Akasia Acacia mangium Willd. Jati Tectona grandis Linn. f

karena akan terjadi penyumbatan, terutama jika BMP menerima limpasan dengan muatan sedimen yang tinggi.  BMP Bioretention Management Practice tidak sesuai pada lokasi dengan kedalaman air tanah ≤ 183 cm dari permukaan tanah dan lapisan tanah yang tidak stabil.  Desain BMP Bioretention Management Practice memiliki potensi untuk menciptakan habitat yang dapat menarik nyamuk atau vektor lainnya karena kelembaban yang tinggi pada daerah bervegetasi dan genangan air.  Dalam cuaca dingin dapat membekukan tanah sehingga mengurangi infiltrasi limpasan permukaan ke dalam tanah.

2.6. Akasia Acacia mangium Willd.

Akasia Acacia mangium Willd. termasuk pohon berbuah polongan leguminosae yang cepat tumbuh. Tanaman ini sangat sensitif terhadap kondisi tanah baik pada tanah tererosi atau tanah miskin mineral dan tanah Entisol. Selain itu, akasia dapat tumbuh pada lahan bekas kebakaran pada tanah Ultisol dari batuan vulkanis. Tanaman ini mampu tumbuh pada tanah-tanah dengan pH rendah, bahkan spesies ini toleran terhadap pH tanah 4,0. Hal ini merupakan keistimewaan yang membedakannnya dengan Leguminosae yang lainnya Herawatiningsih, 2001. Dalam sistem klasifikasi, akasia mempunyai klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae tumbuhan Subkingdom : Tracheobionta berpembuluh Superdivisio : Spermathophyta menghasilkan biji Divisio : Magnoliophyta berbunga Kelas : Magnoliopsida berkeping duadikotil\ Subkelas : Rosidae Ordo : Fabales Familia : Fabaceae suku polong-polongan Genus : Acacia Species : Acacia mangium Willd. Menurut Wargasasmita 1991, tumbuhan dapat mengakumulasi Pb pada daun dan kulit batangnya Tabel 3. Terbukti dari hasil penelitian itu bahwa kandungan Pb pada tumbuhan sejenis di lokasi yang jauh dari pinggir jalan. Tabel 3. Rata-rata konsentrasi Pb µgg pada kulit batang dan daun dari 10 jenis tumbuhan tepi jalan di Jakarta No Jenis Tumbuhan Rata-Rata Konsentrasi Pb µgg Daun 1 Batang 1 Daun 2 Batang 2 1 Akasia 76,1 382,4 3,0 10,2 2 Angsana 321,7 843,5 1,1 0,2 3 Asam Jawa 28,8 27,4 16,2 7,0 4 Asam Landi 94,2 121,6 8,6 2,2 5 Bungur 99,0 521,4 7,6 5,4 6 Cemara 221,6 694,2 - - 7 Flamboyan 56,2 347,7 10,6 5,4 8 Glodogan 72,2 526,4 - - 9 Mahoni 249,1 213,7 - - 10 Kiara Payung 77,9 87,7 - - Sumber: Modifikasi dari Wargasasmita 1991

2.7. Jati Tectona grandis Linn. f

Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Di Indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah fancy wood dan memiliki kelas awet tinggi yang tahan gangguan rayap serta jamur dan awet mampu bertahan hingga 500 tahun. Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledoneae Ordo : Verbenales Famili : Verbenaceae Genus : Tectona Spesies : Tectona grandis Linn. f. Secara morfologi, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30-45 m. Dengan pemangkasan, batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15-20 m dan diameter batang mencapai 220 cm. Kulit kayu berwarna kecoklatan atau abu-abu yang mudah terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan bercabang sekitar 4 buah. Daun berbentuk opposite bentuk jantung membulat dengan ujung meruncing, berukuran panjang 20-50 cm berwarna hijau kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau tua keabu-abuan Sumarna, 2003.

III. METODOLOGI 3.1.

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di arboretum tol Jagorawi Km 41 Bogor, Jawa Barat, dari bulan Juli 2011 hingga Januari 2012. Analisis sifat fisik dan kimia contoh tanah dan air dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Laboratorium Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari contoh tanah utuh, contoh tanah agregat utuh, contoh tanah terganggu, contoh air permukaan, contoh air hujan dan contoh air sumur. Pengambilan contoh air hujan, contoh air permukaan, dan contoh air sumur dilakukan dengan menggunakan botol plastik. Tinggi hujan diukur dengan menggunakan penakar hujan sederhana berupa botol plastik berukuran besar, corong, meteran, dan gelas ukur. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan ring sample, pisau, cangkul, palu, golok, sekop, plastik, penggaris, label, dan balok kayu.

3.3. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan untuk melihat kemampuan arboretum tol Jagorawi dalam mengendalikan aliran permukaan, mengetahui pengaruh dari populasi kendaraan terhadap kualitas air hujan dan air permukaan serta mengetahui daya retensi tanah di arboretum terhadap pasokan polutan dari jalan tol Jagorawi. Dalam penelitian ini diambil 3 jenis vegetasi yang berada di arboretum yaitu lahan akasia, lahan jati, dan lahan rumput sebagai fokus kajian. Sebagai pembanding, diamati lahan bera yang terletak di belakang arboretum tol Jagorawi. Lahan bera memiliki elevasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan di arboretum, tidak berbentuk cekungan datar dan tidak terdapat vegetasi diatasnya. Untuk mengetahui kemampuan arboretum dalam mengendalikan aliran permukaan dipilih 3 selang kejadian hujan yang berbeda yaitu 2 hari, 3 hari dan 5 hari. Perbedaan pemilihan kejadian hujan dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari populasi kendaraan terhadap kualitas air hujan dan air permukaan. Pengertian