permasalahan pendidikan seperti masih rendahnya pemerataan pendidikan dan mutu pendidikan adalah suatu kendala dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa
ini. Mengingat pendidikan adalah salah satu hak anak yang harus dipenuhi, maka penulis akan lebih jauh membahas mengenai pemerataan pendidikan, khususnya
melalui program pendidikan tanpa memungut biaya yang diselenggarakan di Kota Surakarta.
Dengan adanya fenomena tersebut, secara khusus Pemerintah Kota Surakarta memberikan peraturan melalui Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun
2010 tentang Pendidikan. Regulasi tersebut tidak lain adalah bagian dari upaya pemenuhan terhadap konstitusi mengenai penyelenggaraan pendidikan yang
didesentralisasikan. Penyelenggaraan sekolah tanpa memungut biaya atau yang
12
AnitaTrisiana, “ Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Nomor 470 1371 Tu 2005 Tentang Pelaksanaan Kurikulum 2004 Pada Sekolah Menengah Atas”,
artikel pada Jurnal IPSO JURE, edisi No.1 Vol.1, 2007, hlm.2.
commit to user
28
diwujudkan dalam Sekolah Plus di Kota Surakarta yang dewasa ini diselenggarakan sejak tahun 2007 yang tidak lain menjadi amanat dari undang-
undang merupakan suatu tujuan yang mulia. Maka
pelaksanaan kebijakan
Pemerintah Kota
Surakarta dalam
penyelenggaraan pendidikan secara tanpa memungut biaya yang diwujudkan dalam Sekolah Plus adalah suatu hal yang sangat menarik untuk diteliti dan
diketahui secara mendalam terkhusus mengenai penyelenggaraanya dengan mengingat bahwa pendidikan adalah salah satu hak anak di Indonesia yang wajib
dipenuhi oleh Pemerintah. Berdasarkan hal tersebut Penulis tertarik untuk
menuangkan ide tersebut dalam sebuah penelitian dengan judul “Pelaksanaan Kebijakan Sekolah Tanpa Memungut Biaya Sebagai Upaya Pemerataan Hak
Pendidikan Anak di Kota Surakarta Studi Terhadap Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor : 42186-D12007 tentang Penetapan Sekolah Plus”.
B. Perumusan Masalah