pelayanan. Mereka menempatkan kualitas pelayanan sebagai persepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan dari periode sebelumnya dan kepuasan atau
ketidakpuasan terhadap pelayanan yang sekarang ini. Jika seseorang menganggap kualitas pelayanan sebagai suatu sikap,
penelitian Oliver mengemukakan bahwa: 1.
Karena tidak adanya pengalaman dengan pemberi pelayanan sebelumnya, ekspektasi pada awalnya menjukan tingkat kualitas pelayanan.
2. Pada pengalaman pertama dengan pemberi pelayanan, proses diskonfirmasi
menunjukan perbaikan terhadap pelayanan yang pertama. 3.
Pengalaman selanjutnya akan menunjukan deiskonfirmasi yang lebih jauh, yang memodifikasi kembali tingkat kualitas pelayanan.
4. Penjelasan kembali tentang tingkat kualitas pelayanan akan mengubah
intensitas berbelanja konsumen terhadap pemberi pelayanan tersebut. Oleh karena itu, penelitian Oliver mengemukakan bahwa kualitas
pelayanan dan kepuasan konsumen adalah suatu konsep yang berbeda, tetapi saling berhubungan, bahwa kepuasan menghubungkan efek kualitas pelayanan
sebelumnya untuk memperbaiki kualitas pelayanan yang akan diberikan. Dengan demikian kepuasan secara cepat menjadi bagian dari kualitas pelayanan yang telah
diperbaiki.
2.2.3.2 Jasa
Jasa menurut Gummesson 1987 adalah something which can be bought and sold but which you cannot drop on your feet. Definisi ini menekankan bahwa
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
jasa bisa dipertukarkan namun kerap kali sulit dialami atau dirasakan secara fisik. Sedangkan kotler 1996, mendefinisikan jasa sebagai setiap “tindakan atau
perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible tidak berwujud fisik dan tidak menghasilkan
kepemiklikan sesuatu”. Definisi lain yang dikemukakan oleh Gronroos 2000 “jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang
biasanya namun tidak harus selalu terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang dan atau system penyedia
jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan”. Menurut Gronroos 2000, interaksi antara pelanggan dan penyedia jasa kerapkali terjadi dalam jasa,
sekalipun pihak-pihak yang terlibay mungkin tidak menyadarinya. Selain itu, dimungkinkan ada situasi dimana pelanggan sebagai individu tidak berinteraksi
langsung dengan perusahaan jasa Zeithaml dan Bitner dalam yadid 2001 mendefinisikan jasa yaitu mencakup semua aktivitas ekonomi yang outputnya
bukannya produk atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu yang sama stimultan, dan nilai tambah yang
diberikannya dalam bentuk yang secara prinsip intangible kenyamanan, hiburan, kecepatan dan kesehatan bagi pembeli utamannya.
Pelanggan bukan hanya semata-mata membeli barang atau jasa, namun mereka membeli manfaat yang diberikan oleh barang atau jasa yang bersangkutan
Levitt, 1980. Mereka membeli penawaran semacan ini mencerminkan jasa atau layanan bagi pelanggan dan customer-perceived service tersebut memberikan nilai
tambah bagi setiap pelanggan. Dengan demikian, setiap perusahaan selalu
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
menawarkan jasa atau layanan bagi pelanggan terlepas dari apapun bentuk produk yang dihasilkannya. Nilai suatu barang dan jasa bagi pelanggan tidak dihasilkan
dipabrik atau kantor perusahaan jasa, namun justru diciptakan dalam customers value-generating process sewaktu pelanggan individual maupun pelanggan
industrial memanfaatkan atau menggunakan solusi atau paket penawaran yang mereka beli Gronroos, 2000.
Jasa memiliki emoat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi terhadap rancangan pemasaran Tjiptono dan Chandra, 2005:
1. Intangibility
Jasa bersifat intangible artinya, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli atau dikomsumsi. Konsep intangible
memiliki dua pengertian: 1 sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasakan; dan 2 sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, dirumuskan
atau dipahami secara rohaniah. 2.
Inseparibility Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual baru dikonsumsi.
Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi poada waktu dan tempat yang sama. Interaksi antar penyedia
jasa dan konsumen merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil outcome dari jasa bersangkutan.
3. Variability
Jasa bersifat variabel karena merupakan nonstandarized output, artinya terdapat banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa,
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
kapan, dan dimana jasa tersebut diproduksi. Terdapat tiga faktor yang nmenyebabkan variabilitas jasa; 1 kerja sanma atau partisipasi konsumen
selama penyampaian jasa; 2 moral atau motivasi karyawan dalam melayani konsumen; dan 3 beban kerja perusahaan kesemuanya ini menyebabkan
perusahaan jasa sulit mengembangkan citra merek yang konsisten sepanjang waktu.
4. Perishability
Perishability artinya jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang diwaktu datang, dijual kembali, atau
dikembalikan. Apabila permintaan berfluktuasi maka perusahaan tersebut menghadapi masalah yang sulit. Kegagalan memenuhi permintaan puncak
bakal menimbulkan ketidakpuasan konsumen dan dalam banyak kasus kualitas jasa mengalami penurunan signifikan.
2.2.4 Loyalitas