Lahan akasia pada kedalaman 0-30 cm memiliki bobot isi yang rendah. Hal ini disebabkan kandungan serasah yang tinggi dan tidak adanya pengolahan
tanah yang intensif. Serasah daun berfungsi sebagai mulsa dan memberi kesempatan organisme tanah menguraikan serasah dan terbentuk pori-pori tanah.
Sebaliknya, lahan bera pada kedalaman 30-60 cm memiliki bobot isi paling tinggi. Hal ini disebabkan karena pada lahan ini sebelumnya dilakukan pengolahan yang
intensif. Pengolahan yang intensif menyebabkan terjadi pemadatan di bawah top soil.
Sistem bioretensi memerlukan tanah dengan bobot isi rendah. Hal ini dimaksudkan agar air permukaan yang masuk ke arboretum akan diserap oleh
tanah dengan cepat. Hujan yang terus menerus akan menyebabkan aliran permukaan dengan volume yang besar, sehingga arboretum harus siap
menampung dan meresapkan air ke dalam tanah. Jika kapasitas tampungan kurang dari volume air permukaan, maka akan terjadi banjir dan air akan mengalir ke
badan air. Lahan akasia dengan bobot isi sebesar 1,03 gcm3 telah memenuhi syarat sifat fisik sistem bioretensi dibandingkan dengan lahan yang lain.
5.4.2. Distribusi Ukuran Pori
Salah satu faktor yang mempengaruhi porositas total adalah bobot isi. Tanah dengan bobot isi yang rendah memiliki nilai porositas total yang tinggi,
begitu juga sebaliknya. Berdasarkan Gambar 16, porositas total dari keempat lahan cenderung hampir sama yaitu pada lahan akasia kedalaman 0-30 cm sebesar
60,82, lahan akasia kedalaman 30-60 cm sebesar 59,44, lahan jati kedalaman 0-30 cm sebesar 59,98, lahan jati kedalaman 30-60 cm sebesar 56,26, lahan
rumput kedalaman 0-30 cm sebesar 60,5, lahan bera kedalaman 0-30 cm sebesar 59,93 dan lahan bera kedalaman 30-60 cm sebesar 56,15.
Lahan akasia pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm memiliki porositas tertinggi ditandai dengan bobot isi yang rendah dibandingkan lahan lainnya.
Tinggi porositas dan rendahnya bobot isi menggambarkan bahwa tanah pada lahan akasia dalam kondisi remah. Penyediaan serasah dari vegetasi berpengaruh
besar terhadap sifat fisik tanah. Serasah daun akasia yang terdekomposisi sangat membantu dalam memperbesar porositas tanah.
Gambar 16. Porositas total pada berbagai vegetasi lahan dan kedalaman tanah 0- 30 cm dan 30-60 cm
Lahan bera pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm memiliki nilai porositas tanah lebih rendah dibandingkan lahan akasia, lahan rumput dan lahan
jati karena lahan ini memiliki bobot isi yang tinggi. Porositas yang rendah dipengaruhi oleh pengolahan tanah yang intensif dan tidak ada penutupan lahan.
Hal itu dapat meningkatkan proses destrukturisasi dan kepadatan tanah. Destrukturasi yang cepat diakibatkan adanya pengolahan tanah yang intensif dan
permukaan tanah sering terbuka. Permukaan tanah yang terbuka dan rendahnya tutupan lahan berakibat buruk pada saat terjadi hujan. Permukaan tanah yang
terkena pukulan butir hujan mengakibatkan struktur tanah rusak dan butir-butir halus tanah menyumbat pori makro sehingga menjadi padat. Oleh karena itu,
tutupan lahan dan serasah yang rapat harus dipertahankan untuk melindungi pukulan butir hujan yang dapat merusak struktur tanah.
Gambar 17 menunjukkan perbandingan distribusi ukuran pori pada lahan akasia, lahan jati, lahan rumput, dan lahan bera pada kedalaman 0-30 cm dan 30-
60 cm. Terlihat bahwa pori pemegang air terbesar dimiliki oleh bera pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm. Hal ini terjadi karena lahan bera memiliki pori
mikro yang tinggi. Selain itu, lahan bera memiliki pori drainase lambat yang tinggi dibandingkan dengan lahan yang lain terutama pada kedalaman 30-60 cm.
Rendahnya vegetasi dan pengolahan tanah bera sebelumnya yang intensif menyebabkan peningkatan pori mikro akibat terjadinya pemadatan.
60.82 59.44
59.98
56.26 60.5
59.93
56.15
53 54
55 56
57 58
59 60
61 62
0-30 30-60
0-30 30-60
0-30 0-30
30-60 Akasia
Akasia Jati
Jati Rumput
Bera Bera
P or
os it
as T
ot al
Kedalaman Tanah cm
Lahan akasia pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm didominasi pori drainase sangat cepat lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang lain. Hal ini
terjadi karena lahan akasia memiliki vegetasi yang rapat dan tidak ada pengolahan tanah dalam pengelolaan lahannya sehingga menyebabkan terjadinya tumpukan
serasah dan mulsa di permukaan tanah. Menurut Sinukaban 2007, mulsa dan bahan organik yang berada di atas permukaan tanah akan mengalami pelapukan
dan perombakan. Di dalam tanah, bahan-bahan tersebut menjadi sumber makanan dan media tumbuh makro dan mikro fauna tanah sehingga jumlah dan aktivitasnya
meningkat. Akibat pelapukan mulsa dan bahan oganik, struktur tanah menjadi lebih baik dan pori aerasi tanah meningkat.
Gambar 17. Distribusi ukuran pori di berbagai vegetasi lahan dan kedalaman tanah 0-30 cm dan 30-60 cm
Lahan rumput 0-30 cm memiliki pori drainase sangat cepat sebesar 6,24 dan pori drainase lambat yaitu sebesar 9,09. Pori drainase sangat cepat
dipengaruhi oleh tutupan lahannya. Akar serabut dari rumput apabila telah terdekomposisi dapat menstimulasi ruang pori drainase sangat cepat, sehingga
dapat menyebabkan air lebih mudah diresapkan ke dalam tanah. Lahan jati kedalaman 0-30 cm memiliki pori pemegang air lebih rendah
dibandingkan lahan bera yaitu sebesar 48,76. Hal ini disebabkan adanya mulsa dan serasah daun jati yang menumpuk di permukaan sehingga bahan organik ini
menstabilkan agregat tanah. Lahan jati kedalaman 30-60 cm, memiliki pori
10 20
30 40
50 60
0-30 30-60 0-30 30-60 0-30 0-30 30-60
AkasiaAkasia Jati Jati Rumput Bera Bera
D is
tr ib
us i
U k
ur an
P or
i
Kedalaman Tanah cm
Pori Pemegang Air Pori Drainase Sangat
Cepat Pori Drainase Cepat
Pori Drainase Lambat
drainase lambat sebesar 3,95. Hal ini menyebabkan air lebih lambat masuk ke dalam tanah.
Teknik bioretensi
dirancang untuk
tempat penampungan
atau penyimpanan air yang akan diterima pada saat terjadi hujan dan aliran permukaan.
Idealnya, tanah pada sistem bioretensi membutuhkan pori makro atau pori drainase yang berfungsi untuk meresapkan air dengan cepat. Pemadatan sangat
tidak disarankan dalam teknik bioretensi karena dapat merusak pori-pori tanah. Diharapkan pori drainase mendominasi daerah resapan karena air dapat terkelola
dengan baik. Lahan akasia memiliki pori drainase sangat cepat lebih tinggi sehingga lahan akasia telah memenuhi syarat sistem bioretensi dibandingkan
dengan lahan lainnya.
5.4.3. Stabilitas Agregat