52
VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL KOPERASI BAYTUL IKHTIAR
6.1. Analisis Rasio Keuangan Koperasi
Analisis rasio keuangan KBI dilakukan untuk mengetahui perkembangan kinerja keuangan lembaga. Analisis ini merupakan salah satu cara untuk
memberikan penilaian terhadap lembaga, keberhasilan maupun penurunan hasil operasional dari usaha lembaga. Selain itu, hasil dari penilaian ini dapat menjadi
tolak ukur kinerja keuangan KBI terhadap kinerja keuangan lembaga lain yang sejenis, sehingga KBI dapat mengetahui keadaan dan posisi keuangannya diantara
lembaga keuangan mikro lainnya. Analisis yang digunakan meliputi analisis likuiditas, solvabilitas, rentabilitas,
dan aktivitas usaha. Pada analisis ini dilakukan penilaian pada laporan keuangan laba rugi dan neraca keuangan KBI tiga tahun terakhir, yaitu tahun 2009, 2010,
dan 2011. Komponen keuangan pada kedua laporan tersebut akan dibandingkan dengan standar umum yang digunakan.
6.1.1. Likuiditas
Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan koperasi untuk membayar kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi. Hal ini berkaitan dengan
ketersediaan harta yang mudah diuangkan apabila koperasi mengalami kebangkrutan. Rasio likuiditas yang diukur pada KBI antara lain rasio lancar
current ratio, rasio kas cash ratio , dan rasio total aset terhadap modal kerja working capital to total asset. Hasil perhitungan analisis likuiditas KBI tahun
2009-2011 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Likuiditas KBI Tahun 2009-2011
Rasio Tahun
Rata-Rata Pertumbuhan
thn 2009 2010 2011
Rasio Lancar 2101,31
266,95 210,34
859,5 -945,48
Rasio Kas 821,69
75,87 54,02
317,19 -383,84
Rasio Modal Kerja dengan
Total Aset 90,40 48,34 42,33 60,36 -24,03
Sumber : Laporan Keuangan KBI 2012
53
Secara umum,
trend likuiditas koperasi bernilai negatif. Hal tersebut dilihat
dari nilai pertumbuhan yang cenderung menurun pada rasio lancar, rasio kas, dan rasio WCTA. Rasio lancar merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan
hutang lancar. Komponen yang termasuk dalam aktiva lancar adalah kas, piutang, biaya dibayar dimuka, dan persediaan koperasi, sedangkan hutang lancar terdiri
dari modal pinjaman yang diterima dari lembaga keuangan milik Yayasan Peramu lainnya. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5, nilai rata-rata rasio lancar
KBI adalah 859,5 persen yang artinya koperasi mempunyai Rp 8,59 aktiva lancar untuk memenuhi setiap Rp 1,00 hutang lancar. Keadaan ini jauh diatas standar
yang baik, yaitu 200 persen. Nilai rata-rata yang tinggi tersebut disebabkan adanya ketimpangan besar modal pinjaman yang diperoleh KBI pada tahun 2009
dan 2010. KBI baru melakukan pengajuan pinjaman kepada lembaga yang bersangkutan pada tahun 2009 dan pencairan pinjaman baru dapat diterima KBI
pada tahun 2010. Kondisi tersebut yang menyebabkan nilai rasio ini cenderung menurun sebesar -945,4 persen per tahun. Walaupun demikian, rasio lancar KBI
tiap tahunnya berada di atas standar yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa KBI mampu menutupi hutang lancar dengan aktiva lancar yang dimilikinya.
Rasio kas cash ratio merupakan perbandingan antara jumlah kas dengan hutang lancar yang dimiliki KBI. Nilai rata-rata rasio kas adalah 317,19 persen
yang artinya koperasi mempunyai Rp 3,17 kas untuk memenuhi setiap Rp 1,00 hutang lancar. Dalam perhitungan rasio kas tidak terdapat standar yang ideal
untuk menentukan kondisi baik atau buruk suatu lembaga karena tergantung dari jenis unit usaha yang dijalankan oleh koperasi. Nilai rasio kas mengalami tren
pertumbuhan yang bernilai negatif, yaitu -383,8 persen per tahun. Penurunan tersebut disebabkan semakin besarnya hutang jangka pendek yang dilakukan oleh
KBI pada tahun 2010. Working Capital to Total Asset
WCTA menunjukkan rasio antara modal kerja terhadap total aktiva. Modal kerja diperoleh dari pengurangan nilai aktiva
lancar dengan hutang lancar. Nilai rata-rata WCTA KBI adalah sebesar 60,36 persen, yang artinya berada pada kondisi di atas standar yang baik, yaitu 50
persen. Namun, laju pertumbuhan WCTA juga memiliki kecenderungan yang menurun sebesar -24,03 persen. Penurunan tersebut disebabkan adanya
54
peningkatan hutang lancar sehingga nilai dari modal kerja menurun. Namun, penurunan modal kerja tersebut tidak berpengaruh terhadap kegiatan operasional.
6.1.2. Solvabilitas
Analisis solvabilitas
Koperasi Baytul Ikhtiar menunjukkan kemampuan
koperasi dalam memenuhi seluruh kewajiban keuangannya. Solvabilitas terdiri berbagai rasio yang digunakan antara lain rasio modal sendiri dengan total aktiva
equity to total asset ratio, rasio modal sendiri dengan total aktiva tetap equity to fixed asset ratio
, rasio aktiva tetap dengan hutang jangka panjang fixed asset to long term debt ratio
, rasio total hutang dengan total aktiva debt ratio, dan rasio total hutang dengan total modal sendiri debt equity ratio. Hasil perhitungan
analisis solvabilitas KBI dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Solvabilitas KBI Tahun 2009-2011
Rasio Tahun
Rata- Rata
Pertum- buhan
thn 2009 2010 2011
Rasio Modal Sendiri dengan Total Aktiva
27,76 17,64 18,36 21,26 -4,70 Rasio Modal Sendiri
dengan Aktiva Tetap 545,9 77,6 95,14 239,6 -225,42
Rasio Aktiva Tetap dengan Hutang Jangka Panjang
38,29 223,6 290,4 184,1 126,06 Rasio Total Hutang dengan
Total Aktiva 46,95 64,72 72,46 61,3 12,76
Rasio Total Hutang dengan Total Modal Sendiri
169,1 366,8 394,5 310,1 112,73 Sumber : Laporan Keuangan KBI 2012
Rasio modal sendiri dengan total aktiva menunjukkan seberapa penting modal pinjaman bagi koperasi dan tingkat keamanan keuangan yang dimiliki
koperasi sebagai kreditor. Selain itu, rasio ini menunjukkan bahwa modal KBI didominasi oleh modal luar koperasi dengan penurunan nilai rasio sebesar -4,70
persen tiap tahunnya
.
Nilai rata-rata rasio ini dari tahun 2009-2011 adalah sebesar 21,26 persen, yang artinya persentase modal sendiri baru mencapai 21,26 persen
dari total modal yang dibutuhkan. Rasio ini menunjukkan kondisi koperasi yang tidak sehat karena sebagian besar modal koperasi masih berasal dari modal luar.
Penurunan rasio modal sendiri pada tahun 2010 dan 2011 diakibatkan karena
55
adanya peningkatan total aktiva tanpa diiringi oleh peningkatan modal sendiri yang berupa simpanan wajib, simpanan pokok, dana LWK, dana cadangan, hibah,
50 persen modal penyertaan, dan 30 persen dari sisa hasil usaha koperasi Rasio modal sendiri dengan aktiva tetap menunjukkan proporsi aktiva
tetap yang dibiayai oleh modal sendiri dari koperasi. Nilai rata-rata rasio ini adalah 239,6 persen yang masih berada di atas standar 150 persen. Namun, bila
dilihat dari data rasio per tahun, rasio pada tahun 2010 dan 2011 yang berturut- turut bernilai 77,6 persen dan 95,14 persen tidak memenuhi standar yang baik.
Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan aktiva tetap yang sangat tinggi khususnya pada nilai kepemilikan tanah dan gedung yang dimiliki koperasi pada
tahun tersebut. Peningkatan tersebut tidak diiringi oleh peningkatan modal sendiri yang mengakibatkan nilai rasio ini semakin menurun.
Rasio aktiva tetap dengan hutang jangka panjang dapat menunjukkan kemampuan koperasi untuk memperoleh pinjaman baru dengan jaminan aktiva
tetap. Rasio rata-ratanya adalah sebesar 184,1 persen yang artinya berada di atas standar 150 persen. Nilai rasio ini pun terus meningkat sebesar 126,06 persen tiap
tahunnya karena aktiva tetap koperasi terus meningkat dengan kepemilikan tanah dan gedung baru. Dengan keadaan nilai rasio yang baik, koperasi dapat lebih
mudah mengajukan dan memperoleh pinjaman baru dengan menggunakan aset tetap sebagai jaminan hutang jangka panjang.
Selain itu, rasio total hutang dengan total aktiva menunjukkan seberapa besar bagian harta yang dibiayai dari hutang koperasi. Nilai rata-rata rasio ini
adalah sebesar 61,3 persen berada pada keadaan yang tidak baik karena lebih dari 50 persen. Nilai rasio ini mengalami peningkatan sebesar 12,76 persen per tahun
yang menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung koperasi semakin besar. Proporsi hutang yang dijamin oleh modal sendiri KBI dapat ditunjukkan
dengan nilai rasio total hutang dengan total modal sendiri. Nilai rasio ini adalah 310,01 persen yang artinya setiap Rp 1,00 modal sendiri digunakan untuk
menjamin Rp 3,10 hutang yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan besarnya nilai hutang yang harus dijamin dalam setiap rupiah modal yang dimiliki. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemampuan koperasi yang dalam menjamin hutangnya dengan modal sendiri yang dimiliki tergolong tidak sehat. Selain itu,
56
rasio ini terus mengalami peningkatan sebesar 112,73 persen tiap tahunnya yang menunjukkan kondisi rasio yang semakin memburuk karena adanya peningkatan
hutang yang dimiliki koperasi. Secara umum, kondisi solvabilitas KBI pada tahun 2009-2011 cenderung
mengalami penurunan kesehatan kinerja. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan rasio modal sendiri terhadap total aktiva dan aktiva tetap mengalami laju
pertumbuhan yang negatif, sedangkan perhitungan rasio hutang jangka panjang terhadap aktiva dan total modal memiliki kecenderungan yang positif.
6.1.3. Rentabilitas
Rasio rentabilitas Koperasi Baytul Ihktiar menunjukkan kemampuan koperasi dalam menghasilkan laba dalam periode tertentu. Pengukuran rentabilitas
pada KBI dilakukan dengan menggunakan rasio laba bersih net profit margin, rasio tingkat pengembalian modal sendiri return on net worth ratio, rasio
operasional operating margin ratio, dan rasio tingkat pengembalian investasi return on investment. Hasil perhitungan rasio rentabilitas KBI pada tahun 2009-
2011 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rentabilitas KBI Tahun 2009-2011
Rasio Tahun
Rata- Rata
Pertum- buhan
thn 2009 2010 2011
Rasio Laba Bersih 2,37 2,03 0,72 1,71 -0,82
Rasio Operasional 7,92 15,38 4,62 9,31 -1,65
Rasio Tingkat Pengembalian Modal Sendiri
8,56 12,07 4,27 8,30 -2,14 Rasio Tingkat Pengembalian
Investasi 2,38 2,13 0,78 1,76 -0,80
Sumber : Laporan Keuangan KBI 2012
Pada umumnya, rasio laba bersih merupakan perbandingan dari besarnya laba dibagi dengan total penjualan. Akan tetapi, mengingat KBI hanya bergerak di
bidang pelayanan jasa, maka nilai rasio laba bersih ini diperoleh dari perbandingan jumlah laba dibagi dengan total pembiayaan dropping yang
diberikan kepada anggota. Nilai rata-rata rasio ini adalah 1,71 persen berada di bawah standar yang baik. Nilai tersebut berarti bahwa laba bersih yang dihasilkan
57
dari Rp 1,00 pembiayaan hanya mencapai Rp 0,01. Rasio ini pun memiliki laju pertumbuhan yang menurun sebesar -0,82 tiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan
semakin tingginya biaya operasional koperasi sehingga laba yang diterima rendah. Biaya operasional yang tinggi meliputi gaji pegawai, akomodasi, transportasi,
administrasi, dan perencanaan. Biaya-biaya tersebut memang merupakan pengeluaran dasar dari lembaga yang menggunakan konsep grameen bank,
mengingat setiap tenaga pendamping lapang TPL akan menghampiri setiap majelis yang tersebar di berbagai wilayah. Selain itu, biaya perencanaan memang
sangat diperlukan untuk memperoleh wilayah baru dalam melakukan strategi penumbuhan majelis grameen bank.
Rasio operasional menunjukkan tingkat efisiensi koperasi dalam menjalankan usahanya, yaitu dengan menggunakan perbandingan antara laba
operasi dengan besarnya modal sendiri. Nilai rata-rata rasio ini adalah 9,31 persen yang berada di atas standar yang baik, yaitu 2 persen. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa setiap Rp 1,00 modal sendiri dapat menghasilkan Rp 0,09 laba operasi. Tingginya nilai rasio ini bisa jadi disebabkan karena koperasi sepenuhnya
bergerak di bidang pelayanan jasa pembiayaan, sehingga laba operasi koperasi tidak dipengaruhi oleh stok akhir persediaan barang yang tidak terjual. Namun di
sisi lain, tingginya nilai rasio ini juga dapat disebabkan karena modal sendiri koperasi yang jumlahnya masih lebih rendah dari modal luar koperasi. Nilai rasio
laba operasional dari tahun 2009 hingga tahun 2011 mengalami fluktuasi dengan laju pertumbuhan yang bernilai negatif, yaitu -1,65 persen. Peningkatan nilai rasio
pada tahun 2010 disebabkan oleh adanya peningkatan pembiayaan yang diterima dari lembaga lain yang masih di bawah naungan Yayasan Peramu, sedangkan
penurunan rasio pada tahun 2011 disebabkan oleh peningkatan jumlah pegawai koperasi yang berpengaruh terhadap semakin besarnya biaya gaji pegawai, biaya
asuransi kesehatan, dan biaya tunjangan pendidikan. Selain itu, biaya operasional yang mengalami peningkatan meliputi biaya penyusutan inventaris, penyusutan
gedung, biaya akomodasi, transportasi, administrasi, dan perencanaan. Tingkat produktivitas modal koperasi dapat diukur dengan menggunakan
rasio tingkat pengembalian modal sendiri. Rasio ini merupakan perbandingan antara laba bersih dibagi dengan total modal sendiri koperasi, sehingga dapat
58
diperoleh besarnya penghasilan koperasi atas modal sendiri yang diinvestasikan. Nilai rata-rata rasio ini adalah 8,30 persen yang masih berada di bawah standar
yang baik, yaitu 15 persen. Hal ini menggambarkan bahwa modal sendiri koperasi belum dapat menghasilkan sisa hasil usaha SHU yang optimal. Bila dilihat dari
data rasio per tahun, koperasi hampir memperoleh SHU yang optimal pada tahun 2010 dengan nilai rasio sekitar 12 persen. Hal ini disebabkan adanya peningkatan
pendapatan dari margin pembiayaan dan biaya operasional yang lebih rendah dari tahun 2011. Biaya operasional yang semakin tinggi pada tahun 2011
menyebabkan nilai rasio ini mengalami penurunan. Adapun laju pertumbuhan rasio ini bernilai negatif, yaitu sebesar -2,14 persen.
Rasio return on investment ROI merupakan kemampuan koperasi dalam menghasilkan pendapatan atas aset yang tersedia. Nilai rata-rata rasio ROI
koperasi KBI baru mencapai 1,76 persen. Angka tersebut berada jauh di bawah standar yang baik, yaitu sebesar 8 persen. Berdasarkan nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa kemampuan koperasi dalam menghasilkan laba SHU atas total aktiva belum optimal. Selain itu, nilai rasio ini terus mengalami penurunan
sebesar -0,80 persen tiap tahunnya. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah aset yang tidak diiringi dengan peningkatan laba koperasi.
6.1.4. Aktivitas Usaha
Rasio aktivitas usaha menggambarkan sejauh mana koperasi menggunakan aset secara efisien untuk memperoleh penjualan. Pada umumnya, pengukuran
aktivitas usaha pada koperasi dilakukan dengan menggunakan rasio perputaran total aktiva total assets turn-over ratio, rasio perputaran aktiva tetap fixed
assets turn-over ratio , rasio perputaran piutang account receivable turn-over
ratio dan rasio perputaran persediaan inventory turn-over ratio. Namun, karena
Koperasi Baytul Ikhtiar hanya bergerak di bidang pelayanan jasa, maka rasio yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas usaha adalah rasio perputaran total
aktiva dan rasio perputaraan piutang yang tidak menggunakan unsur persediaan dan penjualan barang. Hasil perhitungan rasio aktivitas usaha Koperasi Baytul
Ikhtiar tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Tabel 9.
59
Tabel 9. Aktivitas Usaha KBI Tahun 2009-2011
Rasio Tahun
Rata-Rata Pertumbuhan
2009 2010 2011 Perputaran Total
Aktiva 1,004 1,05 1,087 1,047 0,042
Rasio Perputaran Piutang
1,364 2,128 1,382 1,625 0,009
Sumber : Laporan Keuangan KBI 2012
Rasio perputaran total aktiva menunjukkan tingkat efisiensi dari operasi KBI dalam hal pembiayaan dropping. Nilai rata-rata rasio ini adalah 1,047 kali
yang artinya total harta koperasi baru berputar rata-rata sebanyak 1,047 kali per tahun. Nilai tersebut masih di bawah standar perputaran yang baik, yaitu sebanyak
5 kali per tahun. Hal ini memperlihatkan kemampuan koperasi masih tergolong rendah dalam melakukan perputaran harta yang dimiliki dalam memberikan
pembiayaan kepada anggota layanan. Walaupun demikian, nilai rasio ini mengalami peningkatan sebesar 0,042 persen tiap tahunnya. Peningkatan ini
disebabkan oleh semakin besarnya jumlah pembiayaan dropping yang diberikan koperasi kepada anggota layanan tiap tahunnya. Selain itu, nilai rasio perputaran
piutang pun memiliki laju pertumbuhan positif sebesar 0,011 persen. Dengan nilai rata-rata 1,6 kali perputaran, maka rasio ini masih di bawah standar yang baik,
yaitu masih di bawah 6 kali perputaran per tahun.
6.2. Viabilitas Finansial