PENUTUP A. Pendidikan Akhlak bagi Penuntut Ilmu dalam kitab Syarah Ta'lim al-Muta'allim Karya Syeikh Ibrahim bin Ismail
menjadi bangsa kuli. Tidak ingin bangsa ini semakin terpuruk nilai-nilai moral yang berkaitan rusaknya sendi-sendi tatanan bangsa.
6
Apalagi orang yang sedang menuntut ilmu harus memiliki akhlak atau karakter yang baik, sehingga dapat menerima ilmu dengan baik pula. Dalam
kitab syarah Ta’lim pun disebutkan bahwa penuntut ilmu itu harus memiliki
akhlakkarakter yang bersungguh-sungguh, tekun dan rajin dalam menuntut ilmu. Syaikhul Islam Ustadz sadiduddin As Syairazy pernah membacakan
sya’ir imam Syafi’i:
ّك ْينّْي ّجْلا قلْغم ب ّك حتْفي ّجْلاو عس ش رْما
“bersungguh-sungguh itu dapat mendekatkan segala perkara yang jauh dan dapat membukakan segala pintu tertutup
”.
7
Penuntut ilmu hendaknya juga menghindari budi pekerti tercela menurut syara’. Sebab budi pekertikarakter tercela itu ibarat anjing, karena anjing itu
dapat menyakiti orang yang menemaninya, demikian pula budi pekerti yang tercela dapat menyakiti dirinya dan orang yang menemaninya.
Maka siapa yang memiliki akhlak atau karakter yang buruk yang digambarkan seperti anjing secara maknawi, maka para malaikat merasa sakit
dan lari dari orang itu serta tidak mau memasuki rumahnya. Padahal manusia dapat sukses memperoleh ilmu dengan perantara malaikat. Maka jelaslah
bahwa orang yang memiliki karakter atau akhlak yang buruk itu, ia tidak akan mendapatkan keelokan ilmu.
8
6
Ibid, h.2
7
Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta’lim Muta’alim, Al-Haramain: t.p., 2006 h.21
8
Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim al-
Muta’allim oleh Ali Chasan Umar, Semarang: PT Karya Toha, 2000, h. 35
Oleh karena itu merujuk pada pendapat para tokoh, pemimpin dan pakar pendidikan dunia yang menyepakati pembentukan karakter sebagai tujuan
pendidikan. Namun dalam perjalanannya, pendidikan-pendidikan akhlak atau karakter sempat tenggelam dan terlupakan dari dunia pendidikan, terutama
sekolah. Sejak 2500 tahun yang lalu. Socrates telah berkata bahwa tujuan paling
mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah islam, sekitar 1400 tahun yang lalu, Nabi Muhammad
SAW dalam ajaran islam, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan
pembentukan akhlak karakter yang baik good character. Tokoh pendidikan Barat yang mendunia seperti Klipatrick, Lickona,
Brooks, dan Goble seakan menggemakan kembali gaungan yang disuarakan Socrates dan Muhammad SAW bahwa moral, akhlak atau karakter adalah
tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan. Begitu juga dengan Martin
Luther King
menyetujui pemikiran
tersebut dengan
mengatakan,“Intelligence plus Character, that is the true aim of education”. Kecerdasan plus karakter, itulah tujuan yang benar dari pendidikan.
9
Pendidikan akhlak karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya
menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya: anjuran atau suruhan terhadap anak-anak untuk
duduk yang baik, tidak berteriak-teriak agar tidak mengganggu orang lain, bersih badan, rapih pakaian, hormat terhadap orang tua, menyayangi yang
mudah, menghormati yang tua, menolong teman dan seterusnya merupakan
9
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011 cet ke-1 h.2