menyesuaikan diri di tempat tugas, serta mengadakan komunikasi dengan rekan komunitas seprofesi maupun dengan profesi lain.
Berdasarkan penjelasan diatas guru dalam mengemban tugas sebagai pengajar dan pendidik harus memahami serta menerapkan empat bidang
kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial sebagai bentuk tanggung jawab, profesionalisme, dan pengabdiannya kepada
keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu juga harus memperhatikan ketrampilan dasar mengajar dengan baik dan benar supaya tujuan
pembelajaran tercapai dan berjalan optimal.
2.1.8 Karakteristik Anak Sekolah Dasar.
Prayitno 1993: 50 mengemukakan periode berpkir konkret berlangsung ketika anak usia berusia antara enam sampai dua belas tahun, atau anak dalam
usia sekolah dasar. Anak hanya mampu berfikir dengan logika jika untuk memecahkan persoalan-persoalan yang sifatnya konkret atau nyata saja, yaitu
dengan cara mengamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan persoalan-persoalan. Demikian juga anak dalam memahami suatu
konsep, anak sangat terkait kepada proses mengalami sendiri, artinya anak mudah memahami konsep kalau pengertian konsep itu dapat diamati anak, atau
melakukan sesuatu yang berkaitan dengan konsep itu. Nursidik 2007 menjelaskan ada empat karakteristik anak SD.
Karakteristik pertama anak SD adalah senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan
lebih–lebih untuk kelas rendah. Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak,
orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Karakteristik yang ketiga dari anak usia SD
adalah anak senang bekerja dalam kelompok. Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti
belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya di lingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab,
belajar bersaing dengan orang lain secara sehat sportif, mempelajarai olah raga. Karakteristik yang keempat anak SD adalah senang merasakan atau melakukan
atau memperagakan sesuatu secara langsung. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung
dalam proses pembelajaran. diakses dari
http:nhowitzer.multiply.comjurnalitem3
.
2007 Soeparwoto 2006: 61 menjelaskan ciri akhir masa kanak-kanak ada dua
label yaitu pendidik dan psikologi . Label yang digunakan para pendidik pada usia SD adalah usia sekolah dasar dan periode kritis. Usia sekolah dasar yaitu anak
diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan penting tertentu.
Selanjutnya periode kritis yaitu masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses atau sangat sukses. Label yang digunakan ahli
psikologi pada usia SD adalah usia berkelompok dan Usia penyesuaian diri. Usia berkelompok yaitu masa dimana perhatian utama anak tertuju pada keinginan
diterima teman sebaya sebagai anggota kelompok terutama kelompok yang
bergengsi dalam pandangan teman-temannya. Kemudian usia penyesuaian diri yaitu masa anak menyesuaikan diri dengan standar yang disetujui kelompok.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak usia SD berada pada periode berfikir konkrit yaitu usia 6-12 tahun. Periode
berfikir konkret anak hanya mampu berfikir dengan logika. Selain itu karakteristik anak SD antara lain : senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam
kelompok dan senang memperagakan sesuatu secara langsung dimana aktivitas belajar siswa masih perlu bimbingan dari guru atau orang dewasa. Sehingga
dalam mengajar guru perlu memperhatikan karakteristik siswa supaya tujuan pembelajaran tercapai.
2.1.9 Model Pembelajaran
Beberapa pendapat mengenai model pembelajaran dari pakar pendidikan, seperti Rusman 2012: 133 mendefinisikan “model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum rencana pembelajaran jangka panjang, merancang bahan pembelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan
efisien untuk mencapai tujuan pendidikan”. Trianto 2009: 22 mengemukakan “model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar pembelajaran
dalam merencanakan aktivitas belajar”. Menurut Supriyono 2010: 46”model pembelajaran merupakan landasan
praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan
implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum,
mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas”. Abimanyu 2008: 311 menjelaskan “model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran”. Salah satu yang mempengaruhi ketuntasan belajar
siswa adalah model pembelajaran Hamdani, 2011: 60. Jadi model pembelajaran yang digunakan guru sangat mempengaruhi tercapainya sasaran belajar, oleh
karena itu guru perlu memilih model pembelajaran yang tepat dari sekian banyak model pembelajaran berdasarkan materi dan sasaran yang akan dicapai.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah suatu aturan atau pola yang dijadikan pedoman seseorang guru dalam melaksanakan
pembelajaran untuk merencanakan aktivitas belajar di kelas yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.1.10 Pembelajaran Konvensional
Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia Poerwadarminta 1986: 522 konvensional berarti “menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan;
tradisional”. Model konvensional dapat disebut model tradisional. Sapriati 2014: 30 menjelaskan metode ceramah adalah metode paling tradisional. Metode