Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih
Almatsier, 2004. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu
Supariasa, 2002.
2.6 Penilaian Status Gizi
Status gizi dapat dinilai melalui beberapa cara yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik yang disebut dengan penilaian status fizi
secara langsung. Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang paling sederhana dan praktis, karena mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang
besar. Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang dilakukan terhadap Berat Badan BB, Tinggi Badan TB dan lingkaran bagian-bagian tubuh serta Lemak di
Bawah Kulit Supariasa, 2002. Cara pengukuran dengan antropometri menggunakan beberapa indeks seperti :
Berat Badan menurut Umur BBU, Tinggi Badan menurut Umur TBU dan Berat Badan menurut Tinggi Badan BBTB. Pada saat sekarang untuk mengukur status
gizi anak balita menggunakan WHO Antro 2005.
2.7 Perilaku
Menurut Blum 1974 dalam Soekidjo 2003 mengemukakan bahwa perilaku merupakan faktor yang dominan mempengaruhi kesehatan setelah lingkungan,
dimana perilaku selalu berperan dalam lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, juga sosial budaya dan kemudian baru ditunjang oleh tersedianya fasilitas kesehatan yang
Universitas Sumatera Utara
terjangkau oleh masyarakat, dan terakhir adalah faktor keturunan, dimana faktor ini erat kaitannya dengan gen yang diturunkan terhadap individu.
Perilaku menurut Notoatmodjo 2003, adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Perilaku diartikan sebagai suatu reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk
menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan dan rangsangan tersebut dapat menimbulkan suatu perubahan perilaku Ensiklopedi Amerika, Notoadmodjo, 2003.
Blum 1908 membedakan menjadi tiga bentuk perilaku yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ahli lain menyebut pengetahuan knowledge, sikap
attitude, dan tindakan practice. Menurut Notoatmodjo 2003, perilaku dibedakan atas pengetahuan, sikap dan tindakan.
Skiner 1983 seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Oleh karena
peilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau
Stimulus-Organisme-Respons. Skiner membedakan respons ini dalam dua bentuk yaitu :
1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan stimulus tertentu. Stimulus semacam ini disebut
eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. 2. Operant respon atau Instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau rein-forcer, karena memperkuat respon.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua antara lain :
1. Perilaku tertutup covert behavior Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
covert. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuankesadaran, dan sikap orang yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2. Perilaku terbuka overt behavior
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek practice, yang dengan mudah dapat diamati dan dilihat oleh orang lain Notoatmodjo, 2003.
2.7.1 Pengetahuan knowledge
Pengetahuan knowledge adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “What”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan
sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab apa sesuatu itu Notoatmodjo, 2005.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang overt behaviour Notoatmodjo, 2007.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :
1. Tahu know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami comprehension
Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi application Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi lainnya. 4. Analisis analysis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
5. Sintesis synthesis Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi evaluation
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.7.2 Sikap attitude
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek Notoatmodjo, 2007.
Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakkan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku Notoatmodjo, 2007.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :
1. Menerima receiving Menerima diartikan bahwa orang subjek mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan objek. 2.
Merespons responding Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Universitas Sumatera Utara
3. Menghargai valuing Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sampai tingkat tinggi. 4. Bertanggung jawab responsible
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.7.3 Tindakan atau Praktik Practice
Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan overt behaviour. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan Notoatmodjo, 2007. Tindakan praktik mempunyai beberapa tingkatan, yakni :
1. Persepsi perception Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil. 2. Respons terpimpin guided response
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme mecanism Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
Universitas Sumatera Utara
4. Adopsi adoption Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.7.4 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Kesehatan
Menurut Lawrence Green 1980 dalam Notoatmodjo 2005, perilaku ditentukan 3 faktor yaitu:
1. Faktor Predisposisi Predisforsing Factors Faktor yang dapat memudahkan atau memprodisposisi terjadinya perilaku
pada diri seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan.
2. Faktor Pemungkin Enabling Factors Faktor pemungkin atau pendukung enabling perilaku adalah fasilitas, sarana
dan prasarana yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
3. Faktor Penguat Reinforsing Factors Tokoh masyarakat merupakan faktor penguat bagi terjadinya perilaku
seseorang atau masyarakat, peraturan perundang-undangan, Surat Keputusan dari
para pejabat pemerintah daerah atau pusat juga termasuk faktor penguat perilaku.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Perilaku ibu
Perilaku adalah segala bentuk tanggapan dari individu terhadap lingkungannya dan merupakan suatu perwujudan dari adanya kebutuhan. Untuk
mewujudkan sikap dalam pemberian makanan bergizi menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu yang memungkinkan antara lain adalah
fasilitas. Tingkatan praktik adalah mulai dari persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan adaptasi.
Dimana dalam perilaku pemberian makanan bergizi ini dapat terlihat dari ibu bisa memilih makanan yang bergizi bagi keluarganya terutama balita, serta ibu dapat
pula memilih bahan makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan yang murah dan sederhana Notoatmodjo, 2002.
2.8.1 Pengetahuan Ibu
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang overt behavior. Pengetahuan merupakan hasil tahu
dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Notoatmodjo, 2003 Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu antara lain
sebagai berikut : 1. Umur ibu
Umur ibu sangat berpengaruh karena semakin muda umur ibu pada saat mempunyai anak maka pengalaman yang dimiliki tentang pemenuhan gizi balita
Universitas Sumatera Utara
semakin sedikit, ibu yang masih muda cenderung kurang peduli pada kebutuhan gizi balita Suhardjo, 1996.
2. Pekerjaan ibu Ibu yang bekerja sebagai pencari nafkah diluar rumah akan menyita
waktunya dalam mempersiapkan makanan bagi keluarganya, sehingga terpaksa dialihkan kepada orang lain demikian juga dalam pemberian makan kepada balita
Suhardjo, 1996. 3. Pendapatan keluarga
Masalah gizi selain dipengaruhi oleh asupan zat gizi, keadaan kesehatan individu juga berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Pada
umumnya kekurangan zat gizi berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. 4. Pendidikan ibu
Pendidikan ibu memberikan pengaruh terhadap perilaku perawatan anak, khususnya tanggung jawab dalam memilih makanan. Tingkat pendidikan yang rendah
mempengaruhi penerimaan informasi termasuk gizi, sehingga pengetahuan akan terbatas Sediaoetama, 2004.
Tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan keadaan gizi anak. Hal ini disebabkan karena ibu rumah tangga mempunyai peranan penting dalam menentukan
dan mengatur belanja keluarga, karena makin tinggi pendidikan ibu maka makin baik status gizi anak Hasanah, 2012.
2.8.2 Sikap ibu
Newcomb dalam Notoatmodjo 2003, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap
Universitas Sumatera Utara
belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan suatu kedaan mental dan saraf dari
kesiapan, yang diatur melalui respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya dan bersifat dinamis Widayatun, 2004.
Dalam penentuan sikap, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah
kepribadian, intelegensia, minat dan motivasi individu tersebut faktor intrinsik. Sedang faktor ekstrinsik adalah faktor lingkungan, pendidikan, idiologi, ekonomi,
politik serta pertahanan dan keamanan Hankam. Sikap dapat dipelajari dan dibentuk sehingga sikap akan mencerminkan kepribadian dan karakter seseorang. Kebutuhan
sikap yang cenderung dinamis tentu dibarengi dengan perubahan sikap melalui beberapa tahapan yaitu perhatian, mengerti, menerima dan keyakinan proses
rasional. Sikap ibu terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian ibu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. Merespon dengan memberikan jawaban
ketika ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Kemudian mengajak tetangga untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu adalah
menunjukkan ibu mempunyai sikap positif terhadap gizi anaknya. Sehingga diharapkan kepada ibu-ibu dapat meningkatan atau mempertahankan gizi dengan baik
yang meliputi : 1. Ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi balita.
2. Ibu dapat memasak dan memilih makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan- bahan yang murah dan sederhana.
3. Timbulnya kebiasaan makan yang baik.
Universitas Sumatera Utara
4. Semua bayi disusui ibunya sampai berusia 2 tahun dan mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan kebutuhannya.
5. Pemanfaatan pekarangan untuk meningkatkan gizi keluarga. 2.9 Pernikahan
Pernikahan adalah hubungan yang sah dari dua orang yang berlainan jenis kelamin. Sahnya hubungan tersebut berdasarkan atas hukum perdata yang berlaku,
agama atau peraturan-peraturan lain yang dianggap sah dalam negara bersangkutan. Sedangkan di Indonesia perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan
bukan merupakan komponen yang langsung memengaruhi pertambahan penduduk akan tetapi mempunyai pengaruh cukup besar terhadap fertilitas yang merupakan
salah satu unsur pertumbuhan penduduk Lembaga Demografi FEUI, 2007. Perkawinanpernikahan adalah ikatan batin antara pria dan wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluargarumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa UU Perkawinan No1 Tahun 1974
Sudarsono, 2005.
2.9.1 Pernikahan Usia Dini
Agama dan negara terjadi perselisihan dalam memaknai pernikahan dini. Pernikahan yang dilakukan melewati batas minimnal Undang-undang Perkawinan,
secara hukum kenegaraan tidak sah. Istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi
Universitas Sumatera Utara
dengan umur. Sementara dalam kaca mata agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh Fatawie, 2012.
Menurut UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 7 bahwa perkawinan diizinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Namun
pemerintah mempunyai kebijakan tentang perilaku reproduksi manusia yang ditegaskan dalam UU No 10 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa pemerintah
menetapkn kebijakan upaya penyelenggaraan Keluarga Berencana Yeni, 2011.
2.9.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Pernikahan Usia Dini
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan usia dini antara lain :
1. Faktor Ekonomi Persoalan ekonomi keluarga, orang tua menganggap jika anak gadisnya telah
ada yang melamar dan mengajak menikah, setidaknya ia diharapkan akan mandiri tidak lagi bergantung kepada orang tua karena sudah ada suami yang siap
menafkahinya. Sekalipun usia anak perempuannya belum mencapai kematangan, baik secara fisik terlebih mental. Sayangnya, para gadis ini juga menikah dengan pria
berstatus ekonomi tak jauh berbeda, sehingga menimbulkan kemiskinan baru. 2. Faktor Sosial Budaya
Di suatu desa di pantai utara Pulau Jawa, biasa menikah diusia muda, biarpun bercerai tak lama kemudian. Di daerah tersebut perempuan yang berumur 17 tahun
apabila belum kawin dianggap perawan tua yang tidak laku. Di kabupaten Bantul masih ada anggapan perempuan tak laku karena tak kunjung menikah di usia 20-an
tahun.
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor Lingkungan dan Pergaulan Tidak bisa dipungkiri, masih ada pula perkawinan usia muda yang terjadi
karena hamil dimasa pacaran. 4. Faktor Pendidikan
Remaja khususnya wanita mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan yang pada akhirnya mempengaruhi
kemampuan pengambilan keputusan dari pemberdayaan mereka untuk menunda perkawinan Ellya Sibagariang, dkk, 2010.
2.9.3 Risiko Pernikahan Usia Dini
1. Risiko Sosial Pernikahan Usia Dini Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri dan membutuhkan
pergaulan dengan teman-teman sebaya. Pernikahan dini secara sosial akan menjadi bahan pembicaraan teman-teman remaja dan masyarakat. Pernikahan dini
mengakibatkan remaja berhenti sekolah sehingga kehilangan kesempatan untuk menuntut ilmu sebagai bekal hidup di masa depan. Pernikahan dini memberi
pengaruh bagi kesejahteraan keluarga dan dalam masyarakat secara keseluruhan. Wanita yang kurang berpendidikan dan tidak siap menjalankan perannya sebagai ibu
akan kurang mampu untuk mendidik anaknya sehingga anak akan tumbuh dan berkembang secara kurang baik, yang dapat merugikan masa depan anak tersebut.
2. Risiko Kejiwaan Pernikahan Usia Dini Perkawinan pada umumnya merupakan peralihan dalam kehidupan seseorang
dan oleh karenanya mengandung stres. Untuk itu menghadapi perkawinan diperlukan kesiapan mental dari suami maupun istri, yaitu bahwa dia mulai beralih dari masa
Universitas Sumatera Utara
hidup sendiri kemasa hidup bersama dan berkeluarga. Kesiapan dan kematangan mental ini biasanya belum dicapai pada umur di bawah 20 tahun. Apabila wanita
pada masa perkawinan usia muda menjadi hamil dan secara mental belum mantap, maka janin yang di kandungnya akan menjadi anak yang tidak dikehendaki ini
berakibat jauh terhadap perkembangan jiwa anak sejak dalam kandungan. Bila anak lahir, ibu biasanya kurang memberikan perhatian dan kasih sayang malahan anak
dianggap sebagai beban. Sebagai akibat kurang matangnya kejiwaan dan emosi remaja, maka pernikahan dini akan menimbulkan perasaan gelisah kadang-kadang
mudah timbul rasa curiga dan pertengkaran suami istri sering terjadi ketika masa bulan madu sudah berakhir. Masalah tersebut akan bertambah apabila pasangan
tersebut terpaksa tinggal ditempat orang tua dan belum memiliki pekerjaanpenghasilan yang memadai. Tidak jarang pasangan ini mengalami ketidak
harmonisan dalam kehidupan keluarga, sehingga pernikahan tidak bahagia, bahkan dapat berakhir dengan perceraian. Dalam hal ini maka remaja wanita lebih menderita
dari remaja pria. 3. Risiko Kesehatan Pernikahan Usia Dini
Risiko kesehatan terutama terjadi pada pasangan wanita pada saat mengalami kehamilan dan persalinan. Kehamilan mempunyai dampak negatif terhadap
kesejahteraan seorang remaja. Sebenarnya ia belum siap mental untuk hamil, namun karena keadaan ia terpaksa menerima kehamilan dengan risiko.
Universitas Sumatera Utara
Berikut beberapa risiko kehamilan dan persalinan yang dapat dialami oleh remaja usia kurang dari 20 tahun :
a. Kurang darah anemia ada masa kehamilan dengan akibat yang buruk bagi janin yang dikandungnya seperti pertumbuhan janin terhambat, kelahiran prematur.
b. Kurang gizi pada masa kehamilan yang dapat mengakibatkan perkembangan biologis dan kecerdasan janin terhambat. Bayi lahir dengan berat badan rendah.
c. Penyulit pada saat melahirkan seperti perdarahan dan persalinan lama. d. Preeklampsi dan eklampsi yang dapat membawa maut bagi ibu maupun bayinya.
e. Ketidakseimbangan besar bayi dengan lebar panggul. Biasanya ini akan menyebabkan macetnya persalinan. Bila tidak diakhiri dengan operasi caesar maka
keadaan ini akan menyebabkan kematian ibu maupun janinnya. f. Pasangan yang kurang siap untuk menerima kehamilan untuk mencoba melakukan
pengguguran kandungan aborsi yang dapat berakibat kematian bagi wanita. g. Pada wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun mempunyai risiko kira-kira dua
kali lipat untuk mendapatkan kanker servik dibanding wanita yang menikah pada
umur yang lebih tua Ellya Sibagariang, dkk, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.10 Kerangka konsep
Gambar 2.1 Kerangka konsep
Kerangka konsep diatas, dapat dijelaskan bahwa ibu yang menikah di usia dini dalam pemenuhan gizi balita dilatarbelakangi oleh pendapatan, pekerjaan dan
pengetahuan tentang gizi balita yang dapat mempengaruhi sikap ibu dalam pemenuhan gizi balita yang dapat dilihat dari praktek pola makan balita berdasarkan
jenis, jumlah dan frekuensi makan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizi balita.
Menikah Dini : -
Pendapatan -
Pekerjaan -
Pengetahuan tentang gizi balita
Status gizi balita
Sikap Ibu Praktek Pola
makan balita
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku ibu
yang menikah diusia dini dalam pemenuhan gizi balita di Desa Pulau Mungkur Kecamatan Gunung Toar Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Tahun 2012.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Pulau Mungkur Kecamatan Gunung Toar Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau. Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut
adalah masih banyaknya wanita yang menikah diusia dini di daerah ini.
3.2.2 Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan November 2012.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang menikah diusia dini yang mempunyai balita yang ada di Desa Pulau Mungkur
sebanyak 45 orang.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu seluruh ibu yang menikah dibawah usia 20 tahun yang mempunyai balita sebanyak 45 orang
dengan batas maksimal usia perkawinan 10 tahun.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi identitas responden yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun sebelumnya.
Untuk mengetahui jenis dan frekuensi makan diperoleh dengan menggunakan food ferquency dan untuk jumlah makan diperoleh dengan cara recall 24 jam.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data gambaran umum wilayah dan masyarakat Desa Pulau Mungkur yang diperoleh dari kantor kepala Desa Pulau
Mungkur.
3.5 Definisi Operasional
1. Pendapatan adalah penghasilan kepala keluarga ditambah penghasilan ibu bila ibu bekerja per bulan.
2. Pekerjaan adalah pekerjaan ibu disamping sebagai ibu rumah tangga dan menjadi sumber pendapatan bagi ibu.
3. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui ibu tentang pemenuhan gizi balita.
4. Sikap ibu adalah respon ibu terhadap pemenuhan gizi balita.
Universitas Sumatera Utara
5. Tindakan ibu adalah segala sesuatu yang dilakukan ibu rumah tangga dalam pemenuhan gizi balita.
6. Ibu yang menikah usia dini adalah ibu yang melakukan pernikahan pada usia dibawah 20 tahun.
7. Balita adalah anak yang berusia 0-59 bulan. 8. Perilaku pemenuhan gizi balita adalah upaya ibu untuk memenuhi kebutuhan gizi
balita, yaitu tercukupinya asupan gizi yang seimbang bagi balita. 9. Pola makan adalah kebiasaan makan yang dilakukan oleh balita meliputi jenis,
jumlah dan frekuensi makan. 10. Status gizi balita adalah keadaan gizi balita yang diukur dengan menggunakan
indeks antropometri BBU, TBU dan BBTB.
3.6 Aspek Pengukuran