terjadi pasien datang ke dokter dengan keadaan gigi dengan rasa sakit begitu parah yang tentu saja membutuhkan perawatan dan pengobatan yang ekstra.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sinaga 2008, yang mengungkapkan bahwa faktor pendidikan pasien SDSMP sebanyak 66,70 tidak
berhubungan dengan kunjungan ulang di Poliklinik Gigi Rumah Sakit Umum Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Demikian juga dengan hasil penelitian
Khairurrahmi 2009; Kisanga 2004 dan Heikel 2002 yang menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap keinginan untuk memanfaatkan
pelayanan kesehatan.
5.2.3 Pengaruh Pekerjaan terhadap Pemanfaatan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Buhit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan Poli Gigi dan Mulut Puskesmas Buhit berdasarkan pekerjaan paling banyak terdapat pada kelompok tidak
bekerja sebanyak 48 orang 59,3. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai X
2
=4,836; p=0,028, menunjukkan ada hubungan signifikan antara pekerjaan dengan pemanfaatan Poli Gigi dan Mulut Puskesmas Buhit. Hasil uji statistik
multivariat dengan regresi logistik berganda variabel pekerjaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Buhit dengan
probabilitas p=0,0400,05, nilai ExpB= 26,430; CI For Exp B 1.155-604.570. Hal ini berarti responden yang bekerja mempunyai peluang 26,430 kali
memanfaatkan Poli Gigi dan Mulut Puskesmas Buhit dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai hasil penelitian maka penyelenggara jasa pelayanan kesehatan dapat menentukan kebijakan yang sesuai dengan kemampuan serta kebutuhan para pasien.
Hal ini sesuai dengan pendapat Jacobalis 2000 bahwa variabel pekerjaan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi persepsi konsumen terhadap pemanfaatan
pelayanan kesehatan. Menurut Donabedian dalam Notoatmodjo 2005, faktor sosio demografis
yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi pendidikan, pekerjaan, penghasilan
memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori Anderson dalam Notoatmodjo 2005 yang menyatakan
bahwa karakter predisposisi meliputi umur dan jenis kelamin, faktor sosial, yaitu pendidikan dan pekerjaan merupakan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku
dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut Ingersoll dan Chambers 1986, masyarakat yang tingkat sosial
ekonominya rendah cenderung lebih takut tentang pelayanan kesehatan gigi dan mulut dibanding dengan masyarakat tingkat sosial ekonominya menengah ke atas.
Salah satu penyebab hal ini karena perawatan gigi tersebut kurang umum bagi masyarakat yang tingkat sosial ekonominya rendah. Selain itu masyarakat
beranggapan biayanya mahal padahal sebenarnya masyarakat bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan yang biayanya tidak terlalu mahal yang sudah disediakan
pemerintah. Menurut Kent dan Blinkhorn 2005, pekerjaan menunjukkan kelas sosial
tertentu dimana penelitian menunjukkan adanya penurunan dalam insidensi penyakit
Universitas Sumatera Utara
gigi dan mulut seperti karies, khususnya pada anak-anak dewasa muda, terutama pada anak-anak kelompok sosioekonomi tinggi. Semakin meningkat keadaan
sosioekonomi seseorang maka akan lebih menjamin terlaksananya pemeliharaan kesehatan gigi dan mempunyai kesadaran serta perilaku ke arah positif sehingga lebih
menyadari pentingnya pencegahan penyakit gigi dan mulut seperti karies gigi.
5.2.4 Pengaruh Penghasilan terhadap Pemanfaatan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Buhit