Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Pasien terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN TERHADAP PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN POLI GIGI DAN MULUT

DI PUSKESMAS DALU SEPULUH B KECAMATAN TANJUNG MORAWA

T E S I S

Oleh

SONDANG 117032156/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN TERHADAP PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN POLI GIGI DAN MULUT

DI PUSKESMAS DALU SEPULUH B KECAMATAN TANJUNG MORAWA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SONDANG 117032156/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN TERHADAP PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN POLI GIGI DAN MULUT

DI PUSKESMAS DALU SEPULUH B KECAMATAN TANJUNG MORAWA Nama Mahasiswa : Sondang

Nomor Induk Mahasiswa : 117032156

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H) (Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 28 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

2. Dr. Drs. R. Kintoko. R, M.K.M 3. Drg. Adriana Hamsar, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN TERHADAP PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN POLI GIGI DAN MULUT

DI PUSKESMAS DALU SEPULUH B KECAMATAN TANJUNG MORAWA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2013

SONDANG 117032156/IKM


(6)

ABSTRAK

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan secara keseluruhan, sehingga perlu dibudayakan di seluruh lapisan masyarakat. Pemanfaatan Puskesmas Dalu Sepuluh B Tanjung Morawa di Kecamatan Tanjung Morawa mengalami penurunan baik kunjungan per bulan maupun kunjungan berulang. Jumlah kunjungan pasien tahun 2011, berjumlah 165 orang (0,21%) dari jumlah penduduk dan tahun 2012 berjumlah 125 orang (0,15%) dari jumlah penduduk, jauh dibawah target nasional, yaitu sebesar 4%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap pasien terhadap pemanfaatan ulang pelayanan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa. Jenis penelitian survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai dengan Juli 2013. Populasi adalah seluruh pasien yang pernah memanfaatkan pelayanan Poli Gigi dan Mulut di wilayah kerja Puskesmas Dalu Sepuluh B berjumlah 125 orang, sampel berjumlah 95 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi

logistik berganda pada pengujian α=0,05

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik pengetahuan meliputi (penyakit gigi, pemeriksaan gigi, pemeliharaan gigi) dan sikap meliputi (sakit gigi dan pencegahannya, kerentanan penyakit yang dirasakan, keseriusan penyakit yang dirasakan dan pelayanan puskesmas) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan ulang pelayanan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa. Pengetahuan tentang pemeriksaan gigi memiliki pengaruh yang terbesar dengan nilai koefisien (B)= 2,288

Disarankan kepada : (1) Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Dalu Sepuluh B, (a) Perlu menghimbau kepada masyarakat untuk mengontrol kesehatan gigi dan mulut ke puskesmas atau Dokter Gigi setiap 6 bulan sekali dan membersihkan gigi secara teratur dan benar melalui media siaran radio, brosur/leaflet dan spanduk, (b) Meningkatkan peran serta secara aktif untuk menghubungi kembali pasien yang tidak berkunjung ulang dan mengupayakan kerjasama dengan pihak swasta dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, pencegahan dan perawatan serta menjelaskan setiap tindakan perawatan gigi yang akan dilakukan, sehingga tidak menimbulkan rasa khawatir. (2) Masyarakat Dalu Sepuluh B agar lebih memperhatikan kebersihan gigi dan mulutnya, dengan cara menyikat gigi segera setelah makan minimal dua kali dalam sehari, yaitu; pagi setelah makan dan malam sebelum tidur.


(7)

ABSTRACT

Dental and mouth health constitutes an integral part of health as a whole; therefore, it needs to be cultivated by all people. The amount of monthly and repeated visits at Dalu Sepuluh B Puskesmas in Tanjung Morawa Subdistrict decreased significantly. In 2011, there were 165 patients or 0.21% of the population who visited this Puskesmas, and in 2012 it decreased to 125 patients or 0.15% of the population. It was far below the national target of 4%.

The objective of the research was to analyze the influence of knowledge and attitude of patients on the repeated use of service at Dental and Mouth Polyclinic of Dalu Sepuluh B Puskesmas, Tanjung Morawa Subdistrict. The type of the research was an explanatory survey. The research was conducted from April to July, 2013. The population was 125 patients who had used the service at Dental and Mouth Polyclinic of the working area of Dalu Sepuluh B Puskesmas, and 95 of them were used as the samples. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression test at α=0.05.

The result of the research showed that, statistically, knowledge (dental disease, dental examination, and dental care) and attitude (dental disease and its prevention, dental susceptible pain, dental serious pain, and service of Puskesmas) had positive and significant influence on the repeated use of service at Dental and Mouth Polyclinic of Dalu Sepuluh B Puskesmas, Tanjung Morawa Subdistrict. The knowledge in dental examination had the most dominant influence with coefficient

value (β) = 2.288.

It is recommended that 1) Deli Serdang Health Office and Dalu Sepuluh B Puskesmas a) inform people through radio broadcasting, brochures/leaflets, and banners about controlling their dental and mouth health to Puskesmas or dentists at least once in six months and brushing their teeth regularly and b) increase their participation actively in providing counseling for the people about the importance of dental and mouth health care and explain the way how to take care of their teeth so that there will be no apprehension among them, and 2) the community of Dalu Sepuluh B pay their attention to their dental and mouth health care by brushing their teeth immediately after meals at least twice a day: after breakfast in the morning and after dinner in the evening.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Pasien terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut Di Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

5. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, dan Drg. Adriana Hamsar, M.Kes selaku

penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Drs. Tedy Buchtari, selaku Camat Tanjung Morawa yang telah memberi dukungan dalam melakukan penelitian ini.

8. dr. Rony Wahyudi, selaku Kepala Puskesmas Dalu Sepuluh B beserta staf yang telah berkenan memberikan kesempatan melakukan penelitian dalam penyelesaian tesis pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ayahanda (Alm) A. Siregar dan ibunda (Alm) T. Hutauruk atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

10 Suami tercinta M. Samosir, S.H.yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam, setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.


(10)

11. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2011 Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2013 Penulis

Sondang 117032156/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Sondang, lahir pada tanggal 18 Agustus 1962 di Nagori Bandar, anak ke enam dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda, (Alm) A.Siregar dan Ibunda (Alm) T.Br. Hutauruk. Penulis menikah dengan M. Samosir.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Nagori Bandar, selesai tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama di SMPN Perdagangan selesai tahun 1980, Sekolah Pengatur Rawat Gigi Depkes RI di Medan selesai tahun 1983, Pendidikan Kemahiran Guru Sekolah Pengatur Rawat Gigi di Yogyakarta selesai tahun 1987, Akta III di Bandung selesai tahun 1988, S1 Pendidikan di Universitas Muslim Nusantara (UMN) Medan selesai tahun 2003.

Penulis mulai bekerja tahun 1984 – 1999 di Sekolah Pengatur Rawat Gigi Medan, Tahun 2000 – sekarang di Poltekkes Kemenkes Medan

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 hingga saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 9

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 11

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 14

2.3 Perilaku ... 24

2.3.1 Definisi Perilaku ... 24

2.3.2 Aspek-Aspek Perilaku ... 25

2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 26

2.3.4. Faktor yang Memengaruhi Kunjungan Ulang ... 28

2.4 Pengetahuan ... 31

2.5 Sikap ... 32

2.6 Tindakan Pemeliharan Kesehatan Gigi dan Mulut ... 36

2.7 Pusat Kesehatan Masyarakat ... 37

2.7.1 Program Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas ... 39

2.7.2 Tugas Tenaga Kesehatan Gigi di Puskesmas ... 40

2.7.3 Pelayanan Poli Gigi dan Mulut ... 41

2.8 Landasan Teori ... 44

2.9 Kerangka Konsep Penelitian ... 45

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 46

3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 46


(13)

3.2.2 Waktu Penelitian ... 46

3.3 Populasi dan Sampel ... 46

3.3.1 Populasi ... 46

3.3.2 Sampel ... 47

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.4.1 Data Primer ... 49

3.4.2 Data Sekunder ... 50

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas... 50

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 52

3.5.1 Variabel Bebas ... 52

3.5.2 Variabel Terikat ... 52

3.6 Metode Pengukuran ... 52

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 52

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 54

3.7 Metode Analisis Data... 54

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 55

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 56

4.1.1. Sejarah Singkat Desa Dalu Sepuluh B ... 56

4.1.2 Sarana Kesehatan ... 57

4.2 Analisis Univariat ... 59

4.2.1 Identitas Responden ... 59

4.2.2 Pengetahuan ... 60

4.2.3 Sikap ... 65

4.2.4 Pemanfaatan Ulang Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B ... 73

4.3 Analisis Bivariat ... 73

4.3.1 Pengetahuan ... 74

4.3.2 Sikap ... 77

4.4 Analisis Multivariat ... 79

4.4.1 Menilai Kelayakan Model Regresi ... 80

4.4.2 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) ... 81

4.4.3 Pengujian Hipotesis ... 82

BAB 5 PEMBAHASAN ... 86

5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa ... 86

5.1.1 Pengaruh Penyakit Gigi terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut ... 86

5.1.2 Pengaruh Pemeriksaan Gigi terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut ... 89


(14)

5.1.3 Pengaruh Pemeliharaan Gigi terhadap Pemanfaatan Ulang

Pelayanan Poli Gigi dan Mulut ... 91

5.2 Pengaruh Sikap terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa ... 94

5.2.1 Pengaruh Sakit Gigi dan Pencegahannya terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut ... 94

5.2.2 Pengaruh Kerentanan Penyakit yang Dirasakan terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut ... 96

5.2.3 Pengaruh Keseriusan Penyakit yang Dirasakan terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut ... 99

5.2.4 Pengaruh Pelayanan terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut ... 101

5.3 Pemanfatan Ulang Poli Gigi dan Mulut Puskesmas Dalu Sepuluh B 104 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

6.1 Kesimpulan ... 106

6.2 Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Jumlah Kunjungan Pasien di Poliklinik Gigi dan Mulut Puskesmas Dalu

Sepuluh B Tanjung Morawa ... 7

3.1 Distribusi Sampel Menurut Desa ... 48

3.2 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 53

3.3 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 54

4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

4.2 Dstribusi Sarana Kesehatan ... 58

4.3 Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan ... 59

4.4. Distribusi Identitas Responden ... 60

4.5 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Penyakit Gigi ... 61

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Penyakit Gigi ... 62

4.7 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pemeriksaan Gigi ... 63

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pemeriksaan Gigi ... 63

4.9 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pemeliharaan Gigi ... 64

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pemeliharaan Gigi ... 66

4.11 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sakit Gigi dan Pencegahannya ... 67

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sakit Gigi dan Pencegahannya ... 67

4.13 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kerentanan Penyakit yang Dirasakan ... 68


(16)

4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kerentanan Penyakit yang

Dirasakan ... 69

4.15 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Keseriusan Penyakit yang Dirasakan ... 69

4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Keseriusan Penyakit yang Dirasakan ... 70

4.17 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pelayanan Poli Gigi dan Mulut Puskesmas ... 71

4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pelayanan Poli Gigi dan Mulut Puskesmas ... 72

4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Ulang ... 73

4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pemanfaatan Ulang ... 74

4.21 Hubungan Penyakit Gigi dengan Pemanfaatan Ulang ... 75

4.22 Hubungan Pemeriksaan Gigi dengan Pemanfaatan Ulang ... 76

4.23 Hubungan Pemeliharaan Gigi dengan Pemanfaatan Ulang ... 76

4.24 Hubungan Sakit Gigi dan Pencegahannya dengan Pemanfaatan Ulang .... 77

4.25 Hubungan Kerentanan Penyakit yang Dirasakan dengan Pemanfaatan Ulang ... 78

4.26 Hubungan Keseriusan Penyakit yang Dirasakan dengan Pemanfaatan Ulang ... 79

4.27 Hubungan Pelayanan Poli Gigi dan Mulut dengan Pemanfaatan Ulang ... 80

4.28 Hasil Pengujian Kelayakan Model Regresi ... 80

4.29 Uji Omnibus (overall test) ... 81

4.30 -2 Log Likehood Awal ... 81

4.31 -2 Log Likehood Awal Akhir ... 82


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan. ... 14

2.2 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan. ... 21

2.3 Determinan Perilaku Manusia ... 27

2.4 Landasan Teori. ... 44


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 112

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 117

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 121

4 Uji Multivariat ... 140

5 Surat izin penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 141

6 Surat izin selesai penelitian dari Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa. ... 142

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155


(19)

ABSTRAK

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan secara keseluruhan, sehingga perlu dibudayakan di seluruh lapisan masyarakat. Pemanfaatan Puskesmas Dalu Sepuluh B Tanjung Morawa di Kecamatan Tanjung Morawa mengalami penurunan baik kunjungan per bulan maupun kunjungan berulang. Jumlah kunjungan pasien tahun 2011, berjumlah 165 orang (0,21%) dari jumlah penduduk dan tahun 2012 berjumlah 125 orang (0,15%) dari jumlah penduduk, jauh dibawah target nasional, yaitu sebesar 4%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap pasien terhadap pemanfaatan ulang pelayanan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa. Jenis penelitian survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai dengan Juli 2013. Populasi adalah seluruh pasien yang pernah memanfaatkan pelayanan Poli Gigi dan Mulut di wilayah kerja Puskesmas Dalu Sepuluh B berjumlah 125 orang, sampel berjumlah 95 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi

logistik berganda pada pengujian α=0,05

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik pengetahuan meliputi (penyakit gigi, pemeriksaan gigi, pemeliharaan gigi) dan sikap meliputi (sakit gigi dan pencegahannya, kerentanan penyakit yang dirasakan, keseriusan penyakit yang dirasakan dan pelayanan puskesmas) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan ulang pelayanan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa. Pengetahuan tentang pemeriksaan gigi memiliki pengaruh yang terbesar dengan nilai koefisien (B)= 2,288

Disarankan kepada : (1) Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Dalu Sepuluh B, (a) Perlu menghimbau kepada masyarakat untuk mengontrol kesehatan gigi dan mulut ke puskesmas atau Dokter Gigi setiap 6 bulan sekali dan membersihkan gigi secara teratur dan benar melalui media siaran radio, brosur/leaflet dan spanduk, (b) Meningkatkan peran serta secara aktif untuk menghubungi kembali pasien yang tidak berkunjung ulang dan mengupayakan kerjasama dengan pihak swasta dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, pencegahan dan perawatan serta menjelaskan setiap tindakan perawatan gigi yang akan dilakukan, sehingga tidak menimbulkan rasa khawatir. (2) Masyarakat Dalu Sepuluh B agar lebih memperhatikan kebersihan gigi dan mulutnya, dengan cara menyikat gigi segera setelah makan minimal dua kali dalam sehari, yaitu; pagi setelah makan dan malam sebelum tidur.


(20)

ABSTRACT

Dental and mouth health constitutes an integral part of health as a whole; therefore, it needs to be cultivated by all people. The amount of monthly and repeated visits at Dalu Sepuluh B Puskesmas in Tanjung Morawa Subdistrict decreased significantly. In 2011, there were 165 patients or 0.21% of the population who visited this Puskesmas, and in 2012 it decreased to 125 patients or 0.15% of the population. It was far below the national target of 4%.

The objective of the research was to analyze the influence of knowledge and attitude of patients on the repeated use of service at Dental and Mouth Polyclinic of Dalu Sepuluh B Puskesmas, Tanjung Morawa Subdistrict. The type of the research was an explanatory survey. The research was conducted from April to July, 2013. The population was 125 patients who had used the service at Dental and Mouth Polyclinic of the working area of Dalu Sepuluh B Puskesmas, and 95 of them were used as the samples. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression test at α=0.05.

The result of the research showed that, statistically, knowledge (dental disease, dental examination, and dental care) and attitude (dental disease and its prevention, dental susceptible pain, dental serious pain, and service of Puskesmas) had positive and significant influence on the repeated use of service at Dental and Mouth Polyclinic of Dalu Sepuluh B Puskesmas, Tanjung Morawa Subdistrict. The knowledge in dental examination had the most dominant influence with coefficient

value (β) = 2.288.

It is recommended that 1) Deli Serdang Health Office and Dalu Sepuluh B Puskesmas a) inform people through radio broadcasting, brochures/leaflets, and banners about controlling their dental and mouth health to Puskesmas or dentists at least once in six months and brushing their teeth regularly and b) increase their participation actively in providing counseling for the people about the importance of dental and mouth health care and explain the way how to take care of their teeth so that there will be no apprehension among them, and 2) the community of Dalu Sepuluh B pay their attention to their dental and mouth health care by brushing their teeth immediately after meals at least twice a day: after breakfast in the morning and after dinner in the evening.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan. Masalah kesehatan gigi dan mulut, menjadi perhatian yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas karena kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan.

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan secara keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu dibudayakan di seluruh lapisan masyarakat. Apabila masalah penyakit gigi dan mulut dibiarkan dan kecenderungan peningkatannya di masa mendatang tidak dicegah, dampaknya akan sangat merugikan seluruh masyarakat. Akibat penyakit karies antara lain : rasa sakit, gangguan fungsi kunyah yang menghambat konsumsi makanan/nutrisi, gangguan kenyamanan berupa gangguan tidur, gangguan konsentrasi belajar dan produktivitas kerja serta hilangnya kesempatan menekuni bidang karier tertentu (IDGAI, 2005).

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, meningkatkan gizi, membudidayakan sikap hidup bersih dan sehat serta meningkatkan mutu dan kemudahan pelayanan kesehatan yang makin terjangkau oleh seluruh masyarakat. Arah ini mencakup bidang kesehatan gigi, yaitu upaya kesehatan gigi dan mulut


(22)

dilaksanakan dengan memacu peningkatan kemandirian masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam memelihara kesehatan gigi. Hal ini diupayakan melalui usaha-usaha promotif dan preventif yang perlu dilakukan sedini mungkin (Depkes RI, 2007).

Pelayanan kesehatan gigi di Indonesia, masih sangat terbatas dan terkonsentrasi di kota-kota besar. Pelayanan kesehatan gigi juga belum dirasakan sebagai kebutuhan dan masih terlalu mahal bagi sebagian besar masyarakat. Hal ini bisa terlihat dari proporsi nilai “F”(filling) yang sangat rendah dibandingkan dengan DMF-T (decay missing filling – teeth) (Situmorang, 2006).

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, mengungkapkan bahwa secara umum di antara penyakit yang dikeluhkan dan yang tidak dikeluhkan, prevalensi penyakit gigi dan mulut adalah yang tertinggi, yaitu sebanyak 60% dari jumlah penduduk. Berbagai penyakit gigi dan mulut dapat memengaruhi berbagai fungsi rongga mulut, diantaranya karies gigi dan penyakit periodontal merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai dan menjadi masalah utama untuk kesehatan gigi dan mulut di Indonesia (SKRT, 2001).

Data Dirjen Pelayanan Medik (2001) mengungkapkan bahwa penyakit gigi dan mulut termasuk 10 ranking penyakit terbanyak di Indonesia. Berdasarkan survei-YKGI (2003) yang dilakukan pada anak-anak menunjukkan bahwa 70% menderita karies gigi dan gingivitis (peradangan gusi). Pada orang dewasa ditemui sebanyak 73% yang menderita karies gigi. Demikian juga hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (2009) menunjukkan prevalensi penyakit gigi dan mulut pada anak usia


(23)

12 tahun mencapai 43,9%, usia 15 tahun mencapai 37,4%, usia 18 tahun 51,1%, usia 35-44 mencapai 80,1% dan usia 65 tahun ke atas mencapai 96,7 %.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 mengungkapkan bahwa prevalensi penyakit karies gigi dan angka kesakitan gigi cenderung meningkat. Indeks MF-T secara nasional sebesar 4,85%, ini berarti bahwa rata-rata kerusakan gigi per orang di Indonesia sebanyak lima gigi dan ditemukan 91,1% orang Indonesia menggosok gigi setiap hari, namun hanya 7,3% dari keseluruhan yang melakukan penggosokan gigi dengan benar.

Kesadaran orang dewasa di Indonesia untuk datang ke dokter gigi kurang dari 7% dan pada anak-anak hanya sekitar 4% kunjungan (Lukihardianti, 2011). Fakta yang terjadi, 72,1% penduduk Indonesia memiliki masalah gigi berlubang dan 46,5% diantaranya tidak merawat gigi berlubang (Lubis dan Nugrahaeni, 2009). Kunjungan penderita ke puskesmas rata-rata sudah dalam keadaan lanjut untuk berobat, sehingga dapat diartikan bahwa tingkat kesadaran masyarakat pada umumnya untuk berobat sedini mungkin masih belum dapat dilaksanakan (Suwelo, 1997).

Gigi merupakan satu kesatuan dengan anggota tubuh yang lain, sehingga kerusakan pada gigi dapat memengaruhi kesehatan anggota tubuh lainnya, sehingga akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Salah satu faktor yang dapat merusak gigi adalah makanan dan minuman, ada yang menyehatkan gigi dan ada pula yang merusak gigi. Upaya kesehatan gigi perlu ditinjau dari aspek lingkungan, pengetahuan, pendidikan, kesadaran masyarakat dan penanganan kesehatan gigi termasuk pencegahan dan perawatan. Namun sebagian besar orang mengabaikan kondisi kesehatan gigi secara


(24)

keseluruhan. Perawatan gigi dianggap tidak terlalu penting, padahal manfaatnya sangat vital dalam menunjang kesehatan dan penampilan (Pratiwi, 2007).

Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu dan setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (Ontology), bagaimana (Epistomologi), dan untuk apa (Aksiology) pengetahuan tersebut disusun. Kesadaran seseorang akan pentingnya kesehatan gigi dapat dilihat dari tingkat pengetahuannya. Hasil penelitian Tampubolon (2011) menjelaskan bahwa salah satu penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat adalah faktor perilaku yang mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut dilandasi oleh kurangnya pengetahuan dan sikap akan pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut. Ketika seseorang berada pada tingkatan pengetahuan yang lebih tinggi, maka sikap atau respon akan kesehatan gigi semakin tinggi.

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003), perilaku seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) faktor predisposing

(predisposisi) mencakup (pengetahuan, sikap, kepercayaan, persepsi, nilai-nilai) (2) Faktor enabling (pemungkin) tersedia untuk menunjang pelaksanaan berupa lingkungan fisik dan fasilitas pelayanan, dan (3) Faktor reinforcing (pendorong atau penguat) mencakup sikap dan perilaku petugas dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.


(25)

Gigi berlubang merupakan masalah paling umum yang dihadapi manusia. Menurut data British Dental Journal, sekitar 85 persen gigi berlubang ditemukan pada gigi bagian belakang, atau gigi geraham. Sedangkan di Indonesia, menurut data dari Riskesdas tahun 2010, persentase masalah gigi berlubang di bagian geraham adalah sekitar 90 persen. Ancaman lain yang dialami bila kebersihan gigi tidak terjaga adalah risiko terkena karies (infeksi gigi yang menyebabkan rusaknya struktur gigi). Sebuah survei dari Adult Dental Health Survey di Inggris mengungkapkan, gigi bagian belakang juga memiliki kemungkinan dua kali lebih besar terserang karies. (British Dental Journal, 2000)

Provinsi Sumatera Utara, prevalensi penyakit gigi masih perlu mendapat perhatian besar, karena indeks DMF-T di Sumatera Utara mencapai 3,43%, hal ini menunjukkan bahwa penduduk Sumatera Utara memiliki karies rerata empat gigi per orang. Berdasarkan data tahun terakhir dari Dinas Kesehatan Kota Medan (2011), hanya sekitar 23.559 orang (1,17%) dari 2.018.361 jumlah penduduk Kota Medan yang memanfaatkan pelayanan kesehatan dasar gigi, khususnya di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Pemanfaatan unit pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang rendah pada Puskesmas menunjukkan fenomena yang memengaruhi tercapainya hidup sehat. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2001, gambaran pemanfaatan unit pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada Puskesmas rata-rata 5 orang per hari sedangkan target nasional pemanfaatan Puskesmas sebanyak 9 orang perhari dan


(26)

pemanfaatan rumah sakit umum kelas B rata-rata kunjungan sebanyak 23 orang perhari sedangkan target nasional sebanyak 65 orang perhari (Depkes RI, 2001). Kesadaran masyarakat yang rendah terhadap kesehatan gigi dan mulut dewasa ini menyebabkan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan melalui kunjungan pasien di unit pelayanan kesehatan gigi dan mulut juga masih rendah. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perawatan kesehatan gigi dan mulut, dokter gigi sebaiknya memberikan penjelasan yang mudah dimengerti dan dipahami. Beberapa faktor yang dapat menghambat masyarakat untuk melakukan perawatan kesehatan gigi dan mulut adalah takut akan rasa sakit, waktu perawatan yang lama, rasa tidak nyaman dan biaya / ekonomi yang tinggi (Depkes RI, 2004).

Menurut Jacobalis (2000) tingkat pendidikan turut menentukan seseorang untuk berpersepsi, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pengetahuan dan semakin kritis seseorang terhadap kebutuhannya akan pelayanan kesehatan. Begitu juga sebaliknya semakin rendah pengetahuan seseorang, maka semakin rendah juga pemahamannya tentang kebutuhannya akan pelayanan kesehatan.

Salah satu Puskesmas di Kecamatan Tanjung Morawa adalah Puskesmas Dalu Sepuluh B Tanjung Morawa. Puskesmas ini melayani 10 desa dan merupakan Puskesmas ke dua terbesar di Kecamatan Tanjung Morawa. Puskesmas ini memiliki fasilitas yang lengkap, tenaga medis dan paramedis yang mendukung dalam pelayanan kesehatan, namun belum optimal dimanfaatkan masyarakat. Berdasarkan laporan Puskesmas Tanjung Morawa Tahun 2012, jumlah kunjungan pasien di poliklinik gigi dan mulut selama 3 tahun terakhir disajikan pada Tabel 1.1.


(27)

Tabel 1.1. Jumlah Kunjungan Pasien di Poliklinik Gigi dan Mulut Puskesmas Dalu Sepuluh B Tanjung Morawa

Tahun

Puskesmas Dalu Sepuluh B Tanjung Morawa Kunjungan Rata-rata per bulan (orang) Total

Kunjungan Berulang

Jumlah Penduduk

% Kunjungan

2010 218 71 78.967 0,28 18

2011 165 56 79.933 0,21 14

2012 125 44 80.813 0,15 10

Sumber: Laporan Puskesmas Tanjung Morawa, 2013.

Tabel 1.1 di atas menunjukkan jumlah kunjungan pasien tahun 2010 sebanyak 218 orang (0,28%) dari jumlah penduduk dengan kunjungan pasien rata-rata per bulan sebanyak 18 orang, jika satu bulan 25 hari kerja maka rata-rata jumlah kunjungan tidak penuh 1 orang per hari. Tahun 2011, jumlah kunjungan pasien sebanyak 165 orang (0,21%) dari jumlah penduduk dengan kunjungan rata-rata per bulan sebanyak 14 orang sedangkan pada tahun 2012, jumlah kunjungan sebanyak 125 orang (0,15%) dari jumlah penduduk dengan kunjungan rata-rata per bulan sebanyak 10 orang. Hal ini memberikan gambaran bahwa jumlah kunjungan pasien ke Poliklinik Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B Tanjung Morawa setiap tahunnya mengalami penurunan baik kunjungan per bulan maupun kunjungan berulang, dan persentase kunjungan setiap tahunnya jauh dibawah target nasional, yaitu sebesar 4%.

Survei awal untuk menggali penyebab fenomena tersebut, dilakukan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi Puskesmas Dalu Sepuluh B, Tanjung Morawa. Hasil survei menunjukkan bahwa secara predisposisi terkait dengan belum optimalnya jumlah kunjungan tersebut adalah tingkat pengetahuan tentang kesehatan


(28)

gigi dan mulut diikuti dengan tingkat pendidikan yang rendah serta kesibukan atas pekerjaan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga menjadi terlupa melakukan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

Gambaran Puskesmas Dalu Sepuluh B, Kecamatan Tanjung Morawa apabila dilihat dari tempat atau lokasi cukup mudah ditempuh dengan kenderaan pribadi dan angkutan umum, namun jumlah kunjungan masyarakat masih belum optimal, sehingga memengaruhi pemanfaatan Poliklinik Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B, Kecamatan Tanjung Morawa.

Hasil penelitian Budisuari (2002), dari 35.850 jiwa penduduk di wilayah kerja Puskesmas di Jatirejo Kabupaten Mojokerto, yang berkunjung ke poliklinik gigi Puskesmas Jatirejo hanya 849 orang, sedangkan target yang harus dicapai sebanyak 1.434 orang pengunjung, terlihat bahwa pemanfaatan poliklinik gigi di Puskesmas Jatirejo masih rendah karena belum mencapai target nasional.

Hasil penelitian Utami dkk. (2011) menyimpulkan bahwa pengetahuan rata-rata tentang penyakit periodontal pada buruh di PT. Basirih Industrial Corporation

Banjarmasin termasuk kategori kurang baik, tingkat keparahan kondisi penyakit jaringan periodontal pada buruh sebagian termasuk parah, terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang penyakit periodontal dengan kondisi penyakit jaringan periodontal pada buruh di PT. Basirih Industrial Corporation Banjarmasin.

Hasil penelitian Sinaga (2007) di Poliklinik Gigi Rumah Sakit Umum Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar menunjukkan bahwa rendahnya kunjungan

ulang pasien gigi dan mulut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, 80% tingkat pengetahuan pasien rendah tentang kesehatan gigi mencakup pencegahan, perawatan,


(29)

akibat bila gigi tidak dirawat dan 41,70% pasien kurang percaya terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi di Poliklinik Gigi Rumah Sakit Umum Dr. Djasamen Saragih serta 66,70% pasien sesuai dengan diagnosa dokter gigi (evaluated need) harus berkunjung ulang ternyata tidak berkunjung ulang.

Berdasarkan uraian di atas penulis merasa perlu dilakukan penelitian tentang "Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Pasien terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B, Kecamatan Tanjung Morawa " 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh pengetahuan dan sikap pasien terhadap pemanfaatan ulang pelayanan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap pasien terhadap pemanfaatan ulang pelayanan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa.

1.4 Hipotesis

Pengetahuan dan sikap pasien berpengaruh terhadap pemanfaatan ulang pelayanan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa.


(30)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa, sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya pelayanan kesehatan Poli Gigi dan Mulut di puskesmas.

2. Penelitian ini memberi masukan bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat dan bagi peneliti selanjutnya khususnya tentang pemanfaatan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Donabedian (1973) dalam Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Hubungan antara keinginan sehat dan pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks.

Donabedian (1973) dalam Dever (1984), ada beberapa faktor- faktor yang dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Faktor Sosiokultural a. Teknologi

Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial, serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.


(32)

b. Norma dan nilai yang ada di masyarakat.

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. 2. Faktor Organisasional

a. Ketersediaan Sumber Daya

Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b. Akses Geografis

Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada hubungan antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh, atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan keluhan-keluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan kuratif sebagai mana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.


(33)

c. Akses Sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.

d. Karakteristik dari stuktur perawatan dan proses

Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal, praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola pemanfaatan yang berbeda.

3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan

provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan.

Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini dipengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan).

b. Faktor sosiopsikologis terdiri dari persepsi, dan kepercayaan terhadap pelayanan medis atau dokter.


(34)

4. Faktor yang berhubungan dengan produsen.

Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik

provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

Model GE Alan Dever (1984), dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Sumber : Donabedian (1973) dalam Dever (1984)

2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan akan meningkatkan penerimaan

Socicultural factors Organizational factors Consumer – Provider Interaction

Consumer Factors - Sociodemographic - Sociopsyhological - Epidemiological

Perceived Evaluated

Provider Factors

Utilization Need


(35)

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas akan membuka peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dan konsumen, memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan pemberi jasa (Peter et al, 2000).

Keputusan konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2005), yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu :

a) Faktor Predisposisi (Predisposing factors)

Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.

b) Faktor Pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan.


(36)

c) Faktor Penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen selanjutnya dijelaskan oleh Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2005), yang menyatakan bahwa keputusan seseorang dalam menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan tergantung pada :

a. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dibagi ke dalam 3 kelompok yakni :

a) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga.

b) Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama, kesukuan. Peter M Blau dalam Sunarto (2000), struktur sosial adalah penyebaran secara kuantatif warga komunitas di dalam berbagai posisi sosial yang berbeda yang memengaruhi hubungan diantara mereka. Karakteristik dari struktur sosial adalah adanya ketidak kesamaan atau keragaman antar bagian atau konsolidasi yang timbul dalam kehidupan bersama sehingga memengaruhi derajat hubungan antar bagian


(37)

tersebut yang berupa dominasi, eksploitasi, konflik, persaingan dan kerjasama. Basis parameter struktur sosial ada dua yaitu :

(a) Nominal dimana pembagian komunitas dalam sub-sub bagian yang cukup jelas seperti agama, ras, jenis kelamin, marga, tempat tinggal, afiliasi politik, bahasa, nasionalitas dan sebagainya. Kalau dicermati pembagian ini bersifat horisontal dalam berbagai golongan.

(b) Gradual, parameter ini mempunyai kecenderungan membagi komunitas atas dasar peringkat status yang menciptakan perbedaan kelas seperti pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kekayaan, prestise, kekuasaan, intelegensia, kewibawaan dan sebagainya. Sehingga pembagiannya secara vertikal, yang akan melahirkan berbagai lapisan. Interaksi antar bagian dalam kehidupan bersama dapat terjadi antar kelompok, baik atas dasar parameter nominal maupun gradual, bahkan tidak hanya internal tetapi eksternal .

(1) Jenis Pekerjaan

Pekerjaan merupakan bagian dari status sosial ekonomi yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang terkait dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.

(2) Status Sosial

Status sosial yang didapat seseorang karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya, seperti harta kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain.


(38)

(3) Pendidikan

Latar belakang pendidikan dan masa kerja seseorang akan memengaruhi kemampuan pemenuhan kebutuhannya. Sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda akhirnya memengaruhi motivasi kerja seseorang. Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan dan tingkah laku (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni :

(a) Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidikan (pelaku Pendidikan).

(b) Proses adalah upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain. (c) Output adalah melakukan apa yang diharapkan atau perilaku (Notoatmodjo,

2003).

c) Kepercayaan, adalah keyakinan atau pembenaran dan sikap individu terhadap penyakit dan pelayanan kesehatan.

(1) Sikap

Sikap merupakan sebuah itikad dalam diri seseorang untuk tidak melakukan atau melakukan pekerjaan sebagai bagian dari aktivitas dan perilaku bekerja seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap dalam bekerja. Sedangkan sikap seseorang memberikan respon dalam bekerja yang dipengaruhi oleh kepribadian seseorang.


(39)

Kepribadian seseorang sulit dirubah karena elemen kepribadiannya, yaitu ide, ego dan super ego yang dibangun dari hasil bagaimana dia belajar saat dikandungan sampai dewasa.

Sikap merupakan faktor penentu perilaku, karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sikap (Attitude) adalah kesiap-siagaan mental, yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman, dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, obyek, dan situasi yang berhubungan dengannya (Gibson et.al, 1996).

Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang obyek tadi. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap tanpa obyek Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang di miliki oleh orang lain (Luthans, 1992)

Menurut Bloom (1908) dan Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.


(40)

(2) Persepsi terhadap Penyakit

Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi, dimana pengertian sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang menggembirakan. Sensasi juga dapat didefinisikan sebagai tanggapan yang cepat dari indera penerima terhadap stimuli dasar. Dengan kata lain, persepsi merupakan proses bagaimana stimuli diseleksi, diorganisasikan, dan diinterpretasikan. Lebih lanjut, persepsi merupakan pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera. Setiap individu mempunyai persepsi yang berbeda meskipun mengamati objek yang sama. Faktor persepsi yang memengaruhi seseorang dalam melakukan tindakan kesehatan (termasuk memutuskan merujuk) dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya, pengharapan, dan keseriusan gejala (Notoatmodjo, 2003).

b. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)

a) Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.

b) Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana., ketercapaian pelayanan dan sumber-sumber yang ada didalam masyarakat.


(41)

c. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristic)

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yakni :

a) Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan.

b) Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Andersen (1974) dalam Notoatmodjo (2005), sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan (life cycle determinants model) atau model perilaku pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan (behaviour model of health services utilization).

Gambar 2.2 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Cumming dkk (1980) dalam Notoatmodjo (2005), mengungkapkan suatu set

kategori variabel utama yang muncul dari analisa terhadap model-model yang terdahulu bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh : (1). Hal-hal yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan

Predisposing - Family Composition - Social Structure - Health Beliefs

Enabling - Family Resources - Community Resources

Need Illnes Response


(42)

individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan; (2). Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia; (3). Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut; (4). Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit; (5). Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan (6). Hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

Model penggunaan pelayanan kesehatan yang sering dipakai adalah Health Belief Model dicetuskan oleh Becker (1974), yaitu model kepercayaan kesehatan menjelaskan kesiapan individu dalam memahami perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Ada 4 (empat) variabel yang terlibat dalam tindakan tersebut yaitu :

a. Perceived seriousness (keseriusan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap keseriusan dari penyakit yang didasarkan pada penilaian terhadap kerusakan yang ditimbulkan penyakit tertentu. Sebagai contoh seseorang yang giginya berlubang namun tidak merasakan keluhan, maka dia tidak akan langsung mencari pengobatan. Tetapi apabila seseorang telah merasakan sakit gigi bahkan sampai bengkak, maka dia akan segera mencari pengobatan.

b. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan), yaitu kepekaan seseorang terhadap penyakit, agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah


(43)

penyakitnya, maka dia harus merasakan bahwa dia rentan atau peka terhadap penyakit tersebut. Seorang pasien akan yakin terhadap pentingnya kesehatan gigi apabila dia sering merasakan sakit gigi, sehingga timbul kesadarannya agar penyakitnya tidak timbul lagi atau bagaimana untuk mengobati serta mencegah penyakit tersebut.

c. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap manfaat yang diperoleh apabila mengambil tindakan untuk mengobati atau mencegah penyakit. Sebagai contoh seorang pasien akan berperilaku memelihara kesehatan gigi dan mulutnya apabila dia merasakan manfaat dimana mencegah lebih murah daripada mengobati.

d. Perceived barriers (hambatan-hambatan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit, dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang ditimbulkan pada perawatan. Disamping itu hambatan dapat berupa biaya baik bersifat monetary cost yaitu biaya pengobatan ataupun time cost

(waktu menunggu diruang tunggu, atau waktu yang digunakan selama perawatan, dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan), serta kualitas pelayanan yang diberikan.

Faktor-faktor yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan harus diperhatikan. Hal-hal yang


(44)

menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia. Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut. Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit. Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

2.3 Perilaku

2.3.1 Definisi Perilaku

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut

reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku perlu adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan perilaku.

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan


(45)

manusia itu berperilaku, karena mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 (dua) :

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon atau reaksi terhadap stimulus ini terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

2.3.2 Aspek-aspek Perilaku

Aspek-aspek perilaku terdiri dari tiga bagian, sebagai berikut:

a. Pengetahuan, adalah aspek perilaku yang merupakan hasil tahu, dimana ini terjadi bila seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.


(46)

b. Sikap, merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai dan bertanggungjawab.

c. Tindakan, adalah sesuatu yang dilakukan. Suatu sikap belum terwujud dalam tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung dari pihak lain.

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan sebagainya, namun demikian sulit dibedakan refleksi dan gejala kejiwaan yang mana seseorang itu berperilaku tertentu. Apabila kita telusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan yang tercermin dalam perilaku manusia itu adalah pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut juga determinan perilaku, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni :

a) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik individu yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan lain-lain.


(47)

b) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Menurut WHO (World Health Organisation) dalam Notoatmodjo (2005), alasan seseorang berperilaku tertentu adalah karena pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek.

Gambar 2.3 Determinan Perilaku Manusia

Model kepercayaan terhadap suatu produk tertentu tersebut diperkuat dengan pengaruh yang mendasari pada perilaku konsumen seperti yang dikemukakan oleh Engel et.al (2000), pengaruh tersebut terdiri dari 3 faktor, yaitu :

a. Pengaruh lingkungan, meliputi : budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi.

b. Perbedaan dan pengaruh individu, meliputi : sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi.

c. Proses psikologis, meliputi : pengolahan informasi, pembelajaran dan perubahan sikap dan perilaku.

Pengalaman Keyakinan Fasilitas Sosial Budaya

Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak Motivasi Niat


(48)

Sedangkan faktor yang memengaruhi diterima atau tidaknya suatu produk tertentu dapat dijelaskan dengan model kepercayaan Irwin M. Rosentock dalam Kotler et.al (2000), yaitu :

a. Faktor demografi, meliputi umur, jenis kelamin, ras, dan etnik.

b. Faktor sosio psikologis meliputi personality, kelas sosial, dan kelompok rujukan. c. Faktor struktural, meliputi pengetahuan dan sikap

d. Faktor keberadaan dan keseriusan masalah kesehatan yang diderita.

e. Faktor kepercayaan penerimaan dan penolakan terhadap untung ruginya tindakan medis tertentu, pengaruh berita dan informasi yang diperoleh dari media massa, kelompok masyarakat atau keluarga yang dipercaya, serta pengalaman orang lain. f. Berita-berita yang diterima dari majalah, koran, pelayanan keluarga, teman dan

lain-lain.

2.3.4. Faktor yang Memengaruhi Kunjungan Ulang

Perilaku pembeli atau pengguna dapat dijadikan kiat dasar untuk menghubungkan kualitas pelayanan dan minat. Perilaku konsumen untuk menggunakan pelayanan yang sama apabila mereka merasa terpenuhi keinginannya dengan pelayanan yang mereka terima. Pembeli atau pengguna yang merasa terpenuhi keinginannya akan kualitas jasa yang mereka terima akan membeli atau mengguna ulang produk atau jasa itu kembali. Minat perilaku konsumen untuk membeli atau menggunakan jasa dari pemberi jasa yang sama sangat dipengaruhi oleh pengalaman terhadap pelayanan yang diberikan sebelumnya.


(49)

Pengguna yang sudah terbiasa akan suatu produk atau jasa yang khusus tidaklah selalu sama, dikarenakan faktor pemilihan alternatif yang unik. Faktor lain lagi yang berhubungan dalam hal suka atau tidak suka, menolak tetapi sebenarnya menyukai dan beberapa fanatik yang tidak pernah mempertimbangkan pilihan lain. Menurut Kotler (2000), beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan barang atau

jasa, yaitu ;

1. Faktor pertama adalah marketing stimuli, faktor ini terdiri dari product, price, place dan promotion.

2. Faktor kedua adalah stimuli lain yang terdiri dari technological, political dan

cultural.

Faktor ini akan masuk dalam buyer box yang terdiri dari dua (2) faktor, yaitu buyer characteristic yang memiliki variabel cultural, personal dan psychological, serta buyer decision process merupakan proses yang terjadi saat seseorang memutuskan untuk mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Tahapan proses keputusan pembelian yang merupakan bagian dari perilaku konsumen meliputi proses pengenalan kebutuhan, proses pencarian informasi dan proses evaluasi alternatif. Proses pemanfaatan di mulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan.

Mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, pemasar dapat mengidentifikasikan rangsangan yang paling sering membangkitkan minat atau suatu kategori produk. Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak yang dapat dilakukan baik secara aktif maupun pasif.


(50)

Konsumen akan membentuk preferensi tahap evaluasi atas merek dalam kumpulan pilihan konsumen, juga mungkin membentuk niat untuk membeli atau menggunakan produk yang disukai atau memanfaatkan ulang fasilitas kesehatan yang disukai.

Keputusan kunjungan ulang merupakan prilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Menurut Simamora (2004) kesediaan pembelian ulang suatu produk atau jasa dipengaruhi kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen dirasakan sebagai suatu persepsi setelah pasien merasakan pelayanan yang diterima. Persepsi ini, berhubungan dengan sikap konsumen terhadap produk tersebut. Persepsi positif seseorang terhadap suatu produk akan menimbulkan realitas terhadap produk tersebut. Konsumen yang loyal akan bersedia memanfaatkan produk atau jasa tersebut bila suatu saat membutuhkan.

Perusahaan harus berusaha memuaskan konsumen pada semua tingkatan hubungan dan membuat konsumen terkesan dengan pelayanan yang lebih dari yang mereka harapakan. Tujuannya agar konsumen tetap loyal dan tidak berpaling pada produk atau jasa lain yang sejenis. Eksistensi konsumen yang loyal, termasuk pasien sebagai konsumen di rumah sakit tak hanya bersedia membeli ulang produk atau jasa ketika mereka membutuhkan tetapi juga kesediaannya untuk merekomendasikan produk atau jasa tersebut kepada teman, anggota keluarga dan kolega mereka. Mempertahankan konsumen lebih lama lebih penting dari pada menarik pelanggan baru. Konsumen yang puas akan memperlihatkan kesediaan dan kemungkinan membeli lagi produk tersebut (Simamora, 2004).


(51)

Dengan banyaknya pilihan rencana kesehatan dan penyedia layanan kesehatan, konsumen lebih berani mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap pelayanan konsumen, dibanding berpindah ke penyedia jasa atau rencana kesehatan yang lain (Wolper, 2001). Pemberi layanan/pemasar menginginkan konsumen mereka menyampaikan kepada teman dan lainnya tentang produk merk, tempat membeli, dan hal-hal lain tentang produk agar mendapat konsumen potensial yang dapat berpengaruh oleh informasi tersebut (Peter, 2000).

2.4 Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI (2008) kata “tahu” berarti mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar). Sedangkan arti dari pemahaman adalah hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui serta kepandaian. Dalam hal ini, dapat dikatakan efektif bila penerima pesan dapat memperoleh pengetahuan yang didapatnya dari pesan yang disampaikan oleh sumber pengetahuan dan berkenaan dengan sesuatu hal (disiplin ilmu).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo


(52)

(2003), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:

a. Awareness ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.5 Sikap

Thurstone dalam Azwar (2007), mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap atau Attitude

senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. LaPierre dalam Azwar (2007) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo dalam Azwar (2007), menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu.

Menurut Fishbein & Ajzen dalam Dayakisni & Hudaniah (2003), sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara


(53)

tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif dalam Dayakisni & Hudaniah (2003) menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.

Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran: a. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis

Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood dalam Azwar (2007). Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavorable) pada objek tersebut.

b. Kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport dalam Azwar (2007),. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. c. Kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema

triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi di dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.


(54)

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif.

Definisi sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap. Fenomena sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang (Azwar, 2007).

Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. (1) sikap positif adalah apabila timbul persepsi yang positif terhadap stimulus yang diberikan dapat berkembang sebaik-baiknya karena orang tersebut memiliki pandangan yang positif terhadap stimulus yang telah diberikan. (2) sikap negatif apabila terbentuk persepsi negatif terhadap stimulus yang telah diberikan.

Struktur sikap menurut Kothandapani (dalam Azwar, 2007) dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang. Ketiga komponen tersebut pembentukan sikap, yaitu sebagai komponen kognitif (kepercayaan), emosional (perasaan) dan komponen konatif (tindakan). Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam berinteraksi sosial, individu beraksi membentuk pola sikap


(55)

tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang memengaruhi sikap (Azwar, 2007) terdiri dari:

(a) Pengalaman Pribadi

Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan yang meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap kedalam individu dan memengaruhi terbentuknya sikap. (b) Pengaruh Orang Lain

Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal dalam kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan, mereka akan mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya.

(c) Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Dalam kehidupan di masyarakat, sikap masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang ada di daerahnya.

(d) Media Massa

Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.


(56)

(e) Faktor Emosional

Sikap yang didasari oleh emosi yang fungisnya hanya sebagai penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian merupakan sikap sementara, dan segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

Komponen kebutuhan yang ”dirasakan” (perceived need), di ukur dengan perasaan subjektif individu terhadap pelayanan kesehatan. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa faktor kebutuhan (need) merupakan penentu akhir bagi individu dalam menentukan seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan (Andersen dalam Notoatmodjo, 2003).

2.6 Tindakan Pemeliharan Kesehatan Gigi dan Mulut

Menurut Kegeles (1961) ada empat faktor utama agar seseorang mau melakukan pemeliharaan kesehatan gigi, yaitu: 1) Merasa mudah terserang penyakit gigi, 2) Percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah, 3) Pandangan bahwa penyakit gigi dapat berakibat fatal, dan 4) Mampu menjangkau dan memanfaatkan fasilitas kesehatan. Namun, yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia adalah masih buruknya pengetahuan terhadap kesehatan gigi dan mulut. Hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk yang meyakini semua orang akan mengalami karies gigi, tanggalnya gigi pada usia lanjut, kesembuhan gigi tanpa perawatan dokter, dan penyakit gigi tidak berbahaya atau perawatan gigi dapat menimbulkan rasa sakit.


(57)

Keyakinan ini akan berpengaruh buruk pada tindakan pemeliharaan dan pencegahan gigi (Situmorang, 2005).

Masalah kesehatan gigi yang buruk seharusnya dapat diatasi. Beberapa upaya pencegahan kesehatan gigi dan mulut dapat dilakukan seperti : menjaga kebersihan gigi dan mulut (menyikat gigi, menggunakan obat kumur, menggunakan pembersih interdental), pengaturan pola makan (mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat), pemeriksaan gigi (memeriksakan gigi minimal 2 kali dalam setahun) (Harris & Christen, 1995; Pintauli & Hamada, 2007).

2.7 Pusat Kesehatan Masyarakat

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada mesyarakat di wilayah kerjanya dalam kegiatan pokok (Depkes RI, 2004).

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja. Dalam pengertian Puskesmas ini terdapat beberapa aspek, yaitu: (a) sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, serta berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional, (b) pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal, (c) Puskesmas


(58)

bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya, dan (d) secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi dua (Depkes RI, 2004).

Tugas pokok Puskesmas meliputi 3 aspek, yaitu: (1) Memberikan pelayanan

bermutu, terjangkau, cakupannya luas, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, (2) Membina peran serta masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan, (3) Mengembangkan usaha-usaha inovatif agar terjamin pemerataan pelayanan dan

tergalinya potensi masyarakat (Depkes RI, 2004).

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, keduanya ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya pelayanan yang diselenggarakan adalah :

1. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

2. Pelayanan medik dasar, yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga melalui upaya rawat jalan yang tujuannya untuk menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentu (Depkes RI, 2004).


(59)

2.7.1 Program Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas

Program kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas pada dasarnya dibagi dalam tiga kegiatan :

1. Pembinaan/Pengembangan

Pembinaan/pengembangan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam upaya pelihara diri (self care), melalui pengembangan upaya kesehatan yang bersumber pada aktivitas masyarakat dengan pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) dalam program Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD).

Kegiatan pembinaan/pengembangan dilakukan melalui :

a. Kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) berupa ; pendekatan lintas program/lintas sektoral, persiapan desa, latihan kader, diagnosa masalah, umpan balik, dan pelaksanaan kegiatan.

b. Pelayanan oleh kader : penyuluhan tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, pemeriksaan sepintas, pengobatan sederhana dan rujukan.

c. Monitoring : sumber data dapat diambil dari buku catatan kader. 2. Pelayanan asuhan pada kelompok rawan :

a. Pada anak sekolah

b. Pada kelompok ibu hamil/menyusui, anak pra sekolah. 3. Pelayanan medik gigi dasar

Pelayanan medik gigi dasar di Puskesmas dilaksanakan terhadap masyarakat yang datang mencari pengobatan maupun yang dirujuk. Pelayanan meliputi :


(60)

pengobatan, pemulihan, pencegahan khusus, di samping penyuluhan secara individu maupun kelompok terhadap pengunjung Puskesmas (Eliza, 2002).

2.7.2 Tugas Tenaga Kesehatan Gigi di Puskesmas 1. Tugas Dokter Gigi

a. Medis Teknis

1) Melaksanakan pelayanan medik gigi umum dan khusus

2) Menerima rujukan kasus-kasus medik gigi dasar dan merujuk kasus-kasus spesialistik

3) Melaksanakan pelayanan asuhan baik asuhan sistematik maupun asuhan masyarakat (bila tidak ada perawat gigi)

b. Manajemen (makro)

Menyangkut masalah umum/luas seperti dalam mengidentifikasikan, merencanakan, memecahkan masalah, mengevaluasi program kesehatan gigi dan mulut di wilayahnya.

1) Mengkoordinir, memonitor keseluruhan program kesehatan gigi di Puskesmas. 2) Mengkoordinasi, menggerakkan perawat gigi dalam melaksanakan pelayanan

asuhan.

3) Membimbing dan mengawasi perawat gigi dalam bidang medis teknis.

4) Bertanggung jawab dalam pencatatan/pelaporan tentang pelayanan kesehatan gigi di wilayahnya.

2. Tugas Perawat Gigi


(1)

Keseriusan penyakit yang dirasakan * Pemanfaatan Poli Gigi

Crosstab

38 7 45

26,1 18,9 45,0

84,4% 15,6% 100,0%

40,0% 7,4% 47,4%

17 33 50

28,9 21,1 50,0

34,0% 66,0% 100,0%

17,9% 34,7% 52,6%

55 40 95

55,0 40,0 95,0

57,9% 42,1% 100,0%

57,9% 42,1% 100,0% Count

Expected Count % within Keseriusan penyakit yang dirasakan % of Total

Count

Expected Count % within Keseriusan penyakit yang dirasakan % of Total

Count

Expected Count % within Keseriusan penyakit yang dirasakan % of Total

Tidak baik

Baik Keseriusan penyakit yang dirasakan

Total

Tidak memanfaat

kan Ulang

Memanfaa tkan Ulang Pemanfaatan Poli Gigi

Total

Chi-Square Tests

24,724b 1 ,000

22,697 1 ,000

26,316 1 ,000

,000 ,000

24,463 1 ,000

95 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 18,95.


(2)

Pelayanan Poli Gigi dan Mulut * Pemanfaatan Poli Gigi

Crosstab

51 13 64

37,1 26,9 64,0

79,7% 20,3% 100,0%

53,7% 13,7% 67,4%

4 27 31

17,9 13,1 31,0

12,9% 87,1% 100,0%

4,2% 28,4% 32,6%

55 40 95

55,0 40,0 95,0

57,9% 42,1% 100,0%

57,9% 42,1% 100,0% Count

Expected Count % within Pelayanan Poli Gigi dan Mulut % of Total

Count

Expected Count % within Pelayanan Poli Gigi dan Mulut % of Total

Count

Expected Count % within Pelayanan Poli Gigi dan Mulut % of Total

Tidak baik

Baik Pelayanan Poli Gigi dan Mulut

Total

Tidak memanfaat

kan Ulang

Memanfaa tkan Ulang Pemanfaatan Poli Gigi

Total

Chi-Square Tests

38,211b 1 ,000

35,521 1 ,000

40,876 1 ,000

,000 ,000

37,809 1 ,000

95 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 13,05.


(3)

Logistic Regression

Case Processing Summary

95 100,0

0 ,0

95 100,0

0 ,0

95 100,0 Unweighted Casesa

Included in Analysis Mis sing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cas es Total

N Percent

If weight is in effect, s ee class ification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0

1 Original Value

Tidak memanfaatkan Ulang

Memanfaatkan Ulang

Internal Value

Block 0: Beginning Block

Iteration Historya,b ,c

129,320 -,316 129,320 -,318 Iteration

1 2 Step 0

-2 Log

likelihood Constant Coefficien

ts

Constant is included in the m odel. a.

Initial -2 Log Likelihood: 129,320 b.

Es timation term inated at iteration num ber 2 because log-likelihood decreased by less than ,010 percent. c.


(4)

Classification Tablea,b

55 0 100,0

40 0 ,0

57,9 Observed

Tidak memanfaatkan Ulang

Memanfaatkan Ulang Pemanfaatan Poli

Gigi

Overall Percentage Step 0

Tidak memanfaat

kan Ulang

Memanfaa tkan Ulang Pemanfaatan Poli Gigi

Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is ,500 b.

Va riables in the Equation

-,318 ,208 2,348 1 ,125 ,727 Constant

St ep 0

B S. E. W ald df Sig. Ex p(B )

Variables not in the Equation

19,513 1 ,000 41,068 1 ,000 18,010 1 ,000 24,660 1 ,000

3,709 1 ,054

24,723 1 ,000 38,211 1 ,000 67,285 7 ,000 PGK

RGK LGK SGK RENK SERK PELK Variables

Overall Statistics Step

0

Score df Sig.


(5)

Iteration Historya,b,c,d

54,018 -2,699 ,699 1,037 ,676 ,837 ,559 ,725 1,060 40,793 -4,446 1,240 1,518 1,205 1,382 1,143 1,260 1,568 37,097 -5,933 1,718 1,940 1,670 1,781 1,735 1,747 1,926 36,491 -6,831 1,994 2,210 1,962 1,989 2,124 2,047 2,126 36,465 -7,071 2,061 2,284 2,042 2,040 2,231 2,126 2,180 36,465 -7,084 2,065 2,288 2,047 2,042 2,237 2,131 2,183 Iteration

1 2 3 4 5 6 Step 1

-2 Log

likelihood Constant PGK RGK LGK SGK RENK SERK PELK Coefficients

Method: Enter a.

Constant is included in the model. b.

Initial -2 Log Likelihood: 129,320 c.

Estimation terminated at iteration number 6 because log-likelihood decreased by less than ,010 percent. d.

Omnibus Tests of Model Coefficients

92,855 7 ,000

92,855 7 ,000

92,855 7 ,000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

36,465 ,624 ,839 Step

1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Hosme r and Leme show Test

13,006 7 ,072 St ep

1

Chi-square df Sig.

Co ntin gen cy T ab le fo r Ho sm er a nd L em esh ow Test

11 10,968 0 ,032 11

12 12,906 1 ,094 13

10 9,536 0 ,464 10

12 11,278 0 ,722 12

7 7,133 3 2,867 10

2 2,756 8 7,244 10

1 2 3 4 5 6 St ep 1

Observed Ex pec ted Pemanfaat an P oli Gigi = Tidak memanfaatkan

Ul ang

Observed Ex pec ted Pemanfaat an P oli Gigi = Mem anfaatkan Ulang


(6)

Classification Tablea

54 1 98,2

4 36 90,0

94,7 Observed

Tidak m em anfaatkan Ulang

Memanfaatkan Ulang Pemanfaatan Poli

Gigi

Overall Percentage Step 1

Tidak memanfaat

kan Ulang

Memanfaa tkan Ulang Pemanfaatan Poli Gigi

Percentage Correct Predicted

The cut value is ,500 a.

Va riables in the Equation

2,065 1,048 3,884 1 ,049 7,883 1,011 61,433 2,288 ,935 5,990 1 ,014 9,852 1,577 61,539 2,047 1,008 4,123 1 ,042 7,743 1,074 55,839 2,042 ,922 4,903 1 ,027 7,707 1,264 46,989 2,237 1,050 4,535 1 ,033 9,363 1,195 73,366 2,131 ,985 4,681 1 ,030 8,420 1,222 58,004 2,183 ,986 4,906 1 ,027 8,876 1,286 61,272 -7,084 1,670 17,994 1 ,000 ,001

PGK RGK LGK SGK RENK SERK PELK Constant Step

1a

B S.E. W ald df Sig. Exp(B) Lower Upper 95,0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: PGK, RGK, LGK, SGK, RENK, SERK, PELK. a.