28
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
4.1. Ketentuan Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011
Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 mengenai Teknik Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undangundang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, dan Rancangan Peraturan
Daerah KabupatenKota menentukan bahwa, landasan filosofis, sosiologis dan yuridis merupakan salah satu materi Naskah Akademik. Landasan filosofis mendeskripsikan bahwa
peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan
Pembukaan UUD Tahun 1945. Landasan sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan
negara. Landasan yuridis merupakan alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna
menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu
dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis
peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.
4.2. Perspektif Pakar
Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa, konsideran yang terdapat dalam setiap undang-undang, pada pokoknya berkaitan dengan 5 lima landasan pokok bagi berlakunya
norma-norma yang terkandung di dalam undang-undang tersebut bagi subjek-subjek hukum yang diatur oleh undang-undang itu. Kelima landasan tersebut adalah landasan yang bersifat filosofis,
29 sosiologis, politis, dan juridis, serta landasan yang bersifat administratif. Keempat landasan yang
pertama adalah landasan keberlakuan yang bersifat mutlak, sedangkan satu landasan yang terakhir bersifat fakultatif.
32
Landasan filosofis. Undang-Undang dapat digambarkan sebagai cermin dari cita-cita kolektif suatu masyarakat tentang nilai-nilai luhur dan filosofis yang hendak diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari melalui pelaksanaan undang-undang dalam kenyataan. Dengan demikian, cita-cita filosofis yang terkandung dalam undang-undang itu hendaklah mencerminkan cita-cita
filosofis yang dianut masyarakat bangsa yang bersangkutan. Bagi Indonesia, Pancasila merupakan landasan filosofis semua produk undang-undang Republik Indonesia berdasarkan
UUD 1945. Landasan sosiologis adalah bahwa setiap norma hukum yang dituangkan dalam undang-
undang haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan realitas kesadaran hukum masyarakat. Karena itu, dalam konsideran, harus dirumuskan dengan baik
pertimbangan-pertimbangan yang bersifat empiris sehingga suatu gagasan normatif yang dituangkan dalam undang-undang benar-benar didasarkan pada kenyataan yang hidup dalam
kesadaran hukum masyarakat. Dengan demikian, norma hukum yang tertuang dalam undang- undang itu kelak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di tengah-tengah masyarakat hukum
yang diaturnya. Landasan politis merupakan cita-cita dan norma dasar yang terkandung dalam UUD 1945
sebagai sumber kebijakan pokok atau sumber politik hukum yang melandasi pembentukan undangundang yang bersangkutan. Landasan juridis disebutnya sebagai bagian konsiderans
“Mengingat” dari peraturan perundang-undangan pada umumnya. Sedangkan landasan administratif adalah yang dituangkan dalam konsiderans “Memperhatikan”.
Berbeda dengan pendapat Jimly Asshiddiqie, M. Solly Lubis mengemukakan, ada tiga dasar atau landasan dalam rangka pembuatan segala peraturan, yaitu: landasan filosofis, landasan
yuridis, dan landasan politis.
33
Solly Lubis tidak mengemukakan landasan administratif dan landasan sosiologis pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal itu sesuai dengan
pendapatnya Jimly bahwa landasan administratif merupakan pertimbangan yang bersifat
32
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, Jakarta: Konstitusi Press, hlm. 169-174.
33
M. Solly Lubis, 1989 Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Bandung: Penerbit CV Mandar Maju, hlm. 6-9.
30 fakultatif. Tetapi mengenai landasan politis, yang dimaksudkan oleh Solly Lubis adalah politik
hukum yang menjadi dasar pembentukan peraturan. Bagir Manan mengemukakan tiga dasar agar hukum mempunyai kekuatan berlaku secara
baik, yaitu mempunyai dasar yuridis, sosiologis, dan filosofis. Oleh karena peraturan perundang- undangan adalah hukum, maka peraturan perundang-undangan yang baik haruslah mempunyai
tiga dasar keberlakuan tersebut.
34
Dasar berlaku secara yuridis juridische gelding mengandung makna: 1 keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan, dengan
perkataan lain, setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang; 2 keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan
dengan materi yang diatur, terutama yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat; 3 keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya; dan 4 keharusan mengikuti tata cara tertentu dalam pembentukannya.
Dasar berlaku secara sosiologis sociologische gelding berarti mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau
masalah-masalah yang dihadapi yang memerlukan penyelesaian. Dengan dasar sosiologis ini diharapkan peraturan perundang-undangan akan diterima oleh masyarakat, sehingga tidak
banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya. Dasar berlaku secara filosofis filosofiische gelding berarti mencerminkan nilai yang terdapat dalam cita hukum
rechtsidee, baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai maupun sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat.
4.3. Model Formulasi Konsiderasi Perwali