UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

19 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN TERKAIT

3.1. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Bagian Konsideran UU No. 28 Tahun 2009 menentukan bahwa UU Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dibiayai dengan menggunakan pendapatan daerah yang bersumber dari retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah yang penting. Selain itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tariff. Pasal 108 menentukan objek Retribusi adalah jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Retribusi yang dipungut atas objek-objek tersebut masing-masing dinamakan Retribusi Jasa Umum yang dikenakan atas jasa umum; Retribusi Jasa Usaha dipungut atas jasa umum; dan Retribusi Perizinan Tertentu dipungut atas perizinan tertentu. Retribusi Izin Tempat Penjualan MB termasuk dalam golongan Retribusi Perizinan Tertentu. Hal itu ditentukan dalam Pasal 141 bahwa, jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah: a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. Retribusi Izin Gangguan; d. Retribusi Izin Trayek; dan e. Retribusi Izin Usaha Perikanan. Berdasarkan ketentuan Pasal 140, objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Sementara itu, objek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman 20 Beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. Kebijakan retribusi daerah memperluas kewenangan daerah hingga penetapan tarif namun dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Dalam penetapan tarif supaya dihindari penetapan tarif yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara berlebihan. Karena itu, Daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif retribusi dalam batas maksimum yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan pemberian izin meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Pasal 155 menentukan bahwa tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 tiga tahun sekali. Peninjauan tarif Retribusi dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. Penetapan tarif Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. 3.2. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan dan Permendagri 12014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah UU No. 12 Tahun 2011 dan Permendagri No. 1 Tahun 2014 merupakan instrument Hukum Perundang-undangan yang mengantur mengenai pembentukan peraturan perundang- undangan termasuk pembentukan Perwali. Jenis, materi muatan, bentuk dan teknik penyusunan di dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut. Pasal 116 Permendagri No. 1 Tahun 2014 menentukan bawa, teknik penyusunan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan dan penetapan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. Undang-undang yang dimaksudkan adalah UU No. 12 Tahun 2011. Karena itu teknik penyusunan Rancangan Perwali; baik mengenai Judul, Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penutup harus dilakukan sesuai dengan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011. Ketentuan teknik penyusunan Judul, Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penutup ditentukan di dalam Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 mengenai Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. 21 Sesuai dengan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011, pembentukan Perwali harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang meliputi: kejelasan tujuan; kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan keterbukaan. Materi muatan Perwali harus mencerminkan asas: pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan;kenusantaraan; bhinneka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; danatau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selain itu, materi muatan Perwali dapat berisi asas sesuai dengan bidang hukumnya antara lain: misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah dalam Hukum Pidana; dan asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik yang terdapat di dalam Hukum Perdata. Permendagri 12014 menentukan bahwa pembentukan Perwali diawali dengan membentuk suatu Tim Penyusun Perwali yang dibentuk oleh Wali Kota dan ditetapkan dengan Keputusan Wali Kota. Penyusunan Rancangan Perwali dilakukan oleh Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD. Rancangan Perwali tersebut dilakukan pembahasan oleh Bagian Hukum Kota Denpasar untuk harmonisasi dan sinkronisasi dengan SKPD terkait. Rancangan Perwali yang telah dibahas harus mendapatkan paraf koordinasi kepala Bagian Hukum Kota Denpasar dan pimpinan SKPD terkait. Pimpinan SKPD atau pejabat yang ditunjuk mengajukan Rancangan Perwali yang telah mendapat paraf koordinasi kepada Wali Kota melalui sekretaris daerah. Sekretaris daerah dapat melakukan perubahan danatau penyempurnaan terhadap Rancangan Perwali tersebut dan dikembalikan kepada pimpinan SKPD pemrakarsa. Hasil penyempurnaan disampaikan kembali kepada sekretaris daerah setelah dilakukan paraf koordinasi Kepala Bagian Hukum Kota Denpasar dan pimpinan SKPD terkait. Sekretaris daerah menyampaikan rancangan tersebut kepada Wali Kota untuk ditandatangani.

3.3. UU No. 9 Tahun 2015