Model Formulasi Konsiderasi Perwali

30 fakultatif. Tetapi mengenai landasan politis, yang dimaksudkan oleh Solly Lubis adalah politik hukum yang menjadi dasar pembentukan peraturan. Bagir Manan mengemukakan tiga dasar agar hukum mempunyai kekuatan berlaku secara baik, yaitu mempunyai dasar yuridis, sosiologis, dan filosofis. Oleh karena peraturan perundang- undangan adalah hukum, maka peraturan perundang-undangan yang baik haruslah mempunyai tiga dasar keberlakuan tersebut. 34 Dasar berlaku secara yuridis juridische gelding mengandung makna: 1 keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan, dengan perkataan lain, setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang; 2 keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat; 3 keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi tingkatannya; dan 4 keharusan mengikuti tata cara tertentu dalam pembentukannya. Dasar berlaku secara sosiologis sociologische gelding berarti mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah-masalah yang dihadapi yang memerlukan penyelesaian. Dengan dasar sosiologis ini diharapkan peraturan perundang-undangan akan diterima oleh masyarakat, sehingga tidak banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya. Dasar berlaku secara filosofis filosofiische gelding berarti mencerminkan nilai yang terdapat dalam cita hukum rechtsidee, baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai maupun sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat.

4.3. Model Formulasi Konsiderasi Perwali

Perwali yang akan dibentuk merupakan salah satu bentuk produk hukum daerah yang bersifat pengaturan, sehingga merupakan peraturan perundang-undangan. Merujuk pada ketentuan Pasal 64 UU No. 12 Tahun 2011 dan Pasal 116 Permendagri 12014 maka, penyusunan Perwali dilakukan sesuai dengan ketentuan Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011. Karena itu, bagian konsideran Perwali hendaknya mencerminkan pokok-pokok pikiran yang bersifat filosofis, sosiologis, dan yuridis. 34 Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, Jakarta: Penerbit Ind-Hill.Co, hlm. 14-17. 31 Namun demikian, Permendagri 12014 menentukan bahwa pembentukan Perwali dilakukan sesuai dengan pembentukan Perda. Dalam kaitan itu, Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 menerangkan bahwa konsideran Perda dapat memuat hanya satu pertimbangan apabila Perda tersebut pembentukkannya diperintahkan langsung oleh peraturan perundang-undangan di atasnya. Paralel dengan hal itu, maka konsideran Perwali pun dapat memuat hanya satu pertimbangan, jika terdapat pasal atau pasal-pasal Perda memerintahkan pelaksanaan dengan Perwali. Pada bagian Pendahuluan dan bagian Kajian Teoritis di atas sudah dikemukakan bahwa, pembentukkan Perwali ini dimaksudkan untuk melaksanakan ketentuan pasal-pasal Perda No. 17 Tahun 2011, yaitu ketentuan Pasal 9 ayat 3, Pasal 11 ayat 3, Pasal 17 ayat 3, Pasal 15 ayat 5, dan Pasal 13 ayat 5. Ketentuan Nomor 206 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 menentukan bahwa jika terdapat beberapa materi muatan yang didelegasikan maka materi muatan yang didelegasikan dapat disatukan dalam 1 satu peraturan pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang menedelagasikan. Karena itu, konsideran Perwali cukup memuat satu pertimbangan dengan menyebutkan secara tegas pasal-pasal Perda No. 17 Tahun 2011 yang memerintahkan pelaksanaan dengan Perwali. Berkaitan dengan pendapat Jimly Asshiddiqie dan Solly Lubis bahwa, bagian Mengingat merupakan dasar hukum formal dan material pembentukan Perwali. Tetapi harus mempertimbangkan pula pendapat Bagir Manan dan ketentuan Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011. Produk hukum yang menjadi dasar hukum pembentukan Perwali adalah produk hukum yang menentukan adanya wewenang Wali Kota untuk membentuk Perwali, dan produk hukum yang materi muatannya menghendaki dilaksanakan dengan Perwali. Namun, penyusunan dilakukan secara hiraskhis – kronologis, dan harmonis secara vertical maupun horizontal. 32 BAB V JANGKAUAN ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

5.1. Jangkauan Arah Pengaturan