Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini peneliti akan membahas enam pokok bahasan. Enam bahasan tersebut yaitu latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu upaya atau usaha yang diberikan kepada seseorang untuk mengembangkan suatu potensi yang dimilikinya, agar mencapai kualitas diri yang baik dan dapat meningkatkan kehidupan yang lebih bermakna. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Basri dalam Tatang, 2012: 14 bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya, sehingga ia mencapai kualitas diri yang lebih baik. Pendapat lain dijelaskan pula oleh Sukardjo 2009: 9 yaitu pendidikan sebagai gejala perilaku dan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar-primer bertahan hidup survival, bagian kegiatan untuk meningkatkan kehidupan agar lebih bermakna atau bernilai. Pendidikan dapat dilakukan di sekolah, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Triwiyanto 2014: 75 bahwa sekolah adalah kelompok layanan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikannya. Sekolah memberikan berbagai macam mata pelajaran kepada siswa untuk membekali siswa supaya siswa memiliki berbagai macam pengetahuan sehingga akan bermanfaat pada suatu saat nanti. Mata pelajaran yang diadakan di sekolah-sekolah Indonesia menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yaitu pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraaan, bahasa, matematika, IPA, IPS, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan atau kejuruan, serta muatan lokal Mulyasa, 2007: 12. IPA merupakan salah satu pelajaran yang pokok diadakan di Indonesia maupun di dunia. Pembelajaran IPA di sekolah dasar sangatlah penting diajarkan, karena pelajaran ini membantu siswa untuk mempelajari tentang alam yang ada disekitarnya. Sapriati 2009: 2.3 mengungkapkan bahwa pendidikan IPA di sekolah dasar bertujuan agar siswa menguasai pengetahuan, fakta, konsep, prinsip, proses penemuan, serta memiliki sikap ilmiah, yang akan bermanfaat dalam mempelajari diri dan alam sekitar. Abdullah dalam Izati, 2009: 27 mengungkapkan IPA adalah pengetahuan khusus yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Wonorahardjo 2010: 11 mengungkapkan bahwa IPA merupakan pengetahuan mengenai alam dan mempunyai objek alam dan gejala-gejala alam yang sering digolongkan sebagai ilmu alam. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam IPA merupakan sebuah pengetahuan mengenai alam yang ada di sekitar dengan melakukan observasi, eksperimentasi, dan penyimpulan sehingga didapatkan sebuah teori atau konsep. Ilmu Pengetahuan Alam sangat melekat pada kehidupan siswa dimana saja kapan saja sehingga siswa mampu membangun sebuah konsep yang telah ditemukannya. Sebagai contoh yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari pada saat mengendarai sepeda motor di daerah pegunungan dan ia melewati jalan yang berkelok-kelok, disini siswa dapat mengetahui kenapa jalanan di pegunungan dibuat berkelok-kelok. Jalanan di pegunungan dibuat berkelok-kelok karena agar kendaraan motor atau mobil mudah menaiki jalan yang menanjak dengan tenaga yang kecil, hal tersebut merupakan penerapan dari cara kerja bidang miring. Ilmu Pengetahuan Alam IPA khususnya fisika merupakan suatu pelajaran yang mempelajari konsep-konsep dari suatu konsep yang sederhana sampai konsep yang lebih kompleks Ratama, 2013: 1. Norika 2014: 1 mengemukakan bahwa fisika adalah hubungan yang tak terpisahkan dari hasil keilmuan berupa konsep-konsep fisis, prinsip, hukum dan teori, proses keilmuan, dan sikap keilmuan, maka mengajar fisika adalah menanamkan konsep, hukum, dan teori, menanamkan pengetahuan tentang proses keilmuan, dan kemampuan melakukanya, dan menanamkan sikap keilmuan. Siswa akan memiliki hasil belajar fisika yang baik, jika pemahaman yang dipelajari siswa sesuai dengan konsep yang sebenarnya. Semakin baik pemahaman konsep fisika maka akan baik pula hasil belajarnya. Hasil belajar siswa pada pelajaran IPA fisika yang kurang baik, disebabkan karena siswa kurang memahami konsep IPA fisika sehingga siswa megalami kesalahan konsep atau miskonsepsi. Miskonsepsi atau salah konsep menunjukkan pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar dalam bidang itu Suparno, 2005: 4. Miskonsepsi terjadi dikarenakan konsep awal yang dimiliki siswa yang didapatkan dari pengalaman dan pengamatan siswa di masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari Suparno, 2005: 2. Pengalaman dan pengamatan siswa di lingkungan belum tentu sesuai dengan konsep sehingga mengakibatkan terjadinya miskonsepsi. Terjadinya miskonsepsi ini juga dapat disebabkan oleh kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep Suparno, 2005: 40. Kemampuan siswa dapat berpengaruh pada miskonsepsi, karena jika siswa tersebut kurang mampu untuk mempelajari suatu konsep maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang dipelajarinya. Kemampuan yang dimiliki setiap siswa berbeda-beda. Dilihat dari salah satu faktor yang mempengaruhi adalah jenis kelamin. Mufida 2013: 3 menyatakan bahwa kemampuan atau kecerdasan siswa baik laki-laki dan perempuan itu berbeda-beda. Hamalik 2007: 91 mengemukakan secara psikologis bahwa siswa laki-laki dan perempuan tingkat inteligensinya berbeda. Tingkat inteligensi siswa laki-laki dan perempuan berbeda, berarti perbedaan tingkat inteligensi tesebut berpengaruh pada tingkat kemampuan siswa. Sehingga miskonsepsi pada siswa dipengaruhi oleh jenis kelamin, karena laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan tingkat intelegensi. Perbedaan kemampuan siswa mempelajari atau memahami konsep berpengaruh pada prestasi belajar, khususnya pada mata pelajaran IPA Fisika. Ditingkat internasional prestasi IPA sains Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal itu dapat dilihat dari hasil studi TIMSS pada tahun 2011 memperlihatkan bahwa prestasi IPA Sains Indonesia berada pada peringkat 40 dari 42 peserta dengan skor rata-rata 406. Trends Internasional in Mathematics and Science Study TIMSS merupakan sebuah studi yang bertaraf internasional yang memiliki tujuan mengukur prestasi matematika dan sains yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali yang diikuti oleh negara-negara lainya di seluruh dunia Kemdikbud, 2011: 1. Hasil studi juga dilakukan oleh PISA pada tahun 2012 tentang tingkat literasi IPA Sains bahwa Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 peserta dengan skor dibawah angka 400 Baswedan, 2014: 19-20. Programme for International Student Assessment PISA merupakan lembaga studi literasi membaca, matematika, dan sains yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali Kemdikbud, 2011: 1. Literasi sains sendiri merupakan pengetahuan dan pemahaman konsep serta proses ilmiah yang diperlukan untuk pengambilan keputusan personal, partisipasi dalam kegiatan publik dan budaya, dan produktivitas ekonomi Rustaman, 2012: 1.40. Berdasarkan hasil di atas rendahnya prestasi siswa di Indonesia dipengaruhi oleh pemahaman konsep yang rendah sehingga terjadi kesalahan pada suatu konsep, maka mengakibatkan terjadinya miskonsepsi. Terjadinya miskonsepsi pada pelajaran IPA Fisika juga dibuktikan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Raharjo, dkk 2009 melakukan penelitian tentang “Profil Miskonsepsi Siswa SD Pada Konsep Gaya dan Cahaya”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian expost facto. Hasil penelitian menunjukkan hasil analisis data ternyata terbukti bahwa siswa memiliki miskonsepsi pada konsep gaya dan cahaya. Pada sebagian besar konsep terjadi miskonsepsi, dengan tingkatan yang berbeda-beda. Adapun profil miskonsepsi yang dimiliki sebagian besar siswa lebih dari 30 adalah sebagai berikut : 1 gaya hanya akan mempercepat gerak benda, tidak dapat memperlambat gerak; 2 gaya tidak dapat membelokan arah gerak benda; 3 gaya magnet selalu berupa tarikan, sedangkan gaya gravitasi dapat berupa tarikan maupun dorongan; 4 berat benda di bumi sama dengan berat benda di bulan, karena massa benda di bumi sama dengan di bulan; 5 setiap dua benda yang bersentuhan mengalami gaya gesekan; 6 Batang besi hanya dapat dijadikan magnet dengan digosok magnet dan batang besi tidak dapat dijadikan magnet dengan cara induksi; 7 pesawat sederhana dapat memperkecil energi yang digunakan dalam bekerja; 8 cahaya tidak dapat dipantulkan oleh setiap permukaan; 9 di dalam sebuah medium cahaya dapat dibiaskan; 10 benda dapat dilihat, jika ada cahaya dari mata sampai ke benda; 11 benda dapat dilihat, apabila benda tersebut sumber cahaya; l2 cahaya lampu neon dapat diurai menjadi cahaya warna pelangi, karena cahaya lanpu neon adalah cahaya putih seperti cahaya putih matahari. Kemampuan siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pakem dalam memahami suatu konsep IPA Fisika masih sangatlah rendah. Hal itu dibuktikan dari hasil wawancara peneliti kepada salah satu guru SD Negeri di kecamatan Pakem yaitu Ibu Dwi Rahayu, S. Pd. Hasil wawancara dengan Ibu Dwi Rahayu, S. Pd menyatakan bahwa siswa-siswanya masih banyak yang mempunyai hasil prestasi yang sangat rendah, hal itu dilihat dari hasil ulangan harian IPA Fisika yang masih dibawah KKM. Prestasi siswa yang rendah tersebut diakibatkan karena tingkat pemahaman konsep IPA Fisika siswa kelas V rendah. Ketika Ibu Dwi Rahayu, S. Pd mengoreksi jawaban- jawaban siswa, Ibu Dwi sering kali menjumpai jawaban siswa yang salah konsep atau miskonsepsi. Peneliti menyimpulkan rendahnya prestasi atau hasil ulangan siswa kelas V SD Negeri di kecamatan Pakem pada mata pelajaran IPA Fisika disebabkan oleh miskonsepsi. Miskonsepsi perlu dihindari dan perlu diperbaiki karena miskonsepsi akan mengakibatkan tingkat prestasi belajar siswa manjadi rendah. Kesalahan konsep yang dialami siswa jika tidak dihindari akan terbawa hingga dewasa. Akibatnya kesalahan konsep tersebut akan melekat pada dirinya dan suatu saat nanti bisa ditularkan kepada orang banyak misalnya kelak menjadi guru. Akibat yang ditimbulkan miskonsepsi sangat tidak baik, maka guru harus benar-benar dalam memberikan konsep yang benar dan membantu siswa dalam memahami konsep dengan benar sehingga tidak terjadi miskonsepsi. Berdasarkan uraian di atas dan hasil wawancara peneliti kepada salah satu guru kelas V SD Negeri di kecamatan Pakem bahwa banyak siswanya yang mengalami kesulitan dalam memahami sebuah konsep IPA fisika sehingga banyak terjadi kesalahan konsep, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang miskonsepsi pada konsep-konsep IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Pakem. Peneliti melakukan penelitian ini untuk mengetahui kesalahan konsep atau miskonsepsi di SD Negeri se- Kecamatan Pakem dan perbedaan miskonsepsi pada jenis kelamin atau gender. Peneliti melakukan penelitian ini dengan memilih judul “Miskonsepsi IPA Fisika Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Pakem Tahun 2015”.

B. Batasan Masalah