Usaha Jepang Dalam Mempertahankan Kekuasaan
94 pengganti solar. Pada awalnya Jepang mempekerjakan para Romusha yang
diambil dari tenaga-tenaga yang menganggur untuk membuat parit-parit pelindungan, lubang perlindungan, atau lapangan udara dan sebagainnya
dengan diberi upah dan makan. Lama kelamaan Romusha menjadi pekerja- pekerja paksaan dari tenaga laki-laki dan yang diambil pemuda atau petani-
petani desa yang berbadan sehat. Ribuan orang direkrut menjadi Romusha. Mereka tidak hanya dipekerjakan di dalam negeri tetapi juga dikirim ke
negara Asia lain seperti Burma, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan lain-lain. Tindakan yang kejam dan sewenang-wenang tentara Jepang membuat
banyak dari para Romusha ini tidak pernah pulang kembali ke kampung halamannya karena mati kelaparan, kehausan, atau siksaan dalam kerja
paksa. Untuk menghilangkan ketakutan penduduk untuk dijadikan Romusha, Jepang memberikan anugerah para Romusha sebagai ”Prajurit Ekonomi”
atau ”Pahlawan Pekerja”. Akan tetapi pengalaman pahit yang timbul akibat pembentukan romusha ini tidak akan mungkin hilang dari ingatan rakyat
Indonesia. Berbagai macam bentuk penindasan dan paksaan tidak dapat dikatakan sebagai pengorbanan. Hal inilah yang nantinya menjadi salah satu
penyebab terjadinya perlawanan rakyat Indonesia terhadap pendudukan tentara Jepang.
Pada tahun 1943 terjadi perubahan politik dunia, di mana blok As Jerman, dkk. telah menderita kekakalahan di mana-mana. Jepang mulai cemas
terhadap serangan balasan Sekutu yang semakin ofensif dalam perang pasifik. Kondisi ini membuat Jepang mulai bersikap lunak terhadap negeri-
negeri jajahannya. Kepada bangsa Indonesia diberi kesempatan untuk ambil bagian dalam uruasan pemerintahan. Untuk itulah dibentuk Tjihio Sangi Kai
semacam Dewan Daerah dan Tjuai Sangi In semacam Dewan Rakyat dengan Ir. Soekarno sebagai ketua dan RMAA Kusumoutoyo dan dr.
Buntaran sebagai wakil ketua. Sementara itu Perang Pasifik semakin mendesak kekuatan Jepang. Untuk itu Jepang memerlukan bantuan rakyat
daerah pendudukan untuk menahan laju ofensif tentara Sekutu. Pemerintah Jepang mulai memikirkan pengerahan pemuda-pemuda Indonesia guna
membantu usaha peperangannya. Jepang mulai beralih ke strategi defensif di mana Indonesia menjadi front depan Nugroho: 1993. Berdasarkan
keputusan sidang parlemen ke-82 di Tokyo, Perdana Menteri Tojo
95 mengemukakan perlunya dibentuk barisan semi militer dan militer di
Indonesia. Pada bulan Januari 1943 dibukalah sebuah pusat latihan militer untuk pemuda-pemuda Indonesia yang dikenal denga
n ”Sainen Dojo” di Tanggerang. Seinen Dojo ini dipimpin oleh perwira pelatih Jepang
Yanagawa, dibantu oleh M.Nakajima seorang Jepang yang besar di Indonesia dan pro terhadap Kemerdekaan Indonesia. Di Seinen Dojo ini para
pemuda diberi latihan militer yang sangat berat. Di tempat ini juga dibentuk karakter pemuda semangat dan keberanian berkorban tentara Jepang yaitu
”Seisin” . Karakter-karakter ”Seisin” seperti ”Tai atari”, ”Jibaku”, ”Harakiri” inilah yang kelak amat berguna dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Di Sainen Dojo ini juga kelak lahir pahlawan-pahlawan kemerdekaan seperti Letnan Jenderal A. Kemal Idris, Letnan Jenderal A. Kosasih, dan Mayor Daan
Mogot. Keberhasilan Seinen Dojo dalam melatih pemuda-pemuda Indonesia
membuat Jepang membentuk organisasi-organisasi semi militer lain dalam rangka membantu tentara Jepang dalam peperangannya.
Dalam bulan April 1943 dibentuklah organisasi-organisasi pemuda yang diberi latihan militer, yaitu antara lain:
Barisan Pemuda Seinendan
Barisan SeinendanOrganisasi ini dimaksudkan untuk melatih dan mendidik pemuda agar mampu menjaga dan memepertahankan
tanah airnya dengan kekuatannya sendiri, sedangkan tujuan sesungguhnya adalah agar Jepang mempunyai kekuatan cadangan
dalam menghadapi Sekutu dalam perang pasifik yang semakin ofensif. Pada awal pembentukannya jumlah anggota Seinendan
tercatat 3.500 orang dan kemudian berkembang mencapai jumlah sekitar 500.000 orang pada akhir pemerintahan
Yang pasti bahwa organisasi ini digunakan untuk mengamankan garis belakang dan sebagai barisan cadangan. Selain itu dibentuk pula
Seinendan putri yang membantu pelaksanaan garis belakang.
Barisan Pembantu Polisi Keiboidan
Keiboidan adalah organisasi pemuda 20-35 tahun yang mempunyai tugas kepolisian berupa penjagaan lalu lintas, keamanan desa,
96 memelihara keamanan dan ketertiban,dan lain-lain. Organisasi ini berada
dalam binaan Keimubu Departemen Kepolisian dan anggotannya berjumlah sekitar satu juta orang. Yang menarik dari organisasi ini ialah
bahwa organisasi ini dijauhkan dari pengaruh kaum nasionalis, sedangkan di dalam Seinendan duduk nasionalis muda seperti Sukarni,
Abdul Latief Hendraningrat, dan lain-lain.
Pembantu Prajurit Heiho
Pada tanggal 22 April 1943 Tentara Wilayah Ketujuh mengeluarkan peraturan tentang pembentukan Heiho Pembantu Prajurit. Sejak saat itu
para Heiho dilatih dan dipergunakan dalam berbagai kesatuan militer di bawah wewenang tentara wilayah ketujuh yang di dalamnya termasuk
Tentara Ke Enam Belas yang menguasahi wilayah Jawa-Madura. Setelah melihat latihan di Seinen Dojo pihak Jepang tidak meragukan
kemampuan Heiho dalam melaksana-kan tugas-tugas militernya. Namun yang dikawatirkan adalah kesetiaan para Heiho terhadap usaha dan
kepentingan perang Jepang. Pihak Jepang merasa takut jika para pemuda Indonesia yang telah terdidik dan terlatih secara militer akan
memukul balik pasukan Jepang di Indonesia. Jumlah pasukan Heiho sampai akhir pendudukan Jepang adalah 42.200
orang yang memiliki keahlian diberbagai seluk beluk persenjataan, tetapi di antara mereka tidak ada yang berpangkat perwira.
Himpunan Wanita Fujinkai
Pada bulan Agustus 1943 dalam rangka membentuk potensi wanita Pemerintah Jepang membentuk Fujinkai. Tenaga wanita dengan
keanggotaan batas umur 15 tahun ini digunakan digaris belakang untuk membantu dan merawat korban perang, namun banyak juga yang
dilibatkan dalam penanaman pohon jarak untuk diambil minyaknya. Selain itu mereka juga diberikan latihan-latihan semi militer yang meliputi
baris-berbaris dan menyelamatkan diri dari peperangan.
97
Organisasi Islam
Golongan Nasionalis Islam memperoleh perhatian khusus pemerintah Jepang. Golongan Nasionalis Islam oleh pemerintah Jepang dianggap
anti barat dalam persoalan sekulerisme. Untuk itu Pemerintah Jepang tetap mengijinkan berdirinya organisasi Islam yang sudah berdiri dari
jaman Hindia Belanda, yaitu Majelis Islam A’la Indonesia yang didirikan
oleh K.H Mas Mansur pada tahun 1937 di Surabaya. Pemerintah Jepang melalui Kolonel Horie Choso seorang Kepala Shumubu Kantor Urusan
Agama Jakarta, meminta agar umat Islam tidak melakukan kegiatan yang bersifat politik. Pemerintah Jepang mengharap-kan agar MIAI
membantu segala aktifitas Jepang dalam rangka mencapai kemakmuran bersama di bawah pimpinan Dai Nippon. Sebagai organisasi massa yang
besar, dalam segala kegiatannya MIAI tetap diawasi oleh pemerintah Jepang. Pada bulan September 1943 Pemerintah Jepang mengijinkan
berdirinya organisasi Islam yang lain yaitu NU dan Muhammaddiyah. Pada bulan Oktober 1943 MIAI dibubarkan, sebab dianggap kegiatannya
tidak begitu memuaskan oleh pemerintah Jepang. Sebagai pengganti MIAI berdirilah Majelis Syuro Muslimin Indonesia Masyumi. Pada bulan
desember 1944 Masyumi diperboleh-kan memiliki organisasi militer yang bernama Barisan Hizbullah Pasukan Tuhan Perkembangan organisasi
Islam pada masa Jepang mendapatkan keleluasaan. Dalam praktiknya organisasi-organisasi ini tidak selalu memihak kepada pemerintah
Jepang, hal ini disebabkan karena banyak dari aktivitas bangsa Jepang yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Islam.
Pembentukan PETA Kiodo Bo Ei Giyugun
Pembentukan PETA atau yang lebih dikenal dengan Tentara Pembela Tanah Air lahir atas prakarsa salah seorang tokoh pergerakan nasional
Indonesia yaitu R. Gatot Mangkuprojo melalui suratnya yang ditujukan kepada Saiko Shikan Panglima Tentara Kenambelas dan kepada
Gunsekan Kepala Pemerintahan Pendudukan Tentara Jepang. Isi surat tersebut adalah keinginan untuk meyumbangkan tenaganya dalam
mempertahankan daerah negara Indonesia agar pemerintah Jepang mau membentuk pasukan sukarela yang seluruh pasukannya terdiri atas
98 bangsa Indonesia. Dalam waktu sebulan setelah permohonan Gatot,
dikeluarkanlah Osamu Seirei No. 44 pada tanggal 3 Oktober 1943, mengenai “Pembentukan Pasukan Sukarela untuk membela Jawa“.
Peraturan tersebut mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
a. Tentara PETA beranggotakan orang Indonesia asli mulai dari pimpinan sampai bawahan yang terendah;
b. Penempatan militer Jepang untuk tujuan pelatihan; c. Tentara PETA berada langsung di bawah Panglima Tentara, terlepas
dari badan manapun; d. Tentara PETA merupakan tentara teritorial yang tugas dan
kewajibannya mempertahankan daerahnya masing-masing Syu; dan e. Tentara PETA di masing-masing daerahnya Syu harus siap
membela dan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan. Dari pembentukan PETA ini bisa dilihat adanya dua kepentingan yang
berbeda. Di satu pihak bangsa Indonesia membutuhkan tenaga-tenaga yang terampil serta mahir dalam bidang kemiliteran yang dibutuhkan
untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan yang tidak lama lagi menjadi kenyataan. Di pihak lain Jepang membutuhkan tenaga pemuda
Indonesia untuk membantu tentara Jepang mempertahankan Indonesia dari tangan Sekutu.
Menjelang tahun 1944, Jepang mulai terdesak dan satu demi satu daerah jajahannya berhasil direbut Sekutu. Serangan yang diarahkan ke Jepang
semakin jelas dan kemungkinan besar hubungan antara Jepang dan Indonesia terputus oleh blokade Sekutu. Untuk menutupi kekalahan yang
semakin lanjut tersebut pemerintah Jepang mendirikan Badan Pelopor atau Suisyintai pada tanggal 1 November 1944, sebulan kemudian
dibentuk pula Barisan Berani Mati atau Jibakutai. Para pemuda yang tergabung dalam Barisan Berani Mati berjumlah sekitar 50.000 orang.
Mereka mendapat latihan kemilliteran di bawah bimbingan Kapten Yanagawa di Cibarusa, Bogor selama 2 bulan. Sesuai dengan hasil Chui
Sangi-In yang ketiga maka pengerahan seluruh kekuatan harus diciptakan dan untuk melaksanakannya maka Ir. Soekarno diangkat
menjadi ketua dan R.P Suroso sebagai wakilnya. Jumlah anggotanya ada sekitar 60.000 orang yang ada di kota dan desa.
99