Optimasi proses dehidrasi dan formulasi bahan tambahan pangan pada mi Jagung instant dengan metode ekstrusi

(1)

1

OPTIMASI PROSES DEHIDRASI DAN FORMULASI BAHAN

TAMBAHAN PANGAN PADA MI JAGUNG INSTANT DENGAN

METODE EKSTRUSI

SKRIPSI

RISMA SHOLEH HATTUNISA

F 24060645

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

2

Optimization Dehydration Process and Food Additive Formulation

From Instant Corn Noodle With Extrution Method

Risma Sholeh Hattunisa, Subarna, and Tjahja Muhandri

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology,

Bogor Agricultural University

IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone +62 85781938043, e-mail: risma.itp43@gmail.com

ABSTRACT

The objectives of this research are to determine the optimum (1) dehydration (frying and drying) process and (2) food additive’s level for instant extruded corn noodle in improving the quality of instant noodle. Corn noodles made with extrusion method were fried in deep fat frying. The optimation process of instant corn noodle included assigning frying temperature, frying time, and drying process. The noodles were fried at 1100C in 14 and 15 minute, and at 1200C in 5 and 6 minute. Drying process aimed to reduce moisture content of noodle strand, after fring process noodles were dried in cabinet drier for 5, 10, and 15 minute. Noodles that fried at 1200C for 6 minute and dried for 5 minute had best characteristic. This noodles has 9,68 % moisture content which had fulfilled the SNI requirement and 6 minute cooking time. The noodles showed high cooking loss (13.30%) and low cooking weight (177,57%). The texture profile of the cooked noodles revealed that increasing of frying dan drying time was increased hardness, cohesiveness, and decreased stickiness.

The instant corn noodle quality was improved by adding food additive (CMC and baking powder). CMC and baking powder reduced cooking loss of instant corn noodle. Instant corn noodle with CMC has less stickiness, and high firmness value. Noodles with CMC also has higher tensile strength and elongation. The noodle strains were elastic and has smooth surface texture. On the other hand, instant corn noodle with baking powder had high stickiness, and less firmness value. Noodle strains with baking powder had rough surface texture. The best formulation of food additive which can increase instant corn noodle quality and had the highest hedonic score was noodle with CMC 1%.


(3)

3

Risma Sholeh Hattunisa. F24060645. Optimasi Proses Dehidrasi dan Formulasi Bahan Tambahan Pangan pada Mi Jagung Instant dengan Metode Ekstrusi. Dibawah bimbingan: Subarna dan Tjahja Muhandri. 2011.

RINGKASAN

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan proses dehidrasi optimum mi jagung instant dan formulasi bahan tambahan pangan yang dapat meningkatkan mutu mi. Sebagai tahap persiapan penelitian dilakukan pembuatan tepung jagung dan pembuatan mi basah jagung. Optimasi proses dehidrasi mi jagung instant meliputi penentuan suhu optimum penggorengan, penentuan waktu penggorengan, dan penentuan proses pengeringan. Mi jagung digoreng pada kisaran suhu 1000C hingga 1500C, suhu saat tidak terjadi penggembungan adalah 1000C, 1100C, dan 1200C. Mi jagung matang pada suhu 1200C dengan waktu goreng 5 dan 6 menit serta pada suhu 1100C dengan waktu goreng 14 dan 15 menit, sementara pada suhu penggorengan 1000C sampai 15 menit tidak matang. Proses penggorengan mi dikombinasikan dengan pengeringan dalam cabinet dryer selama 5, 10, dan 15 menit. Pengeringan dilakukan sebelum atau sesudah produk mengalami proses penggorengan. Perbaikan mutu mi jagung instant dilakukan dengan penambahan BTP pada saat proses pengadukan. BTP yang ditambahkan adalah CMC dan baking powder dengan konsentrasi 0%, 1% dan 1.5%.

Hasil penelitian menunjukkan, mi jagung instant optimum didapat melalui proses dehidrasi dengan pengorengan pada suhu 1200C selama 6 menit dan pengeringan selama 5 menit. Mi instant tersebut memenuhi standar kadar air menurut SNI mi instant yaitu 9.68% (bb), mi memiliki waktu rehidrasi selama 6 menit, KPAP 13.30%, berat rehidrasi 117.57 %, persen elongasi 45.5%, tensile strength 44 kgf, kekerasan 3745.87 gf, daya kohesif 0.30, dan kelengketan -5.65 gf.

Penggorengan mematangkan mi dan menyebabkan warna mi menjadi khas warna produk goreng. Perlu adanya proses yang dapat mengurangi minyak pada permukaan mi untuk mengurangi terjadinya ketengikan pada produk mi. Semakin lama waktu pengeringan, KPAP dan berat rehidrasi mi semakin tinggi, kekerasan dan daya kohesif mi semakin meningkat, sementara kelengketan, elongasi, dan tensile strength mi semakin menurun.

Penambahan CMC menurunkan KPAP mi dan menaikkan berat rehidrasi mi jagung instant. Mi jagung instant dengan CMC memiliki nilai elongasi dan tensile strength lebih tinggi dibandingkan mi tanpa BTP, serta dapat diangkat dengan garpu. Mi dengan CMC memiliki penampakan warna lebih cerah dan lebih kuning. Secara keseluruhan mi dengan CMC 1% lebih disukai oleh panelis. Mi yang ditambahkan CMC 1% memiliki nilai KPAP 7.4%, berat rehidrasi 203.43%, kekerasan 4375.03 gf, daya kohesif 0.37, kelengketan -6.60gf, elongasi 143.37 %, dan tensile strength 119 kgf.

Penambahan baking powder menurunkan KPAP dan menaikkan berat rehidrasi mi jagung instant. Mi jagung instant dengan penambahan baking powder memiliki karakteristik mi yang empuk, tidak elastis, lengket, serta elongasi dan tensile strength rendah. Panelis lebih menyukai mi yang memiliki tekstur tidak elastis dan tidak keras. Penambahan baking powder terbaik adalah baking powder 1%. Mi yang ditambahkan baking powder 1% memiliki nilai KPAP 10.58%, berat rehidrasi 201.51%, kekerasan 3071.03 gf, daya kohesif 0.22, kelengketan -21.65 gf, elongasi 26.17%, dan tensile strength 36 kgf.

Hasil uji rating hedonik menunjukkan mi yang disukai warnanya adalah mi dengan CMC 1.5%, mi yang disukai elastisitasnya dan kekerasannya adalah mi dengan baking powder 1.5%, mi yang disukai kelengketan, ekstensibilitas, dan keseluruhannya adalah mi dengan CMC 1%.


(4)

i

OPTIMASI PROSES DEHIDRASI DAN FORMULASI BAHAN

TAMBAHAN PANGAN PADA MI JAGUNG INSTANT

DENGAN METODE EKSTRUSI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

RISMA SHOLEH HATTUNISA

F 24060645

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

ii

Judul Skripsi: Optimasi Proses Dehidrasi dan Formulasi Bahan Tambahan Pangan pada Mi Jagung

Instant dengan Metode Ekstrusi Nama: Risma Sholeh Hattunisa

NIM: F 24060645

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Ir. Subarna, M.Si.) (Tjahja Muhandri, STP, MT) NIP 19600629 198803 1 001 NIP 19720515 199702 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.) NIP 19650814 199002 1 001


(6)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Optimasi Proses Dehidrasi dan Formulasi Bahan Tambahan Pangan pada Mi Jagung Instant dengan Metode Ekstrusi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011 Yang membuat pernyataan

Risma Sholeh Hattunisa F 24060645


(7)

iv

BIODATA PENULIS

Penulis bernama Risma Sholeh Hattunisa. Lahir di Jakarta, 24 Desember 1988 dari ayah Sugih Abidin Saputra dan Ibu Rosnani Wahyudiawati, sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan pertama di tempuh di SD Negeri Kalideres 05 Pagi Jakarta (1994-2000), pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 169 Jakarta (2000-2003), dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 33 Jakarta (2002-2006). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tingkat kedua penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui seleksi mayor minor.

Penulis aktif mengikuti organisasi diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB, BEM Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA IPB), Unit Kegiatan Mahasiswa Forum for Scientific Studies (FORCES IPB) serta anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA IPB). Penulis juga aktif mengikuti kepanitian berbagai kegiatan antara lain Masa Perkenalan Keluarga Mahasiswa Baru (MPKMB) IPB, Masa Perkenalan Fakultas (MPF), Seminar dan Training HACCP, Pelatihan Sistem Managemen Pangan Halal (PLASMA), Penyuluhan keamanan pangan, Tetranologi, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (LCTIP) dan lain-lain.

Penulis aktif mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) dengan didanainya tiga PKM yang diajukan. Penulis juga dipercaya menjadi asisten praktikum Fisika Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Biologi Dasar (TPB), dan Teknologi Pengolahan Pangan (Departemen ITP) serta aktif sebagai pengajar di beberapa bimbingan belajar. Penulis juga pernah menjalani program magang di majalah Foodreview Indonesia sebagai reporter freelance. Semasa kuliah penulis menerima beasiswa dari Gudang Garam (2008), Peningkatan prestasi Akademik (PPA) tahun 2010, dan berhak mengikuti program Leadership Training Program 2010-2011 yang diadakan oleh Yayasan Goodwill International.


(8)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Optimasi Proses Dehidrasi dan Formulasi Bahan Tambahan Pangan pada Mi Jagung Instant dengan Metode Ekstrusi yang dilaksanakan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center dari bulan Februari sampai Oktober 2010.

Penelitian ini dapat diselesaikan atas sumbangan pemikiran, masukan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Subarna, M.Siselaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing utama skripsi. 2. Tjahja Muhandri, STP, MT selaku dosen pembimbing kedua.

3. Antung Sima Firlieyanti, STP, M.Sc yang telah bersedia menjadi dosen penguji.

4. Bapak, Mama atas doa dan kasih sayang yang selalu mengalir untuk penulis, dan adik-adikku Adi, Epung dan Nadjmi terima kasih atas kasih sayang, doa, dan segala dukungan baik secara moril maupun materil.

5. Fahmi Nasrullah yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis. 6. Ibu Waysima yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.

7. Teman-teman yang selalu membantu dan memberikan masukan Rina Budiyati, Kak Angga, Kak Ami, Kak Gia, Dessiyana, Wje, Awal, Widi, Wina, Olif, Neng, Zakiyah, Zatil, Bintang, Rima, Tito, Rincil, Angga, Jali, Ochi, Sarah, Pales, Saffiera, Dedes, Manik, maaf tidak bisa disebutkan satu persatu. Kakak ITP 42 dan adik ITP 44 terutama Praktikum TPP golongan P2.

8. Sahabat-sahabatku di Aisyah Family: Lely, Leny, Susi, Achie, Ipit, Cita, Mba Awlia, Nanda, dan Debby terima kasih atas canda gurau dan kebersamaannya.

9. Para teknisi dan laboran yang telah membimbing dan membantu selama penelitian: Pak Junaedi, Pak Deni, Pak Gatot, Pak Iyas, Pak Wahid, Bu Rubiah dan Bu Antin.

Penulis mengetahui bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pangan.

Bogor, Februari 2011

Risma Sholeh Hattunisa


(9)

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan dan Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Tanaman Jagung ... 3

B. Pati Jagung ... 5

C. Tepung Jagung ... 8

D. Mi ... 10

1. Mi Instant ... 10

2. Mi Jagung ... 10

3. Rheologi Mi ... 11

E. Ekstrusi ... 12

F. Penggorengan ... 14

G. Bahan Tambahan Pangan ... 15

1. CMC (Carboxy Methyl Cellulose) ... 15

2. Baking Powder ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

A. Alat dan Bahan ... 17

B. Metode Penelitian ... 17

1. Tahap Persiapan ... 17

2. Optimasi Proses Dehidrasi Mi Jagung Instant ... 20

C. Rancangan Percobaan ... 23

D. Metode Analisis ... 23

1. Analisis Fisik Mi ... 23

2. Uji Hedonik ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Optimasi Proses Dehidrasi Mi Jagung Instant ... 27

B. Analisis Fisik Mi Instant ... 32

C. Penentuan Sampel Mi Jagung Instant Terbaik ... 38

D. Analisis Mi dengan Penambahan BTP ... 39


(10)

vii

E. Penentuan Mi Jagung Instant Terbaik ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(11)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis jagung dan sifat-sifatnya ... 3

Tabel 2. Bagian-bagian anatomi biji jagung ... 3

Tabel 3. Komposisi kimia dan gizi jagung dalam 100 gram ... 5

Tabel 4. Perbandingan sifat pati jagung dibandingkan dengan tepung jagung... 5

Tabel 5. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati... 8

Tabel 6. Hasil uji amilografi tepung jagung Pioneer 21 ... 9

Tabel 7. Hasil analisis proksimat dan ... 9

Tabel 8. Klasifikasi Ekstruder Ulir Tunggal ... 13

Tabel 9. Spesifikasi ekstruder pencetak model MS9 ... 14

Tabel 10. Pengodean rancangan proses pengeringan ... 22

Tabel 11. Pengaturan Texture Analyzer ... 25

Tabel 12. Hasil penggorengan mi jagung instant pada berbagai suhu. ... 28

Tabel 13. Pengaruh waktu penggorengan pada suhu 1100C ... 29

Tabel 14. Pengaruh waktu penggorengan pada suhu 1200C ... 29

Tabel 15. Pengamatan waktu optimum pemasakan ... 32

Tabel 16. Rataan pengukuran KPAP ... 33

Tabel 17. Hasil pengukuran tensile strength ... 38

Tabel 18. Parameter yang diuji dan sampel mi yang terbaik ... 39

Tabel 19. Parameter dan sampel mi jagung instant terbaik ... 51

Tabel 20. Penampakan mi jagung setelah rehidrasi... 52


(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi biji jagung (http://www.geochembio.com) ... 4

Gambar 2. Molekul Amilosa (atas) dan Amilopektin (bawah) ... 6

Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi pati (Harper, 1981) ... 7

Gambar 4. Ekstruder pencetak model MS9 ... 14

Gambar 5. Garis besar pelaksanaan penelitian ... 18

Gambar 6. Proses penepungan jagung (Wijaya, 2010 dengan modifikasi) ... 19

Gambar 7. Diagram alir pembuatan mi basah jagung ... 20

Gambar 8. Diagram alir proses penggorengan ... 21

Gambar 9. Rancangan proses penggorengan lalu pengeringan ... 22

Gambar 10. Rancangan proses pengeringan lalu penggorengan ... 22

Gambar 11. Profil tekstur mi (Peleg 1976) ... 25

Gambar 12. Proses penggorengan mi jagung instant ... 27

Gambar 13. Pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap ... 30

Gambar 14. Rataan kadar air sampel penggorengan kemudian pengeringan ... 30

Gambar 15. Rataan kadar air sampel pengeringan kemudian penggorengan ... 31

Gambar 16. Penampakan mi jagung instant ... 32

Gambar 17. Rataan berat rehidrasi sampel optimasi proses dehidrasi ... 34

Gambar 18. Rataan kekerasan sampel optimasi proses dehidrasi ... 35

Gambar 19. Rataan daya kohesif sampel optimasi proses rehidrasi ... 36

Gambar 20. Rataan kelengketan sampel optimasi proses dehidrasi ... 36

Gambar 21. Rataan elongasi sampel optimasi proses dehidrasi ... 37

Gambar 22. Rataan KPAP sampel perlakuan BTP ... 40

Gambar 23. Rataan berat rehidrasi sampel perlakuan BTP ... 40

Gambar 24. Rataan kekerasan sampel perlakuan BTP ... 41

Gambar 25. Rataan daya kohesif sampel perlakuan BTP ... 42

Gambar 26. Rataan kelengketan sampel perlakuan BTP ... 42

Gambar 27. Rataan elongasi sampel perlakuan BTP ... 43

Gambar 28. Rataan tensile strength sampel perlakuan BTP ... 44

Gambar 29. Rataan nilai L sampel pada perlakuan BTP yang berbeda ... 44

Gambar 30. Rataan Nilai a sampel pada perlakuan BTP yang berbeda ... 45

Gambar 31. Rataan nilai b sampel pada perlakuan BTP yang berbeda... 46

Gambar 32. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap warna ... 47

Gambar 33. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap elastisitas ... 47

Gambar 34. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap kekerasan ... 48

Gambar 35. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap kelengketan ... 49

Gambar 36. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap ekstensibilitas ... 49

Gambar 37. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap keseluruhan ... 50


(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Syarat mutu tepung jagung... 60

Lampiran 2. Syarat mutu mi instan ... 61

Lampiran 3a. Data hasil analisis mi jagung instant pada optimasi proses dehidrasi ... 62

Lampiran 4b. Data hasil analisis mi jagung instant pada peningkatan mutu ... 63

Lampiran 5. Hasil analisis Ragam Optimasi Proses Dehidrasi Mi Jagung ... 64

Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Perlakuan Penambahan BTP pada Mi Jagung ... 69

Lampiran 7. Lembar kuisioner uji rating hedonik ... 78

Lampiran 8. Data skor panelis uji rating hedonik mi jagung instant ... 100

Lampiran 9. Hasil analisis data hedonik dengan ANOVA dan Uji Lanjut Duncan ... 104


(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini tentunya memerlukan penyediaan pangan yang tinggi. Salah satu komoditi pangan Indonesia yang dapat diandalkan untuk dijadikan program ketahanan pangan adalah jagung. Jagung merupakan salah satu komoditi pangan Indonesia dengan tingkat produksi per tahun pada tahun 2009 mencapai 17,04 juta ton dengan luas panen 4,09 juta Ha. (BPS, 2009).

Menurut Hadi (www.vivanews.com, 2009), Dewan Jagung Nasional memprediksi produksi jagung nasional mencapai 31,3 juta ton pada 2014. Dengan demikian, selama lima tahun (2009-2014), produksi jagung meningkat sebanyak 80% dibandingkan 2008. Produksi jagung Jawa Timur sebagai penghasil jagung terbesar di Indonesia tahun 2009 (Angka Ramalan II) mencapai 5,07 juta ton, ini mengalami kenaikan dibanding periode 2008 yang produksinya sebesar 5,05 juta ton. Kenaikan produksi jagung Jawa Timur periode 2008-2009 hanya sebesar 0,36%, namun share-nya terhadap produksi jagung nasional mencapai 30%, dan share-nya terhadap produksi jagung di Jawa mencapai 57,10% (Berita Resmi Statistik, 2009). Pemerintah menargetkan produksi jagung tahun 2010 sebesar 19,8 juta ton atau naik sekitar 10% dari tahun 2009. Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan inovasi teknologi baru, sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor (Kominfo-Newsroom, 2010).

Berdasarkan kajian preferensi konsumen terhadap produk-produk pangan non beras, mi merupakan produk yang sering dikonsumsi oleh sebagian konsumen sebagai makanan sarapan maupun sebagai makanan selingan (Juniawati, 2003). Selanjutnya Juniawati (2003) menyatakan bahwa berdasarkan kajian preferensi konsumen terhadap produk-produk asal jagung, dapat diketahui bahwa semua responden menyukai produk-produk asal jagung. Oleh karena itu pengembangan produk asal jagung berupa mi instant perlu dilakukan dalam upaya diversifikasi pangan.

Mi jagung instant tidak menggunakan pewarna seperti halnya mi terigu instant. Pewarna kuning yang biasa digunakan dalam pengolahan mi terigu instant adalah tartrazine. Pada pembuatan mi jagung instant, warna kuning yang dihasilkan merupakan warna alami yang disebabkan oleh pigmen kuning jagung yaitu betakaroten, lutein, dan xanthin.

Berbagai teknik pembuatan mi jagung telah dikembangkan dan secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: (1) teknik pembuatan mi jagung dengan calendering yang meliputi proses pembentukan lembaran (sheeting) dan pemotongan (sliting) atau modifikasi teknik mi terigu (Juniawati, 2003; Budiyah, 2004; Fadlillah, 2005; Kurniawati, 2006; Rianto, 2006; Soraya, 2006; Putra, 2008), (2) teknik pembuatan mi jagung dengan ekstrusi piston atau ram (Subarna et al, 1999), dan (3) pembuatan mi jagung teknik ekstrusi ulir dengan menggunakan ektruder tipe pemasak dan pencetak (Fahmi, 2007; Etikawati, 2007; Hatorangan, 2007; Susilawati 2007) dan (4) dengan menggunakan ekstruder tipe pencetak/pasta (Ekafitri, 2009; Zulkhair, 2009; Wijaya, 2010).

Pembuatan mi jagung instant dari 100% tepung jagung dengan teknik ekstrusi sudah dilakukan sebelumnya oleh Wijaya (2010) dengan medote pengeringan oven, namun pada penelitian ini mi jagung instant akan dikeringkan dengan proses pengorengan. Penelitian kali ini difokuskan pada optimasi proses dehidrasi dalam pembuatan mi jagung instant untuk menghasilkan mi dengan KPAP yang kecil dan persen elongasi yang besar.

Penambahan bahan tambahan pangan (BTP) ditujukan untuk memperbaiki mutu mi instant yang dihasilkan. Aminullah (2009) menggunakan guargum untuk meningkatkan mutu mi kering 100% tepung jagung, sementara Juniawati (2003) menggunakan baking powder, Fadlillah (2005) dan


(15)

2

Budiyah (2004) menggunakan CMC dan baking powder untuk meningkatkan mutu mi jagung instant yang dihasilkannya.

Menurut Astawan (2004), penambahan CMC dalam pembuatan mi berfungsi sebagai pengembang. Penelitian Budiyah (2004) menunjukkan bahwa penambahan CMC sebesar 1% optimum dalam mengurangi KPAP mi jagung instant saat pemasakan. Baking powder berfungsi sebagai bahan pengembang yang dapat membuat struktur bahan menjadi lebih berpori karena dapat membentuk gas CO2. Struktur mi yang berpori menyebabkan mi lebih mudah direhidrasi. Untuk itu digunakan bahan tambahan pangan berupa CMC dan baking powder pada penelitian ini untuk meningkatkan mutu mi jagung instant.

B. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan proses dehidrasi optimum dan formulasi bahan tambahan pangan pada mi instant berbahan dasar 100% tepung jagung dengan metode ekstrusi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi industri pangan untuk mendesain proses produksi mi jagung instant 100% tepung jagung menggunakan teknologi ekstrusi dan penggorengan.


(16)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang terpenting, selain gandum dan padi. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok (Wikipedia Indonesia, 2010). Pembudidayaan tanaman jagung di Indonesia sudah berkembang sangat luas. Provinsi penghasil jagung di Indonesia dan hasil produksi tahun 2009 antara lain: Jawa Timur: 5 jt ton; Jawa Tengah: 3,3 jt ton; Lampung: 2 jt ton; Sulawesi Selatan: 1,3 jt ton; Sumatera Utara: 1,2 jt ton; Jawa Barat: 700 – 800 rb ton, sisa lainnya (NTT, NTB, Jambi dan Gorontalo) dengan rata-rata produksi jagung nasional 16 jt ton per tahun (Wikipedia Indonesia, 2010).

Tanaman jagung (Zea mays L.), diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledae, Ordo Poales, Famili Poaceae dan Genus Zea (Wikipedia Indonesia, 2010). Terdapat enam jenis jagung dibedakan berdasarkan bentuk kernel, yaitu: dent, flint, flour, pop, sweet, dan pop corn.

Jagung jenis dent, dapat dicirikan dengan adanya selaput corneous, horny endosperm, pada bagian sisi dan belakang kernel, pada bagian tengah inti jagung lunak dan bertepung (Johnson, 1991). Menurut Johnson (1991), jagung jenis flint memiliki bentuk agak tebal, keras dan lapisan endospermnya seperti kaca, kecil, lunak, dengan granula tengah. Jagung jenis pop memiliki selaput endosperm yang sangat keras dan memiliki kernel kecil. Jagung jenis flour memiliki endosperm yang lunak dan menembus kernel, sangat mudah dihancurkan dan mudah ditumbuhi kapang jika ditanam di lahan basah. Jagung sweet merupakan jagung hasil mutasi. Jagung ini biasanya dicampur dalam sayuran dan memiliki kadar sakarida terlarut sebesar 12% berat kering yang nilainya lebih besar dari jagung jenis lainnya yang hanya 2-3 %. Sedangkan jagung pop corn merupakan jagung yang memiliki kernel yang tertutup. Jenis jagung dan sifat-sifatnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis jagung dan sifat-sifatnya

Jenis jagung Sifat-sifat

Jagung gigi kuda (Zea mays identata)

Biji berbentuk gigi, pati yang keras menyelubungi pati yang lunak sepanjang tepi biji tetapi tidak sampai ujung

Jagung mutiara (Zea mays indurata)

Biji sangat keras, pati yang lunak sepenuhnya diselubungi pati yang keras, tahan terhadap serangan hama gudang.

Jagung bertepung (Zea mays amylacea)

Biji mudah dibuat tepung karena semua endosperm berisi pati yang lunak, biji mudah kering tetapi permukaannya berkerut.

Jagung berondong

(Zea mays evertia) Butir biji kecil, keras seperti jagung mutiara, pati lunak lebih sedikit Jagung manis

(Zea mays saccharata)

Kandungan pati sedikit, kulit biji tipis, endosperm bening dan dimasak biji berkerut.

Sumber: Suprapto (1998)

Bentuk biji jagung berbeda-beda bergantung pada varietasnya. Warna biji jagung juga bervariasi dari putih sampai kuning. Secara anatomi, jagung terdiri dari empat bagian pokok, yaitu kulit (perikarp), endosperma, lembaga, dan tudung pangkal biji (tipcap). Persentase bagian-bagian anatomi biji jagung disajikan pada Tabel 2.


(17)

4

Tabel 2.Bagian-bagian anatomi biji jagung

Bagian Anatomi Jumlah (%)

Pericarp 5

Endosperma 82

Lembaga 12

Tipcap 1

Sumber: Inglett, 1970

Endosperma merupakan jaringan nutrisi triploid yang membentuk embrio di dalam biji jagung. Anatomi biji jagung disajikan pada Gambar 1. Bobot endosperma hampir 83% dari bobot biji keseluruhan (www.GeoChemBio.com, 2010). Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio. Skutelum berfungsi sebagai tempat penyimpanan zat-zat gizi selama perkecambahan biji (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Tudung pangkal biji (tip cap) merupakan bekas tempat melekatnya biji pada tongkol jagung. Tip cap terlepas dari biji selama proses pemipilan jagung (Hoseney, 1998).

Gambar 1. Anatomi biji jagung (http://www.geochembio.com)

Komposisi kimia jagung

Komposisi kimia jagung bervariasi menurut varietas, cara menanam, iklim dan tingkat kematangan. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), jagung mengandung lemak dan protein yang jumlahnya bergantung pada umur dan varietas jagung tersebut. Jagung muda memiliki kandungan lemak dan protein yang lebih rendah jika dibandingkan dengan jagung tua. Selain itu, jagung mengandung karbohidrat yang terdiri dari pati, serat kasar dan pentosan.

Komposisi terbesar dalam jagung adalah pati, terutama terletak pada bagian endosperma. Sekitar 85% dari total pati terdapat pada bagian endosperma. Pati jagung terdiri atas amilosa dan amilopektin, sedangkan gulanya berupa sukrosa. Lemak jagung terutama terdapat dalam lembaga yaitu 85% dari total lemak jagung. Asam lemak penyusun terdiri dari asam lemak jenuh yang berupa palmitat dan stearat, sedangkan asam lemak tak jenuhnya seperti oleat dan linoleat. Protein terbanyak dalam jagung adalah zein dan glutelin. Zein merupakan protein yang tidak larut air (Lorenz dan Karel 1991). Zein memiliki dua jenis komponen, yaitu α-zein (larut pada 95% etanol) dan β-zein (larut dalam 60% etanol). Pada α-zein kandungan asam amino histidin, arginin, prolin dan metionin lebih banyak daripada yang terkandung pada β-zein (Laztity, 1986).


(18)

5

Glutelin merupakan protein yang larut dalam alkali. Fraksi glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi protein larut garam dan alkohol (zein). Glutelin memiliki jumlah asam amino lisin, arginin, histidin, dan triptofan yang lebih tinggi daripada zein tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah (Laztity, 1986).

Selain kedua protein utama tersebut, jagung juga mengandung protein sitoplasma yang berperan dalam metabolisme aktif. Protein

tersebut adalah albumin, globulin, dan beberapa enzim. Selain pati, lemak dan protein, jagung juga mengandung vitamin-vitamin seperti tiamin, niasin, riboflavin dan piridoksin. Komposisi jagung disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3.Komposisi kimia dan gizi jagung dalam 100 gram

Zat Kimia dan Gizi Jenis Jagung

Jagung Kuning Jagung Putih Jagung Muda

Kalori 355 355 33

Protein (g) 9.2 9.2 2.2

Lemak (g) 3.9 3.9 0.1

Karbohidrat (g) 73.7 73.7 7.4

Kalsium (mg) 10 10 7

Fosfor (mg) 256 256 100

Besi (mg) 2.4 2.4 0.5

Vitamin A (SI) 510.0 - 200

Vitamin B1 (mg) 0.38 0.38 0.08

Vitamin C (mg) - - 0.08

Air (%) 12 12 89.5

Sumber : Daftar komposisi bahan makanan, Departemen Kesehatan RI (1996)

B. Pati Jagung

Pati merupakan suatu polisakarida yang berfungsi sebagai cadangan energi dan secara luas tersebar di berbagai macam tanaman. Pati tersusun dari unit-unit glukosa. Pati terdapat dalam bentuk granula dalam sebagian besar sel tanaman (Cheng, 2006). Pati merupakan karbohidrat fungsional tinggi dalam bentuk unmodified-nya. Pati juga merupakan karbohidrat yang memiliki sifat reaktif tinggi yang memungkinkannya untuk dimodifikasi secara fisik, kimia, maupun enzimatis untuk kebutuhan spesifik yang diinginkan (Corn Refiner Assosiation, 2006).

Sifat pati jagung berbeda dengan tepung jagung yang komposisinya masih lengkap. Pati jagung atau yang dikenal dengan nama dagang maizena merupakan produk utama dari penggilingan jagung dengan teknik basah (wet mill). Perbedaan yang signifikan antara tepung jagung dan pati jagung terletak pada kandungan protein, lemak dan kadar abu. Tepung jagung memiliki kandungan kimia yang masih lengkap, sedangkan pada pati jagung sudah dipisahkan dan sebagian hilang pada proses pencucian. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin dan bahan antara, seperti lipid dan protein. Perbandingan sifat pati jagung dan tepung jagung disajikan pada Tabel 4.

Pati jagung umumnya terdiri dari 75% amilopektin dan 25% amilosa (Muchtadi et al., 1988). Molekul amilosa dan amilopektin disajikan pada Gambar 2. Namun demikian, terdapat varietas jagung yang tersusun seluruhnya (100%) dari amilopektin yaitu jenis waxy/glutinous corn. Sebaliknya, terdapat pula varietas jagung yang mengandung amilosa dalam jumlah yang tinggi (70-80%). Varietas tersebut dinamakan high-amylose corn (Corn Refiner Assosiation, 2006).


(19)

6

Tabel 4. Perbandingan sifat pati jagung dibandingkan dengan tepung jagung.

Parameter Satuan Pati jagung * Tepung jagung**

Kadar air % 10.21 10.9

Kadar protein (b/b) % 0.56 5.8

Kadar abu % 0.05 0.4

Kadar lemak (b/b) % 0.68 0.9

Karbohidrat by difference % 88.5 82.0

Kandungan pati % 98.01 68.2

PH (5% suspensi) - 5.18 -

Residu SO2 Ppm 9.21 -

Lolos ayakan 100 mesh % 99.81 -

Viskositas Cps 900 -

Serat % - 7.8

Sumber: *) PT. Suba Indah Tbk (2004) di dalam Fadlillah (2005) **) Juniawati (2003)

1. Amilosa

Amilosa merupakan polimer linear dari α-D glukosa yang dihubungkan dengan ikatan α -(1-4)-D-glukosa. Amilosa umumnya dikatakan sebagai bagian linear dari pati, tetapi sebenarnya amilosa juga memiliki cabang. Titik cabang amilosa berada pada ikatan α-(1-4). Hanya saja derajat percabangannya sangat rendah. Dalam satu rantai linear, cabang-cabang amilosa berada pada titik yang sangat jauh dan sedikit (Hoseney, 1988).

Gambar 2. Molekul Amilosa (atas) dan Amilopektin (bawah) (Corn Refiner Association, 2006)

Amilosa terdiri dari 50-300 unit glukosa. Berat molekul amilosa beragam tergantung pada sumber dan metode ekstrasi yang dipergunakan. Secara umum, amilosa yang diperoleh dari umbi-umbian dan pati batang mempunyai berat molekul yang lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa pada pati biji-bijian (Hoseney, 1998).

2. Amilopektin

Amilopektin merupakan polimer yang memiliki ikatan α-(1-4) pada rantai lurusnya dan memiliki ikatan β-(1-6) pada titik percabangannya. Ikatan percabangan tersebut berjumlah 4-5% dari


(20)

7

keseluruhan ikatan yang ada pada amilopektin (Hodge dan Otsman, 1976; Fennema, 1999). Amilopektin biasanya mengandung 1000 atau lebih unit glukosa. Berat molekul amilopektin bervariasi tergantung sumbernya (Greenwood dan Munro, 1979).

Amilopektin dalam produk pangan bersifat merangsang terjadinya proses puffing (penggembungan). Produk pangan yang berasal dari pati dengan kandungan amilopektin tinggi bersifat ringan, poros, garing dan renyah. Sebaliknya, pati yang mengandung amilosa tinggi cenderung menghasilkan produk yang keras dan pejal karena proses penggembungan terjadi secara terbatas (Muchtadi et al., 1987).

3. Gelatinisasi Pati

Saat dipanaskan dalam air granula pati akan mengalami proses gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan kerusakan tatanan molekul di dalam granula pati. Kerusakan tersebut dibuktikan dengan pengembangan granula yang irreversible, kehilangan sifat birefringence, dan sifat kristalin (BeMiller and Whistler, 1996). Mekanisme gelatinisasi dapat dibedakan menjadi tiga fase. Pertama, air akan secara perlahan-lahan dan bolak balik berimbibisi ke dalam granula. Kemudian pada suhu gelatinisasi antara 60-850C granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan sifat-sifat birefringence-nya. Ketiga, jika temperatur tetap naik terjadi pengembangan granula lebih lanjut, pengeluaran kompenen larut air (terutama amilosa) dan dengan pemberian pengadukan, granula rusak seluruhnya (BeMiller and Whistler, 1996).

Pada proses gelatinisasi terjadi perusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen ini berfungsi untuk mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati (Greenwood, 1979). Apabila campuran pati dengan air dipanaskan hingga di atas suhu kritis, ikatan hidrogen yang mengatur integritas pati akan melemah sehingga air masuk dan terjadi hidrasi terhadap amilosa dan amilopektin (Wurzburg, 1989). Menurut Wurzburg (1989), ketika granula mengembang dan pemanasan dilanjutkan, amilosa akan keluar dari granula. Suspensi menjadi bening dan viskositasnya akan meningkat terus hingga mencapai puncak dimana granula mengalami pecah dan terpotong-potong membentuk molekul polimer atau agregat dan viskositasnya menurun. Mekanisme gelatinisasi pati disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3.Mekanisme gelatinisasi pati (Harper, 1981)

Granula pati mentah yang terdiri atas amilosa (helix) dan amilopektin (bercabang-cabang)

Penambahan air akan memecahkan kristalinitas dan merusak keteraturan bentuk amilosa. Granula mengembang.

Penambahan panas dan air yang berlebih

menyebabkan pengembangan lebih lanjut. Amilosa berdifusi keluar granula

Granula hampir hanya mengandung amilopektin saja dan terperangkap dalam struktur matriks amilosa, membentuk gel


(21)

8

Suhu gelatinisasi dapat ditentukan dengan Brabender Viscoamilograph dan Differential Scanning Calorimetry (Be Miller et al., 1995). Suhu gelatinisasi pati dimulai dari suhu awal gelatinisasi saat viskositas mulai terbaca hingga pasting selesai. Istilah pasting merupakan sinonim dari proses gelatinisasi. Suhu gelatinisasi berbagai jenis pati disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5.Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati Sumber pati Suhu gelatinisasi pati (oC)

Jagung 62-80

Waxymaize 63-72

High amilose maize 66-170*

Kentang 58-65

Tapioka 52-65

Gandum 52-85

Sumber : Fennema (1996)

*): di bawah kondisi pemasakan normal, saat suspensi pati dipanaskan hingga 95-1000C, high amilose maize tidak menghasilkan viskositas yang dapat terbaca. Pasting tidak terjadi hingga mencapai suhu 160-1700C.

C. Tepung Jagung

Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling jagung (Zea mays L.) yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperma, lembaga dan tip cap.

Endosperma merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila pemisahan tip cap tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada tepung.

Proses penepungan jagung dapat dilakukan melalui dua cara yaitu proses penggilingan basah dan proses penggilingan kering. Produk yang dihasilkan pada penggilingan basah adalah pati. Sedangkan produk yang dihasilkan dari penggilingan kering adalah grits, meal dan flour (Inglett, 1970).

Menurut Juniawati (2003), pada pembuatan tepung jagung dilakukan penggilingan sebanyak dua kali. Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan hammer mill. Hasil penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan tip cap. Kemudian kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan dan perendaman. Selanjutnya, grits jagung yang diperoleh dari penggilingan kasar dicuci dan direndam dalam air selama 3 jam. Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits jagung menggunakan disc mill (penggiling halus) menghasilkan tepung jagung. Tepung jagung tersebut kemudian diayak dengan menggunakan pengayak 100 mesh. Komponen terbesar dalam tepung jagung adalah pati. Berdasarkan hasil penelitian Juniawati (2003), tepung jagung memiliki kadar pati sebesar 68,2%. Syarat mutu tepung jagung dapat dilihat pada Lampiran 1.


(22)

9

Tepung jagung pioneer 21

Menurut Suprapto dan Marzuki (2005) jagung hibrida Pioneer 21 termasuk jenis jagung setengah mutiara (semi flint). Jagung setengah mutiara atau semi mutiara lebih mudah dibuat tepung dibandingkan jagung mutiara. Hal ini disebabkan jagung semi mutiara mengandung endosperm lunak yang lebih banyak dibandingkan dengan endosperm kerasnya. Endosperm keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat sedangkan endosperm lunak susunan sel-selnya tidak serapat bagian keras (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Jagung Pioneer 21 memiliki beberapa keunggulan antara lain memiliki ketahanan yang baik terhadap kekeringan, tongkol terisi penuh, dan memiliki potensi hasil tinggi mencapai 13,3 ton pipilan kering/Ha.

Tepung jagung Pioneer 21 memiliki suhu awal gelatinisasi 73oC dan suhu gelatinisasi maksimum 92oC. Suhu awal gelatinisasi artinya suhu pada saat tepung jagung akan mulai tergelatinisasi dan terlihat kurva mulai naik. Sedangkan suhu gelatinisasi maksimum artinya suhu pada saat viskositas maksimum dicapai dan terlihat ketika mencapai puncak. Hasil pengukuran sifat amilografi tepung jagung Pioneer 21 disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil uji amilografi tepung jagung Pioneer 21

Komponen Hasil

Suhu awal gelatinisasi 73oC

Suhu gelatinisasi maksimum 92oC Viskositas pada gelatinisasi maksimum 800 BU Sumber: Muhandri (2006)

Tepung jagung Pioneer 21 memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi (86,18%) dan lemak yang rendah (1,73%). Kadar karbohidrat yang tinggi menjadikan tepung jagung Pioneer 21 cocok digunakan sebagai bahan pangan sumber energi. Kandungan lemak yang rendah disebabkan adanya proses degerminasi (pemisahan lembaga) pada saat proses penepungan. Hasil analisis proksimat tepung jagung Pioneer 21 disajikan pada Tabel 7.

Berdasarkan pengukuran warna yang telah dilakukan oleh Etikawati (2007), tepung jagung Pioneer 21 memiliki derajat Hue 82.65 (yellow red). Warna kuning pada tepung jagung disebabkan oleh adanya pigmen xantofil yang terdapat pada biji jagung. Xantofil termasuk dalam pigmen karotenoid yang memiliki gugus hidroksil. Warna kuning tepung jagung tentunya akan berpengaruh terhadap mi yang dihasilkan dan menunjukkan karakteristik khas dari mi jagung.

Tabel 7. Hasil analisis proksimat dan kadar pati tepung jagung P-21

Komponen Kadar (%)

Air 5,46

Protein 6,32

Lemak 1,73

Abu 0,31

Karbohidrat 86,18

Amilosa 23,04

Amilopektin 43,52

Total pati 66,56


(23)

10

D. Mi

1. Mi Instant

Mi instan termasuk produk pasta atau ekstrusi. Kata pasta merupakan istilah umum untuk produk spaghetti, makaroni, dan mi (Donnelly, 1997). Definisi mi instan menurut SNI 01-3551-2000 adalah produk yang terbuat dari adonan terigu atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya dan dapat diberi perlakuan alkali. Proses pregelatinisasi dilakukan sebelum mi dikeringkan dengan proses penggorengan atau proses dehidrasi lainnya.

Mi instant dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mi segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, dan pengeringan. Berdasarkan proses pengeringannya, dikenal dua macam mi instan. Pengeringan yang dilakukan dengan cara menggoreng, menghasilkan mi instan goreng (instant fried noodle), sedangkan pengeringan dengan udara panas disebut mi instan kering (instant dried noodle). Mi instan goreng mampu menyerap minyak hingga 20 % selama penggorengan (Astawan, 2004). Keunggulan instant dried noodle adalah kadar air yang lebih rendah dan lebih tahan lama (tidak mudah tengik). Namun, instant dried noodle juga memiliki kekurangan dibandingkan dengan instant fried noodle yaitu rasa gurih yang rendah akibat kandungan lemak yang rendah. Syarat mutu mi instan dapat dilihat pada Lampiran 2.

2. Mi Jagung

Mi jagung merupakan mi dengan bahan baku utama pati atau tepung jagung. Mi berbahan dasar pati sebagian besar merupakan produk ekstrusi. Seperti halnya mi yang terbuat dari pati kacang hijau (Fentiao atau Fensu di Cina), mi yang terbuat dari beras (Bifun di Jepang), dan mi yang terbuat dari pati ubi jalar dan jagung (Tangmyon di Korea) (Kim, 1996). Di Filipina mi yang terbuat dari pati jagung maupun tepung jagung dinamakan bijon. Karakteristik permukaannya buram, agak kasar dan berwarna putih karena terbuat dari jagung putih (Inglett, 1970).

Berbagai teknik pembuatan mi jagung telah dikembangkan dan secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: (1) teknik pembuatan mi jagung dengan calendering yang meliputi proses pembentukan lembaran (sheeting) dan pemotongan (sliting) atau modifikasi teknik mi terigu (Juniawati, 2003; Budiyah, 2004; Fadlillah, 2005; Kurniawati, 2006; Rianto, 2006; Soraya, 2006; Putra, 2008), (2) teknik pembuatan mi jagung dengan ekstrusi piston atau ram (Subarna et al, 1999), dan (3) pembuatan mi jagung teknik ekstrusi ulir dengan menggunakan ektruder tipe pemasak dan pencetak (Fahmi, 2007; Etikawati, 2007; Hatorangan, 2007; Susilawati 2007) dan (4) dengan menggunakan ekstruder tipe pencetak/pasta (Ekafitri, 2009; Zulkhair, 2009; Wijaya, 2010).

Pada penelitian ini mi jagung akan dibuat menggunakan ekstruder tipe pencetak/pasta. Teknik pembuatan mi jagung dengan sistem ekstruder tipe pencetak lebih sederhana dan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Pembuatan mi jagung ini juga dapat dilakukan secara kontinyu. Metode ini membutuhkan adonan yang sudah tergelatinisasi sebagian supaya adonan dapat dicetak di dalam ekstruder. Selama ini pembuatan mi jagung menggunakan teknik ekstrusi sampai pada tahap pembuatan mi basah dan mi kering. Justifikasi proses pembuatan mi basah jagung menurut Zulkhair (2009) dilakukan dengan menaikkan basis bahan baku menjadi dua kali lipat lebih banyak dari penelitian pendahulu oleh Pratama (2008), yaitu menjadi 200 g tepung, 2% garam dapur (4 g) dan jumlah air yang ditambah hingga kadar air tepung mencapai 70%.

Proses pembuatan mi basah jagung ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu penimbangan bahan, pengadukan, pengukusan pertama, pencetakan adonan menggunakan ekstruder, dan pengukusan kedua. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi jagung terbagi dua yaitu bahan baku dan


(24)

11

bahan tambahan. Bahan baku yang digunakan adalah tepung jagung ukuran 100 mesh dan bahan tambahan yang digunakan adalah air dan garam. Menurut Astawan (2004), air berfungsi sebagai media reaksi yang penting untuk proses gelatinisasi. Selain itu, air juga berfungsi untuk melarutkan garam sebelum dicampur dengan tepung jagung. Dalam pembuatan mi, penambahan garam berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mi, meningkatkan fleksibilitas, elastisitas mi, dan mengikat air (Astawan, 2004).

Menurut Wijaya (2010), penambahan air sebanyak 70% akan menghasilkan tepung semi basah. Pengukusan adonan selama 15 menit menghasilkan adonan semi basah dan setelah dikukus warna adonan terlihat seragam (kuning cerah). Bila air yang ditambahkan terlalu sedikit maka proses gelatinisasi kurang sempurna sehingga pati tergelatinisasi yang dihasilkan sedikit dan belum dapat mengikat adonan secara baik (adonan sulit dibentuk). Selain itu pengukusan pertama selama 15 menit menghasilkan mi dengan nilai persen elongasi terbesar (Wijaya, 2010).

Adonan yang telah dikukus dimasukkan ke dalam ekstruder pencetak dan mengalami pencampuran di dalam ekstruder, adonan keluar melalui lubang (die) ekstruder khusus untuk mi. Mi yang dihasilkan lurus, tidak lengket, warna mi seragam, dan elastis. Selama proses ekstrusi, adonan mi harus diberikan tekanan secara manual. Pemberian tekanan perlu dilakukan karena diperkirakan tekanan yang diterima tidak sama oleh tiap bagian adonan. Menurut Zulkhair (2009), pemberian tekanan meningkatkan kekompakan antar partikel dalam untaian mi yang dihasilkan, adonan yang lebih kompak mampu meningkatkan persen elongasi dan menurunkan KPAP mi. Mi basah yang dihasilkan mendapatkan tekanan yang sama saat pertama kali keluar hingga adonan tepung habis di dalam ekstruder.

Pada pengukusan kedua (mi) selama 15 menit, mi yang dihasilkan matang, lunak, elastis, dan warna mi kuning seragam (kuning cerah). Kematangan dapat dilihat dari ratanya tingkat kematangan mi sampai lapisan yang paling dalam, ditandai dengan tidak adanya warna khas tepung mentah pada diameter mi. Pada pengukusan kedua ini terjadi proses gelatinisasi yang sempurna (Moss et al., 1987 dalam Kruger et al. 1996).

Mi jagung instan merupakan hasil dari proses pengeringan mi jagung basah setelah proses pengukusan mi. Proses pengeringan mi bertujuan agar produk dapat disimpan lebih lama dengan menghilangkan sebagian besar air. Diharapkan kadar air yang diperoleh sesuai dengan SNI 01-3551-2000 yaitu ≤10% bb. Pada penelitian ini metode pengeringan yang digunakan adalah pengeringan menggunakan proses penggorengan dalam deep fat fryer.

3. Rheologi Mi

Reologi adalah ilmu tentang deformasi dan aliran bahan (Faridi, 1994). Pada bahan padat reologi merupakan hubungan antara gaya dengan perubahan bentuk, sedangkan pada bahan cair merupakan hubungan antara gaya dengan aliran. Sifat reologi merupakan salah satu penentu kualitas produk pasta seperti mi. Pada mi dengan bahan baku tepung jagung, sifat reologi dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin. Hal ini disebabkan karena tepung jagung tidak memiliki gluten seperti halnya terigu yang mampu membentuk adonan yang cohesive-elastic dengan penambahan air (Fadillah, 2005).

Sifat reologi yang diamati pada mi antara lain kekerasan, daya kohesif (cohesiveness), dan kelengketan menggunakan texture analyzer, serta elongasi dan kekuatan tarik (tensile strength) menggunakan rheoner. Kekerasan (hardness) merupakan daya pada kompresi maksimum atau besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel hingga ketebalan tertentu (Hatorangan, 2007). Kekerasan pada produk mi didefinisikan sebagai kekuatan yang diperlukan untuk memotong mi dengan gigi (D’egidio, 1996). Menurut Etikawati (2007), amilosa terlarut akan mempengaruhi tingkat


(25)

12

kekerasan mi. Tingginya jumlah amilosa terlarut akan meningkatkan kekerasan mi karena amilosa terlarut akan berikatan satu sama lain dengan matriks pengikat. Selain itu amilosa juga akan mengalami retrogradasi yang dapat meningkatkan kekerasan mi.

Daya kohesif (cohesiveness) atau konsistensi mi merupakan kekuatan dari ikatan internal untuk menahan struktur mi. Mi yang terlalu kohesif sulit untuk dikunyah dan dihancurkan dengan gigi (D’egidio, 1996). Daya kohesif atau konsistensi disebabkan oleh kompaknya tekstur mi akibat gelatinisasi pati. Pati yang tergelatinisasi akan mengeluarkan amilosa dari granula pati (leaching), mengisi rongga-rongga diantara amilopektin, dan memperkuat struktur mi (Hartorangan, 2007).

Kelengketan (adhesiveness) merupakan gaya yang dimiliki oleh permukaan mi matang untuk menempel dengan materi lain (lidah, jari, gigi, dan langit-langit mulut) (D’egidio, 1996). Kelengketan pada produk mi diakibatkan oleh lepasnya pati selama proses pemasakan berlangsung dan rasio amilosa dan amilopektin (Etikawati, 2007). Pati jagung P-21 memiliki kandungan amilosa 23.04% dan amilopektin 43.52% dari total pati. Semakin tinggi kadar amilopektinnya, mi akan makin lengket.

Persen elongasi adalah pertambahan panjang mi akibat gaya tarikan. Mi dengan persen elongasi tinggi menunjukkan karakteristik mi yang tidak mudah putus. Sifat ini penting karena kita tidak menginginkan mi yang putus-putus saat dimakan. Elliason dan Gudmunsson (1996) menyatakan bahwa tingginya amilosa terlarut dan tingginya kemampuan pengembangan granula mampu meningkatkan ekstensibilitas mi. Hal ini menunjukkan kecukupan gelatinisasi sangat menentukan sifat elongasi mi.

Tensile strength merupakan gaya maksimum yang diperlukan untuk menarik untaian mi hingga putus. Tensile strength menunjukkan kekuatan resistensi terhadap peregangan. Rheoner merupakan alat yang digunakan untuk mengukur persen elongasi dan tensile strength dengan cara mengukur gaya yang diperlukan sampai bahan (mi) putus (Szczesniak dalam Peleg dan Bagley, 1983).

E. Ekstrusi

Ekstrusi adalah proses pengolahan pangan yang mengkombinasikan beberapa proses secara berkesinambungan antara lain pencampuran, pemasakan, pengadonan, shearing, dan pembentukan. Bahan pangan dipaksa mengalir di bawah pengaruh kondisi operasi melalui suatu cetakan yang dirancang untuk membentuk hasil ekstrusi dalam waktu singkat (Fellows, 2000).

Adonan bisa mengalir karena adanya pengaruh tekanan shear(σ). Tekanan ini tergantung pada kecepatan shear dan viskositas bahan. Pada aliran newtonian terjadi hubungan linear antara tekanan shear dan kecepatan shear. Aliran ini biasanya terdapat pada aliran gas. Bahan pangan yang mengandung senyawa-senyawa biopolimer seperti pati dan protein sifat alirannya mengikuti kaidah non-newtonian (Harper, 1981).

Harper (1981) membagi aliran non-newtonian menjadi tiga jenis yaitu: aliran bingham plastic, pseudoplastic, dan dilatant. Bingham plastic adalah aliran yang memerlukan stress awal sebelum mengalir, biasanya terdapat pada saus tomat, jelly, dan keju. Pseudoplastic adalah aliran yang memiliki penurunan viskositas dengan semakin besarnya shear. Bahan pangan yang diekstrusi mempunyai tipe aliran pseudoplastic. Aliran dilatant merupakan kebalikan dari aliran pseudoplastic, kenaikan shear rate akan meningkatkan viskositas bahan yang mengalir seperti madu.

Ekstruder

Ekstruder adalah alat untuk mencetak bahan melalui proses ekstrusi (Harper, 1981). Ekstruder dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat termodinamika, kadar air, sifat fungsional, dan jumlah ulir. Menurut Harper (1981), berdasarkan sifat fungsional, ekstruder terdiri atas pasta


(26)

13

ekstruder, high-pressure forming extruder, low-shear, cooking extruder, coolet extruder, dan high-shear cooking extruder. Secara termodinamika, ekstruder terbagi atas tiga jenis yaitu : autogenous yaitu ekstruder yang menghasilkan panas dengan mengkonversi energi mekanik pada aliran proses; isotermal ekstruder; dan polythropic yaitu ekstruder yang prinsip kerjanya menggabungkkan antara autogenous ekstruder dan isotermal ekstruder. Berdasarkan kadar air, ektruder terbagi atas low moisture extruder, intermediate moisture extruder, high moisture extruder. Berdasarkan jumlah ulirnya, ektruder terbagi atas ektruder berulir tunggal dan ektruder berulir ganda.

Menurut Smith (1981) ekstruder berulir tunggal dibagi atas tiga kelompok yaitu Low Shear, Medium Shear, dan High Shear. Ekstruder tunggal ini bisa memproses bahan-bahan baku yang mempunyai kadar airnya 10%-40%, tergantung pada campuran dari formula bahan. Jenis-jenis ekstruder tersebut disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Klasifikasi Ekstruder Ulir Tunggal

Kategori Low Shear Medium Shear High Shear

Kadar Air Produk (%) 25 – 75 15 – 30 5 – 8 Densitas produk (g/100ml) 32 – 80 16 – 51 3.2 – 20 Suhu barrel maksimum (C) 20 – 65 55 – 145 110 – 180 Tekanan barrel maksimum (kg

/cm2) 6 – 63 21 – 42 42 – 84

Kecepatan ulir (rpm) 100 200 200

Produk khas Produk pasta

daging

Roti, makanan ternak

Snack, breakfast cereal

Sumber: Smith, 1981

Ekstruder pasta termasuk ke dalam ekstruder ulir tunggal tipe low shear extruder dengan tiga zona utama, yaitu mixing dan conditioning, plasticizing, dan extrusion (Ranken et al., 1997). Alat ini dipakai untuk membentuk makaroni dan produk serupa dari suatu adonan. Alat ini memiliki silinder yang licin, serta biasanya mempunyai bentuk ulir yang konstan. Menurut Ranken et al. (1997), ekstruder pasta umumnya memiliki sistem pendingin yang berfungsi untuk mengurangi panas yang ditimbulkan selama proses pengekstrusian. Ekstruder jenis ini memiliki deep-flight-screw yang beroperasi pada kecepatan rendah dalam barrel untuk menguleni dan mengekstrusi material dengan sedikit gesekan yang kemudian diarahkan seragam menuju die (Fellow, 2000).

Proses pembuatan mi jagung pada penelitian ini dilakukan dengan proses ekstrusi. Tipe ekstruder yang digunakan adalah ekstruder pencetak (pasta) model MS9 (Gambar 4). Ekstruder pasta yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki pengaturan suhu, waktu, dan kecepatan ulir. Namun memiliki kelebihan dari segi ukuran dye yang sesuai dengan produk mi pada umumnya. Pembuatan mi jagung dengan alat ini memerlukan proses gelatinisasi adonan tepung jagung yang dilakukan di luar ekstruder karena ekstruder tidak memiliki pemanas internal (Wijaya, 2010). Ekstruder pencetak model MS9, Multifunctional Noodle Modality Machine, dari Guandong Henglian Food Machine Co. Ltd., China ini memiliki spesifikasi yang disajikan pada Tabel 9.


(27)

14

Gambar 4. Ekstruder pencetak model MS9

Tabel 9. Spesifikasi ekstruder pencetak model MS9

Model MS9

Production capacity 9 kg/h

Rating Input Power 1,5 Kw

Power 1,1 Kw

Dimension 600x330x430 mm

Net weight 60 kg

Voltage 220 V

Frequency 50 Hz

Series no VA 5000

Date 2005

F. Penggorengan

Menurut Hariyadi (2008), perbedaan mendasar antara penggorengan dan pengeringan adalah dalam medium pemanas yang digunakan. Penggorengan menggunakan minyak goreng, sedangkan pengeringan umumnya menggunakan udara panas.

Penggorengan adalah suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Tujuan dari proses penggorengan diantaranya: (1) melakukan proses pemanasan pada bahan pangan; (2) pemasakan; (3) pengeringan pada bahan pangan yang digoreng (Dewi, 2009). Menurut Hariyadi (2008), berdasarkan suhu minyak goreng, proses penggorengan dibedakan menjadi dua, yaitu (i) penggorengan pada suhu rendah (suhu 130-1700C) dan (ii) penggorengan dengan suhu tinggi (suhu 180-2000C).

Metode penggorengan suhu rendah biasanya dilakukan dengan teknik shallow frying. Teknik shallow frying digunakan untuk penggorengan produk dengan permukaan luas dan tidak memerlukan pemanasan yang intensif. Umumnya teknik ini banyak dilakukan di rumah tangga. Dengan teknik shallow frying proses pindah panas umumnya terjadi secara konduksi dari permukaan panas menembus lapisan minyak dan langsung ke bahan dalam satu arah. Pada shallow frying, lapisan minyak umumnya tidak terlalu tebal, ketebalan bervariasi tergantung pada ketidakteraturan permukaan (Hariyadi, 2008).

Metode penggorengan suhu tinggi lebih popular dengan istilah deep fat frying. Sebagaimana namanya, proses ini dilakukan dengan cara merendamkan produk pangan pada minyak goreng bersuhu tinggi, dimana bahan menerima panas dari seluruh permukaan bahan, sehingga menghasilkan warna dan penampakan yang seragam. Deep fat frying cocok untuk semua bahan pangan, dan banyak digunakan di industri makanan ringan, mi instant, nugget, dan lainnya (Hariyadi, 2008).

Proses pindah panas pada deep fat frying terjadi dari logam panas ke minyak dan akhirnya ke bahan yang digoreng sehingga suhu bahan meningkat dengan cepat dan akhirnya terjadi pengupan air. Uap air akan mengalami pindah massa ke minyak dan akhirnya ke udara. Dalam pengamatan,


(28)

15

terjadinya pindah massa uap air ini terlihat sebagai proses mendidih dimana terjadi gelembung-gelembung uap air keluar dari minyak (bubbling). Proses ini terjadi pada titik didih air (1000C pada tekanan atmosfir), selama proses bubbling masih terjadi, suhu produk masih berkisar pada suhu 1000C (Hariyadi, 2008).

Proses penggorengan sering dibagi menjadi empat tahapan proses yaitu (i) proses pemanasan awal; (ii) proses evaporasi (pendidihan air, khususnya di permukaan); (iii) proses evaporasi dengan laju menurun (falling rate), karena di permukaan telah terbentuk kerak yang menghalangi proses pindah massa uap air; dan (iv) berakhirnya proses evaporasi (bubble endpoint) (Hariyadi, 2008).

Saat mi yang masih basah dimasukkan ke dalam minyak goreng (1500C), air menguap dengan cepat (keluar dari untaian mi) dan meninggalkan rongga yang akhirnya rongga ini diisi atau digantikan oleh minyak goreng. Waktu yang dibutuhkan pada proses penggorengan sangat cepat, tidak lebih dari dua menit. Rongga-rongga tersebut tidak tampak secara kasat mata, namun jika dilihat di bawah mikroskop akan nampak dengan jelas. Keberadaan rongga-rongga pada untaian mi tersebut pada saat pemasakan memudahkan penetrasi air ke dalam untaian mi, sehingga proses pemasakan lebih cepat, tidak lebih dari tiga menit (Sunoko, 2008).

Menurut Fadlillah (2005), pengeringan dengan menggunakan deep fat frying meningkatkan kandungan lipid mi jagung instan yang berpengaruh terhadap keawetannya, sehingga dibutuhkan tambahan bahan pengawet, seperti TBHq. Selain itu, pengeringan dengan menggunakan deep fat frying meningkatkan KPAP mi instan selama penggorengan dan membuat tekstur permukaan mi menjadi kasar.

G. Bahan Tambahan Pangan

1. CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

CMC merupakan salah satu bentuk hidrokolid modifikasi turunan selulose. Turunan selulose ini banyak dipakai dalam industri pangan untuk mendapatkan tekstur yang baik. CMC yang banyak dipakai dalam industri pangan adalah dalam bentuk garam Na-carboxymetthyl cellulose. Selain untuk memperbaiki tekstur, CMC juga sering digunakan untuk mencegah terjadinya retrogradasi (Winarno, 1997). CMC dapat dibuat dengan mereaksikan NaOH dengan selulosa murni disertai dengan penambahan Na-Khloroasetat. CMC mempunyai gugus karboksil sehingga viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan. CMC memiliki pH optimum sekitar 5 dan bila pH kurang dari 3 maka CMC akan mengendap (Winarno, 1997).

CMC merupakan salah satu dari sekian banyak bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan produk pangan. Pada industri pangan, sifat dasar CMC yang meningkatkan nilai komersialnya adalah kemampuannya untuk mengentalkan cairan (thickening ability), bertindak sebagai bahan pengikat air, dan memperbaiki tekstur pada berbagai produk pangan. CMC banyak digunakan dalam produk pangan ekstrusi, emulsion dan frozzen dessert, dan produk pangan lainnya.

Dalam pembuatan mi CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air, dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlahnya yang ditambahkan berkisar 0.5-1.0% dari berat tepung terigu, tergantung dari jenis terigu. Penggunaannya yang berlebihan akan meyebabkan tekstur mi menjadi terlalu keras dan daya rehidrasi berkurang (Astawan, 2004). Beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan CMC dapat meningkatkan mutu mi jagung. Merdiyanti (2008) mengatakan bahwa penambahan CMC pada mi jagung memberikan cooking loss yang rendah dan secara visual mi jagung dengan penambahan CMC memiliki warna yang lebih kuning dan penampakan yang lebih licin. Selain itu tingkat kekeruhan pada air rebusan mi jagung dengan penambahan CMC juga agak berkurang.


(29)

16

2. Baking Powder

Menurut Matz (1992) baking powder merupakan bahan pengembang kimia yang digunakan untuk menigkatkan volume dan meringankan tekstur makanan yang dipanggang. Baking powder bekerja dengan melepaskan gas CO2 ke dalam adonan melalui reaksi asam-basa, menghasilkan gelembung pada adonan basah untuk mengembangkan adonan. Baking powder digunakan untuk menggantikan ragi dimana pada produk akhir flavor fermentasi tidak diinginkan atau saat adonan akan kehilangan struktur elastisnya untuk menahan gelembung udara lebih dari beberapa menit. Karena gas CO2 dilepaskan lebih cepat dengan reaksi asam basa dibandingkan fermentasi, roti yang terbuat dari pengembang kimia ini disebut quick bread (roti instant)

Kebanyakan baking powder komersial terbuat dari komponen basa (biasanya baking soda atau sodium bikarbonat), satu atau lebih garam asam, dan pati inert (biasanya pati jagung atau pati kentang). Baking soda merupakan sumber CO2 dan reaksi asam-basa atau lebih tepat digambarkan sebagai aktivasi dekomposisi asam dari baking soda, memiliki persamaan umum:

NaHCO3 + H+→ Na+ + CO2 + H2O

Pati inert menjaga beberapa sifat fungsional baking powder. Pati terutama digunakan untuk menyerap kelembaban, dan memperpanjang umur simpan dengan menjaga bubuk basa dan komponen asam dari reaksi prematur. Bubuk kering baking powder mengalir dan lebih mudah dicampur. Asam pada baking powder dapat bekerja secara cepat atau lambat. Kerja asam cepat adalah baking soda akan bereaksi saat pencampuran basah pada suhu ruang, sementara kerja asam lambat adalah baking soda tidak akan bereaksi hingga dipanaskan dalam oven. Baking powder yang mengandung keduanya, reaksi asam cepat dan lambat disebut dengan kerja ganda, baking powder yang hanya memiliki satu kerja asam disebut kerja tunggal. Dengan menyediakan pengembangan kedua dalam oven, baking powder kerja ganda meningkatkan ketahanan produk roti terhadap pengaturan waktu antara pencampuran dan kurangnya pemanggangan. Menurut Czernohorsky and Hooker (2001) macam-macam garam asam yang bereaksi pada suhu rendah antara lain cream of tartar dan monocalsium phosphate. Garam asam yang bereaksi pada suhu tinggi antara lain sodium aluminium sulfate, sodium aluminium phospate dan sodium acid pyrophosphate.

Baking powder atau baking soda biasa ditambahkan ke dalam mi sebagai garam alkali yang dikenal dengan alkaline noodle (Miskelly, 1996). Menurut Miskelly (1996) penambahan garam karbonat (sodium carbonate atau bicarbonate) pada mi normal pada taraf 1% hingga 1,5%. Penambahan garam alkalin meningkatkan penyerapan air dan mengurangi kebutuhan pengadukan pada adonan terigu (Moss et al, 1986). Adonan menjadi lebih kuat dan kurang ekstensibel dengan penambahan garam karbonat (Terada et al., 1981: Moss et al., 1986). Penguatan adonan dengan kondisi alkalin merupakan hal yang penting. Selama proses produksi mi, adonan akan semakin lemah dan lebih ekstensibel dengan proses sheeting berturut-turut (Moss et al., 1986), sehingga garam alkalin memastikan kekuatan adonan awal (Miskelly, 1996).


(30)

17

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan meliputi mesin penggiling kasar (hammer mill), mesin penggiling halus (disc mill), ayakan bertingkat (vibrating screen), pengukus (steaming box), ekstruder pencetak mi MS9 (Multi-functional noodle machine), mesin penggoreng system batch (deep fat fryer), mesin pengering kabinet (cabinet dryer), sealer, freezer, alat analisis warna (minolta chroma meter C310), alat analisis tekstur (tekstur profile analyzer TAXT-2) dan alat analisis ekstensibilitas dan tensile (rheoner RE-3305).

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi terdiri dari tepung jagung varietas Pioneer-21. Bahan tambahan yang digunakan adalah air, garam, baking powder, dan CMC.

B. Metode Penelitian

Secara umum penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan dan penelitian utama. Tahap persiapan meliputi proses penepungan jagung dan pembuatan mi basah jagung. Tahap penelitian utama meliputi optimasi proses dehidrasi dan perbaikan mutu mi jagung instant. Optimasi proses dehidrasi mi instant terdiri atas penentuan suhu optimum penggorengan, penentuan waktu penggorengan pada suhu optimum, dan penentuan proses pengeringan. Mi instant yang memenuhi standar kadar air sesuai dengan SNI dianalisisa sifat fisiknya kemudian ditentukan proses dehidrasi optimum. Perbaikan mutu mi instant dilakukan dengan penambahan CMC dan baking powder. Sifat fisik mi dianalisa secara objektif, selain itu dilakukan uji organoleptik untuk melihat sifat fisik mi secara subjektif dan melihat tingkat kesukaan panelis terhadap mi jagung instant yang dihasilkan. Garis besar pelaksanaan penelitian ini disajikan pada Gambar 5.

1. Tahap Persiapan

1.1. Pembuatan tepung jagung

Jagung yang digunakan adalah Pioneer -21. Varietas ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo. Pembuatan tepung jagung dilakukan dengan menggunakan metode penggilingan kering. Cara penepungan jagung disajikan pada Gambar 6.


(31)

18

Gambar 5. Garis besar pelaksanaan penelitian

Tahap persiapan penelitian:

1. Pembuatan tepung jagung dengan metode dry milling 2. Pembuatan mi basah jagung dengan metode ekstrusi

Analisis fisik:

- Elongasi - Tensile strength - Kekerasan dan kelengketan - Daya kohesif - KPAP dan berat rehidrasi - Waktu rehidrasi

Jagung pipil Pioneer 21

Optimasi pembuatan mi jagung instant: 1. penentuan suhu penggorengan

2. penentuan waktu penggorengan 3. penentuan waktu pengeringan

Mi jagung instant terpilih

Peningkatan mutu mi jagung instant terpilih dengan penambahan CMC (0.0; 1.0; 1.5%) dan baking powder (0,0; 1,0; 1,5%)

Uji Organoleptik (analisis subjektif mi):

Metode rating hedonik

Analisis fisik mi:

▪ Elongasi dan Tensile strength ▪ Kekerasan, kelengketan, dan

daya kohesif. ▪ Warna

▪ KPAP dan berat rehidrasi

Formula mi jagung instant terpilih


(32)

19

Jagung pipil kering

Penggilingan Idengan hammer mill

Pengambangan dalam air untuk dibuang kulit ari dan lembaganya

Perendaman selama 3 jam lalu cairan dibuang Pengeringan (oven T = 600C, t = 1 jam)

Penggilingan II dengan disc mill

Tepung kasar

Pengeringan (oven T = 600C, t = 3-5 jam) Pengayakan 100 mesh dengan vibrating screen

Pengeringan (oven T = 600C, t = 2 jam) Pengemasan dalam plastik Polipropilen tiap 200 gram

Penyimpanan (freezer)

Tepung jagung 100 mesh

Gambar 6.Proses penepungan jagung (Wijaya, 2010 dengan modifikasi)

1.2. Pembuatan mi basah jagung

Proses pembuatan mi jagung basah terdiri atas tahap pencampuran bahan, pengukusan adonan, pencetakan adonan di dalam ekstruder, dan pengukusan mi. Tahapan pembuatan mi basah jagung disajikan pada Gambar 7.

Grits, kulit, lembaga, dan tip cap


(33)

20

Gambar 7. Diagram alir pembuatan mi basah jagung

(Zulkhair, 2009)

2. Optimasi Proses Dehidrasi Mi Jagung Instant

Pada tahap ini dilakukan proses dehidrasi mi basah jagung dengan menggunakan metode deep fat frying menggunakan penggoreng sistem batch dengan kapasitas minyak minimal 6 liter.

2.1. Penentuan suhu penggorengan optimum

Tahapan ini merupakan langkah untuk menentukan suhu penggorengan mi jagung sehingga didapatkan mi yang tidak menggembung baik dibagian tengah maupun tepian mi. Mi digoreng dalam deep fat fryer selama 2 menit pada suhu 1000C hingga 1500C. Penentuan waktu penggorengan selama 2 menit mengacu pada penggorengan mi di industri pangan yaitu sekitar 60-120 detik (Kim, 1996). Mi jagung instant yang dihasilkan, diseleksi berdasarkan penampakan fisik mi. Mi yang menggembung akibat suhu yang terlalu tinggi tidak digunakan pada penelitian selanjutnya

2.2. Penentuan waktu penggorengan optimum

Tahapan ini bertujuan untuk menentukan waktu penggorengan mi pada suhu yang terpilih. Parameter utama untuk menentukan waktu penggorengan optimum adalah kematangan mi secara fisik, yaitu untaian mi mudah dipatahkan saat dibengkokkan dengan tangan namun tidak hancur menjadi potongan-potongan mi yang lebih kecil. Diagram alir proses penggorengan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 8.

Pencetakan dalam ekstruder Pengadukan

Pengukusan adonan selama15 menit

Pengukusan mi selama 15 menit Tepung jagung

Mi basah matang

Pencampuran dan pengadukan hingga

NaCl larut NaCl (2%) dari

berat tepung

Air sampai kadar air tepung basis


(34)

21

Gambar 8. Diagram alir proses penggorengan

2.3. Rancangan proses dehidrasi

Bila proses dehidrasi dengan penggorengan tidak mencapai kadar air 10% bb, maka dilakukan rancangan proses dehidrasi dengan mengkombinasikan penggorengan dan pengeringan. Mi basah jagung didehidrasi dengan proses: (1) pengeringan kemudian penggorengan dan (2) penggorengan kemudian pengeringan. Kombinasi proses ini bertujuan mengurangi kadar air mi instant agar sesuai dengan SNI. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan cabinet dryer pada suhu 550C selama 5, 10 dan 15 menit pada waktu penggorengan 14 dan 15 menit suhu 1100C dan penggorengan 5 dan 6 menit suhu 1200C. Analisis fisik mi dilakukan pada sampel yang memiliki kadar air ≤ 10% bb. Rancangan proses dan pengkodean disajikan pada Tabel 10. Gambar 9 dan 10 menunjukkan rancangan proses yang dilakukan untuk mengurangi kadar air mi.

Mi Basah Jagung

Penggorengan dalam deep fat frying

Perlakuan suhu penggorengan 1000C hingga 1500C

Penentuan waktu penggorengan hingga mi matang Penentuan suhu yang tidak menyebabkan mi menggembung

Kadar air sesuai SNI (10% bb) Analisis fisik mi Tidak

Ya

Kombinasi proses penggorengan dan pengeringan

Analisis fisik mi

Mi dengan kadar air sesuai SNI (≤10% bb) Perlakuan waktu penggorengan pada suhu terpilih


(35)

22

Tabel 10. Pengodean rancangan proses pengeringan

Gambar 9. Rancangan proses penggorengan lalu pengeringan

Gambar 10. Rancangan proses pengeringan lalu penggorengan

2.4. Peningkatan mutu mi jagung instant

Setelah didapatkan kondisi proses dehidrasi terpilih dilanjutkan perlakuan penambahan BTP. BTP yang digunakan adalah CMC dan baking powder dengan konsentrasi 0%, 1%, dan 1,5%. CMC atau baking powder dicampur kering dengan tepung jagung pada proses mixing, kemudian ditambahkan larutan garam hingga adonan tercampur rata. Analisis yang dilakukan pada mi meliputi KPAP, berat rehidrasi, profil tekstur, elongasi, tensile strength, warna dan uji hedonik.

Kode Suhu Goreng

(0C)

Waktu Goreng (menit)

Waktu pengeringan

(menit)

Kode Waktu pengeringan

(menit)

Suhu Goreng

(0C)

Waktu Goreng (menit)

F14D5 110 14 5 D5F14 5 110 14

F14 D10 110 14 10 D5F15 5 110 15

F14D15 110 14 15 D10F14 10 110 14

F15D5 110 15 5 D10F15 10 110 15

F15D10 110 15 10 D15F14 15 110 14

F15D15 110 15 15 D15F15 15 110 15

F5D5 120 5 5 D5F5 5 120 5

F5D10 120 5 10 D5F6 5 120 6

F5D15 120 5 15 D10F5 10 120 5

F6D5 120 6 5 D10F6 10 120 6

F6D10 120 6 10 D15F5 15 120 5

F6D15 120 6 15 D15F6 15 120 6

Cabinet Dryer (550C)

5 menit 15 menit

Penggorengan dalam deep fat fryer (1200C)

5 menit 6 menit 5menit 6 menit

10 menit

5 menit 6 menit

Penggorengan deep fat fryer (1200C)

5 menit 6 menit

Cabinet dryer (550C)

5 menit 10 menit 15 menit

Cabinet dryer (550C)


(36)

23

C.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua kali ulangan. Model persamaan matematika (1.1) yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij= µ + βi+ εij (1.1)

Dengan:

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum

βi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Perlakuan yang diterapkan pada rancangan proses dehidrasi meliputi pengaruh rancangan proses terhadap KPAP; berat rehidrasi; kekerasan; daya kohesif; kelengketan; elongasi; dan tensile strength. Perlakuan yang diterapkan pada peningkatan mutu mi meliputi pengaruh perlakuan pemberian BTP terhadap KPAP; berat rehidrasi; kekerasan; daya kohesif; kelengketan; elongasi; tensile strength; warna; dan hedonik.

D.

Metode Analisis

Analisis fisik dilakukan terhadap produk akhir mi sebelum dan setelah rehidrasi. Analisis untuk mi sebelum rehidrasi meliputi waktu optimum rehidrasi, kadar air, warna, KPAP, dan berat rehidrasi. Sedangkan analisis untuk mi setelah rehidrasi meliputi warna, profil tekstur, persen elongasi dan tensile strength, dan uji hedonik.

1.

Analisis Fisik Mi

1.1. Waktu Optimum Pemasakan

Sebanyak 5 g sampel mi dimasukkan ke dalam 150 ml air mendidih. Kemudian dihitung waktunya pada saat mi telah terhidrasi (tidak ada spot putih di tengah untaian mi). Waktu optimum pemasakan adalah waktu yang dibutuhkan bahan untuk kembali menyerap air sehingga diperoleh tekstur yang homogen.

1.2.

Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100oC selama kurang lebih 16-24 jam atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isi didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar air ditentukan dengan persamaan (1.2) dan (1.3):

Kadar air (% b.b) = c - (a-b) x 100% (1.2) c

Kadar air (% b.k) = c - (a-b) x 100% (1.3) (a-b)

Keterangan:

a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)


(1)

102

No

Atribut Warna Elastisitas Kekerasan Kelengketan Ekstensibilitas Keseluruhan

Panelis

Sampel Sampel Sampel Sampel Sampel Sampel

A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E

45 Rina N 8 8 8 7 8 6 8 8 9 9 6 8 8 9 9 6 8 8 9 9 6 8 7 9 8 6 8 8 9 9

46 Amelia 8 8 7 8 8 6 4 4 8 8 5 3 3 8 7 6 7 6 6 5 5 7 7 7 7 8 4 5 7 6

47 Trancy 5 7 8 6 5 7 5 7 7 5 5 6 7 5 6 5 5 7 6 4 5 6 8 5 6 6 6 6 4 5

48 Kandi 10 10 10 10 10 6 4 6 8 8 4 4 8 4 6 4 8 8 8 8 4 8 8 4 5 6 8 8 6 7

49 Saidatul 8 8 8 8 8 6 8 7 3 3 5 5 4 3 7 6 8 7 7 5 4 7 6 4 4 6 7 6 5 6

50 Eliana 8 9 8 8 7 7 5 5 7 8 7 6 4 5 7 7 8 6 7 7 6 7 5 6 8 7 6 5 6 7

51 Andreas 5 7 4 5 8 6 7 8 5 6 4 7 7 6 5 8 5 7 5 6 4 7 5 6 4 5 6 6 7 4

52 Elmiati 8 10 6 8 4 6 10 8 4 5 8 6 6 10 8 6 10 8 4 6 8 8 7 7 9 6 8 7 7 7

53 Irwan 7 7 7 7 7 7 6 7 7 7 7 7 7 8 8 7 8 7 7 7 6 9 8 8 6 8 7 9 7 6

54 Ratih 5 8 7 6 6 5 8 5 7 5 6 8 6 6 6 8 8 7 8 7 6 8 5 5 7 5 8 6 7 6

55 Yusuf 7 7 6 5 8 6 5 7 6 8 8 7 8 8 8 5 4 7 5 8 4 5 7 5 5 8 6 9 8 8

56 Tsani F 6 7 6 6 7 4 1 3 6 6 5 2 3 6 5 5 4 5 6 4 4 6 8 5 4 6 4 4 5 6

57 Dela AB 9 7 8 9 6 2 8 8 9 4 5 2 6 9 7 6 4 5 8 7 7 9 10 5 8 7 1 1 9 8

58 Chandra 7 8 8 7 7 5 7 4 5 4 6 8 4 5 4 7 8 8 7 7 6 7 6 6 6 6 8 7 6 6

59 Chyntia 7 6 7 5 8 4 5 7 4 5 7 6 4 6 7 7 8 9 8 5 4 5 7 4 5 7 7 7 6 6

60 Anisa 1 9 7 4 3 1 8 5 6 3 1 4 4 3 8 4 8 7 1 1 1 9 7 3 5 1 8 7 5 4

61 Desi 8 6 7 7 7 7 4 5 4 6 7 4 5 4 6 4 2 3 6 5 6 3 4 7 7 7 5 6 6 6

62 Riffi 7 8 8 6 6 6 7 6 7 6 7 8 8 7 7 5 6 5 6 6 5 8 6 6 5 6 7 7 6 6

63 Iman 4 8 4 5 6 7 4 6 6 8 6 4 7 6 9 10 9 4 6 3 8 7 7 6 5 9 4 10 8 5

64 Andrew 7 9 8 8 10 7 1 4 7 9 7 1 4 6 8 7 8 8 8 6 5 3 3 3 6 7 3 6 6 8

65 Stella 6 7 8 6 7 4 4 4 5 5 6 5 4 6 6 8 8 8 8 8 5 7 6 5 6 5 6 6 5 6


(2)

103

No

Atribut Warna Elastisitas Kekerasan Kelengketan Ekstensibilitas Keseluruhan

Panelis

Sampel Sampel Sampel Sampel Sampel Sampel

A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E

67 Stella 5 7 8 6 6 9 8 8 9 9 8 6 7 9 9 8 9 9 8 6 6 7 9 7 5 8 7 9 9 7

68 Dyas 7 7 8 6 5 5 7 5 8 8 4 6 5 8 9 4 7 8 5 8 5 4 6 7 8 5 7 6 6 9

69 Yogi 8 9 9 9 8 6 4 6 7 7 7 6 7 7 8 7 6 7 7 7 8 6 7 7 7 8 7 8 8 8

70 Oxyana 8 8 8 8 8 8 8 8 6 8 8 8 8 6 8 9 8 6 9 8 6 6 7 6 6 8 8 8 8 8

jumlah 46 8 54 0 50 6 46 4 46 9 41 9 40 1 39 5 42 8 43 0 42 4 39 7 37 8 44 9 46 9 44 8 49 4 47 0 47 4 46 5 35 4 46 0 46 7 37 0 39 6 44 4 46 0 45 4 44 7 43 8 rata-rata 6.6

9 7.7 1 7.2 3 6.6 3 6.7 0 5.9 9 5. 73 5. 64 6. 11 6. 14 6. 06 5. 67 5. 40 6. 41 6. 70 6. 40 7. 06 6. 71 6. 77 6. 64 5. 06 6. 57 6. 67 5. 29 5. 66 6. 34 6. 57 6. 49 6. 39 6. 26


(3)

104

Lampiran 9

. Data hedonik dengan ANOVA dan Uji Lanjut Duncan

a. Hedonik Warna

Tests of Between-Subjects Effects

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 437.991(a) 73 6.000 3.640 .000 Intercept 17108.026 1 17108.026 10378.007 .000

Panelis 375.774 69 5.446 3.304 .000

Sampel 62.217 4 15.554 9.435 .000

Error 454.983 276 1.648

Total 18001.000 350

Corrected Total 892.974 349

a R Squared = .490 (Adjusted R Squared = .356)

Post Hoc Tests

Sampel N Subset

1 2 3

D 70 6.63 A 70 6.69 E 70 6.70 C 70 7.23 B 70 7.71 Sig. .759 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1.648. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 70.000. b Alpha = .05.

b. Hedonik Elastisitas

Tests of Between-Subjects Effects

Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model 14.360(a) 4 3.590 1.051 .381 Intercept 12278.083 1 12278.083 3594.173 .000

Sampel 14.360 4 3.590 1.051 .381

Error 1178.557 345 3.416

Total 13471.000 350

Corrected Total 1192.917 349


(4)

105

c. Hedonik Kekerasan

Tests of Between-Subjects Effects

Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model 79.983(a) 4 19.996 6.380 .000 Intercept 12792.731 1 12792.731 4081.708 .000

Sampel 79.983 4 19.996 6.380 .000

Error 1081.286 345 3.134

Total 13954.000 350

Corrected Total 1161.269 349

a R Squared = .069 (Adjusted R Squared = .058)

Post Hoc Test

Sampel N Subset

1 2 3 4

C 70 5.40 B 70 5.66 5.66 A 70 6.04 6.04 D 70 6.43 6.43 E 70 6.70 Sig. .391 .198 .198 .365

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 3.134. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 70.000. b Alpha = .05.

d. Hedonik Kelengketan

Tests of Between-Subjects Effects

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 15.726(a) 4 3.931 1.447 .218 Intercept 15792.003 1 15792.003 5812.874 .000

Sampel 15.726 4 3.931 1.447 .218

Error 937.271 345 2.717

Total 16745.000 350

Corrected Total 952.997 349


(5)

106

Post Hoc Test

Sampel N Subset 1 2 A 70 6.40 E 70 6.64 6.64 C 70 6.71 6.71 D 70 6.77 6.77 B 70 7.06 Sig. .229 .179

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 2.717. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 70.000. b Alpha = .05.

e. Hedonik Ekstensibilitas

Tests of Between-Subjects Effects

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 152.560(a) 4 38.140 14.614 .000 Intercept 11972.026 1 11972.026 4587.165 .000

Sampel 152.560 4 38.140 14.614 .000

Error 900.414 345 2.610

Total 13025.000 350

Corrected Total 1052.974 349

a R Squared = .145 (Adjusted R Squared = .135)

Post Hoc Test

Sampel N Subset 1 2 3 A 70 5.06 D 70 5.29 5.29 E 70 5.66 B 70 6.57 C 70 6.67 Sig. .403 .175 .714

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 2.610. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 70.000. b Alpha = .05.


(6)

107

f. Hedonik Keseluruhan

Tests of Between-Subjects Effects

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 4.217(a) 4 1.054 .388 .817 Intercept 14374.426 1 14374.426 5284.957 .000

Sampel 4.217 4 1.054 .388 .817

Error 938.357 345 2.720

Total 15317.000 350

Corrected Total 942.574 349