berlanjut akan menyebabkan keadaan gizi kurang yang nantinya akan menghambat tumbuh kembang balita Depkes RI, 2000.
Asupan energi sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan sel dan pembentukan struktur organ-organ tubuh, apabila asupan energi kurang maka proses
pembelahan sel akan terganggu Sutomo, 2008. Untuk jumlah konsumsi protein berdasarkan hasil penelitian tabel 4.30
menunjukkan bahwa sebagian besar balita memiliki tingkat protein kategori sedang 40,0. Terdapat juga anak yang memiliki tingkat konsumsi kategori kurang
26,7 dan defisit 8,9. Pada umumnya balita mengkonsumsi telur dan tahu sebagai sumber protein, mereka jarang bahkan tidak pernah mengkonsumsi ikan
yang berasal dari laut sedangkan diketahui bahwa protein pada ikan laut memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan akses yang sulit baik dari
segi distribusi maupun harga. Sehingga ikan laut ada hanya pada hari-hari tertentu saja dan harganya juga relatif mahal.
Sebaiknya balita diberikan makanan yang beranekaragam begitu juga dengan protein. Sumber protein hewani seperti telur, ikan dan ayam sedangkan sumber
protein nabati seperti tahu dan tempe. Konsumsi protein sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan balita untuk pembentukan sel-sel yang baru, selain
itu protein juga berperan sebagai mekanisme pertahanan tubuh melawan berbagai penyakit dan infeksi Asydhad, 2006.
5.4 Status Gizi Balita Pada Ibu Yang Menikah Di Usia Dini
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.31 menunjukkan bahwa status gizi berat badan menurut umur BBU sebagian besar balita memiliki status gizi normal
Universitas Sumatera Utara
77,8. Terdapat juga status gizi kurang 17,8 dan sangat kurang 4,4 pada balita hal ini menunjukkan kemungkinan ibu belum memperhatikan gizi makanan
yang diberikan kepada balitanya. Dalam penelitian ditemukan seringnya ibu membeikan kerupuk dan susu kental manis. Diketahui bahwa kerupuk memiliki
rendah zat gizi sedangkan susu kental manis memiliki kadar gula tinggi. Menurut Asydhad 2006 balita merupakan golongan rawan gizi karena berhubungan dengan
proses pertumbuhan relatif pesat dan memerlukan jumlah yang relatif besar pula. Pada tabel 4.32 menunjukkan bahwa status gizi tinggi badan menurut umur
TBU sebagian besar balita memiliki status gizi normal 82,2. Ada juga balita yang memiliki kategori pendek 4,4 dan sangat pendek 11,1, dalam hal ini
menunjukkan bahwa kemungkinan sebagian ibu kurang memperhatikan makanan balita pada masa awal pertumbuhan serta adanya penyakit yang mengakibatkan
kesehatan balita jadi terganggu sehingga dapat menghambat pertumbuhan balita serta terdapat juga satu orang balita 2,2 yang tinggi dikarenakan oleh faktor genetika
yang diturunkan oleh orang tuanya. Pada tabel 4.33 menunjukkan bahwa sebagian besar balita memiliki status gizi
normal 82,2. Hal ini disebabkan karena keadaan status gizi balita menurut berat badan balita normal dan jika dilihat dari tinggi badan balita pendek maka ini yang
membuat stutus gizi balita normal, namun terdapat juga status gizi kurus dan sangat kurus 4,4.
Universitas Sumatera Utara
5.5 Sikap Ibu Berdasarkan Pengetahuan Dalam Pemenuhan Gizi Balita
Berdasarkan tabulasi silang antara sikap dengan pengetahuan ibu menunjukkan bahwa pada umumnya ibu yang memiliki pengetahuan kurang baik
mayoritas memiliki sikap juga berada pada kategori kurang baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan ibu dapat membentuk sikap ibu, dalam hal ini adalah
mengenai pemenuhan gizi balita, dimana apabila pengetahuan berada pada kategori kurang baik maka pada umumnya sikap juga berada dalam kategori kurang baik.
Hal ini sejalan dengan pendapat Sumarwan 2003 yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang maka sikap seseorang terhadap
terhadap gizi akan semakin positif.
5.6 Tindakan Ibu Berdasarkan Pengetahuan Dalam Pemenuhan Gizi Balita