126 Ketegangan tersebut bermula dari berita tentang menyerahnya Jepang pada
Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Adanya perbedaan sikap di antara kedua golongan ini wajar saja sebab di samping pengalaman sejarah yang berbeda
juga kurangnya informasi yang berkaitan dengan situasi yang sedang dihadapi. Keterangan atau informasi yang sedikit mengenai perkembangan perang dunia
II, khususnya Perang Asia Timur Raya karena ketatnya sensor pemerintah militer Jepang di Indonesia. Pemerintah Jepang dengan tegas melarang penduduk
untuk mendengarkan radio luar negeri. Namun berkat keuletan para pemuda terutama yang bekerja dikantor berita Jepang, akhirnya sampailah informasi
mengenai pidato Kaisar Hirohito tentang penyerahan tanpa syarat Jepang kepada Sekutu.
a. Peristiwa Rengas Dengklok
Sutan Syahrir yang mendengar berita kekalahan Jepang kepada Sekutu melalui radio gelap segera mendesak Soekarno-Hatta agar segera melaksanakan
Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanpa harus menunggu izin dari Jepang. Itulah sebabnya ketika mendengar kepulangan Soekarno-Hatta, Radjiman
Widyodiningrat dari Dalat Saigon, maka ia segera meyakinkan Bung Hatta bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Namun Bung Hatta
tidak dapat memenuhi permintaan Sutan Syahrir sebab menurut Bung Hatta Soekarno tidak berhak mengumumkan kemerdekaan sekalipun dia ketua PPKI,
harus melalui persetujuan PPKI terlebih dahulu. Kemudian Bung Hatta mengajak Sutan Syahrir pergi ke rumah Bung Karno untuk menyampaikan berita
penyerahan Jepang tanpa syarat kepada Sekutu. Oleh Bung Hatta dijelaskan maksud kedatangannya Sutan Syahrir, namun Bung
Karno belum dapat menerima maksud Sutan Syahrir. Pendapat Bung Karno sama dengan Bung Hatta bahwa Proklamasi Kemerdekaan tidak mungkin dapat
dilaksanakan tanpa mengikutsertakan PPKI. Selain itu Bung Karno belum yakin benar tentang berita kekalahan Jepang, karena beliau baru saja pulang dari
Dalat untuk memenuhi panggilan Jenderal Besar Terauchi.Merasa tidak puas dengan jawaban Bung Karno, maka pada tanggal 15 Agustus 1945 golongan
muda mengadakan rapat di ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat yang dimulai pukul 20.00 itu menghasilkan tuntutan agar
bangsa Indonesia sesegera mungkin memproklamasikan kemerdeka-an dengan
127 menyertakan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta untuk menyatakan Proklamasi
pada tanggal 16 Agustus 1945. Hadir dalam rapat itu antara lain Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Pada pukul
22.00 WIB Wikana dan Darwis berangkat menuju kediaman Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta untuk menyampaikan tuntutan golongan muda.
Tuntutan golongan muda yang disampaikan oleh Wikana menjadikan suasana menjadi tegang. Perdebatan sengit yang disaksikan golongan tua yang lain ini
semakin menampakkan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda. Menjelang tanggal 16 Agustus 1945, tepatnya pada pukul 24.00 para pemuda
yang sebelumnya mengikuti rapat di Lembaga Bakteriologi mengada-kan rapat sekali lagi. Rapat yang juga dihadiri oleh Sukarni, Yusuf Kunto, dr. Muwardi dari
Barisan Pelopor, dan Shodancho Singgih dari Daidan Peta Jakarta Syu. Rapat ini menghasilkan keputusan untuk mengamankan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
ke luar kota dengan tujuan menjauhkan dari pengaruh Jepang. Dengan didukung perlengkapan tentara PETA pada tanggal 16 Agustus 1945, pukul 04.30 WIB Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dibawa ke Rengasdengklok. Rengasdengklok adalah sebuah desa di kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang,
sekitar 60 km, sebelah timur Jakarta. Rengasdengklok dipilih karena letaknya yang strategis dekat tangsi PETA. Upaya penekanan yang dilakukan oleh para
pemuda kepada Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan terlepas dari pengaruh Jepang tidak
membuahkan hasil. Berita tentang diculiknya Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta membuat gusar
Subardjo. Sebagai salah seorang tokoh golongan tua Subardjo merasa bertanggung jawab atas hilangnya Soekarno-Hatta, sebab pada tanggal 16
agustus 1945 akan diadakan sidang PPKI yang pertama. Sidang PPKI ini jelas tidak dapat dilaksanakan apabila ketua dan wakilnya tidak ada. Untuk itu beliau
berusaha mencari tahu di mana kedua tokoh ini berada. Langkah yang pertama dilakukan adalah mencari keterangan di rumah Laksmana Maeda. Akan tetapi
Maeda juga tidak tahu. Sesudah itu Subardjo mencari Wikana yang kebetulan saat itu sedang mengadakan rapat dengan para pemuda. Subardjo lantas
mendesak agar Wikana memberitahu di mana bung Karno dan bung Hatta disembunyikan. Pada awalnya Wikana menolak. Subardjo lantas menjelaskan