Logical Consistency Uji Konsistensi

OP 1 bo 11 bo 12 bo 13 bo 14 bop 1 OP 2 bo 21 bo 22 bo 23 bo 24 bop 2 OP 3 bo 31 bo 32 bo 33 bo 34 bop 3 OP 4 bo 41 bo 42 bo 43 bo 44 bop 4 Sumber : Susila dkk 2007 Sebagai contoh nilai prioritasbobot pilihan 1 OP 1 diperoleh dengan mengalikan nilai bobot pada ktiteria dengan nilai yang terkait dengan kriteria tersebut untuk pilihan 1 sebagai berikut: bop i = bo 11 bc 1 + bo 12 bc 2 + bo 13 bc 3 + bo 14 bc 4 2.2 Hal yang identik dilakukan untuk pilihan 2, 3 dan 4, dengan membandingkan nilai yang diperoleh masing-masing pilihan, prioritas dapat disusun berdasarkan besarnya nilai tersebut. Semakin tinggi nilai suatu pilihan, semakin tinggi prioritasnya, dan sebaliknya. Derajat kepentingan dapat dilakukan dengan pendekatan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan sering digunakan untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen-elemen dan kriteria-kriteria yang ada. Perbandingan berpasangan tersebut diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Elemen dengan bobot paling tinggi adalah pilihan keputusan yang layak dipertimbangkan untuk diambil.

2.12.4 Logical Consistency

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Konsistensi memiliki dua makna, yaitu bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya dan tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

2.12.5 Uji Konsistensi

Konsistensi jawaban atau pembobotan setiap responden harus diperiksa untuk menjaga kualitas model secara keseluruhan. Dalam AHP tingkat konsistensi ini dinyatakan dengan besaran indeks konsistensi CI. Jany dkk 2009 menyatakan bahwa, pada teori matriks diketahui bahwa kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pula pada eigen value. Adapun penghitungan indeks konsistensi dilakukan dengan persamaan : CI =  maks – nn-1 2.3  maks = W in W n n 2.4 dimana:  maks = eigen value maksimum n = ukuran matriks W in = nilai perbandingan antar kriteria i terhadap kriteria n W n = tingkat kepentingan kriteria n Penetapan suatu matriks dianggap konsisten jika nilai Rasio Konsistensi CR lebih kecil atau sama dengan 0,1. Revisi pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio konsistensi pendapat cukup tinggi ≥ 10. Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, UNIVERSITAS SUMATRA UTARA sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Rasio konsistensi diperoleh dari persamaan: RI CI CR  2.5 Dimana CR = Consistency Ratio CI = Consistency Index RI = Random Index Tabel 2.8 Tabel 2.8 Nilai Indeks Random RI Ukuran Matriks Indeks Random Inkonsitensi Ukuran Matriks Indeks Random Inkonsitensi 1,2 9 1,45 3 0,58 10 1,49 4 0,9 11 1,51 5 1,12 12 1,48 6 1,24 13 1,56 7 1,32 14 1,57 Sumber: Saaty,1993 Nilai rentang CR yang dapat diterima tergantung pada ukuran matriks-nya, sebagai contoh, untuk ukuran matriks 3 x 3, nilai CR = 0,03; matriks 4 x 4, CR = 0,08 dan untuk matriks ukuran besar, nilai CR = 0,1 Saaty, 2000 dalam Apriyanto, 2008. Tabel 2.9 Nilai Rentang Penerimaan Bagi CR No Ukuran Matriks Rasio Konsistensi CR 1 ≤3 x 3 0,03 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 2 4 x 4 0,08 3 4 x 4 0,1 Sumber : Saaty 2000 dalam Apriyanto 2008 Dari Tabel 2.9, jika nilai CR lebih rendah atau sama dengan nilai tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup dapat diterima atau matriks memiliki konsistensi yang baik. Sebaliknya jika CR lebih besar dari nilai yang dapat diterima, maka dikatakan evaluasi dalam matriks kurang konsisten dan karenanya proses AHP perlu diulang kembali.

2.12.6 Proses Penetapan Prioritas