1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Maslow hierarki kebutuhan manusia yang paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau mempertahankan hidup dan rasa aman. Jika
kebutuhan manusia secara fisik telah terpenuhi, mereka akan menstimulasi untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi seperti prestasi intelektual, penghargaan
estetis, dan akhirnya self-actualization Djiwandono, 2006:183. Untuk mendapatkan semua itu seseorang dituntut untuk menempuh pendidikan
berjenjang dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Ilmu-ilmu yang diperoleh siswa dalam pendidikan bersifat kualitatif kemudian dinyatakan secara
kuantitatif, yaitu nilai-nilai atau prestasi berlajar. Prestasi belajar siswa di sekolah dioperasionalisasikan dalam bentuk
indikator yang berupa nilai raport. Raport merupakan rumusan akhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar peserta didiknya
selama masa tertentu. Raport memperlihatkan nilai kemajuan siswa dalam menerima materi pelajaran yang ditunjukkan dengan angka nol sampai sepuluh.
Raport juga mencantumkan peringkat atau ranking siswa dalam kelasnya, sehingga prestasi belajar siswa tersebut dapat dibandingkan dengan prestasi
siswa lainnya.
Perkembangan dapat diartikan sebagai proses perubahan kuantitatif dan kualitatif individu dalam rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa
bayi, masa kanak-kanak, masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa. Pada perkembangan diri siswa sosok guru dipandang sebagai orang yang dewasa dan
paham mata pelajaran yang diajarkan. Di tahap inilah peran guru sebagai model dibutuhkan bagi siswa, guru secara tetap bertindak sebagai model dalam
menunjukkan bagaimana orang dewasa berpikir untuk menyelesaikan masalah. Sikap antusias guru terhadap mata pelajaran yang diampu menjadikan
modal utama bagi siswa agar tertarik pada sosok guru tersebut. Guru yang tidak antusias terhadap mata pelajaran yang mereka ajarkan, akan sulit mengharapkan
siswa untuk antusias terhadap mata pelajaran yang diberikan guru. Salah satu peranan guru yang paling penting adalah sebagai motivator. Memotivasi siswa
tidak hanya disampaikan pada permulaan tahun ajaran baru saja tetapi saat-saat yang diperlukan.
Pada umumnya keingintahuan siswa untuk belajar sudah melekat sejak dini kerena melibatkan perasaan dan pikirannya. Dengan memilih pengarahan dari
orang yang sedang belajar sendiri, akan memberikan motivasi tinggi dan kesempatan kepada siswa untuk belajar bagaimana belajar. Penguasaan mata
pelajaran memang penting, tetapi tidak lebih penting daripada kemampuan menemukan sumber, merumuskan masalah, menguji hipotesis, dan menilai hasil.
Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajarkan siswa untuk mandiri dan percaya
diri. Siswa akan merasa dirinya lebih terlibat dalam belajar, lebih menyukai prestasi, dan paling penting lebih termotivasi untuk terus belajar.
Proses belajar tidak cukup hanya bermodal motivasi yang tinggi, namun harus didukung dengan sikap disiplin menanamkan kebiasaan belajar dan
mendapat dukungan dari lingkungan. Kebiasaan belajar sangat melekat erat dengan cara belajar sistematis dan relevan. Cara belajar yamg baik merupakan
suatu kecakapan yang dimiliki oleh setiap siswa dengan jalan latihan dalam usaha belajarnya sehingga menjadi suatu kebiasaan yang melekat pada diri.
Namun kebiasaan belajar hanya saat mendekati masa ulangan membuat siswa mudah lupa, karena kebiasaan menghapal berhubungan dengan ingatan.
Jika memiliki kebiasaan belajar yang baik maka setiap usaha belajar akan memberikan hasil yang baik juga. Kebiasaan belajar yang baik seharusnya
diajarkan oleh guru dan orangtua. Kebiasaan belajar bukan sesuatu yang sudah ada namun harus dibuat. Jika mempunyai kebiasaan belajar yang tidak sesuai
atau kurang tepat maka akan mendapat hasil belajar yang tidak optimal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kebiasaan seseorang dalam belajar secara
teratur dimulai dari kebiasaan belajar mandiri di rumah dan ketika di sekolah. Belajar dirumah diharapkan siswa bisa belajar lebih teratur, fokus dan memiliki
kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka. Pengaturan waktu belajar menjadi masalah yang klasik karena kurang pahamnya makna belajar dalam diri
siswa. Penggunaan waktu yang terorganisir dalam belajar memberikan dampak
yang bermakna meningkatkan kualitas hasil belajar siswa oleh sebab itu diperlukan perhatian orang tua.
Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling kecil terdiri dari ayah, ibu dan anak. Orang tua memiliki tanggung jawab utama atas perawatan dan
perlindungan anak sejak bayi sampai beranjak dewasa. Di dalam lingkungan keluarga, anak telah dikenalkan dengan kebudayaan, pendidikan, nilai dan
norma-norma yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Pendidikan di dalam keluarga merupakan pendidikan kodrati. Orang tua
mempunyai peranan sangat penting bagi tumbuh-kembangnya anak sehingga menjadi seseorang pribadi yang sehat, cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak
mulia. Salah satu indikator siswa berhasil dalam pendidikan adalah prestasi belajar meningkat. Prestasi belajar dapat tercapai karena timbulnya minat untuk
belajar pada siswa berasal dari dalam diri siswa sendiri, kemudian individu mengadakan interaksi dengan lingkungan yang menimbulkan dorongan sosial
dan dorongan emosional, juga adanya pengaruh pola asuh orang tua. Beberapa faktor tersebut di atas diduga dapat mempengaruhi keberhasilan
belajar atau prestasi belajar siswa. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR, KEBIASAAN BELAJAR DAN PERHATIAN
ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR EKONOMI”. Alasan
peneliti mengangkat judul tersebut karena motivasi belajar, kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap prestasi belajar
siswa yang didukung dengan bentuk perhatian orang tua dengan perkembangan akademik.
B. Batasan Masalah